Anda di halaman 1dari 29

I.

JUDUL PERCOBAAN : Uji Kuantitatif Lipida


II. HARI/TANGGAL PERCOBAAN: Rabu, 20 November 2019 pukul 08.00
WIB.
III. SELESAI PERCOBAAN : Rabu, 20 November 2019 pukul 10.30
WIB.
IV. TUJUAN PERCOBAAN : Menentukan angka peroksida dan asam
lemak bebas
V. TINJAUAN PUSTAKA :
A. LIPIDA
Lipid (bahasa Yunani Lipos) yang berarti lemak merupakan senyawa
yang tidak dapat larut dalam air dan dapat dipisahkan dari sel dan jaringan
dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut organik yang bersifat non polar
seperti suatu hidrokarbon atau dietil eter (Fessenden & Fessenden,1982).
Lemak dan minyak merupaka senyawaan trigliserda atau triasgliserol
yang berarti “trieser dari gliserol” sehingga lemak dan minyak merupakan
senyawa ester. Hasil dari hidrolisis lemak dan minyak merupakan asam
karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat sering disebut dengan asam
lemak yang memiliki rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.
Pembentukan lemak dan asam lemak berasal dari satu molekul
gliserol dan tiga molekul asam lemak sehingga membentuk satu molekul
trigliserida dan satu molekul air, dengan reaksi pembentukan sebagai
berikut:
Gambar 1. Reaksi pembentukan lemak atau minyak
(Sumber: Poedjiadi, 1994)

Bila R1=R2=R3, maka trigliserida yang terbentuk disebut dengan


trigliserida sederhana, sedangkan bila R1, R2 dan R3 berbeda maka disebut
dengan trigliserida campuran. Gliserida yang berasal dari hewan disebut
dengan lemak hewani dan gliserida yang berasal dari tumbuhan disebut
dengan minyak nabati. Komponen minyak terdiri dari gliserida yang
memiliki banyak asam lemak tak jenuh, sedangkan pada konponen lemak
memiliki banyak kandungan asam lemak jenuh (Hart,1983).
Lemak dan minyak merupakan komponen makanan utama bagi
organisme hidup. Lemak dan minyak penting bagi kehidupan manusia
karena memiliki asam-asam lemak yang terkandung di dalamnya. Lemak
dan minyak berfungsi untuk melarutkan vitamin A, D, E dan K, kemudian
lemak dan minyak merupakan sumber energi yang penting bagi tubuh selain
karbohidrat dan protein (Poedjiadi, 1994).
B. ASAM LEMAK
Asam lemak merupakn komponen unit pembangun pada struktur
lipid. Asam lemak memiliki rantai karbon panjang dari 4 hingga 24. Asam
lemak memiliki gugus hidrokarbon panjang yang bersifat non polar dan
gugus karboksil tunggal yang bersifat polar. Semakin panjang rantai
hidrokarbon maka asam lemak semakin bersifat non polar.
Suatu molekul asam lemak yang memiliki berat molekul tinggi dapat
mengidentifikasi sifat pada lipid (Hart, 1983). Asam lemak dapat dibagi
menjadi dua bagian berdasarkan tingkat kejenuhannya, diantaranya (Ketaren,
1986):
1) Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh merupakan suatu asam lemak yang tidak
memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya. Asam lemak jenuh dapat
ditemukan pada sumber hewani maupun nabati pada minyak kelapa,
minyak kelapa sawit. Contoh asam lemak jenuh ialah: asam butirat, asam
palmitat, dan asam stearat.
Tabel 1. Contoh asam lemak jenuh
(Sumber: Hart, 1983).

2) Asam lemak tak jenuh


Asam lemak tak jenuh merupakan suatu asam lemak yang memiliki
ikatan rangkap pada rantai karbonnya. Pada asam lemak tidak jenuh
dibagi lagi menjadi dua yaitu PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan
MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid). Perbedaan PUFA dengan
MUFA terletak pada banyaknya ikatan rangkap. Pada PUFA memiliki
dua atau lebih ikatan rangkap, sedangkan MUFA hanya memiliki satu
ikatan rangkap. Asam lemak tak jenuh mudah mengalami oksidasi pada
ikatan rangkapnya sehingga mudah bereaksi dengan senyawa lain
dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Contoh asam lemak tak jenuh:
asam pamitoleat, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, dan
sebagainya
Tabel 2.contoh asam lemak tah jenuh
(Sumber: Hart, 1983)

