Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK HIV-AIDS POSITIF

DOSEN PENGAMPU : DEWI NURSUKMA PURQOTI, NERS, M. KEP

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3

ANGGI HAPSARI PUTRI 001STYC18

DWI DARMAYANTI 012STYC18

FENI FERNIANSYAH 017STYC18

HIKMAH NURUL ASLAMIAH 025STYC18

JINAN ESTIDA HAYATI UMAJAN 032STYC18

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
2019/2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah  SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah
sehingga tugas ini dapat diselesaikan tanpa suatu halangan yang amat berarti. Tanpa
pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik.
Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Anak HIV-AIDS Positif”, yang disajikan berdasarkan referensi dari
berbagai sumber. 
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah HIV-AIDS yang
telah membimbing dan memberikan kesempatan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen pembimbing maupun teman-teman atau
pembaca agar makalah ini dapat lebih sempurna. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan dan pengetahuan yang luas kepada pembaca, dan semoga dengan adanya tugas
ini Allah SWT senantiasa meridhainya dan akhirnya membawa hikmah untuk semuanya.
Sekian dan terimakasih.

Mataram, Maret 2020

Penyusun

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................2
2.1 Konsep Dasar Penyakit Pada Anak HIV-AIDS Positif...................................................2
A. Pengertian HIV/AIDS.......................................................................................................2
B. Etiologi..............................................................................................................................2
C. Stadium HIV/AIDS...........................................................................................................3
D. Penanggulangan HIV/AIDS..............................................................................................4
E. Voluntary Counselling and Testing................................................................................10
F. Masalah Yang lazim muncul pada klien HIV/AIDS......................................................11
G. Discharge Planning.........................................................................................................11
2.2 Asuhan Keperawatan Dengan Pada HIV-AIDS Positif..................................................11
A. Pengkajian Keperawatan.................................................................................................11
B. Pemeriksaan Fisik...........................................................................................................14
C. Diagnosa/ Masalah Keperawatan....................................................................................15
D. Rencana Tindakan Keperawatan.....................................................................................16
BAB III PENUTUP......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah orang yang terinfeksi HIV terus meningkat pesat tersebar luas di seluruh
dunia. World Health Organization (WHO) Menyebutkan bahwa 16,3 juta penderita
HIV-AIDS telah meninggal terhitung sejakditemukannya penyakit tersebut dan
memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderitayang terinfeksi HIV akan
mencapai 40 juta orang. Di indonesia, sejak prtama kali dijumpai kasus infeksi HIV
pada tahun 1987 hingga bulan januari 2001, telah dilaporkan 1226 kasus infeksi HIV
dan 461 kasus AID secara kumulatik, dimana 235 dari pasien AIDS tersebut telah
meninggal dunia. Di provinsi jawa timur, prevalensi (kumulatif) HIV-AIDS adalah
sebanyak 77 kasus, terdiri dari 60 kasus pengidap HIV dan 17 pasien AIDS. jumlah
terbanayak ada di kota surabaya, yaitu sebanyak 45,5% dan diperkirakan akan terus
meningkat sebesar 30% setiap tahunnya (Nasronudin, 2004).
Di Asia Tenggara pada tahun 2002 diperkirakan ada 6,1 juta ODHA. Di Indonesia
sendiri ada 90.000-130.000 ODHA. Apabila angka kelahiran di Indonesia adalah 2,5%,
maka setiap tahun akan ada 2.250-3.250 bayi yang lahir dari ibu yang HIV positif.
Lebih dari 90% penularan HIV dari ibu ke anak terjadi selama dalam kandungan,
persalinan, dan menyusui dan hanya 10% ditularkan lewat tranfusi darah yang tercemar
HIV maupun cara lainnya (Depkes, 2003)
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Penyakit HIV-AIDS Pada Anak ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Dengan Anak HIV-AIDS ?
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Penyakit HIV-AIDS Pada Anak
2. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Dengan Anak HIV-AIDS
3.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit Pada Anak HIV-AIDS Positif


