BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................3
A. Definisi Jejas Sel............................................................................................................................3
B. Penyebab Jejas Sel.........................................................................................................................4
C. Akibat dari Jejas Sel......................................................................................................................5
D. Jenis-jenis Jejas Sel........................................................................................................................7
E. Adaptasi Jejas Sel..........................................................................................................................9
F. Reaksi Sel terhadap Jejas sel......................................................................................................11
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................13
Kesimpulan..........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................14
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungsi Sel
Populasi sel organ tubuh yang berdiferensiasi menjadi unsur penting yang
disebut parenkim dan yang bersifat sebagai penyangga (kerangka) disebut
stroma. Bila dipandang fungsi sel secara umum, sel digolongkan menjadi 4
golongan besar, yaitu :
1. Sel epitel, mempunyai ikatan erat antar sel yang tidak dapat dilalui cairan,
terdapat diseluruh permukaan luar tubuh dan sebagian besar permukaan
bagian dalam tubuh berupa lembaran sel yang berhubungan membentuk
membran epitel. Sebagian sel epitel bersekresi ke arah permukaan secara
langsung (mukosa), sebagian melalui sistem duktus (eksokrin), atau langsung
ke darah (endokrin).
2. Sel jaringan penghubung, pada umumnya dapat memproduksi sejumlah zat
substansi matriks ekstraseluler. Bersifat protein unsur utama berbagai tipe
kolagen dan struktur protein lain yang bersifat fibronektin, laminin,
vitronektin. Sel jaringan bertugas menopang membrana basalis, bersama zat
produk sel golongan lain. Sel prekursorjaringan penghubung adalah fibroblas,
yang dapat berdiferensiasi menjadi sel mesenkim jenis lain seperti sel lemak,
sel otot polos, sel tulang dan sel tulang rawan, bahkan dapat berkemampuan
lebih spealistik. Dalam hal ini sel fibroblas berdiferensiasi menjadi sel
osteoblas, osteosit, kondroblas dan kondrosit. Sel fibroblas bersifat pluripoten.
Sel darah terdiri dari eritrosit, monosit, netrofil, basofil, eosinofil, platelet,
yang berasal dari sel jaringan penghubung yang berada dalam jaringan mieloid
sumsum tulang.
3. Sel jaringan otot, spesialisasi gerak kontraktil, walau penampilan sel jaringan
ini sangat berbeda. Dekenal 4 kategori yaitu: otot skelet (kerangka tubuh),
bercorak atau lurik sehingga sering disebut otot seran lintang, Otot jantung,
otot polos (berasal dari fibroblas), mio-epitel (berasal dari ektoderm).
4. Sel jaringan saraf, dibagi atas 4 golongan berdasar iritabilitas dan kapasitas
menghantar impuls elektrik, sel jaringan saraf tersebar di seluruh tubuh,
menyusun jaringan konduksi impuls perifer-pusat dan sebaliknya. Susunan
saraf pusat, sel saraf (neuron) mempunyai spesifikasi dan aktifitas
metabolisme kompleks, sehinga sangat peka atas jejas, tanpa kemampuan
proliferasi (sel permanen), ditopang oleh neuroglia. Jumlah sel pelindung
berkisar 10-50 kali jumlah neuron.
1
Penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan kesehatan
sel meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi tersebut
melampaui batas maka akan terjadi jejas sel atau cedera sel bahkan kematian sel.
Dalam bereaksi terhadap tekanan yang berat maka sel akan menyesuaikan diri,
kemudian terjadi jejas sel atau cedera sel yang akan dapat pulih kembali dan jika
tidak dapat pulih kembali sel tersebut akan mengalami kematian sel. Dalam
makalah ini akan membahas tentang mekanisme jejas, adaptasi dan kematian sel.
Struktur maupun fungsi sel diatur melalui program genetik, diferensiasi, dan lain-
lain pada sel normal. Sel akan selalu mempertahankan keadaan
homeostasis/steady state tersebut. Beban fisiologik yang berat dapat
menimbulkan adaptasi seluler baik fisiologi maupun morfologi sehingga
mencapai keadaan steady state yang berbeda atau baru.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama
atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel
tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka
sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein,
susunan genetik, dan sifat transportasinya. Berdasarkan tingkat kerusakannya,
cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu jejas
reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel). Jejas reversible
adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula
jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu
keadaan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak
dapat kembali ke keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan
hilangnya pengaturan volume pada bagian-bagian sel.
Dengan adanya perbedaan spesifikasi, fungsi dan susunan jaringan /
populasi berbagai sel tubuh, dapat dimengerti adanya perbedaan reaksi terhadap
jejas. Dari aspek jejas ada variabel diantaranya jenis, intensitas, periode. Semua
bentuk dimulai dengan perubahan molekul atau struktur sel. Dalam keadaan
normal,sel berada dalam keadaan homeostasis mantap. Sel bereaksi terhadap
pengaruh yang merugikan denga cara : Beradaptasi, mempertahankan jejas tidak
menetap, mengalami jejas menetap dan mati.