Perbedaan struktur ikatan pada asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh menyebabkan terjadinya perbedaan sifat kimia dan fisik. Pada asam
lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolestrol dalam darah. Sedangkan
pada asam lemak tak jenuh memiliki titik cair lebih rendah daripada asam
lemak jenuh. Keberadaan ikatan rangkap dalam struktur asam lemak tak
jenuh mengakibatkan adanya perbedaan konfigurasi, yaitu cis bila ikatan
rangkap terletak pada sisi yang sama dengan gugus hidogen dan konfigurasi
trans apabila ikatan rangkapnya terletak di sisi yang berlawanan (Mayes dan
Rodwell, 1996).
C. ASAM PALMITAT
Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang terdapat pada
minyak kelapa sawit dengan jumlah terbesar yaitu 40-46%. Turunan asam
palmitat telah banyak diproduksi misalnya metil ester asam lemak. Metil
ester asam lemak merupakan hasil transesterifikasi dari minyak dengan
metanol (Noureddini dan Medikonduru, 1997). Asam palmitat tersusun dari
16 atom karbon (CH3(CH2)14COOH) dimana pada suhu ruang berbentuk
padat berwarna putih dan memiliki titik lebur 63°C (Herliza, 2012).
rumus kimia asam palmitat:
Gambar 2. Rumus Kimia Asam Palmitat
(Sumber: Herliza, 2012.)

D. MINYAK KELAPA SAWIT


Minyak kelapa sawit sering digunakan oleh manusia untuk memasak
karena mudah di dapat dan indonesia merupakan penghasil minyak kelapa
sawit terbesar. Minyak sawit memiliki kadar asam lemak jenuh yang lebih
tinggi dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh. Jenis lemak jenuh asam
laurat (0,1%), asam stearat (5%), dan asam palmitat (44%). Asam lemak tak
jenuh dalam bentuk asam oleat (39%), asam linoleat (10%) dan asam alfa
linoleat (0,3%). SNI 01-2901-2006 Kualitas standar minyak kelapa sawit
mengandung tidak lebih dari 3 % asam lemak bebas. Bilangan peroksida
minyak kelapa sawit yaitu 50-55 g/100gram (Herliza, 2012).
E. ASAM LEMAK BEBAS (FFA)
Asam lemak bebas merupakan asam lemak yang tidak terikat dengan
trigliserida yang berada secara bebas. Asam lemak bebas dihasilkan dari
proses hidrolisis dan oksidasi. Hasil dari proses hidrolisis minyak sawit
berupa gliserol dan asam lemak bebas. Faktor-faktor yang dapat
mempercepat proses hidrolisis minyak dengan cara panas, air,
keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini
berlangsung, maka semakin banyak kadar asam lemak
bebas yang terbentuk. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses
hidrolisa dan oksidasi biasanya  bergabung dengan lemak netral dan pada
konsentrasi sampai 15%, belum menghasilkan rasa yang tidak disenangi.
Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih dari 1%, jika dicicipi akan
terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik
(Ketaren, 1986).
Pengujian FFA bertujuan untuk mengetahui kandungan asam lemak
bebas yang terdapat pada minyak goreng. Apabila diperoleh nilai FFA yang
tinggi maka menunjukkan bahwa minyak mengalami kerusakan akibat
proses hidrolisis. Semakin tinggi nilai FFA maka kuliatas minyak akan
semakain rendah, begitu sebaliknya. Nilai FFA yang tinggi dalam minyak
jika dikonsumsi dapat menimbulkan rasa gatal di tenggorokan (Herliza,
2012). Dalam pengujian banyaknya asam lemak bebas yang terkandung
dalam minyak dapat berdasarkan jumlah NaOH yang diperlukan dalam
titrasi. Pada saat proses pengujian FFA mula-mula minyak dicampur
terlebih dahulu dengan alkohol 96% yang bertujuan agar asam lemak bebas
terikat dengan alkohol melalui gugus polar sehingga lebih mudah terdeteksi
oleh NaOH saat titrasi. Alkohol 96% bersifat asam dan NaOH bersifat basa
sehingga dapat dilakukan proses titrasi asam basa dengan penambahan
indikator PP untuk mengetahui titik akhirnya. Rumus perhitungan FFA ialah
(Tim Dosen Biokimia, 2019):

