Sebagai dua negara adidaya yang tengah “berperang dagang,” dampak
dagang bagi kedua negara yaitu Amerika Serikat dan Tiongkok adalah sebagai berikut: Perang dagang akan meningkatkan harga barang di Tiongkok dan Amerika Serikat; Terjadinya trade diversion yang akan membuka kesempatan ekspor bagi negara ketiga untuk mengisi pasar; Mengurangi permintaan bahan baku impor di Tiongkok dan Amerika Serikat, khususnya bahan baku untuk barang-barang ekspor. 2. Dampak perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok bagi Indonesia tahun 2018 adalah tidak signifikan. Hal ini dikarenakan: Produk yang dikenakan tarif akibat perang dagang bukanlah fokus produk ekspor Indonesia di kedua negara. Indonesia hanya mempunyai pangsa pasar yang kecil di Amerika Serikat dan Tiongkok terkait barang yang terkena tariff akibat perang dagang.
3. Indonesia bukanlah mitra dagang
utama bagi Amerika Serikat; Indonesia adalah pemasok ke-16 terbesar bagi Amerika Serikat. Barang ekspor Indonesia ke kedua negara mayoritas terbesar adalah produk barang tradisional yaitu barang yang dibutuhkan untuk proses produksi kedua negara seperti sawit, karet dan barang dari karet (TSNR). Indonesia memiliki peluang untuk mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan kedua negara seperti: Indonesia berpeluang mengisi pasar Amerika Serikat di pasar Tiongkok terutama produk: Buah-buahan, benda dari besi baja, dan alumunium. Indonesia berpotensi mengisi pasar Tiongkok di pasar Amerika Serikat terutama produk: benda dari besi-baja, dan alumunium. Adapun peluang positif lain dari perang dagang yang belakangan belum jelas kesepakatannya itu juga memungkinkan terjadinya relokasi industri dari China dan AS ke negara-negara yang tidak terlibat termasuk pengalihan ke Indonesia Perang dagang justru bisa dijadikan momentum pemerintah Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke pasar non-tradisional. Indonesia perlu memperhatikan ekspor ke negara non-tradisional seperti Bangladesh, Filipina, Mesir, Pakisan, Rusia, Vietnam, atau negara lainnya yang perekonomiannya sedang tumbuh. Negara tradisional seperti seperti AS, Jepang, dan Uni Eropa yang perekonomiannya melambat akan menjadi hambatan bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspornya Indonesia masih memiliki peluang yang besar untuk menarik investasi asing di dalam negeri. Sebab, dalam dua tahun ke depan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diprediksi bakal tertekan dan bank sentral setempat yang sempat agresif menaikkan suku bunga satu tahun terakhir, tidak akan lagi menaikkan suku bunganya Beberapa pabrik elektronik dan ponsel berpindah ke Indonesia khususnya di batam Furniture asal Indonesia bisa bersaing di amerika karena harganya lebih murah dibandingkan furniture asal china yg jauh lebih mahal karena dikenakan tarif pajak sebesar 25% Amerika serikat mengevaluasi fasilitas GPS(GENERAL SYSTEM OF PREFERENCES) negara berkembang termasuk Indonesia Ekspor Indonesia yang mendapat GPS(GENERAL SYSTEM OF PREFERENCES) pada tahun 2016 senilai 1,8 miliar dollar amerika dari total ekspor senilai 20 miliar dollar amerika 3500 produk indonseia dapat fasilitas GPS(GENERAL SYSTEM OF PREFERENCES) dari Amerika Beberapa perusahaan manufaktur CHINA memindahkan basis produksinya ke Indonesia demi menghindari tarif tinggi yang dikenakan amerika Beberapa industry tekstil mempertimbangkan pemindahan pabrik dari china ke Indonesia Sedangkan untuk nilai ekspor nonmigas ke AS terdapat empat jenis komoditas yang mengalami kenaikan terbesar. Komoditas tersebut yakni mutiara alam atau mutiara budidaya yang naik 88,39%, kertas dan kertas karton naik 53,13%, barang dari kulit samak naik 48,22%, dan perabotan serta keperluan tidur naik 22,79%. Produk AS yang akan dikenakan tarif tambahan oleh China adalah produk pertanian seperti kedelai, minyak mentah dan pesawat kecil. Tak tanggung-tanggung China juga akan mengenakan tarif untuk mobil dan suku cadang dari AS.oleh karena itu seharusnya Indonesia dapat mengambil kesempatan dengan masuk kepasar china