A. Pengertian HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS. HIV
terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti didalam
darah, air mania tau cairan vagina (Gunung, 2002). Sebelum HIV berubah menjadi
AIDS, tidak ada perbedaan antara orang yang menderita HIV dengan orang normal.
Penderita akan terlihat sehat-sehat saja pada kurun waktu kira-kira 5-10 tahun.
Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV pada orang lain melalui
hubungan seks yang tidak aman, transfusi darah atau pemakaian darah suntik secara
bergantian (IDU/injection drug user).
AIDS (Acquired Imumune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan
berbagai gejala menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang
yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit, karena
sistem kekebalan didalam tubuhnya telah menurun (Sabrawi, 1996). Sampai
sekarang belum ada obat yang menyembuhkan AIDS, agar kita dapat terhindar dari
HIV/AIDS, maka kita harus tau bagaimana penularan dan pencegahannya. (Riyadi,
2010)
B. Etiologi
Banyak orang yang mempunyai risiko tinggi untuk terkena AIDS. Oleh karena
itu upaya preventif dan kehati-hatian dari setiap individu harus selalu diperhatikan
mengingat HIV dapat ditularkan melalui beberapa cara, diantaranya adalah (Ditjen
PPM & PL Depkes RI, 2005 :
1. Hubungan seks/ heteroseksual/homoseksual (anal, oral, vagina) yang tidak
terlindung oleh orang yang telah terinfeksi HIV
2. IDU/penggunaan jarum suntik secara bergantian
3. Perinatal/ibu hamil mengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya
4. Tidak diketahui/kemungkinan karena kecelakaaan kerja di rumah sakit

2
Khusus untuk kasus HIV/AIDS pada anak, paling besar karena faktor perinatal.
Dimana ibu sudah menderita aids sebelumnya, entah itu karena didapat dari suami
atau yang lainnya. Kemungkinan yang lain adalah karena faktor kecelakaan di
rumah sakit, (klien mungkin terkena jarum suntik yang sudah terinfeksi virus HIV
atau bisa karena transfusi darah yang juga mengandung virus HIV) (Riyadi, 2010)
C. Stadium HIV/AIDS
Menurut Gunung (2002), gejala dari HIV/AIDS dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :
stadium infeksi akut, infeksi kronis dan AIDS.
1. Stadium infeksi akut
Pada fase stadium akut ini, tidak semua penderita menunjukkan gejala yang
spesifik, biasanya dalam kurun waktu 3-6 minggu mengalami plu, panas dan rasa
lelah yang berlangsung selama 1-2 minggu. Gejala timbul gejala lain seperti :
a. Bisul dengan bercak kemerahan, biasanya pada tubuh bagian atas tidak gatal
b. Sakit kepala
c. Sakit pada otot-otot
d. Sakit tenggorokan
e. Pembekakan kelenjar
f. Diare (menjret)
g. Mual-mual
h. Muntah
2. Stadium infeksi kronis
Infeksi kronis mulai 3-6 minggu setelah tubuh terinfeksi. Karena pada saat
terpapar tubuh memberikan perlawanan yang kuat terhadap virus HIV. Pada
stadium ini penderita tidak memperlihatkan gejala apapun dan bisa berlangsung
sampai 10 tahun. Walaupun tidak menunjukkan gejala yang spesifik, sistem
imunitas penderita semakin menurun . Pada organ normal CD4 sebesar 450-
12000 sel per ml, sedangkan pada penderita semakin turun, dan apabila CD4-nya
berada dibawah 200, maka penderita sudah masuk pada stadium AIDS.
3. Stadium AIDS

3
AIDS bukan penyakit tersendiri melainkan merupakan sekumpulan gejala infeksi
opurtunistik yang meneyertai infeksi HIV tersebut. Disini sistem imun sudah
rusak, sehingga didapatkan gejala yang sudah mulai khas, diantaranya adalah :
a. Selalu merasa lelah
b. Pembengkakan kelenjar pada leher atau lipatan paha
c. Panas yang berlangsung lebih dari 10 hari
d. Keringat malam
e. Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya
f. Bercak keunguan pada kulit yang tidak kunjung hilang
g. Pernafasan memendek
h. Diare berat yang berlangsung lama
i. Infeksi jamur (candida) pada mulut, tenggorokan, vagina
j. Mudah memar/pendarahan yang tidak bisa dijelaskan penyebabkan. (Riyadi,
2010)
D. Penanggulangan HIV/AIDS
Dua puluh tahun yang lalu, pencegahan HIV/AIDS merupakan sebuah tantangan
yang nyata pada ilmu kesehatan masyarakat . Sampai saat ini belum ada cara efektif
melawan penyakit ini. Selain itu, obat-obatan yang tersedia di pasaran saat ini juga
belum daqpat dimanfaatkan oleh semua penderita. Penanggulangan terhadap
merebaknya penularan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan berbagai upaya sebagai
berikut :
1. Upaya Promotif
Program pencegahan HIV/AIDS harus difokuskan pada pembentukan perilaku
individu untuk tidak terpapar pada rantai penularan HIV/AIDS, antara lain
melalui kontak seksual dan kontak jarum suntik. Bentuk kegiatannya akan
banyak berupa pendidikan pekerja (Workers Education) untuk meningkatkan
kesadaran akan resiko HIV/AIDS dan adopsi perilaku aman untuk mencegah
kontak dengan rantai penularan HIV/AIDS. Upaya promotif yang bisa
dilakuakan antara lain :