(V sampel −V Blanko )× N NaOH × BM asam lemak


% FFA = ×100 %
Berat sampel ( gram ) ×1000
Keterangan:
Vsampel = volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi minyak
dalam satuan mL
Vblanko = Volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi tanpa
adanya analit dalam satuan mL
N NaOH = konsentrasi NaOH yang digunakan untuk titrasi
BM asam lemak = berat molekul asam lemak
Berat sampel = volume minyak yang digunakan dikalikan dengan massa
jenis minyak
1000 = dikarenakan satuan SI volume itu 1 liter dan yang dibutuh
hanyalah beberapa mL sehingga dibagi dengan 1000
F. BILANGAN PEROKSIDA
Bilangan peroksida merupakan indeks jumlah lemak atau
minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka peroksida
sangat penting untuk identifikasi kelayakan minyak.
Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh
dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu
senyawa peroksida. Semakain tinggi angka peroksida maka
kualitas minyak semakin rendah. Standar angka peroksida yang
berbahaya menurut SNI 2013 adalah 10 meq/kg (Wildan, 2002).
Penentuan bilangan peroksida dapat dilakukan dengan metode titrasi
permanganometri. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah
mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang
terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan
peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak
sudah mengalami oksidasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi oksidasi ialah paparan oksigen, cahaya, dan
suhu tinggi. Penggunaan suhu tinggi selama
penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak.
Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah seiring dengan
kenaikan suhu. Keberadaan cahaya dan logam berperan
dalam proses pengambilan hidrogen sehingga membentuk
radikal bebas yang bereaksi dengan oksigen membentuk
radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen
dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan
radikal bebas yang baru. Adanya peroksida dapat
mempercepat proses timbulnya bau tengik pada minyak.
Berikut ini merupakan reaksi pembentukan peroksida:
Gambar 3. Reaksi Pembentukan Peroksida
(Sumber: Ketaren, 1986).
Sebelum pengukuran angka peroksida dengan metode titrasi
permanganometri, minyak terlebih dahulu ditambahkan aquades agar
melarutkan peroksida karena gugus karboksil pada peroksida dapat berikatan
dengan aquades karena memiliki sifat kepolaran yang sama yaitu bersifat
polar. Selain itu dapat mempermudah proses pengamatan ketika mencapai
titik ekivalen. Selanjutnya ditambahkan dengan asam sulfat. Asam sulfat
berguna memberi suasana asam karena titrasi menggunakan larutan KmnO 4
dapat bereaksi dengan suasana asam. Reaksi yang terjadi ialah (Yu-Poth,
2000):
2KMnO4 (aq) + 5H2O2 (aq) + 3H2SO4 (aq) 2MnSO4 (aq) + K2SO4 (aq) +
8H2O (l) + 5O2 (g)
Reaksi redoks:
Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O x2
Oksidasi : H2O2 2H+ + O2 + 2e- x5
2MnO4- + 5H2O2 + 6H+ 2Mn2+ + 5O2 + 8H2O
Rumus perhitungan bilangan peroksida ialah:
fp×V KMnO X N KMnO ×17
bilangan peroksida= 4 4
x 100 %
5000

Keterangan:
Fp merupakan faktor pengenceran, karena dalam percobaan tidak
melakukan pengenceran menggunakan labu ukur maka fp dianggap 1,
Volume KmnO4 merupakan volume yang digunakan saat titrasi dalam satuan
mL, dan N KmnO4 merupakan konsentrasi larutan KMnO4 dan 17 merupakan
massa molekul dari H2O2 sebesar 34, dikarenakan koefisien KMnO4 2
sehingga 34 dibagi dengan 2 menjadi 17. 5000 merupakan massa sampel
dalam satuan mg (miligram) yang berasal dari hasil kali volume minyak
sebanyak 5 mL dengan massa jenis minyak yang dianggap 1. Satuan SI massa
adalah gram sehingga harus dikalikan dengan 1000 menjadi 5000.
G. TITRASI PERMANGANOMETRI
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi
kalium permanganat (KMnO4). Permanganometri dapat digunakan untuk
penetapan suatu kadar atau reduktor dengan jalan dioksidasi dengan larutn
baku kalium permanganat (KMnO4) dalam suasana asam sulfat encer. Kalium
permanganat telah banyak digunakan sebagai agen pengoksidasi selama lebih
dari 100 tahun. Reagen tersebut diperoleh dengan mudah, tidak mahal, dan
tidak membutuhkan indikator. Pemanganat dapat menjalani berbagai macam
reaksi kimia, karena mangan dapat dalam kondisi oksidasi +2, +3, +4, +6 dan
+7. Reaksi yang kalium permanganat dengan asam kuat menghasilkan larutan
berwarna merah muda dengan reaksi sebagai berikut:
MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4 H2O E0 = +1,51 V.
Selain itu kalium peramanganat dapat bereaksi dengan asam lemah
membentuk endapan MnO2 yang berwarna merah bata, reaksi yang terjadi
ialah:
MnO4- + 4H+ + 3e- MnO 2 + 2H2O E 0 = 1,69 V (Day dan
Underwood, 2002).
H. TITRASI ALKALIMETRI
Titasi alkalimetri merupakan metode titrasi asam basa yang sering
digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu asam. Metode alkalimetri
merupakan metode penetralan asam dengan basa. Larutan NaOH merupakan
basa yang sering digunakan sebagai larutan baku. Alkalimetri merupakan cara
penetralan jumlah basa terlarut melalui titrimetri. Dalam penentuan titik akhir
alkalimetri dengan terbentuknya perubahan warna menjadi merah jambu.
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini dalah indikator Phenolphtalein
(PP) (Day dan Underwood, 2002).
I. INDIKATOR PHENOLPHTALEIN
Indikator asam basa adalah suatu zat yang warnanya berbeda-beda sesuai
dengankonsentrasi ion H+. Indikator asam basa umumnya merupakan suatu
asam atau basa organik lemah yang dipakai dalam larutan yang sangat encer.
Molekul-molekul indikator yang tidak terdisosiasi mempunyai warna yang
berbeda dengan hasil disosiasinya (Harjadi, 1990). Indikator asam basa
digunakan sebagai petunjuk kapan suatu titrasi asam basa harus diakhiri.
Titrasi merupakan proses dari suatu metode pemeriksaan kimia yang
dilakukan untuk menentukan kuantitas atau kadar suatu unsur/senyawa dari
suatu perwakilan sampel berdasarkan pengukuran volume larutan pereaksi
untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan. Beberapa
indikator titrasi asam basa saat ini telah banyak digunakan seperti
phenolphthalein (PP), bromothymol blue (BB), methyl orange, methyl red dan
alizarin yellow. Berikut merupakan contoh indikator asam basa dan trayek
pHnya:
Gambar 4. Trayek pH indikator asam basa
Sumber: Harjadi, 1990
VI. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
 Buret 50 mL 1 buah
 Statif dan klem 1 set
 Erlenmeyer 250mL 4 buah
 Gelas kimia 100 mL 3 buah
 Neraca analitik 1 buah
 Gelas ukur 25 mL 1 buah
 Pipet tetes 5 buah
b. Bahan
 Minyak jelantah 22 mL
 Minyak baru 22 mL
 NaOH 0,1 N secukupnya
 KMnO4 0,1 N secukupnya
 Aquades secukupnya
 Indikator PP secukupnya
 H2SO4 4N 60 mL
 Alkohol 96% 70 mL
VII. ALUR PERCOBAAN
1) Penentuan Angka Peroksida

