Anda di halaman 1dari 7

 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) merupakan ikan air tawar yang
memiliki gizi tinggi dan nilai ekonomis penting. Ikan gurame juga banyak
digemari oleh masyarakat Indonesia karena memiliki rasa yang sangat gurih dan
lezat (Purpowardoyo dan Djarijah 1992). Berdasarkan data Statistik Perikanan
Budidaya Indonesia, perkembangan produksi ikan gurame selama 4 tahun terakhir
menunjukkan angka pertumbuhan sebesar 17,28% per tahun.  Sejak tahun 2008
peningkatan produksi ikan gurame secara nasional berada dikisaran 10.000 ton
setiap tahunnya. Pada tahun 2010 produksi ikan gurame telah mencapai 56.889
ton atau meningkat 22,99 persen dibanding tahun sebelumnya (Direktorat Jendral
Perikanan Budidaya 2011).
Ikan gurame sudah lama dibudidayakan oleh pembudidaya ikan di
Indonesia, namun masih banyak kendala yang dihadapi oleh pembudidaya ikan,
diantaranya adalah laju pertumbuhan yang sangat lambat bila dibandingkan
dengan ikan air tawar lainnya. Rendahnya laju pertumbuhan tersebut salah
satunya disebabkan oleh rendahnya efisiensi pemanfaatan materi dan energi yang
terdapat dalam pakan yang diberikan sehingga energi yang tersedia tidak cukup
bagi pertumbuhan (Kurnia 1997). Disamping itu pakan sebagai sumber nutrisi
maupun energi merupakan bahan yang sangat menentukan dalam pencapaian
kemampuan hidup suatu organisme (Soedibya 2008).
Komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyedian materi dan
energi untuk pertumbuhan adalah protein, karbohidrat, dan lemak. Protein
merupakan sumber nutrisi yang harganya cukup mahal, sehingga pemanfaatan
protein untuk pertumbuhan harus efisien. Efisiensi pemanfaatan protein pakan
dapat dilakukan dengan penyedian sumber energi non protein dari karbohidrat dan
lemak. Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang murah, tetapi
kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat pakan terbatas (Kurnia 1997).

 
2

Kemampuan ikan menggunakan nutrien pakan bergantung pada berbagai


faktor seperti sintesis enzim yang tepat, produksi enzim dalam jumlah yang
cukup, dan distribusi enzim dalam saluran pencernaan (Tengjaroenkul et al.
2000). Nutrien (protein, karbohidrat, dan lemak) akan dicerna jika sesuai dengan
ketersedian enzim pencernaan sehingga jumlah energi yang dapat digunakan
untuk pertumbuhan berkaitan dengan kemampuan ikan dalam mencerna pakan.
Rendahnya kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat pakan pada
tingkat pencernaan disebabkan oleh rendahnya aktivitas enzim α-amilase dalam
saluran pencernaan (Wilson 1994 dalam Handayani 2006). Salah satu upaya untuk
mengefektifkan pemanfaatan enzim pencernaan adalah dengan pengaplikasian
teknologi fermentasi pakan. Melalui fermentasi, karbohidrat (polisakarida) akan
dipecah menjadi sakarida sederhana yang mudah untuk langsung dicerna oleh
sistem pencernaan ikan.
Salah satu bahan pakan sumber karbohidrat yang perlu diteliti sebagai
pakan alternatif adalah kulit ubi kayu. Kulit ubi kayu masih mengandung bahan-
bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak, dan mineral (Rukmana 1997
dalam Busairi dan Hersoelistyorini 2009) sehingga masih bisa digunakan sebagai
alternatif pakan. Kulit ubi kayu yang diperoleh dari tanaman ubi kayu (Manihot
esculenta Crant) merupakan limbah agroindustri seperti industri tepung tapioka
dan produk olahan makanan. Industri pengolahan ubi kayu tersebut menghasilkan
kulit ubi kayu yang pada umumnya dibuang sebagai limbah. Produksi ubi kayu di
Indonesia pada tahun 2010 adalah 23.918.118 ton dan mencapai 24.177.372 ton
pada tahun 2012 (BPS 2012), dengan perkiraan kulit ubi kayu yang akan
dihasilkan kurang lebih 16% dari produksi ubi kayu (Darmawan 2006 dalam
Busairi dan Hersoelistyorini 2009). Potensi limbah kulit ubi kayu yang cukup
besar ini seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pakan alternatif bagi beberapa
kegiatan budidaya ikan.
Kulit ubi kayu yang segar biasa digunakan sebagai makanan binatang
ternak tetapi memiliki kekurangan berupa kandungan asam sianida (HCN) yang
merupakan zat anti nutrisi yang dapat menyebabkan kematian (Busairi dan
Hersoelistyorini 2009). Kulit ubi kayu segar memiliki kandungan nutrisi yang
3