4
a. Pelayanan Promotif : Meningkatkan komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
tentang HIV AIDS
b. Promosi Perilaku Seksual Aman (Promoting Safer Sexual Behavior)
c. Promosi dan distribusi kondom (Promoting and Distributing Condom)
d. Norma Sehat di Tempat Kerja : tidak merokok, tidak mengkonsumsi Napza
e. Penggunaan alat Suntik yang aman (Promoting And Safer Drug Injection
Behavior)
2. Upaya Preventif
Upaya pencegahan penyakit ini merupakan cara yang terbaik untuk menekan
terus meningkatkan kejadian penyakit dan kematian akibat AIDS. Untuk
mencegah penyakit HIV/AIDS, konseling merupakan satu-satunya cara untuk
mempromosikan berbagai perubahan masyarakat.Untuk jangka panjang
diharapkan masyarakat akan mau mengadopsi perilaku yang berisiko.
Konseling sangat mutlak diperlukan pada saat seseorang mulai diketahui
mengidap HIV. Penderita akan merasa kehilangan harapan hidup dan tidak
mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab tentang hidupnya. Bagi
individu atau kelompok yang berperilaku risiko tinggi, mereka tidak mampu
mengambil keputusan apakah akan melakukan test HIV atau tidak ?. Isu penting
lainnya dalam penanggulangan HIV/AIDS adalah tentang menjaga rahasia
penderita baik untuk keluarga atau partner seksnya. Dengan kondisi seperti itu,
konseling sangat membantu penderita lebih berani menerima kenyataan hidupnya
setelah HIV masuk kedalam tubuhnya. Mereka dibantu agar mampu membuat
berbuat sesuatu secara berimbang. Upaya preventif dapat dilakuakan dengan
beberapa cara berikut :
a. Peningkatan gaya hidup sehat
b. Memahami penyakit HIV/AIDS, bahaya dan pencegahannya
c. Memahami penyakit IMS, bahaya dan cara pencegahannya
d. Diadakan konseling tentang HIV/AIDS pada pekerja secara sukarela dan tidak
dipaksa
3. Upaya Kuratif

5
Upaya kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati ODHA (orang dengan
HIV/AIDS). Pada saat ini terapi AIDS/HIV yang dilakukan adalah secara kimia
(Chemotherapy) yang menggunakan obat Anti Retroviral Virus (ARV) yang
berfungsi menekan perkembangbiakan virus HIV. Dengan terapi dengan
menggunakan ARV ini umumnya dilakukan dengan cara kombinasi dengan
beberapa jenis obat yang lain. Upaya kuratif dapat dilakukan dengan cara berikut
(Depkes, 2004):
a. Pencegahan dan pengobatan IMS (Infeksi Menular Seksual)
b. Penyediaan dan transfusi darah yang aman
c. Mencegah komplikasi dan penularan terhadap keluarga dan teman sekerjanya
d. Dukungan sosial ekonimi ODHA
Ada beberapa risiko relative seseorang terinfeksi HIV setelah terpapar secara
perkutaneus dari darah yang mengandung HIV. Jika hanya melalui pengelihatan/
inspeksi tidaklah dapat diketahui apakah seseorang sudah terinfeksi HIV atau
tidak karena pada kenyataannya pengidap HIV umumnya terlihat sangat sehat.
Satu-satunya cara untuk mengetahui hal ini adalah dengan melalui tes darah HIV.
Tes ini harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :
a. Bersifat rahasia
b. Atas persetujuan dari orang yang akan di tes
c. Bersifat sukarela atau tidak boleh dipaksa
d. Disertai dengan konseling faktor risiko tinggi terkena AIDS tersebut adalah:
Luka yang dalam, tampak darah pada kulit, Prosedur pasang jarum pada vena
atau arteri serta pasien dengan AIDS terminal (DC, 2001).
a. Pencatatan sesudah terpapar darah yang mengandung HIV
1) Waktu terjadinya paparan
2) Rincian prosedur yang sudah dilaksanakan dan penggunaan alat proteksi
pada saat terjadinya paparan
3) Jenis parahnya paparan dan jumlah cairan yang mengenai petugas
kesehatan
4) Rincian keadaan sumber dari pajanan (pasien HIV/AIDS)