5 mL sampel (minyak/lemak)

1. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 mL


2. Ditambahkan 45 mL aquades
3. Ditambahkan 15 mL H2SO4 4 N
4. Dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N
5. Diulangi sebanyak 2 kali

Larutan berwarna merah jambu


muda, volume KMnO4 0,1 N

2) Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)


a. Blanko

6 gram aquades

1. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer


2. Ditambahkan 10 mL alkohol 96%
3. Ditambahkan 3 tetes indikator PP
4. Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai
warna merah jambu (tidak hilang selama 30 detik)

Larutan berwarna merah jambu


muda, volume NaOH 0,1 N

b. Sampel

6 gram sampel (minyak/lemak)

1. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer


2. Ditambahkan 10 mL alkohol 96%
3. Ditambahkan 3 tetes indikator PP
4. Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai
warna merah jambu (tidak hilang selama 30 detik)

Larutan berwarna merah jambu


muda, volume NaOH 0,1 N
VIII. HASIL PENGAMATAN
No Hasil Pengamatan
Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Perc Sebelum Sesudah
1 Penentuan angka peroksida  Minyak baru= Minyak baru 2KMnO4 (aq) + 5H2O Kadar H2O2 yang
Sampel larutan berwarna  + aquades = lar. (aq) + 3H2SO4 (aq) didapatkan minyak

5 mL sampel minyak kuning terpisah menjadi 2MnSO4 (aq) + K2SO4 baru sebesar
 Minyak jelantah = dua fasa dan (aq) + 2H2O (l) + 5O2 0,0051 % angka
1. Dimasukkan ke dalam labu
larutan berwarna berwarna kuning (+ (g) peroksida sebesar
erlemeyer 100 mL
2. Ditambahkan 45 mL aquades kuning kecoklatan +) 0,0573 meq/kg
3. Ditambahkan 15 mL H2SO4 4N  Aquades = larutan  + H2SO4 = larutan Red: MnO4- + 8H+ +
4. Dititrasi dengan larutan KMnO4
tidak berwarna berwarna kuning 5e- Mn2+ + 4H2O x2 Kadar H2O2
0,1 N
5. Diulangi 2 kali  H2SO4 4N = larutan (+) Oks: H2O2 2H+ + O2 didapatkn pada

tidak berwarna  Dititrasi dengan + 2e- x5 minyak bekas


Larutan berwarna merah
muda volume KMnO4 0,1 N  KMnO4 0,1 N = KMnO4 = larutan 2MnO4- + 5H2O2 +6H+ adalah 0,0102%

larutan berwarna menjadi 2 fasa, 2Mn2+ + 5O2 + dan angka

ungu larutan berwarna 8H2O peroksida sebesar


soft pink Standar angka 0,1146 meq/kg

 Volume KMnO4 = peroksida yang

V1 = 0,1 mL berbahaya menurut


V2 = 0,2 mL SNI 2013 adalah 10
Minyak jelantah meq/kg (Wildan, 2002)
 + aquades = lar.
terpisah menjadi
dua fasa dan
berwarna kuning
kecoklatan (++)
 + H2SO4 = larutan
warna kuning
kecoklatan (+)
 Dititrasi dengan
KMnO4 = larutan
menjadi 2 fasa dan
larutan berwarna
soft pink
 Volume KMnO4 =
V1 = 0,3 mL
V2 = 0, 3 mL
2 Penentuan asam lemak bebas (FFA)  Aquades = larutan  Aquades + alkohol
a. Blanko tidak berwarna = larutan tidak
6 gram aquades  Alkohol 96% = berwarna
larutan tidak  + indikator PP =
1. Dimasukkan ke dalam
erlenmeyer berwarna larutan tidak
 Indikator PP = berwarna
larutan tidak  Dititrasi dengan
berwarna NaOH =larutan
 NaOH = larutan berwarna merah

