Anda di halaman 1dari 5

PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (PPH 23)

Menurut situs Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas
modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak. Pihak yang menerima penghasilan atau penjual
atau pemberi jasa akan dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong
dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada kantor pajak.
Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya seperti yang tercantum dalam
PMK No. 141/PMK.03/2015.
PEMBAYARAN, PELAPORAN DAN BUKTI POTONG PPH PASAL 23
Pembayaran PPh Pasal 23
Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara membuat ID billing terlebih dahulu, lalu membayarnya melalui
Bank Persepsi (ATM, teller bank, fitur bayar pajak online di OnlinePajak, dll) yang telah disetujui oleh Kementerian
Keuangan. Jatuh tempo pembayaran adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Bukti Potong PPh Pasal 23
Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus memberikan bukti potong (rangkap ke-1) yang sudah
dilengkapi kepada pihak yang dikenakan pajak tersebut dan bukti potong (rangkap ke-2) pada saat melakukan  efiling pajak PPh
23 di OnlinePajak. 
Pelaporan PPh Pasal 23
Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, lalu bisa melaporkannya melalui fitur
lapor pajak online atau efiling gratis di OnlinePajak. Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang
pajak penghasilan 23.
Jika sebelumnya perhitungan, pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara terpisah-pisah, kini ketiga hal tersebut
bisa dilakukan dengan satu aplikasi OnlinePajak yang terintegrasi, mudah, otomatis dan lebih  cepat. Baik Anda membuat
laporan PPh 23 di OnlinePajak atau menggunakan file CSV PPh 23 dari aplikasi e-SPT, lalu mengimpornya untuk e-Filing
pajak gratis di OnlinePajak. Sangat memudahkan akuntan yang ingin menyelesaikan pelaporan dan pembayarannya tepat
waktu.
TARIF PPH 23 DAN OBJEK PPH PASAL 23
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan.  Ada dua jenis tarif yang
dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objek PPh 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif PPh
23 dan objek PPh Pasal 23 :
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :
1. Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;
2. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah
dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. Berikut ini adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya
tersebut: Penilai (appraisal);Aktuaris;Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan,Hukum;Arsitektur;Perencanaan
kota dan arsitektur landscape; Perancang (design);Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas)
kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan
gas bumi (migas);Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi
(migas);Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;Penebangan hutan;Pengolahan limbah;Penyedia tenaga kerja
dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);Perantara dan/atau keagenan;Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI);Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih
suara; Mixing film;Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;Jasa
sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.Pembuatan
dan/atau pengelolaan website;Internet termasuk sambungannya;Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi,
dan/atau program;Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan
oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi; Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi;Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.Maklon;Penyelidikan dan keamanan;Penyelenggara
kegiatan atau event organizer;Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk
penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;Pembasmian hama;Kebersihan atau cleaning service;Sedot septic
tank;Pemeliharaan kolam,Katering atau tata boga, Freight forwarding;Logistik;Pengurusan
dokumen;Pengepakan;Loading dan unloading;Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau
institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;Pengelolaan parkir;Penyondiran tanah;Penyiapan dan/atau pengolahan
lahan;Pembibitan dan/atau penanaman bibit;Pemeliharaan tanaman;Permanenan;Pengolahan hasil pertanian, perkebunan,
perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;Dekorasi;Pencetakan/penerbitan,Penerjemahan;Pengangkutan/ekspedisi kecuali
yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;Pelayanan pelabuhan;Pengangkutan melalui jalur
pipa;Pengelolaan penitipan anak;Pelatihan dan/atau kursus;Pengiriman dan pengisian uang ke
ATM;Sertifikasi;Survey;Tester;Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
4. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
5. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
o Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan
kontrak dengan pengguna jasa;
o Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian);
o Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan
dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
o Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah
dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah
dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku atas:
o Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
o Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final. 
Lihat penjelasan lebih lanjut di tautan berikut ini mengenai jasa lain objek PPh 23.  
Jika Anda kesulitan menghitung dan mengingat besarnya tarif pajak tersebut, gunakan saja aplikasi OnlinePajak. Di aplikasi ini,
tarif-tarif PPh Pasal 23 tersebut dapat dihitung otomatis dan cepat, tanpa perlu mengingat berapa besar tarifnya. Sehingga
laporan PPh Pasal 23 Anda pun dapat dibuat lebih cepat dan mudah. 
