Anda di halaman 1dari 8

HASIL HUTAN NON-KAYU

SIFAT DAN PEMANENAN ROTAN

Oleh :

VICTORY HARIANJA

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2015
Rotan merupakan komoditas utama hasil hutan bukan kayu, karena memiliki nilai jual
yang tinggi dan pasaran yang luas terutama pasar ekspor. Di Indonesia terdapat delapan
marga rotan yang terdiri dari kurang lebih 306 jenis dan hanya 51 jenis diantaranya telah
dimanfaatkan. Hal ini berarti bahwa penggunaan jenis rotan masih rendah dan terbatas pada
jenis-jenis yang sudah diketahui manfaatnya dan laku di pasaran. Diperkiran lebih dari 514
jenis rotan terdapat di Asia Tenggara yang berasal dari depalan marga Calamus 333 jenis,
Daemonorops 122 jenis, Khorthalsia 30 jenis, Plectocomia 10 jenis, Plectocomiopsis 10
jenis, Calospatha Becc. 2 jenis, Bejaudia 1 jenis, dan Ceratolobus 6 jenis. Dari delapan
marga tersebut, hanya dua marga yang bernilai ekonomi tinggi yaitu Calamus dan
Daemonorops (Jasni, dkk, 2000).

Tabel. 1. Jenis rotan

Marga Jenis
Calamus Calamus axillaris Becc., Calamus caesius Blume., Calamus conirostris
Becc.
Daemonorops Daemonorops didymophylla Becc., Daemonorops draco BI.,
Daemonorops geniculata Mart.
Korthalsia Korthalsia flagellaris Miq., Korthalsia rigida Blume
Myrialepis Myrialepis scortechinii Becc.
Plectocomiopsis Plectocomiopsi geminiflora Becc.

Rotan merupakan tumbuhan khas daerah tropis dengan penyebaran terbanyak di


Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan Irian Jaya. Jenis rotan terbanyak dan tersebar luas
adalah dari marga Calamus yang menyebar dari Afrika barat sampai kepulauan Fiji dan dari
Cina Selatan sampai Selandia baru. Hasil inventarisasi rotan menunjukkan bahwa rotan
sebagai tumbuhan bawah terdapat pada areal hutan seluas kurang lebih 39 juta hektar,
sedangkan areal hutan yang berpotensi rotan seluas kurang lebih 9,369 juta hektar, dengan
potensi rotan tiap hektar adalah antara 98 kg sampai 3850 kg berat kering dengan rata-rata
970 kg (Rombe, 1986).

Rotan merupakan salah satu tumbuhan khas di daerah tropis yang secara alami
tumbuh pada hutan primer dan sekunder, termasuk pada daerah perladangan berpindah dan
belukar. Secara umum rotan dapat tumbuh pada berbagai keadaan seperti : di rawa, tanah
kering, dataran rendah, pegunungan, tanah kering berpasir, tanah liat berpasir yang secara
periodik digenangi air atau sama sekali bebas dari genangan air. Pertumbuhan terbaik pada
daerah lereng bukit yang cukup lembab dengan ketinggian antara 0-2900 mdpl, memiliki
iklim basah sampai kering (Rombe, 1986).

Tabel 2. Morfologi rotan

Bagian tumbuhan Keterangan


Akar Akar bersifat geotropik dan apogeotropik, perakarannya serabut, dengan
ukuran diameter akar primer 0,8 - 1,2 cm (tergantung jenis)
Batang Batang membulat, beruas-ruas, ukuran bervariasi tergantung jenis, Saat
muda tertutup dengan rapat oleh pelepah daun yang biasanya memiliki
duri, saat tua daun di bagian bawah mati dan akhirnya rontok.
Tekstur rotan ada yang rata, kasar dan beralur dangkal, sedangkan
warnanya ada yang putih, kuning, dan merah kusam.sifat permukaan
berkilap, semi berkilap, kusam, dan berlemak.
Daun Rotan berdaun majemuk, ukuran panjang daun dan anak daun setiap jenis
rotan berbeda beda. Warna daun hijau dan mengkilap, atau agak kasar
karena berbulu halus.
Bunga Rotan dapat berbunga pada bagian lateral atau terminal. Warna bunga
bervariasi, yaitu berwarna kecokelatan, kehijauan, dan ada yang
berwarna krem.
Buah Buah rotan berbentuk bulat maupun lonjong, ukurannya bervariasi,
warna buah saat masak bervariasi tergantung jenis namun pada umumnya
buah yang masak ditandai dari perubahan warna hijau menjadi kuning
kecokelatan. Rotan berbuah pada bulan Oktober dan November. Buah
rotan umumnya berbiji satu. Semua jenis rotan memiliki buah yang
tertutup oleh sisik yang saling tumpang tindih membentuk baris-baris
vertikal.