Larutan berwarna merah tidak berwarna jambu


jambu dan volume NaOH  Volume NaOH =
0,1 N
0,1 mL
b. Sampel  Minyak goreng minyak baru Persen asam lemak
6 gram minyak baru = larutan  Minyak baru + bebas (FFA)
berwarn kuning alkohol = larutan sampel sebesar =
1. Dimasukkan ke dalam
erlenmeyer  Minyak jelantah = terbentuk 2 fasa Baru: 0,142 %
2. Ditambahkan 10 mL alkohol larutan berwarna dan larutan Jelantah: 0,171%
kuning kecoklatan berwarna kuning
 Alkohol = larutan  + indikator PP =
tidak berwarna larutan terbentuk 2

Larutan berwarna merah  Indikator PP = fasa dan larutan


jambu dan volume NaOH larutan tidak berwarna kuning
0,1 N  Dititrasi dengan
berwarna
 NaOH = larutan NaOH = larutan
tidak berwarna berwarna merah
jambu
 Volume NaOH =
V1 = 0,4 mL
V2 = 0,5 mL
V3 = 0,4 mL
Minyak jelantah
 Minyak jelantah +
alkohol = terbentuk
2 fasa dan larutan
berwarna kuning
kecoklatan
 + indikator PP =
larutan terbenuk
dua fasa dan
berwarna kuning
kecoklatan
 Dititasi dengan
NaOH = larutan
berwarma merah
jambu
 Volume NaOH =
V1 = 0,5 mL
V2 = 0,5 mL
V3 = 0,5 mL
IX. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan yang telah dilakukan dengan judul “Uji Kuantatif


Lipida” bertujun untuk menentukan angka peroksida dan asam lemak bebas
pada minyak goreng baru dan jelantah. Percobaan ini dilakukan pada hari rabu
tanggal 20 November 2019 pukul 08.00 – 10.30 WIB. Minyak yang digunakan
adalah minyak goreng baru dan bekas (jelantah). Minyak jelantah dijadikan
sampel karena memiliki angka peroksida yang lebih tinggi dibandingkan
dengan minyak baru. semakin besar jumlah kandungan angka peroksida dan
asam lemak bebas didalanya maka hal tersebut menunjukkan kualitas minyak
semakin rendah pula. Minyak jelantah merupakan minyak bekas yang
digunakan untuk menggoreng, semakin sering digunakan untuk menggoreng
maka angka peroksida semakin meningkat dikarenakan terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi proses oksidasi diantaranya
paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi.
Pada percobaan ini dilakukan dengan 2 tahap diantaranya pada
tahap pertama penentuan angka peroksida, kedua penentuan asam lemak
bebas. Pada tahapan kedua dibagi lagi menjadi dua yaitu larutan blanko
dan larutan sampel
1. Penentuan Angka Peroksida
Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui angka peroksida dari
minyak baru dan jelantah. Minyak yang memiliki angka peroksida
tinggi menunjukkan bahwa minyak tersebut sudah tidak layak
konsumsi. Penentuan bilangan peroksida dapat dilakukan dengan
metode titrasi permanganometri. Pengukuran angka peroksida pada
dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan
hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi
oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi
mengindikasikan lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi oksidasi ialah paparan oksigen,
cahaya, dan suhu tinggi.
Berikut ini merupakan reaksi pembentukan peroksida:

