Anda di halaman 1dari 12

TUTORIAL IN CLINIC

Gagal Napas

Disusun oleh :
Kelompok IV
Susilo Teguh Firmanto (214119108)
Ade Indra ( 214119113)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia serta taufik
dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan hasil Tutorial In Clinic (TIC)
tentang “GAGAL NAPAS”. Dalam penulisan laporan Tutorial In Clinic (TIC) ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan hasil laporan diskusi kelompok ini, khusunya kepada :
1. Bapak Dedi Supriadi, S.Kep.,Ns.M.Kep yang telah membimbing selama proses
diskusi Tutorial In Clinic (TIC) dan masukan saran kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Tutorial In Clinic (TIC) ini.
2. Kedua orangtua kita yang telah memberi dukungan dan do’a.
3. Rekan-rekan kelompok tugas Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis di Rumah
Sakit Tk II Dustira 2020 Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi.
Dalam penulisan laporan Tutorial In Clinic (TIC) ini, penulis menyadari
kekurangan baik secara teknis penulisan maupun materi, mengingatakan
kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak demi
penyempurnaan pembuatan laporan Tutorial In Clinic (TIC) ini. Penulis berharap
semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka yang telah
memberikan bantuan dan semoga apa yang telah kami sampaikan dalam Tutorial
In Clinic kelompok ini bisa memberikan manfaat khususnya bagi kami yang
masih dalam tahap belajar dan umumnya bagi semua pembaca.

Cimahi, Maret 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal nafas adalah ketidakmampuan alat pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi didalam darah, dengan atau tanpa penumpukan CO 2.
Terdapat 6 sistem sistem kegawatan salah satunya adalah gagal nafas, dari 6
sistem tersebut Gagal nafas menempati urutan pertama, Hal ini dapat dimengerti
karena bila terjadi gagal nafas waktu yang tersedia terbatas sehingga diperlukan
ketepatan dan kecepatan untuk bertindak.
Sampai saat ini gagal nafas pada anak masih merupakan salah satu
penyebab mordibitas dan mortalitas terbesar penderita yang dirawat di Ruang
perawatan Intensif Anak RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSCM).
Keterlambatan merujuk penderita diduga merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kematian, disamping beratnya penyakit dasar, penyakit penyerta
dan penyulit selama perawatan.
Penatalaksanaan perawatan gagal nafas memerlukan suatu ketrampilan dan
pengetahuan khusus serta penafsiran dan perencanaan maupun melakukan
tindakan harus dilakukan dengan cepat dan sistematis, oleh karena itu
pengetahuan perawat tentang apa dan bagaimana terjadinya gagal nafas sangat
diperlukan.

B. Rumusan Masalah
1. Tentukan masalah keperawatan utama pada kasus tersebut ?
2. Jelaskan penyebab terjadinya gagal nafas berdasarkan teori ?
3. Apa saja penatalaksanaan gagal nafas berdasarkan teori ?
4. Apa saja intervensi yang dapat dilakukan masalah keperawatan utama pada
kasus tersebut ?
C. Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang :
1. Masalah keperawatan yang ada dalam kasus tersebut
2. Penatalaksanaan pada masalah keperawatan kasus tersebut
3. Intervensi yang dapat dilakukan pada masalah keperawatan tersebut

D. Manfaat
1. Sebagai informasi dalam meningkatkan tingkat kesehatan jiwa khususnya
pada keperawatan gawat darurat dan kritis
2. Sebagai tambahan pengetahuan mengenai tingkat kesehatan gawat darurat
dan kritis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Studi kasus
Pada tanggal 01 maret 2020 jam 13.00 Ny. U berusia 70 tahun datang ke ruang
IGD Rumah Sakit Dustira dengan keluhan sesak. Sesak dan demam dirasakan
sejak 1 minggu yang lalu, disertai dengan batuk berdahak berwarna putih. Adanya
mual tanpa muntah, nyeri kepala, pasien sudah berobat ke Puskesmas dan
diberikan ibuprofen, ranitidine dan amlodipine. Pada tanggal 07 maret 2020 hasil
pengkajian pasien masih mengeluh sesak napas, ronci (+), dahak berwarna putih,
TD: 140/70 mmHg, N: 89x/mnt, R: 26x/mnt, S: 38,3C, SPO2 : 98%, tingkat
kesadaran CM (E4,M6,V5), terpasang oksigen nasal kanule 4ltr/mnt. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan HB : 12,3 g/dL, leukosit :8,3 103u/L,
hematokrit 40,7%, trombosit 139 103u/L, natrium 140 mmol/L, kalium 6,0
mmol/L, klorida 108 mmol/L, gds 308 mg/dL, gambaran EKG menunjukkan
sinus rhythm.
Pertanyaan :
1. Tentukan masalah keperawatan utama pada kasus tersebut ?
2. Jelaskan penyebab terjadinya gagal nafas berdasarkan teori ?
3. Apa saja penatalaksanaan gagal nafas berdasarkan teori ?
4. Apa saja intervensi yang dapat dilakukan masalah keperawatan utama pada
kasus tersebut ?