Adaptasi sel terjadi bila stress fisiologik berlebihan atau suatu rangsangan
yang patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang berubah yang
mempertahankan kelangsungan hidup sel contohnya ialah Hipertropi
(pertambahan masa sel) atau atrofi (penyusutan masa sel),jejas sel yang reversible
menyatakan perubahan yang patologik yang dapat kembali ,bila rangsangannya
dihilangkan atau bila penyebab jajes lemah .jejas yang ireversibel merupakan
perubahan patologik yang menetap dan menyebabkan kematian.
3
Terdapat dua pola morfolgik kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis.
Nekrosis adalah bentuk yang lebih umum setelah rangsang eksogen dan berwujud
sebagai pembengkakan, denaturasi dan koagulasi protein,pecahnya organel sel
dan robeknya sel.aptosis datandai oleh pemadatan kromatin dan pemadatan
kromatin dan fragmentasi terjadi sendiri atau dalam kelompok kecil sel,dan
berakibat dihilanhkannya sel yang tidak dikehendaki selama embryogenesis dan
dalam bebagai keadaan fisiologik dan fatologik.
4
2. Jejas kimiawi
Zat kimia menyebabkan jejas sel melalui dua mekanisme, yaitu :
a. Secara langsung misalnya Hg dari merkuri klorida trikat pada grup SH
protein membrane sel menyebabkan peningkatan permeabilitas dan
inhibisi transport yang bergantung kepada ATPase.
b. Melalui konversi kemetabolik toksik reaktif. Sebaliknya metabolit toksik
menyebabkan jejas sel baik melalui melaui ikatan kovalen langsung
kepada protein membrane danb lemak atau lebih umum memlalui
pembentukan radikal bebas reaktif seperti yang diuraikan sebelumnya
misalnya karbon tetra-klorida, yang dipakai luas pada industri binatu.
5
yang bersifat patologis. Faktor yang sering menyebabkan kematian sel
nekrotik adalah hipoksia berkepanjangan, infeksi yang menghasilkan
toksin dan radikal bebas, dan kerusakan integritas membran sampai
pada pecahnya sel. Respon imun dan peradangan terutama sering
dirangsang oleh nekrosis yang menyebabkan cedera lebih lanjut dan
kematian sel sekitar. Nekrosis sel dapat menyebar di seluruh tubuh
tanpa menimbulkan kematian pada individu. Istilah nekrobiosis
digunakan untuk kematian yang sifatnya fisiologik dan terjadi terus-
menerus. Nekrobiosis misalnya terjadi pada sel-sel darah dan epidermis.
Indikator Nekrosis diantaranya hilangnya fungsi organ, peradangan
disekitar nekrosis, demam, malaise, lekositosis, peningkatan enzim
serum. Dua proses penting yang menunjukkan perubahan nekrosis yaitu
:
a. Disgestif enzimatik sel baik autolisis (dimana enzim berasal dari
sel mati) atau heterolysis (enzim berasal dari leukosit). Sel mati
dicerna dan sering meninggalkan cacat jaringan yang diisi oleh
leukosit imigran dan menimbulkan abse.
b. Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan
denaturasi protein struktur dan protein enzim sehingga
menghambat proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi
sel dipertahankan.
Kematian sel menyebabkan kekacauan struktur yang parah dan
akhirnya organa sitoplasma hilang karena dicerna oleh enzym
litik intraseluler (autolysis).
6
peningkatan AMP secara bersamaan) merangsang fruktokinase danm
fosforilasi, menyebabkan glikolisis aerobik. Glikogen cepat menyusut
dan asam laktat dan fosfat anorganik terbentuk, sehingga menurunkan
PH intrasel pada saat ini terjadi pengumpalan kromatin inti. Manifestasi
awal dan umum pada jejas hipoksik non letal ialah pembengkakan sel
akut ini disebabkan oleh:
a. Kegagalan transfortasi aktif dalam mrmbran dari pada ion Na, ion K-
ATPase yang sensitive oubain mengakibatkan natrium masuk
kedalam sel, kalium keluar dari dalam sel dan bertambahnya air
secara isokomik.
b. Peningkatan beban osmotik intrasel karena penumpukan fosfat dan
laktat anorganik serata nukleosida purin.