Gambar 3. Reaksi Pembentukan Peroksida


Sumber: Ketaren, 1986

Langkah pertama yang dilakukan ialah mengukur


5 mL minyak baru berwarna kuning dan minyak
jelantah berwarna kuning kecoklatan masing 2
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
Selanjutnya ditambahkan dengan aquades sebanyak
45 mL. Penambahan aquades bertujuan agar melarutkan
peroksida.
Gambar 7. Struktur peroksida lipida
Sumber: Ketaren, 1986
Gugus karboksil pada peroksida dapat berikatan dengan aquades
karena memiliki sifat kepolaran yang sama yaitu bersifat polar, selain
itu dapat mempermudah proses pengamatan ketika mencapai titik
ekivalen.
Selanjutnya ditambahkan 15 mL larutan H2SO4 4N tidak
berwarna bertujuan untuk memberi suasana asam karena titrasi
menggunakan larutan KmnO4 dapat bereaksi dengan suasana asam.
Larutan H2SO4 merupakan jenis asam kuat, penggunaan larutan asam
kuat agar reaksi berjalan secara optimum dengan merubah ion Mn7+
menjadi ion Mn2+. Apabila menggunakan asam lemah hanya dapat
merubah ion Mn7+ menjadi ion Mn4+ yang ditandai dengan
terbentuknya endapan MnO2 berwarna merah bata. Endapan tersebut
dapat menganggu proses pengamatan apabila pada minyak jelantah
sehingga dalam percobaan ini menggunakan larutan asam kuat.
Reaksi yang kalium permanganat dengan asam kuat menghasilkan
larutan berwarna merah muda dengan reaksi sebagai berikut:
MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4 H2O E0 = +1,51 V.
Selain itu kalium peramanganat dapat bereaksi dengan asam
lemah membentuk endapan MnO2 yang berwarna merah bata, reaksi
yang terjadi ialah:
MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O E0 = 1,69 V (Day
dan Underwood, 2002).
Kemudian dititrasi menggunakan larutan KMnO4 berwarna ungu
menghasilkan larutan berwarna soft pink. Reaksi yang terjadi ialah
(Yu-Poth, 2000):
2KMnO4 (aq) + 5H2O2 (aq) + 3H2SO4 (aq) 2MnSO 4 (aq) + K2SO4
(aq) + 8H2O (l) + 5O2 (g)
Reaksi redoks:
Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O x2
Oksidasi : H2O2 2H+ + O2 + 2e- x5
2MnO4- + 5H2O2 + 6H+ 2Mn2+ + 5O2 + 8H2O
Volume KMnO4 yang diperlukan ialah sebagai berikut:
Sampel Volume (mL)
Minyak baru 1 0,1
2 0,2
Minyak jelantah 1 0,3
2 0,3
Kemudian dari volume yang diperoleh dihitung untung mengetahui
angka peroksida menggunakan rumus sebagai berikut:

fp×V KMnO X N KMnO ×17


bilangan peroksida= 4 4
x 100 %
5000

Keterangan:
Fp merupakan faktor pengenceran, karena dalam percobaan tidak
melakukan pengenceran menggunakan labu ukur maka fp dianggap 1,
Volume KmnO4 merupakan volume yang digunakan saat titrasi dalam
satuan mL, dan N KmnO4 merupakan konsentrasi larutan KMnO4 dan
17 merupakan massa molekul dari H2O2 sebesar 34, dikarenakan
koefisien KMnO4 2 sehingga 34 dibagi dengan 2 menjadi 17. 5000
merupakan massa sampel dalam satuan mg (miligram) yang berasal dari
hasil kali volume minyak sebanyak 5 mL dengan massa jenis minyak
yang dianggap 1. Satuan SI massa adalah gram sehingga harus
dikalikan dengan 1000 menjadi 5000.
Dari perhitungan menggunakan rumus tersebut diperoleh kadar
angka peroksida sebagai berikut:
Sampel Angka perokida (%)
Minyak baru 1 0,0034
2 0,0068
Rata-rata 0,0051
Minyak jelantah 1 0,0102
2 0,0102
Rata-rata 0,0102
Kemudian dari data diatas dihitung bilangan peroksida
menggunakan rumus perhitungan:

%
V H O dalam 5 mL= x 5 mL
2 2
100

V H O 4,45
H 2 O2 dalam Kg→ 2 2
= kg
H 2 O2 1000
Keterangan:
4,45 merupakan massa minyak yang berasal dari
perkalian volume minyak sebesar 5 mL dengan
massa jenis minyak sebesar 0,89 g/mL kemudian
1000 berasal dari satuan yang awalnya gram di
konversi menjadi kg sehingga dibagi dengan 1000.
Dari perhitungan diatas diperoleh hasil sebagai
berikut:
Sampel Bilangan peroksida (meq/Kg)
Minyak baru 1 0,0382
2 0,0764
Rata-rata 0,0573
Minyak jelantah 1 0,1146
2 0,1146
Rata-rata 0,1146
Dari data diatas dapat menujukkan rata-rata bilangan peroksida
minyak baru sebesar 0,0573 meq/Kg dan minyak jelantah sebesar
0,1146 meq/Kg. Hal tersebut menunjukkan minyak belum
mengalami oksidasi secara sempurna dan dapat digunakan kembali
karena nilainya masih jauh dibawah SNI untuk batas minimum
angka peroksida yaitu sebesar 10 meq/kg. Dari hasil tersebut
disimpulkan bahwa sampel minyak jelantah dan minyak baru belum
mengalami ketengikan.
2. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Tahapan ini bertujuan untuk menentukan banyaknya asam
lemak yang terdapat dalam sampel, dimana asam lemak bebas
merupakan asam lemak yang tidak berikatan sebagai trigliserida.
Asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis dan oksidasi. Hasil
dari proses hidrolisis minyak sawit berupa gliserol dan asam lemak
bebas. Faktor-faktor yang dapat mempercepat proses hidrolisis
minyak dengan cara panas, air, keasaman, dan katalis
(enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka
semakin banyak kadar asam lemak bebas yang
terbentuk. Dalam menentukan banyaknya asam lemak
menggunakan metode titrasi asam basa jenis alkalimetri dengan
larutan NaOH sebagai larutan baku. Alkalimetri merupakan cara
penetralan jumlah basa terlarut melalui titrimetri. Dalam penentuan
titik akhir alkalimetri dengan terbentuknya perubahan warna menjadi
merah jambu. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini dalah
indikator Phenolphtalein (PP) (Day dan Underwood, 2002).
A. Blanko
Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang 6
gram aquades tidak berwarna dengan neraca analitik kemudian
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 10 mL larutan
alkohol 96% tidak berwarna menghasilkan larutan tidak
berwarna. Alkohol 96% berfungsi sebagai pelarut. Kemudian
ditambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes. Trayek pH indikator
phenolphtalein sebesar 8,3 – 10,0 dengan perubahan warna
menjadi soft pink. Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1
tidak berwarna menjadi larutan berwarna soft pink. Volume
NaOH yang digunakan sebesar 0,1 mL
B. Sampel
Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang 6
gram minyak goreng baru berwarna kuning masing-masing 3 dan
6 gram minyak jelantah berwarna kuning kecoklatan masing-
masing 3 dengan neraca analitik kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Berikut berat yang diperoleh:
Sampel Massa (g)
Minyak baru 1 6,004
2 6,0011
3 6,0111
Minyak jelantah 1 6,0145
2 6,0042
3 6,0019
Selanjutnya ditambahkan dengan alkohol 96% membentuk
dua lapisan. minyak dicampur terlebih dahulu dengan alkohol
96% yang bertujuan agar asam lemak bebas terikat dengan
alkohol melalui gugus polar sehingga lebih mudah terdeteksi oleh
NaOH saat titrasi.
Gambar 6. Rumus Kimia Asam Palmitat
Sumber: Herliza, 2012.