PIHAK PEMOTONG PPH PASAL 23 DAN PIHAK YANG DIKENAKAN PPH PASAL 23
Tidak semua pihak dapat dikenakan atau pun memotong PPh Pasal 23. Pihak-pihak tersebut hanya mereka yang masuk pada
kelompok berikut ini:
1. Pihak pemotong PPh Pasal 23:
o Badan pemerintah;
o Subjek pajak badan dalam negeri;
o Penyelenggara kegiatan;
o Bentuk Usaha Tetap (BUT);
o Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
o Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.  
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23: 
o Wajib pajak dalam negeri;
o Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Setelah menghitung PPh Pasal 23 dan membayar pajak, biasanya Anda akan mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan
Negara (NTPN). Masukan NTPN tersebut ke aplikasi OnlinePajak, maka Anda akan mendapatkan bukti potong secara
otomatis. Setelah itu, Anda pun bisa langsung melaporkan SPT PPh Pasal 23 langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
dengan menggunakan fitur e-Filing dari aplikasi OnlinePajak. 
PENGECUALIAN PPH 23
Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas: 
1. Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank;
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi,
BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan
syarat:
o Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
o Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
o Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-
saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
o SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
o Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur
pinjaman dan/atau pembiayaan.
PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 (PPH PASAL 26)
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib pajak luar negeri adalah:
o seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
o seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak
Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut.
Berdasarkan PMK RI Nomor 9/PMK.03/2018 tentang SPT, pelaporan SPT PPh pasal 26 wajib e-Filing sejak 1 April 2018.
Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Namun jika mengikuti tax treaty/Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B),
maka tarif dapat berubah.
Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26)
Tarif 20% (final) atas jumlah bruto yang dikenakan atas:Dividen,Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang
terkait dengan jaminan pembayaran pinjaman. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset. Insentif
yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.Hadiah dan penghargaan.Pensiun dan pembayaran berkala.Premi swap dan
transaksi lindung lainnya.Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.Premi asuransi,
premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara
perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak
yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia.
Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di
Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai JGI Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara
Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya
mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.Tarif pph final umkm PPh Final untuk pajak
UKM dikenakan pada wajib pajak pribadi dan badan yang memiliki omzet usaha kurang dari Rp 4,8 miliar dalam setahun..
PENGERTI AN PPH FINAL/PAJAK UKM
Pada dasarnya PPh Final merupakan istilah atau nama lain dari PPh Pasal 4 ayat 2. Ada berbagai macam objek PPh Pasal 4 ayat
2, seperti untuk sewa bangunan, jasa konstruksi, pajak atas obligasi, pajak atas peredaran bruto (omzet) usaha. Pada halaman ini,
kita akan mendalami PPh Final khusus untuk pajak UKM.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013, berkaitan dengan pajak UKM, PPh Final adalah
pajak atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
PPh Final/pajak UKM harus disetorkan ke bank persepsi (bank yang menerima pembayaran pajak untuk diteruskan ke kas
negara) setiap bulan. Selain bank, wajib pajak juga dapat membayar PPh Final 1% di aplikasi OnlinePajak secara online dan 1
klik saja, tanpa perlu datang dan antre di bank. 
TARIF PPH FINAL UKM
Tarif PPh Final UKM yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP)  Nomor 46 Tahun 2013
adalah sebesar 1% yang dikenakan atas:
o Peredaran bruto (omzet) usaha sebesar Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak terakhir.
o Jika peredaran bruto kumulatif pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp 4,8 miliar dalam suatu tahun pajak, wajib
pajak tetap dikenai tarif PPh Final 1 persen sampai dengan akhir tahun pajak yang bersangkutan.
o Jika peredaran bruto wajib pajak telah melebihi Rp 4,8 miliar pada suatu tahun pajak, atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh wajib pajak pada tahun pajak berikutnya dikenai tarif PPh berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
DASAR PENGENAAN TARIF PPH FINAL UKM
Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh Final adalah jumlah peredaran bruto (omzet) setiap bulan yang
dikalikan tarif PPh final 1 persen.
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat
dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan dan peraturan
pelaksanaannya.