4. Dampak tidak langsung terhadap Indonesia akibat dari perang dagang
Amerika Serikat-Tiongkok : Nilai tukar Indonesia terdampak secara tidak langsung akibat dari perang dagang, sehingga harga barang ekspor Indonesia terdepresiasi. Perekonomian Indonesia melambat karena hasil neraca dagang Indonesia di akhir tahun 2018 terdampak secara tidak langsung. Hal ini dikarenakan salah satunya adalah menurunnya permintaan bahan baku impor di Amerika Serikat dan Tiongkok di penghujung tahun termasuk produk ekspor Indonesia. Sehingga pada tahun 2018, meskipun ekspor Indonesia di kedua negara naik sedikit namun impor Indonesia dari kedua negara juga ikut naik seperti yang tersaji dalam tabel 4.12, sehingga hal tersebut memiliki andil dalam neraca perdagangan Indonesia menjelang akhir tahun 2018 5. Dampak Negative perang dagang CHINA dan AMERIKA Perang dagang antara AS dan Tiongkok telah berdampak negatif terhadap penurunan kinerja ekspor melalui penurunan harga komoditas Dampak lain dari perang dagang yang paling mencolok pada harga minyak kelapa sawit yang belakangan ini terus tertekan ke tingkat hanya mencapai USD500 per ton. Padahal harga 2017 mencapai USD648 per ton dan harga di 2018 mencapai USD556 per ton Selain itu, harga batubara ikut menurun hingga mencapai USD65 per ton. Padahal harga rata-rata tahun 2017 di atas USD100 per ton dan 2018 sebesar USD88,3 per ton Adapun dampak negative dari barang hasil produksi china yang susah atau sulit memasuki pasar amerika akan terjadi penumpukan barang dan mengakibatkan penurunan harga pda barang china tersebut,hal ini akan berdampak menurunnya permintaan atau berpontensi merusak pasar barang hasil produksi Indonesia Berkurangnya investor yang berinvestasi di Indonesia karena mereka lebih memilih negara Vietnam karena biaya produksi yang lebih murah dan regulasi yang lebih mudah Menurunya investor sektor primer dan sekunder karena beralih ke sektor tersier Pendapatan dan pembelanjaan negara yang susah diprediksi karena ketidakstabilan perekonomian dunia Ekonomi Indonesia masih tertekan karena seiring trend penurunan investasi serta perlambatan perekonomian dunia yang membatasi kinerja ekspor Menurut data BPS, nilai ekspor nonmigas Indonesia pada Januari-Agustus 2019 ke Tiongkok tercatat sebesar US$ 10,3 juta atau turun 0,45% dibandingkan dengan periode yang sama 2018 (year on year/yoy). Sementara nilai ekspor nonmigas ke AS naik 0,48% menjadi sebesar US$ 7,6 juta yoy Uni Eropa yang berencana melarang impor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dari negara Asia termasuk Indonesia Ekspor CPO Indonesia merupakan komoditas ekspor dengan nilai tertinggi sebesar 14 milyar USD. Larangan impor CPO oleh Uni Eropa dikhawatirkan akan mengganggu kinerja ekspor dari Indonesia perang dagang yang menguatkan ekonomi domestik AS menyebabkan The Fed (bank sentral AS) menaikkan suku bunganya. Implikasinya, investasi di AS jauh lebih menarik dibandingkan di Indonesia. Pada kuartal 4 2017, kinerja investasi Indonesia menurun seiring dengan semakin kuatnya indikasi naiknya suku bunga The Fed hingga 4 kali di tahun 2018 Pengumuman tarif impor oleh AS pada 1 Maret 2018 juga berdampak pada penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar (lihat grafik 3). IHSG yang sempat menembus rekor di kisaran 6.600, namun turun cukup tajam menjadi 6.188 di akhir Maret 2018. Demikian pula dengan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar yang pada akhir Maret menembus 13.756. Bahkan, rupiah sempat menembus 13.804 pada 20 April 2018. Meskipun dampak ini diperkirakan hanya ada dalam jangka pendek, pemerintah perlu tetap mencari respon kebijakan yang tepat jika tidak ingin kondisi semakin memburuk.