Anda di halaman 1dari 8

Ada Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pegembangan Kurikulum

Dalam Sukmadinata (2006 : 158), ada tiga faktor yang mempengaruhi pengembangan
kurikulum, yaitu :
1. Pergururan Tinggi
Perguruan tinggi setidaknya memberikan dua pengaruh terhadap kurikulum sekolah.
Pertama, dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan
diperguruan tinggi umum. Kedua, dari segi pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta
penyiapan guru-guru Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK, seperti IKIP, FKIP,
STKIP). Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi
pengembangan kurikul

2. Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, yang diantaranya bertugas mempersiapkan anak
didik untuk dapat hidup secara bermatabat di masyarakat. . Sekolah berkewajiban menyerap dan
melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam
masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarkat akan
mempengaruhi pengembangan kurikulum. Hal ini karena sekolah tidak hanya sekedar
mempersiapkan anak untuk selesai sekolah, tetapi juga untuk dapat hidup, bekerja, dan berusaha.
Jenis pekerjaan yang ada di masyarakat berimplikasi pada kurikulum yang dikembangkan dan
digunakan sekolah.
3. Sistem Nilai
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial,
budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertangung jawab dalam
pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai positif yang tumbuh di masyarakat.
Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum.
Persoalannya bagi pengembang kurikulum ialah nilai yang ada di masyarakat itu tidak hanya
satu. Masyarakat umumnya heterogen, terdiri dari berbagai kelompok etnis, kelompok
vokasional, kelompok intelek, kelompok sosial, dan kelompok spritual keagamaan, yang masing-
masing kelompok itu memiliki nilai khas dan tidak sama. Dalam masyarakat juga terdapat aspek-
aspek sosial, ekonomi, politk, fisik, estetika, etika, religius, dan sebagainya. Aspek-aspek
tersebut sering juga mengandung nilai-nilai yang berbeda.

1. Landasan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis


dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam
pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum
tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.

Dengan landasan yang kokoh kurikulum yang dihasilkan akan kuat, yaitu program pendidikan
yang dihasilkan akan dapat menghasilkan manusia terdidik sesuai dengan hakikat
kemanusiannya, baik untuk kehidupan masa kini maupun menyongsong kehidupan jauh ke masa
yang akan datang.

a. Landasan Filosofis
Landasan Filosofis dalam pengembangan kurikulum, yaitu akan membahas dan
mengidentifikasi landasan filsafat dan ilmplikasinya dalam mengembangkan kurikulum. Filsafat
membahas segala permasalahan manusia, termasuk pendidikan, yang disebut filsafat pendidikan.
Filsafatmemberikan arah dan metodologi terhadap praktik-praktik pendidikan, sedangkan
praktik- praktik   pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis.
Keduanya sangat berkaitan erat. Hal inilah yang menyebabkan landasan filosofis menjadi
landasan penting dalam pengembangan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum di Indonesia
yang harus diacu adalah Filsafat pendidikan pancasila. Filsafat pendidikan dijadikan dasar dan
arah sedangkan pelaksanaanya melalui pendidikan.

b. Landasan Psikologis

Landasan Psikologis dalam pengembangan kurikulum, yaitu akan membahas dan


mengidentifikasi landasan psikologis dan ilmplikasinya dalam mengembangkan kurikulum.
Dalam proses pendidikan yang tejadi adalah proses interaksi antar individu. Manusia berbeda
dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis sebenarnya
merupakan karakter psiko- fisik seseorang sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai
bentuk perilaku interaksi dengan lingkungannya. Dalam pengembangan kurikulum, minimal ada
dua landasan psikologi yang mempengaruhinya, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi
belajar.

c. Landasan Sosial Budaya

Kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Dengan pendidikan


diharapkan muncul masyarakat-masyarakat yang tidak asing dengan masyarakat. Dengan
pendidikan diharapkan lahir manusia- manusia yangbermutu, mengerti, dan mampu membangun
masyarakat. Oleh sebab itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan masyarakat.