rendah. Hasil analisa proksimat tepung kulit ubi kayu diperoleh hasil diantaranya
yaitu kadar air 8,31%, abu 6,75%, protein 4,63%, serat kasar 13,04%, lemak kasar
1,99%, dan BETN 73,59% (Andriani 2010). Dari data tersebut maka perlu
dilakukan teknik pengolahan untuk meningkatkaan kandungan nutrisinya agar
sesuai untuk makanan ternak sehingga penggunaannya dapat optimal (Rukmana
1997 dalam Puspitasari dan Sidik 2009).
Salah satu teknologi yang dapat menjadi solusi pada permasalahan di atas
yaitu penerapan teknologi fermentasi. Fermentasi merupakan suatu proses yang
terjadi melalui kerja mikroorganisme atau enzim untuk mengubah bahan-bahan
organik kompleks seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi molekul-
molekul yang lebih sederhana. Proses fermentasi mampu menghasilkan produk
turunan yang berbeda dengan bahan bakunya (Winarno dan Fardiaz 1980 dalam
Amri 2007). Hasil fermentasi suatu bahan dasar pakan akan menghasilkan produk
pakan yang mempunyai nilai gizi tinggi, tingkat kecernaan yang tinggi, dan
menghasilkan aroma dan flavor yang khas (Poesponegoro 1975 dalam Amri
2007).
Menurut Andriani (2010), teknologi fermentasi sederhana yang bisa
digunakan untuk proses biokonversi tepung kulit ubi kayu adalah dengan
menggunakan inokulum bakteri dan kapang lignoselulolitik hasil isolasi dari
cairan rumen sapi. Tepung kulit ubi kayu yang telah mengalami fermentasi
menggunakan bakteri dan kapang lignoselulotik mempunyai kandungan dan
kualitas gizi yang lebih baik dari bahan asalnya, berupa meningkatnya kandungan
protein kasar dari 4,63% menjadi 10,91% dan menurunnya kandungan serat kasar
dari 13,04% menjadi 6,36%, serta dapat juga menurunkan kadar HCN dari
264,142 mg kg-1 menjadi 5,49 mg kg-1 (Lampiran 4) . Penelitian Romadona
(2012) menyatakan bahwa penggunaan tepung kulit ubi kayu hasil fermentasi
yang sebanyak 5% yang diformulasikan dalam pakan buatan terhadap
pertumbuhan benih ikan gurame ukuran 4 cm, menghasilkan laju pertumbuhan
terbaik yaitu sebesar sebesar 2,25%. Pada penelitian Andriani (2011) menyatakan
bahwa pemberian tepung kulit ubi kayu hasil fermentasi sebesar 10% dengan
masa pemeliharaan selama 60 hari memberikan nilai terbaik. Berbagai penelitian
4

yang sudah dilakukan tersebut menjadi dasar untuk dilakukan penelitian lanjutan
mengenai pengaruh pemberian tepung ubi kayu hasil fermentasi pada pakan
buatan terhadap pertumbuhan ikan gurame dengan ukuran lebih besar.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi
adalah seberapa besar pengaruh pemberian tepung kulit ubi kayu hasil fermentasi
dalam pakan terhadap pertumbuhan benih ikan gurame, pada fase pendederan
keempat.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung
kulit ubi kayu hasil fermentasi dalam pakan buatan yang dapat memberikan
pertumbuhan tertinggi terhadap benih ikan gurame, pada fase pendederan
keempat.

1.4 Kegunaan Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk
meningkatkan pemanfaatan kulit ubi kayu sebagai bahan baku alternatif pakan
benih ikan gurame yang ekonomis.

1.5 Kerangka Pemikiran


Pada kegiatan budidaya ikan, pakan merupakan salah salah satu faktor
penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan
komoditas budidaya. Kebutuhan nutrisi dalam pakan ikan perlu mendapatkan
perhatian khusus sehingga diperoleh formulasi komposisi nutrisi pakan yang
sesuai untuk mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan optimal dari ikan
komoditas budidaya.
Ikan gurame merupakan ikan herbivora yaitu ikan yang jenis makanannya
berupa bahan-bahan nabati seperti daun pepaya, daun sente dan kulit ubi kayu. Bahan
pakan yang berasal dari bahan-bahan nabati umumnya mengandung karbohidrat dan
serat kasar yang tinggi, namun kandungan tersebut dapat dicerna dengan baik oleh
ikan herbivor karena mikrofola yang terdapat pada ikan herbivor relatif lebih banyak
5