2. Jejas ireversibel
Jejas ireversibel ditandai ole vakuolisasi keras mitondria kerusakan
membrane plasma yang luas, pembengkakan lisosom oleh bocornya
enzim kedalam sitoplasma dan karena aktivasi pencernaan enzimatik
komponen sel dan inti. Ada dua peristiwa yang penting pada jeja
ireversibel : deplesi ATP dan kerusakan mebran sel.
a. Deplesi ATP peristiwa awal pada jejas sel yang berperan pada
konsekuensi hipoksia iskemik yang fungsional dan structural dan
juga pada keruksaan membran walaupun demikian masih menjadi
pertanyaan apakah hal ini adalah sebagai akibat atau ireversibelitas.
b. Kerusakan membran sel fase paling awal jelas ireversibel
berhubungan dengan defek membran sel fungsional dan structural.
Beberapa mekanisme mungkin berperan pada kerusakan
membranedemekian.
c. Kehilangan fosfolifid yang progresif disebabkan oleh : Aktifitas
fosfolifid membrane oleh peningkatan kalsium sistolik dissul oleh
degradasi fosfolifid dan hilanhnya fosfolifid atau penurunan
reasilasi dan sintesis fosfolifid munhkin berhubungan dengan
hilannya ATP.
d. Abnormalitas sitoskeletal. Aktivasi protease intrasel didahului oleh
peningkatan kalsium sistolik dapat menyebabkan pecahnya elemen
sitoskeletal intermediate menyebakan mebran sel rentan terhadap
tarikan dan robekan terutama dengan adanya pembengkakan sel.
e. Spesies oksigen reaktif. Hal ini terjadi pada jejas reperfusi yang
terjadi setelah pemulian aliran darah keorang yang iskemik. Spesies
oksigen yang toksik kebanyakan terbentuk dari leukosit
polimorfonukleaus yangv berinfiltrasi.
f. Produk pemecahan lipid, asam lemak bebas dan lisfosfolifid dan
langsung bersifat toksik terhadap membrane.
g. Hilangnya asam amino intrasel seperti glisin dan L-alanin yang
penyebabnya belum diketahuai. Hilangnya integritas membrane
menyebabkan influx massif kalsium dari ruang ekstrasel, berakibat
7
disfungsi mitokondria, inhibisi enzim sel denaturasi protein dan
perubahan sitoglogik yang karakteristik bagi nekrosis koagulatif .
Keadaan iskemik dan hipoksi berkelanjutan, atau menjadi bertambah berat akan
memperburuk reaksi intrasel karena akan disertai proses kerusakan membran sel
dan/ atau intisel, sehingga perbaikan situasi tidak akan bermanfaat lagi. Atas
kehidupan sel yang terkena jejas. Jejas reversibel berubah menjadi ireversibel.
Kerusakan membran sel dapat terjadi akibat :
1. Kekurangan/habisnya ATP sel.
2. Fosfolipid membran hilang (sintesis turun, degradasi naik)
3. Terbentuknya partikel lipid (asam lemak bebas, lisofosfolipid)
4. Spesimen oksigen toksik
5. Perubahan sitoskelet
6. Pecahnya lisosom.
Membran sel niormal terdiri atas susunan mosaik lipid protein, senyawa
biomolekuler fosfolipid dan globul-globul protein tertancap dalam dua lapisan
lipid. Bila membran sel masih intakt (utuh, tanpa cacat), merupakan hal yang
penting dalam menjaga permeabilitas dan volume sel normal, regulasi volume,
peningkatan permeabilitas atas molekul-molekul ekstrasel, misalnya inulin. Bila
secara ultrastruktur ditemukan defek membran plasma keadaan ini merukpakan
tahap awal jejas sel ireversibel. Hasil akhir kerusakan membran plasma akan
menimbulkan kalsium (Ca++). Influks, dari ekstraseluler yang berkonsentrasi
tinggi (10ˉ³M). Jaringan iskemik masif akan mengalami reperfusimasif Ca++,
dan setelah reoksigenisasi dengan cepat ditarik kearah mitokondria-menetap-
meracuninya, menghambat enzim sel, mengubah bentuk protein intrasel secara
denaturasi, sehingga tidak dapat berfungsi lagi secara biomolekulr. Kematian sel
bersifat khas, disebut nekrosis koagulatif=infrak.
b) Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke subtype
lainnya. Metaplasia biasanya terjadi sebagai respons terhadap cedera atau
8
iritasi kontinu yang menghasilkan peradangan kronis pada jaringan.
Dengan mengalami metaplasia, sel-sel yang lebih mampu bertahan
terhadap iritasi dan peradangan kronik akan menggantikan jaringan
semula. Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel
saluran pernapasan dari sel epitel kolumnar bersilia menjadi sel epitel
skuamosa bertingkat sebagai respons terhadap merokok jangka panjang.