d. Landasan Yuridis

Kurikulum pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan
menteri Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang
ditetapkan oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada konstitusi/UUD. Dengan
demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945 (pembukaan
alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU
No.20 Tahun 2003), UU Otonomi Daerah, Surat Keputusan dari Menteri Pendidikan, Surat
Keputusan dari Dirjen Dikti, peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.

e. Landasan ilmiah dan teknologi

Yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari hasil-hasil riset atau penelitian dan aplikasi
dari ilmu pengetahuan yang menjadi titik  tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Pengembangan kurikulum membutuhkan sumbangan dari berbagai kajian ilmiah dan teknologi
baik yang bersifat hardware maupun software sehingga pendidikan yang dilaksanakan dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pngetahuan dan teknologi.

2. Prinsip Pengembangan Kurikulum


Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya
merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam
pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam
kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu,
dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan
prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya,
sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu
pengembangan kurikulum. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima
prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu:

a. Prinsip relevansi

Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum


(tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-
komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi
(relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan
dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).

b. Prinsip Fleksibilitas

Dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes,
lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian
berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan
dan latar bekang peserta didik.

c. Prinsip kontinuitas

Adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal.


Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan
kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara
jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.

d. Prinsip efisiensi

Mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan
sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.

e. Prinsip efektivitas

Mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang
mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

3. Model Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu : (1) pendekatan top-
down the administrative model dan (2) the grass root model.

a . The administrative model


Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling
banyak digunakan. Gagasan pengembangan kurikulum datang dari para administrator pendidikan
dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, membentuk suatu
Komisi atau Tim Pengarah pengembangan kurikulum. Anggotanya, terdiri dari pejabat di
bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia
kerja dan perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-
landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Selanjutnya
administrator membentuk Tim Kerja terdiri dari para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli
disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-guru senior, yang bertugas menyusun kurikulum
yang sesungguhnya yang lebih operasional menjabarkan konsep-konsep dan kebijakan dasar
yang telah digariskan oleh Tim pengarah, seperti merumuskan tujuan-tujuan yang lebih
operasional, memilih sekuens materi, memilih strategi pembelajaran dan evaluasi, serta
menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru-guru. Setelah Tim Kerja selesai
melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim Pengarah serta para ahli lain yang
berwenang atau pejabat yang kompeten.

Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik, administrator
pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya dari atas, maka
model ini disebut juga model Top – Down. Dalam pelaksanaannya, diperlukan monitoring,
pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.

b. The grass root model

Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau
sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan
pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang
dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat
grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan
upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan
dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi
dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari
kemampuan guru-guru, fasilitas biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan
kurikulum model grass root tampaknya akan lebih baik.

Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga
penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh
karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi
tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi
pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan
model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan
sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri
dan kreatif.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih
cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model. Kendati demikian,
agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus ditopang oleh kesiapan
sumber daya, terutama sumber daya manusia yang tersedia di sekolah.

4. Perkembangan Kurikulum

Kurikulum pendidikan di Indonesia telah berganti berkali-kali sejak merdeka. Berikut


adalah perkembangan kurikulum di Indonesia sampai Kurikulum 2013 (K13) dan karakteristik
dari masing-masing kurikulum di atas:

a.  Kurikulum 1947 atau disebut Rentjana Pelajaran 1947

Ini adalah kurikulum pertama sejak Indonesia merdeka. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat
politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Saat itu mulai ditetapkan asas
pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum ini sebutan Rentjana Pelajaran 1947, dan baru
dilaksanakan pada 1950.