B. ANALISA MASALAH
1. Analisa data yang didapatkan dari data tersebut :
a. Data subjektif pasien mengatakan : sesak nafas
b. Data objektif : ronchi (+), dahak berwarna putih, TD: 140/70 mmHg, N:
89x/mnt, R: 26x/mnt, S: 38,3C, SPO2 : 98%, terpasang oksigen nasal
kanule 4ltr/mnt
Berdasarkan kasus tersebut masalah keperawatan utama yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
secret.

2. Penyebab terjadinya gagal napas terbagi atas 2 yaitu (Nanda Nic-Noc 2015)
a. Penyebab perifer
1) Trauma kepala : contusio cerebri
2) Radang otak : encephalitis
3) Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
4) Obat-obatan : narkotika, anestesi
b. Penyebab sentral
1) Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle
relaxans
2) Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
3) Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS
4) Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumothorax,
haematothoraks
5) Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri

3. Menurut Nanda Nic-Noc 2015 Penatalaksanaan non spesifik adalah tindakan


yang secara tidak langsung ditujukan untuk memperbaiki pertukaran gas atau
jalan nafas , yaitu :
a. Atasi hipoksemia : terapi oksigen
Pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien benar-benar
membutuhkan oksigen. Indikasi untuk pemberian oksigen harus jelas.
Oksigen yang diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat, dan harus
dievaluasi agar mendapat manfaat terapi dan menghindari toksisitas.
Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada
pasienpasien dengan keadaan hipoksemia akut. Oksigen harus segera
diberikan dengan adekuat karena jika tidak diberikan akan menimbulkan
cacat tetap dan kematian.
b. Bantuan ventilasi : perbaiki ventilasi
1) Perbaiki jalan nafas
2) Bantuan ventilasi : Face mask, ambu bag
3) Ventilasi mekanik
Jalan napas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi, dan
pemberian obat-obat pernapasan. Pada semua pasien gangguan
pernapasan harus dipikirkan dan diperiksa adanya obstruksi jalan napas
atas. Pertimbangan untuk insersi jalan napas buatan seperti endotracheal
tube (ETT) berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas buatan
dibandingkan jalan napas alami. Resiko jalan napas buatan adalah trauma
insersi, kerusakan trakea (erosi), gangguan respon batuk, resiko aspirasi,
gangguan fungsi mukosiliar, resiko infeksi, meningkatnya resistensi dan
kerja pernapasan. Keuntungan jalan napas buatan adalah dapat melintasi
obstruksi jalan napas atas, menjadi rute pemberian oksigen dan
obatobatan, memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan PEEP,
memfasilitasi penyedotan sekret, dan rute bronkoskopi fibreoptik.
Pada keadaan darurat bantuan nafas dapat dilakukan secara mulut
kemulut atau mulut ke hidung, biasanya digunakan sungkup muka
berkantung (face mask atau ambu bag) dengan memompa kantungnya
untuk memasukkan udara ke dalam paru.Hiperkapnia mencerminkan
adanya hipoventilasi alveolar. Mungkin ini akibat dari turunnya ventilasi
semenit atau tidak adekuatnya respon ventilasi pada bagian dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Peningkatan PaCO2 secara tiba-tiba
selalu berhubungan dengan asidosis respiratoris. Pasien dengan
pemulihan awal diharapkan, ventilasi mekanik non invasif dengan nasal
atau face mask merupakan alternatif yang efektif.Indikasi utama
pemasangan ventilator adalah adanya gagal napas atau keadaan klinis
yang mengarah ke gagal napas (gawat nafas yang tidak segera teratasi)
ecara umum bantuan napas mekanik (ventilator) dapat dilakukan dengan
2 cara yaitu invasive Positive Pressure Ventilator (IPPV), dimana pasien
sebelum dihubungkan dengan ventilator diintubasi terlebih dahulu dan
Non Invasive Positive Pressure Ventilator (NIPPV), dimana pasien
sebelum dihubungkan dengan ventilator tidak perlu diintubasi.
Keuntungan alat ini adalah efek samping akibat tindakan intubasi dapat
dihindari, ukuran alatnya relatif kecil, portabel, pasien saat alat terpasang
bisa bicara, makan, batuk, dan bisa diputus untuk istirahat.
c. Terapi lainnya
1) Fisioterapi dada, ditujukan untuk membersihkan jalan nafas dari
sekret, sputum. Tindakan ini selain untuk mengatasi gagal nafas juga
untuk tindakan pencegahan. Pasien diajarkan bernafas dengan baik,
bila perlu dengan bantuan tekanan pada perut dengan menggunakan
telapak tangan pada saat inspirasi. Pasien melakukan batuk yang