dibandingkan ikan karnivor, tetapi pada fase benih organ pencernaan belum
berkembang dengan baik termasuk mikroflora yang terdapat pada organ pencernaan
benih ikan.
Kebutuhan protein untuk benih ikan gurame ukuran 4-6 cm yaitu 32%
(SNI 01-6485.2-2000). Keberadaan protein sebagai nutrisi pada ikan memiliki
peran ganda sebagai zat tumbuh dan sumber energi yang dimanfaatkan secara
bersamaan. Pemanfaatan protein yang berlangsung secara bersamaan untuk dua
proses metabolisme ini memberikan kerugian pada upaya optimalisasi
pertumbuhan ikan, sebagai konsekuensi dari tidak termanfaatkannya protein
secara optimal sebagai zat tumbuh karena sebagian protein masih digunakan
sebagai sumber energi. Upaya rekayasa untuk optimalisasi pemanfaatan protein
secara optimal sebagai zat pendukung pertumbuhan dapat dilakukan dengan
mensuplai sumber energi lain pada komposisi pakan ikan, salah satunya adalah
karbohidrat, yang diketahui berperan sebagai Protein Sparing Effect, yaitu sumber
energi alternatif yang bisa dimanfaatkan oleh ikan.
Pemanfaatan karbohidrat sebagai komponen nutrisi lain pada pakan ikan,
selain diharapkan mampu untuk mendukung optimalisasi protein dalam fungsinya
sebagai zat tumbuh, juga menguntungkan secara ekonomi karena mampu
mengurangi porsi pemberian protein hewani pada pakan ikan yang harganya
relatif mahal. Namun demikian terdapat beberapa hambatan terkait pemanfaatan
karbohidrat pada komposisi pakan ikan, salah satunya adalah karena sediaan
karbohidrat di alam sebagai besar terdapat dalam bentuk makromolekul yang sulit
dicerna oleh ikan seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Oleh karena itu
diperlukan upaya rekayasa sediaan karbohidrat alami menjadi bentuk yang mudah
dicerna oleh ikan, salah satunya dengan teknik fermentasi.
Salah satu sumber karbohidrat yang bisa dimanfaatkan dari sediaan alam
adalah kulit ubi kayu, yang saat ini juga masih merupakan limbah agroindustri.
Busairi dan Hersoelistyorini (2009) menyebutkan hasil analisis kulit ubi kayu
menujukkan kadar karbohidrat dan kadar abu sebesar 78,203% dan 5,200%. Nilai
tersebut berarti kadar karbohidrat dalam kulit ubi kayu dominan. Karbohidrat
dalam kulit ubi kayu masih berupa senyawa kompleks yaitu dalam bentuk
6

selulosa yang sulit dicerna oleh ikan (Yandes dkk. 2003). Upaya untuk
meningkatkan nilai gizi dan sekaligus mengubah komposisi karbohidrat kompleks
yang terdapat pada kulit ubi kayu dapat dilakukan dengan menggunakan
terknologi fermentasi.
Penelitian pemanfaatan bahan limbah agroindustri yang difermentasi
sebagai bahan pakan ikan telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Pada penelitian
Triana (2008) dalam pemberian pakan pada ikan mas (Cyprinus carpio L.) dengan
perlakuan penambahan bungkil inti sawit yang difermentasi dengan perlakuan
konsentrasi sebesar 15% menunjukkan performa terbaik pada pertumbuhan ikan
mas. Penggunaan bungkil inti sawit terfermentasi juga diteliti oleh Amri (2007)
dengan penggunaan konsetrasi 18% dalam pakan ikan mas (Cyprinus carpio L.)
hasil penelitian memperlihatkan jumlah konsumsi pakan, pertambahan berat
badan tertinggi dan menurunkan konversi pakan serta income over feed cost
tertinggi. Pada penelitian Sirait (2010) dalam pemberian pakan ikan nila
(Oreochromis niloticus) dengan perlakuan penggunaan bungkil kelapa yang
difermentasi dengan konsentrasi 10% menunjukkan performa pertumbuhan yang
terbaik.
Pada penelitian Rostika (2010) menyebutkan bahwa pakan mengandung
tepung tongkol jagung fermentasi 5% dengan Trichoderma viride dan
Trichoderma reesei untuk benih ikan tawes memberikan pertumbuhan mutlak
25,88 gram, laju pertumbuhan harian 2,01% dan konversi pakan 2,83. Hasil
penelitian Sari (2007) yang menggunakan bungkil inti sawit yang difermentasi
dalam pakan buatan ikan nila yang memberikan nilai laju pertumbuhan dan
konversi pakan tertinggi pada perlakuan 5% yaitu 2,05% dan 2,34. Sedangkan
pada penelitian Haetami (2003) dalam Sari (2007) menunjukkan bahwa
penggunaan biji jarak terfermentasi dapat ditambahkan ke dalam pakan benih ikan
gurame sampai dengan 10%.
7

1.6 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik hipotesis bahwa penambahan
tepung kulit ubi kayu hasil fermentasi sebanyak 15% dalam formulasi pakan
buatan dapat memberikan pertumbuhan terbaik bagi benih ikan gurame pada fase
pendederan keempat benih 4-6 cm.
.

Anda mungkin juga menyukai