6
5) Dokumentasi medic tentang rincian manajemen pasca pajanan HIV/AIDS
b. Manajemen Umum
1) Luka dan kulit di sekitarnya segera dibersihkan dengan sabu n dan air
mukosa dibilas dengan air
2) Profilaksi ARV segera diberikan pada pajanan dari komponen darah atau
cairan lain seperti semen,sekret
Vaginal, cairan serebrosvinal, cairan peleura, cairan synovial, peritoneal,
pericardial, amion.
3) Bila status HIV belum jelas, pemeriksaan HIV secara suka rela segera di
jalankan.
4) Bila hasil pemeriksaan HIV tidak bisa segera didapatkan, tidak perlu
penundaan pemberian Profilaksi HIV.
c. Jenis pajanan yang perlu segera diberikan profilaksis ARV
1) Koyaknya kulit oleh karena benda tajam seperti trocart, jarum suntik,
pecahan gelas yang terkontaminasi produk darah, cairan tubuh dan material
infeksius lainnya yang berasal dari pasien HIV
2) Gigitan pasien HIV yang menampakkan darah pada mulut pasien dan
terdapat luka berdarah pada petugas kesehatan
3) Terpapar produk darah atau cairan tubuh dan material infeksius pada
lapisan mukosa seperti mulut, hidung, dan mata
4) Terpapar produk darah atau cairan tubuh dan material infeksius pada
lapisan kulit yang tidak intak, atau luka kulit terbuka
d. Implementasi Pemakaian ARV
1) ARV segera diberikan dalam waktu dua jam sesudah terpajan dan jangan
lebih dari 36 jam sesudah terpapar
2) Regimen ARV yang diberikan merupakan obat pilihan yang sudah
direkomendasikan , kombinasi selain itu, harus dikonsultasikan pada
spesialis HIV-AIDS
3) Obat ARV harus selalu tersedia setiap saat ditempat kerja petugas
kesehatan

7
4) Ketersediaan obat ARV Profilaksis :
a) Apakah ARV profilaksis tersedia untuk penggunaan dalam waktu 2 jam
sesudah pajanan ?
b) Apakah ketersediaan ARV profilaksis untuk penggunaan selama 24-48
jam ?
c) Siapa yang berwenang untuk otorisasi pemberian ARV profilaksis ?
d) Bagaimana petugas kesehatan yang terpajan bisa mendapatkan ARV
untuk pengobatan selama 1 bulan ?
5) Pemeriksaan HIV secara rahasia dilakukan terhadap petugas kesehatan
yang terpajan pada saat terpapar dan dalam waktu 72 jam sesudah
pengobatan ARV profilaksis
6) Pemeriksaan HIV pada sumbernya dilakukan secara rahasia dan sukarela,
segera sesudah ada laporan adanya petugas kesehatan yang terpajan
7) Bila sumber pajanan HIV negatif, petugas kesehatan diberi tahu tentang
kemungkinan terjadinya negative palsu pada pemeriksaan HIV
8) Bila dinyatakan pemberian ARV profilaksi dihentikan, harus dicatat dalam
rekam medis
9) Pemberian ARV profilaksasi yang diberikan terdiri dari Duviral 2×1 tablet
perhari dan neviral dimulai dari 1×1 tablet perhari selama 2 minggu dan
dilanjutkan 2×1 tablet perhari pada 2 minggu berikutnya
10) Pemeriksaan HIV dilakukan pada hari 1 terpapar, 1 bulan sesudah terpajan,
3 bulan sesudah terpajan dan 6 bulan sesudah terpajan
11) Bila terjadi efek samping obat, segera dilaporkan ke spesialis HIV-AIDS
dan dicatat.
e. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan selama terapi ARV profilaksis
a. Serum transaminase hari 1, minggu ke-2 dan ke-4
b. Serum HIV hari 1, bulan1,3 dan 6
c. Darah lengkap hari 1, minggu ke-2 dan ke-4
d. Pemeriksaan fisik bulan 1,2,3,6
4. Upaya Rehabilitatif