KOMPENSANSI PPH FINAL/PAJAK UKM
Wajib pajak yang dikenakan PPh Final/pajak UKM dapat melakukan kompensansi kerugian dengan penghasilan yang tidak
dikenai tarif PPh Final dengan ketentuan berikut:
o Kompensasi kerugian dilakukan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun pajak.
o Kerugian suatu tahun pajak dikenakannya PPh Final tidak dapat dikompensasikan ke tahun pajak berikutnya.
WAJIB PAJAK UKM YANG DIKENAKAN TARIF  PPH FINAL
Berikut ini kriteria wajib pajak UKM yang dikenakan dan tidak dikenakan tarif PPh Final/pajak UKM.
Wajib pajak yang dikenakan tarif PPh Final / pajak UKM adalah:
1. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan yang tidak termasuk bentuk usaha tetap
2. Menerima penghasilan dari usaha, tetapi tidak termasuk penghasilan dari jasa yang berhubungan dengan pekerjaan
bebas, dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak.
Tidak termasuk wajib pajak yang dikenakan PPh Final / pajak UKM adalah:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya, yaitu:
o menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap;
dan
o menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat
usaha atau berjualan.
2. Wajib Pajak badan yang:
o belum beroperasi secara komersial; atau
o Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh
peredaran bruto (omzet) melebihi Rp 4,8 miliar.
Wajib Pajak (WP), baik berupa Orang Pribadi atau pun Badan yang melakukan suatu kegiatan usaha dikenai Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 25 berupa angsuran PPh tiap bulannya. Keterlambatan, baik dalam menyetor maupun melapor, dapat dikenai sanksi
sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.
PENGERTIAN PPH PASAL 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Tujuannya adalah untuk
meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus
dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.
PERHITUNGAN PPH PASAL 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan
PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
o Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan
tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan Pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah -
serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan yang dipungut
sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
o Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi
12 atau total bulan dalam pajak masa setahun. 
TARIF PPH PASAL 25
Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
(WPOP), yaitu:
o Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan usaha penjualan barang, baik
grosir maupun eceran, serta jasa – dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan
tiap masing-masing tempat usaha.
o Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja bebas atau karyawan, yang
tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU
PPh (12 bulan).
Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:
o Sampai Rp 50.000.000 = 5%
o Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
o Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
o Di atas Rp 500.000.000 = 30%
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk Wajib Pajak Badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17
ayat (1) huruf b UU PPh).
BATAS WAKTU PEMBAYARAN PPH PASAL 25
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 harus dibayar paling lambat 15 Maret 2014. Jika batas waktu penyetoran
jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu, Minggu, hari libur nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran masih dapat
dilakukan pada hari berikutnya – sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah lagi
sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.80/PMK.03/2010.Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008
pada 21 Mei 2008, pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya.
Untuk melakukan setoran pajak, Anda harus membuat ID Billing terlebih dahulu. OnlinePajak menyediakan
layanan pembuatan ID Billing secara online yang mudah, cepat dan akurat. 
SANKSI- SANKSI KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PPH PASAL 25
Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari
tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Misalnya: untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru membayarnya
pada 16 Maret. Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP dikenai bunga 2%.
OnlinePajak adalah aplikasi hitung, setor dan lapor pajak menyediakan kemudahan dalam membuat laporan PPN, PPh Pasal
23 dan PPh Pasal 21 yang Anda butuhkan sebelum membuat laporan Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25).
PENGERTIAN PPH PASAL 29
Menurut UU No.36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh 29) adalah PPh Kurang Bayar  (KB) yang tercantum dalam
SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh ( PPh
Pasal 21, 22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25.
Dalam hal ini, Wajib Pajak (WP) wajib memiliki kewajiban melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebelum
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat 31 Maret bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak Badan (WPB) setelah tahun pajak berakhir.
Bagaimana bila tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya dimulai dari 1 Juli sampai dengan 30 Juni tahun depan?
Maka, kekurangan wajib pajak harus dilunasi paling lambat 30 September bagi Wajib Pajak Orang Pribadi atau 31 Oktober bagi
Wajib Pajak Badan (WPB).
TARIF PPH PASAL 29
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOP-PT) :
o PPh 25 yang sudah dilunasi = 0.75 x jumlah penghasilan / omzet per bulan.
o PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang masih terutang - PPh 25 yang sudah dilunasi.
2. Wajib Pajak Badan (WPB) :
o Angsuran PPh 25 = PPh terutang tahun lalu x 12.
o PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang terutang - angsuran PPh 25.

Anda mungkin juga menyukai