Berdasarkan struktur diatas gugus polar (asam karboksilat)


pada ujung asam palmitat akan terikat dengan alkohol sehingga
dalam menghitung kandungan asam lemak bebas dapat dideteksi
dengan menitrasi dengan larutan NaOH. Alkohol 96% bersifat
asam dan NaOH bersifat basa sehingga dapat dilakukan proses
titrasi asam basa. Reaksi yang terjadi ialah:
H

H C O C (CH2 )14CH 3

3CH3(CH2)14COOH + 3C2H5OH H C O C (CH2 )14CH 3

O
H C O C (CH2 )14CH 3

H O
propane-1,2,3-triyl tripalmitate
Selanjutnya ditambahkan dengan indikator PP tidak berwarna
sebanyak 3 tetes. Indikator PP bertujuan untuk mengetahui titik
akhir titrasi. Indikator PP memiliki trayek pH 8,3 – 10,0 dengan
perubahan warna menjadi soft pink. Kemudian dititrasi dengan
larutan NaOH 0,1 N tidak berwarna menghasilkan larutan
berwarna merah muda pada bagian atas dan berwarna kuning
pada bagian bawah. NaOH berfungsi sebagai penetral asam lemak
pada sampel minyak. NaOH dipilih karena metode yang
digunakan merupakan titrasi asam basa dimana nantinya akan
terjadi perubahan pH pada larutan yang dititrasi. Volume NaOH
yang digunakan sebesar:
Sampel Volume (mL)
Minyak baru 1 0,4
2 0,5
3 0,4
Minyak jelantah 1 0,5
2 0,5
3 0,5

Reaksi yang terjadi:


H

H C O C (CH2)14CH3

3CH3(CH2)14COOH + 3C2H5OH H C O C (CH2)14CH3

O H2C OH
H C O C (CH2)14CH3
HC OH
H O
propane-1,2,3-triyl tripalmitate +NaOH(aq)→ CH2OH
(aq)+

R C

ONa (aq) + H2O (l)

Untuk menghitung asam lemak bebas (FFA) menggunakan rumus


sebagai berikut (Tim Dosen Biokimia, 2019):

(V sampel −V Blanko )× N NaOH × BM asam lemak


% FFA = ×100 %
Berat sampel ( gram ) ×1000
Keterangan:
Vsampel = volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi
minyak dalam satuan mL
Vblanko = Volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi
tanpa adanya analit dalam satuan mL
N NaOH = konsentrasi NaOH yang digunakan untuk titrasi
BM asam lemak = berat molekul asam lemak
Berat sampel = volume minyak yang digunakan dikalikan dengan
massa jenis minyak
1000 = dikarenakan satuan SI massa itu 1 gr dan
volume yang dalam satuan mL sehingga di konversi menjadi
mg dengan dikalikan 1000
Hasil dari perhitungan asam lemak bebas (FFA) diperoleh sebagai
berikut:

Sampel FFA (%)