Potensi hutan dalam areal yang berhutan atau areal yang ditumbuhi pohon-pohonan
sulit diketahui secaara pasti. Hal ini disebabkan karena rotan merupakan tumbuhan yang
memanjat pada pohon-pohonan, sehingga kehadirannya sebagai flora hutan tidak nampak
jelas. Flora tidak meyebar merata dalam suatu areal hutan, tetapi tumbuh berumpun atau
tumbuh soliter dalam kelompok-kelompok hutan secara sporadis, tergantung lingkungan
tempat tumbuh. Oleh karena itu pada suatu areal hutan yang cukup luas memiliki potensi
rotan yang rendah, sebaliknya areal hutan yang tidak begitu luas tetapi memiliki potensi rotan
yang tinggi.
Tabel 3. Potensi Produksi Rotan di Indonesia Tahun 2006

Potensi produksi Potensi rata-rata


No Daerah Areal hutan (Ha) (ton) (ton/Ha)
1 Aceh 165.000 49.413 0,30
2 Sumatera Utara 230.000 49.168 0,21
3 Jambi 400.000 188.000 0,47
4 Sumatera Barat 429.000 64.470 0,15
5 Riau 345.000 466.388 1,35
6 Bengkulu 300.000 68.751 0,23
7 Sumatera Selatan 341.000 31.680 0,10
8 Lampung 251.000 24.598 0,10
9 Jawa 376.282 3017 0,01
10 Kalimantan Barat 600.000 2.310.000 3,85
11 Kalimantan Selatan 11.000 7000 0,6
12 Kalimantan Tengah 64.527 16.132 0,25
13 Kalimantan Timur 256.000 5.149.081 1,21
14 Sulawesi Selatan 789.568 1.542.095 1,95
15 Sulawesi Tengah 3.572.663 2.381.701 0,67
16 Sulawesi Utara 78.900 52.590 0,67
17 Sulawesi Tenggara 144.000 945.418 6,57
18 Maluku 657.000 275.000 0,42
19 Nusa Tenggara 67.000 57.000 0,85
20 Irian Jaya 850.000 1.530.000 1,80
Total 9.927.940 15.211.502
Sumber: - National Strategy for promoting sustainable rattan

- Development in Indonesia, Rivay R Syam (2006)


- Dikutip dari Positioning Paper KPPU
- Kebijakan ekspor rotan. www.kppu.go.id

Ada 20 daerah di Indonesia yang areal hutannya berpotensi menghasilkan rotan


dengan total areal hutan yang ditumbuhi rotan seluas 9.927.940 Ha dan total potensi
sebanyak 15.211.502 Ton atau potensi rata-rata sebanyak 1,53 ton/ha. Berdasarkan potensi
produksi rotan di wilayah Kalimantan dan Sulawesi yang mencapai 81,5% dari total potensi
produksi seluruh wilayah di Indonesia, maka pemerintah menetapkan wilaya Kalimantan dan
Sulawesi sebagai pusat pemasok bahan baku rotan untuk industri dan ekspor dalam bentuk
rotan mentah.

Kegiatan pemanenan rotan oleh masyarakat lokal biasanya dilakukan sebagai kerja
sampingan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Namun, ada juga
kelompok pemanen rotan yang menjadikan pemanenan rotan sebagai suatu usaha pokok.
Pada umumnya pemanen rotan sudah mampu mengenali jenis-jenis rotan komersial. Jika
sudah menemukan tempat tumbuh rotan dari jenis komersial dan memenuhi syarata untuk
dipanen, mak dilakukan pemanenan rotan dengan menebang batang rotan, ditarik dari pohon
penopang, dibersihkan dari pelepah, dipotong-potong, diikat, dan diangkut melalui sungai
sampai di pinggir kampung.

Sampai sekarang ini, sebagian besar pemanenan rotan dilakukan di hutan-hutan alam
di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan daerah-daerah lain. Hanya sebagian kecil yang
dipanen dari tanaman rotan atau dari perkebunan rotan yang ada di Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Selatan. Pemanenan rotan pada umumnya dilakukan oleh masyarakat tani yang
bermukim di dalam dan sekitar hutan.

Nainggolan (1982) dalam Sinaga (1986) mengemukakan kriteria penentuan keadaan


batang rotan yang siap panen adalah sebagai berikut:

1. Masak tebang, yaitu apabila batang rotan tersebut sudah bersih dari pelepah
sepanjang 15 meter atau lebih, warna batang kuning atau hijau kotor.
2. Setengah masak tebang, yaitu apabila batang rotan yang bebas pelepah kurang
dari lima meter tetapi minimum tiga meter.
3. Batang muda, yaitu apabila batang rotan yang bebas pelepah kurang dari 3 meter.
4. Batang muda sekali, yaitu apabila batang rotan yang bebas pelapah belum jelas
terlihat.
5. Anakan (tunas), yaitu apabila batang tanaman baru tumbuh dengan beberapa
pelepah daun.

