Sampel C
Sampel C
Dalam percobaan ini, untuk mengidentifikasi cairan organic berdasarkan sifat fisiknya
dilakukan dalam berbagai cara, yaitu kelarutan dalam air, kemampuan nyala, titik didih dan
berat. Sampel yang diberikan oleh dosen kepada kami adalah sampel C. Untuk mengetahui
zat yang terkandung dalam sampel C tersebut, maka dilakukan percobaan berikut.
Langkah pertama yang kami lakukan adalah menguji sampel C dengan kelarutan
dalam air. Diambil air sebanyak 1 ml dengan pipet tetes. Kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Ditambahkan beberapa tetes sampel C, kemudian dikocok. Dari penambahan
beberapa tetes tersebut, terlihat bahwa sampel C tidak larut dalam. Setelah penambahan
sampel C hingga 1 ml. Terbentuk dua lapisan yang sama-sama tak berwarna. Terbentuknya
dua lapisan tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel C tidak dapat larut dalam air. Hal ini
dikarenakan air merupakan molekul polar, karena dapat membentuk ikatan hydrogen. Untuk
prinsip kelarutan menggunakan kaidah “like dissolves like” senyawa-senyawa yang
mempunyai struktur saling melarutkan. Dalam hal ini, sampel C bukan molekul polar atau
disebut molekul nonpolar karena tidak dapat larut dalam air. Dari data tabel yang ada, sampel
C diasumsikan sebagai zat pentane, kloroform, heksena, heptane, CCl4 dan benzene.
Langkah kedua adalah menguji sampel C dengan kemampuan nyala. Dimasukkan 5
tetes sampel C ke dalam krusibel. Kemudian dibakar dengan menggunakan korek api dari
kayu. Pada saat pembakaran tersebut, sampel C dapat terbakar dengan indicator dapat
mengeluarkan api berwarna kuning kemerahan. Dari pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa
sampel C mempunyai kemampuan nyala. Dari data tabel yang ada, sampel C diasumsikan
sebagai zat pentane, heksena, heptane dan benzene.
Langkah ketiga adalah mengujia sampel C dengan kemampuan titik didih yang
dimiliki. Disusun rangkaian alat untuk proses pengujian titik didih. Kemudian dimasukkan
sampel C ke dalam alat tersebut. Lalu dipanaskan menggunakan lampu spiritus. Kemampuan
titik didih suatu zat, dipengaruhi oleh gaya antarmolekul yang dimilikinya. Senyawa-senyawa
yang memiliki gaya antarmolekul yang lebih kuat memiliki titik didih yang lebih tinggi.
Seperti gambar berikut :
( 760−742 ) mmHg
TD terkoreksi=63° C+ x 0,35
10
18
TD terkoreksi=63° C+ x 0,35
10
TD terkoreksi=63,63° C /1 atm
Dari hasil data tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel C mengandung heksana.
Langkah keempat untuk pengujian berikutnya adalah dengan menguji berat jenis yang
dimiliki oleh sampel C. Ditimbang gelas ukur 10 ml yang kering dan bersih. Dari hasil
penimbangan tersebut diperoleh berat gelas ukur sebesar 29,27 gram. Kemudian diisi gelas
ukur dengan sampel C sebanyak 3 ml. Lalu ditimbang gelas ukur dan sampel tersebut. Dari
hasil penimbangan tersebut diperoleh berat gelas ukur dan sampel sebesar 31,23 gram.
Setelah itu, berat jenis sampel dapat diketahui dengan cara berikut :
berat sampel=( berat gelasukur + sampel )−berat gelas ukur
berat sampel( m)
berat jenis sampel( ρ)=
volum e sampel(V )
1,96 gram
berat jenis sampel( ρ)=
3 mL
Dari percobaan ini, diperoleh berat jenis sampel C sebesar 0,653 g/ml. Hasil ini juga dapat
disimpulkan bahwa sampel C mengandung zat heksana karena berat jenis dari sampel C
memiliki nilai yang sangat berdekatan dengan berat jenis heksana, yaitu 0,659 g/mol.
Dari keempat langkah pengujian diatas, sampel C dapat disimpulkan mengandung zat
heksana karena dalam pengujian berdasarkan sifat fisiknya telah menunjukkan sifat yang
sama. Mulai dari kelarutan dalam air, kemampuan nyala, titik didih yang hampir sama, yaitu
dalam percobaan memiliki titik didih 63°C sedangkan dalam tabel memiliki titik didih 68°C
dan juga memiliki berat jenis yang hampir sama, yaitu dalam percobaan memiliki berat jenis
0,653 g/ml sedangkan dalam tabel memiliki berat jenis 0,659 g/ml.
LAMPIRAN