Contoh lain yang dapat kita amati pada kasus kanker serviks. Pada
perubahan sel kolumnar endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks
terjadi secara fisiologis pada setiap wanita yang disebut sebagai proses
metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai
ko-karsinogen, proses metaplasia ini dapat berubah menjadi proses
displasia yang bersifat patologis. Displasia merupakan karakteristik
konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi ganas.
c) Atrofi
Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh
mengecilnya ukuran sel atau mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang
dan biasa disebut atrofi numerik) sel parenkim dalam organ tubuh
(Syhrin, 2008).
Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi
tersebut. Sebelum membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus
diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahsannya lebih
spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis
dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami.
Beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali
selama masa perkembangan atau pertumbuhan, dan jika alat tubuh
tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai
usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik (Saleh, 1973).
Contoh dari atrofi fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process)
dimana glandula mammae mengecil setelah laktasi, penurunan
fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput,
tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab proses atrofi
ini bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus
endokrin, involusi akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh
(growth stimuli), berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya
perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab
tersebut terjadi karena peoses normal penuaan (Saleh, 1973). Berbeda
dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di
luar proses normal/alami.
d) Hiperplasia
Hiperplasia merupakan suatu kondisi membesarnya alat
tubuh/organ tubuh karena pembentukan atau tumbuhnya sel-sel baru
(Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi, terdapat dua jenis hyperplasia,
yaitu hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang sering kita
9
temukan pada kasus hyperplasia fisiologis yaitu bertambah besarnya
payudara wanita ketika memasuki masa pubertas. Sedangkan hyperplasia
patologis sering kita temukan pada serviks uterus yang dapat
mengakibatkan kanker serviks. Sel-sel pada serviks tersebut mengalami
penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia ini diakibatkan oleh sekresi
hormonal yang berlebihan atau faktor pemicu pertumbuhan yang besar.
1. Mekanisme Umum
Sistem intrasel tertentu terutama rentan terhadap jejas sel: pemeliharaan
integritas membrane sel, respirasi aerobik dan produksi ATP, sintesis enzim
dan protein berstruktur, preservasi integritas aparat genetic.
Sistem-sistem ini terkait erat satu dengan lain sehingga jejas pada saat
kulkus membawa efek sekunder yang luas .konsekuensi jejas sel
bergantungan kepada jenis lama dan kerasnya gen penyabab dan juga kepada
jenis,status dan kemampuan adaptasi sel yang terkena. Perubahan marfologi
10
jejas sel menjadi nyata setlah berperan system biokimia yang penting
terganggu. Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara jejas dan
kematian sel :
a. Radikal bebas berasal dari oksigen yang terbentuk pada banyak
keaadan patologik dan menyebabkan efek yang merusak pada
struktur dan fungsi sel.
b. Hilangnya Homeotasis kalsium dan meningkatnya kalsium intra sel.
Iskemi dan toksin tertentu menyebabkan masuknya ion kalium
kedalam sel dan lepasnya ion kalsium dari mitokondria dan
reticulum endoplasmic. Peningkatan kalsium sistolik mengaktifkan
fosfolifase yang memecah fosfolifid membrane protease yang
menguraikan protein membran dan sitoskeletal, ATPase
yangmempercepat penguraian ATP dan endonukleas yang
terkaitdengan fragmentasi kromatin.
c. Deplesi ATP karena dibutuhkan untuk proses yang penting seperti
transportasi pada membran, sintesis protein dan pertukaran
fosfolifid.
d. Defek permeabilitas membrane. Membran dapat dirusak langsung
oleh toksin agen fisik dan kimia, komponen komplemen litik dan
perforin atau secara tidak langsung seperti yang diuraikan pada
kejadian sebelumnya.
11
2. Hiperplasia patologis dapat terjadi akibat kerangsangan
hormon yang berlebihan.
3. Hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel jaringan
bereproduksi untuk mengganti jumlah sel yang sebelumnya
mengalami penurunan.
d. Metaplasia Adalah berbahan sel dari satu subtipe ke subtipe lainnya.
Metaplasia terjadi sebagai respon terhadap cidera atau iritasi
continue yang menghasilkan peradangan kronis pada jaringan.
e. Displasia Adalah kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan
lahirnya sel yang berbeda ukuran, bentuk dan penampakannya
dibandingkan sel asalnya. Displasia tampak terjadi pada sel yang
terpajan iritasi dan peradangan kronik.
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan makalah di atas dapat disimpukan :
Jejas sel adalah cedera pad sel karena suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap
rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu
berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar
serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat
mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan
sifat transportasinya.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://prezi.com/mhnz9ug8oewb/jejas-sel/
https://www.slideshare.net/RobbyCandraPurnama/kuliah-2-jejas-sel
https://www.kompasiana.com/evaprasetyamaulinafikui2011/550e976a813311c32cbc64
95/adaptasi-jejas-dan-kematian-sel
14