Karena kurikulum ini lahir dikala Indonesia baru merdeka, maka pendidikan yang diajarkan
lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan
sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Fokus Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan
pendidikan pikiran, melainkan hanya pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.

b.  Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952

Adanya kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, merinci setiap mata
pelajaran sehingga dinamakan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah
pada suatu sistem pendidikan Indonesia. Seperti setiap pelajaran dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas seorang guru mengajar satu mata
pelajaran.

c.  Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964

Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, namanya Rentjana


Pendidikan 1964. Kurikulum ini bercirikan bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran
dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional
atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.

d.  Kurikulum 1968

Kurikulum pertama sejak jatuhnya Soekarno dan digantikan Soeharto. Bersifat politis dan
menggantikan Rentjana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Kurikulum
ini bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum
1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara
murni. Cirinya, muatan materi pelajaran bersifat teoretis, tidak mengaitkan dengan permasalahan
faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di
setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik sehat dan kuat.

e.  Kurikulum 1975

Pemerintah memperbaiki kurikulum pada tahun itu. Kurikulum ini menekankan pendidikan lebih
efektif dan efisien. Menurut Mudjito, Direktur Pembinaan TK dan SD Departemen Pendidikan
Nasional kala itu, kurikulum ini lahir karena pengaruh konsep di bidang manajemen MBO
(management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan istilah satuan pelajaran, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan.

f.  Kurikulum 1984

Kurikulum ini mengusung pendekatan proses keahlian. Meski mengutamakan pendekatan


proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975
disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA).

g.  Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

Pada tahun 1994 pemerintah memperbarui kurikulum sebagai upaya memadukan kurikulum
kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984. Namun, perpaduan antara tujuan
dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar
siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Misalnya bahasa daerah,
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.

h.  Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)

Pada 2004 diluncurkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai pengganti Kurikulum
1994. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu
pemilihan kompetensi sesuai, spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan
keberhasilan pencapaian kompetensi, dan pengembangan pembelajaran.

KBK mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik
secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman. Kegiatan
belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru,
tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

i.  Kurikulum 2006, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

Kurikulum ini hampir mirip dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol terletak pada
kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem
pendidikan Indonesia. Pada Kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian
sesuai kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun
menjadi sebuah perangkat dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
j.  Kurikulum 2013

Kurikulum ini adalah pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek
penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam
Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan
materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia,
IPS, PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.

Kelebihan dan Kekurangan 2013

(Menurut Pengamat Pendidikan, Dharmaningtyas)

Pengamat Pendidikan, Dharmaningtyas, mencoba memaparkan secara rinci kelebihan dan


kekurangan kurikulum 2013 dalam diskusi bertajuk Akses Pendidikan Berkualitas untuk Semua
besutan Network for Education Watch (NEW) atau Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia
(JPPI):

A. Kelebihan:

a. Memiliki konsep yang jelas terhadap lulusan yang ingin dicapai.

Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), kompetensi ditentukan masing-masing di tiap mata pelajaran. Sehingga, ibarat baju,
semua bagiannya berasal dari bahan berbeda. Tapi kurikulum 2013 tidak dimulai dari potongan
tapi sudah ada model lulusan yang ditetapkan. Sehingga kompetensi masing-masing mata
pelajaran menyesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai

b. mengemas mata pelajaran menjadi lebih maknawi dalam kehidupan sehari-hari dengan model
pembelajaran tematik integratif dan pendekatan saintifik.

Dalam kurikulum 2013 proses pembelajaran murid aktif, guru sebagai fasilitator maupun
motivator, semua aspek kehidupan bisa menjadi sumber pembelajaran, serta melahirkan manusia
pembelajar

B. Kekurangan

a. Adanya kontradiksi, karena mau melahirkan manusia yang kreatif, kritis, inovatif, tapi penuh
materi yang normatif karena ada penambahan jam belajar agama

b. Kedua, berharap proses pembelajaran lebih leluasa tapi ada penambahan jam pelajaran.

c. Ketiga, kurikulum 2013 cocok untuk sekolah yang sudah maju dan gurunya punya semangat
belajar tinggi, masyarakat yang sudah terdidik, muridnya memiliki kemampuan dan fasilitas
setara, serta infrastruktur telekomunikasi dan transportasi sudah merata sehingga tidak
menghambat proses

d. Kekurangan lainnya terletak pada penggunaan Ujian Nasional (UN) sebagai evaluasi standar
proses pembelajaran siswa aktif.

Anda mungkin juga menyukai