efektif. Dilakukan juga tepukan-tepukan pada dada, punggung,
dilakukan perkusi, vibrasi dan drainage postural. Kadang-kadang
diperlukan juga obat-obatan seperti mukolitik dan bronkodilator.
2) Bronkodilator (beta-adrenergik agonis/simpatomimetik). Obat-obat
ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan
jika diberikan secara parenteral atau oral, karena untuk efek
bronkodilatasi yang sama, efek samping secara inhalasi lebih sedikit
sehingga dosis besar dapat diberikan secara inhalasi. Terapi yang
efektif mungkin membutuhkan jumlah beta-adrenergik agonis dua
hingga empat kali lebih banyak daripada yang direkomendasikan.
Peningkatan dosis (kuantitas lebih besar pada nebulisasi) dan
peningkatan frekuensi pemberian (hingga tiap jam/nebulisasi
kontinu) sering kali dibutuhkan. Pemilihan obat didasarkan pada
potensi, efikasi, kemudahan pemberian, dan efek samping. Diantara
yang tersedia adalah albuterol, metaproterenol, terbutalin. Efek
samping meliputi tremor, takikardia, palpitasi, aritmia, dan
hipokalemia. Efek kardiak pada pasien dengan penyakit jantung
iskemik dapat menyebabkan nyeri dada dan iskemia, walaupun
jarang terjadi. Hipokalemia biasanya dieksaserbasi oleh diuretik
tiazid dan kemungkinan disebabkan oleh perpindahan kalium dari
kompartement ekstrasel ke intrasel sebagai respon terhadap stimulasi
beta adrenergik.
3) Antikolinergik/parasimpatolitik. Respon bronkodilator terhadap obat
antikolinergik tergantung pada derajat tonus parasimpatis intrinsik.
Obat-obat ini kurang berperan pada asma, dimana obstruksi jalan
napas berkaitan dengan inflamasi, dibandingkan bronkitis kronik,
dimana tonus parasimpatis tampaknya lebih berperan. Obat ini
direkomendasikan terutama untuk bronkodilatsi pasien dengan
bronkitis kronik. Antikolinergik pada pasien gagal nafas harus selalu
dikombinasikan dengan beta adrenergik agonis. Ipratropium bromida
tersedia dalam bentuk MDI (metered dose inhaler) atau solusio untuk
nebulisasi. Efek samping jarang terjadi seperti takikardia, palpitasi,
dan retensi urin.
4) Teofilin, kurang kuat sebagai bronkodilator dibandingkan beta
adrenergik agonis. Mekanisme kerja adalah melalui inhibisi kerja
fosfodiesterase pada AMP siklik (cAMP), translokasi kalsium,
antagonis adenosin, stimulasi reseptor beta adrenergik, dan aktifitas
anti inflamasi. Efek samping meliputi takikardia, mual dan muntah.
Komplikasi yang lebih parah adalah aritmia, hipokalemia, perubahan
status mental dan kejang.
5) Kortikosteroid. Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan
inflamasi jalan napas tidak diketahui pasti, tetapi perubahan pada
sifat dan jumlah sel inflamasi telah didemonstrasikan setelah
pemberian sistemik dan topikal. Kortikosteroid aerosol kurang baik
distribusinya pada gagal napas akut, dan hampir selalu digunakan
preparat oral atau parenteral. Efek samping kortikosteroid parenteral
adalah hiperglikemia, hipokalemia, retensi natrium dan air, miopati
steroid akut (terutama pada dosis besar), gangguan sistem imun,
kelainan psikiatrik, gastritis dan perdarahan gastrointestinal.
Penggunaan kortikosteroid bersama-sama obat pelumpuh otot non
depolarisasi telah dihubungkan dengan kelemahan otot yang
memanjang dan menimbulkan kesulitan weaning).
4. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukkan
secret dilakukan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24
jam diharapkan dapat mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada syanosis dan dyspnea, mampu mengeluarkan secret, mampu
bernafas dengan mudah , TTV dalam rentang normal. Intervensi yang dapat
dilakukan yaitu :
a. Catat karakteristik bunyi nafas
b. Catat karakteristik batuk, produksi dan sputum
c. Monitor status hidrasi untuk mencegah sekresi kental
d. Berikan humidifikasi pada jalan nafas
e. Pertahankan posisi tubuh / kepala dan gunakan ventilator sesuai
kebutuhan
f. Observasi perubahan pola nafas dan upaya bernafas
g. Berikan O2 sesuai kebutuhan tubuh
h. Berikan fisioterapi dada
i. Berikan bronkodilator.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :

Gagal nafas akut adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk


mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel
tubuh yang sesuai dengan kebutuhan tubuh normal. Gagal nafas merupakan suatu
kegawatan yang memerlukan penanganan secara cepat dan terpat dan
komperhensif dengan prioritas sehingga gagal nafas dapat dicegah.

Anda mungkin juga menyukai