Pemanenan rotan pada hutan alam biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu:
Pertama, rotan yang telah ditebang dan ditarik segera dibersihkan dari pelepah dan duri
menggunakan parang atau golok secara hati-hati agar kulit rotan tidak rusak. Kedua, rotan
yang telah ditebang dibiarkan pada tempatnya selama beberapa hari atau minggu sampai
pelepah daun rotan kering dengan maksud agar rotan mudah dibersihkan.

Cara pertama biasanya diterapkan pada pemanenan rotan berdiameter kecil yang
tumbuh di dataran rendah, sedangkan cara kedua diterapkan pada pemanena rotan
berdiameter besar yang tumbuh di dataran tinggi atau pegunungan. Urutan pekerjaan
pemanenan rotan adalah sebagai berikut:

1. Mencari batang rotan yang telah masak tebang didalam hutan.


2. Menebang pangkal rotan yang telah masak tebang pada ketinggian 20 cm dari
permukaan tanah, kemudian batangnya ditarik sepanjang mungkin sampai
ujungya mudah dicapai untuk dipotong.
3. Membersihkan pelepah daun yang masih melekat pada batang, kemudian
memotong batang rotan sepanjang 2,5 m atau lebih untuk rotan berdiameter besar
dan sepanjang 4 meter atau lebih untuk rotan berdiameter kecil.
4. Untuk rotan berdiameter besar, potongan batang rotan yang bengkok diluruskan
dengan cara menjepitkan batang rotan yang bengkok tersebut pada dua batang
pohon yang berdekatan atau pada cagak pohon sambil ditekan hati hati agar rotan
tidak patah.
5. Untuk rotan berdiameter kecil sesudah mengalami pembersihan dari pelepah daun
dan masih mengandung silika, maka lapisan silika ini diberssihkan dengan alat
runti yaitu menarik dan mendorong berulang ulang melalui lubang pda alat runti
tersebut.
6. Batang rotan yang telah dipotong-potong diikat menjadi suatu ikatan yang berisi
25-60 potong untuk rotan yang berdiameter besar dan 30-75 potong untuk rotan
yang berdiameter kecil.
7. Ikatan batang rotan diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) dan
selanjutnya dari TPS diangkut ke temoat penimbunan rotan (TPR) (Rachman ,
dkk, 2000).

Pengangkutan rotan dari tempat tebangangan ke TPS dilakukan dengan cara dipikul
atau melalui sungai dengan cara dirakit atau diangkut dengan menggunakan perahu atau
sampan. Pengangkutan rotan dari TPS ke TPR dilakukan dengan menggunakan kuda atau
truk.

Rotan yang baru saja ditebang memiliki kadar air yang tinggi, batang berwarna hijau
daun, dan mudah diserang oleh jamur biru. Penanganan rotan lepas panen melalui
penggorengan dapat menurunkan kadar air sekitar 17 % - 150 % tergantung dari jenis rotan.
Kegiatan penggorengan dan pengeringan rotan dapat mencegah serangan jamur biru.

Organisme yang banyak menyerang rotan yang baru saja ditebang atau yang telah
ditebang beberapa hari adalah jamur biru dan kumbang ambrosia. Pada umumnya jenis
jamur biru menyerang rotan pada kedua ujung batang rotan yang terbuka setelah mengalami
pemotongan. Jamur biru oenyerang kedua ujung batang rotan jika kadar air kedua ujung
tersebut turun dibawah 40% dan masih diatas 20%. Kumbang ambrosia meyerang permukaan
batang rotan yag ditunjukkan oleh adanya lubang lubang kecil dan berwarna hitam di bagian
pinggir lukanya. Organisme perusak rotan yang menerang rotan kering adalah jamur pelapuk,
bubuk kering, dan rayap kayu kering menyebabkan rotan rapuh dan kekuatan rotan menjadi
berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Jasni, M. Lempang., D. Martono dan N.Supriana.2000. Sari Hasil Penelitian Rotan.

Himpunan Sari Penelitian Rotan dan Bambu. Pusat Penelitian Hasil Hutan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan, Bogor Indonesia.

Rachman, O., E. Basri dan D. Martono. 2000. Pedoman Pengolahan Rotan Lepas Panen.

Rombe, Y.L. 1986. Inventarisasi Potensi Rotan Indonesia. Proceedings Lokakarya Nasional

Rotan, Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan


Kerjasama dengan I.D.R.C.
Sinaga, M. 1986. Cara Pemungutan Rotan pada Beberapa Daerah di Indonesia. Proceedings

Lokakarya Nasional Rotan, Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan


Pengembangan Kehutanan Kerjasama dengan I.D.R.C.

Anda mungkin juga menyukai