Minyak baru 1 0,128
2 0,171
3 0,127
Rata –rata 0,142
Minyak jelantah 1 0,170
2 0,171
3 0,171
Rata-rata 0,171
Dari data diatas menunjukkan asam lemak bebas minyak
jelantah lebih besar dari pada asam lemak bebas pada minyak baru
dengan rata-rata 0,171. Dari rata-rata asam lemak bebas minyak
jelantah juga menunjukkan bahwa kadar asam lemak bebas yang ada
dalam sampel minyak tersebut lebih rendah dari standar maksimal
yang ditetapkan oleh SNI yakni kurang dari 0,3%. yang artinya
minyak tersebut masih layak digunakan karena asam lemak bebas
yang ada di dalamnya masih rendah.
Apabila diperoleh nilai FFA yang tinggi maka menunjukkan
bahwa minyak mengalami kerusakan akibat proses hidrolisis.
Semakin tinggi nilai FFA maka kuliatas minyak akan semakain
rendah, begitu sebaliknya. Nilai FFA yang tinggi dalam minyak jika
dikonsumsi dapat menimbulkan rasa gatal di tenggorokan.
X. KESIMPULAN
1) Angka peroksida yang terdapat pada sampel minyak baru sebesar 0,0573
meq/kg dan sampel minyak jelantah sebesar 0,1146 meq/kg, hal tersebut
menunjukkan bahwa sampel masih belum teroksidasi sempurna dan masih
layak pakai karena masih jauh dari angka peroksida maksimal SNI yakni
10 meq/kg
2) Asam lemak bebas (FFA) yang terdapat pada sampel minyak baru sebesar
0,142% dan minyak jelantah 0,171% hal tersebut menunjukkan bahwa
kualitas minyak masih bagus dan layak pakai karena masih jauh dari batas
maksimum asam lemak bebas SNI yang sebesar 0,3%.
XI. DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A. dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
Harjadi, willibrordus. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta
Hart, Harnold. 1983. ”Organic Chemistry, a Short Course, Sixth Edition,
Michigan State University. Houghton Mifflin Co.

Herliza, S. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas


Minyak Sawit (CPO) pada PT. Sawit Riau Makmur Kec. Tanah Putih
Kab. Rokan Hilir. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Khasim Riau.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press
Lehninger AL. 1982. Dasar – Dasar BiokimiaJilid I. Maggy Thenawijaya,
Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of
Biochemistry.
Mayes PA dan Rodwell VW. 1996. Biokimia Harper. 24th eds. Jakarta:
Penerbit Kedokteran EGC
Tim Dosen Biokimia. 2018. Petunjuk Praktikum Biokim. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Wildan, Farihah. 2002. Penentuan Bilangan Peroksida dalam Minyak Nabati
dengan Cara Titrasi. Bogor: Balai Penelitian Ternak.
Yu-Poth, S, dkk. 2002. Lowering dietary saturated and total fat reduces the
oxidative susceptibility of LDL in healty men and women. J Nutr.
XII.JAWABAN PERTANYAAN
1. Tuliskan semua reaksi yang menyertai uji asam lemak pada percobaan
ini!
Jawab:
 Penentuan bilangan peroksida
2KMnO4 (aq) + 5H2O2 (aq) + 3H2SO4 (aq) 2MnSO 4 (aq) + K2SO4
(aq) + 8H2O (l) + 5O2 (g)
Reaksi redoks:
Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O x2
Oksidasi : H2O2 2H+ + O2 + 2e- x5
2MnO4- + 5H2O2 + 6H+ 2Mn2+ + 5O2 + 8H2O

 Penenutuan asam lemak bebas


Larutan blanko:
CH3CH2OH(aq) + H2O(l)  CH3CH2OH(aq)
CH3CH2OH(aq) + NaOH(aq)  CH3CH2ONa(aq) + H2O(l)
Larutan sampel:
CH3(CH2)14COOH(aq) +CH3CH2OH(aq) CH3(CH2)14COOCH2CH3(aq)
+ H2O(l)
CH3(CH2)14COOCH2CH3(aq)+ NaOH(aq) CH3(CH2)14COONa(aq) +
CH3CH2OH(aq)
2. Sebutkan yang termasuk asam lemak essensial bagi tubuh! Mengapa
asam arakidot bukan merupakan asam lemak essensial?
Jawab:
Bagi manusia, asam lemak esensial mencakup golongan asam lemak tak
jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids, PUFA) tipe cis, khususnya dari
kelompok asam lemak Omega-3, seperti misalnya asam α-linolenat (ALA),
Asam eikosapentaenoat (EPA), dan asam dokosaheksaenoat (DHA), dan
asam lemak Omega-6, seperti misalnya asam linoleat. Tubuh manusia tidak
mampu menghasilkan enzim desaturase tetapi mampu memanjangkan dan
merombak PUFA.
3. Apa perbedaan asam lemak jenuh dan tak jenuh pada proses oksidasi?
Jawab:
Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom
karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling
sedikit satu ikatan ganda di antara atom-atom karbon penyusunnya. Adanya
pemanasan (oksidasi) akan menyebabkan asam lemak jenuh berubah menjadi
asam lemak jenuh.
4. Apa perbedaan antara minyak dan lemak ditinjau dari struktur
molekulnya?
Jawab:
Pada struktur minyak memiliki struktur ikatan rangkap pada rantai
karbon C, dengan adanya proses pemanasan minyak dapat merubah menjadi
lemak yang strukturnya tidak memiliki ikatan rangkap pada rantai karbon C.
Seperti contoh reaksi hidrogenasi:

Anda mungkin juga menyukai