8
Upaya pemulihan/rehabilitasi terhadap ODHA sangatlah penting demi
kelangsungan hidup penderita tersebut. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Yayasan Spritia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa masih banyak terjadi
stigma (cap/ pandangan buruk) dan diskriminasi di sektor perawatan kesehatan
termasuk di dalamnya konseling dan test HIV. Sebanyak 30% responden yang di
wawancarai pernah mengalami penolakan oleh petugas pelayanan kesehatan dan
bahkan 15% diantaranya mengalami penundaan pelayanan karena HIV. Dengan
demikian kedepan kasus-kasus diskriminasi seperti ini tidak terjadi kembali.
Adapun usaha yang perlu dilakuakan adalah :
a. Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuan yang
masih ada secara maksimal
b. Penempatan pekerja sesuai kemampuannya
c. Penyuluhan kepada pekerja dan pengusaha untuk menerima penderita ODHA
untuk bekerja seperti pekerja lain
d. Menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap pekerja ODHA oleh rekan
kerja dan pengusaha. (Riyadi, 2010)
E. Voluntary Counselling and Testing
Menurut organisasi kesehatan sedunia (WHO), VCT HIV/AIDS merupakan
komunikasi yang bersifat rahasia antara klien dengan konselor yang mempunyai
tujuan untuk meningkatkan kemampuan klien dalam menghadapi stress serta
mengambil keputusan yang berkaitan dengan HIV/AIDS. Proses konseling itupun
sudah termasuk dalam hal evaluasi risiko personal penularan HIV, fasilitas
pencegahan perilaku dan evaluasi penyesuaian diri ketika klien menghadapi hasil
test positif (Depkes, 2004)
Layanan VCT ini dapat digunakan untuk mengubah perilaku beresiko dan
memberikan informasi tentang pencegahan HIV. Disini klien dihadapkan
mendapatkan pengetahuan tentang cara penularan, pencegahan dan pengobatan
HIV. Sebagai contoh : penggunaan kondom saat melakukan seks, penggunaan alat
suntik yang steril dan tidak saling pinjam meminjam bagi pengguna narkoba suntik.
Seorang konselor dituntut untuk memberikan pengetahuan tentang hubungan antara

9
infeksi menular seksual (IMS) dengan HIV serta dapat merujuk klien ketika IMS
perlu dikenali dan diobati lebih lanjut.
Konseling HIV/AIDS harus dilakukan secara terarah dan difokuskan pada
kebutuhan fisik, sosial, fsikologik, serta spiritual klien. Hal penting yang harus
dipertimbangkan oleh setiap konselor adalah masalah infeksi dan penyakit,
kematian, kesedihan,diskriminasi sosial, seksualitas, gaya hidup serta pencegahan
penularan. Dalam melakukan konseling, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui
oleh seorang konselor, adapun tahapan tersebut adalah (Depkes, 2004) :
1. Tahap Satu, dalam tahap ini seorang konselor harus membangun hubungan yang
baik serta membina kepercayaan dengan klien, adapun caranya adalah sebagai
berikut :
a. Meyakinkan kerahasiaan dan mendiskusikan batas kerahasiaan pada klien
selama menjalani konseling
b. Mengizinkan ventilasi, dalam arti klien dibiarkan untuk mengungkapkan
segala perasaannya tanpa adanya paksaan dari konselor.
2. Tahap 2, dalam tahap ini diungkapkan mengenai definisi dan pengertian peran
batasan serta kebutuhannya yang meliputi:
a. Mengemukakan peran, dan batas dari hubungan dalam konseling
b. Memaparkan dan mengklarifikasi tujuan dan kebutuhan klien
c. Membantu mengurutkan prioritas tujuan dan kebutuhan lain
d. Melakukan pengambilan riwayat secara rinci menceritakan riwayat dengan
sedetail-detailnya.
e. menggali keyakinan, pengetahuan dan perhatian klien terhadap masalah
kesehatan yang dihadapinya.
3. Tahap 3 merupakan proses dukungan konseling berkelanjutan yang meliputi:
a. Melanjutkan ekspresi pikiran dan perasaan dari klien.
b. Mengenal berbagai alternatif dari pemecahan masalah yang ada.
c. Mengenali keterampilan penyesuaian diri yang sudah ada.
d. Mengembangkan keterampilan penyesuaian diri lebih lanjut.
e. Mengevaluasi alternatif pemecahan masalah dan dampaknya.

10
f. Memungkinkan perubahan perilaku dari kelainan setelah konseling.
g. Memonitor perjalanan kemajuan menuju tujuan.
h. Mendukung dan mempertahankan bekerja dengan masalah klien.
i. Rencana alternatif yang dibutuhkan.
j. Rujukan sesuai kebutuhan.
4. Tahap empat merupakan penutup atas mengakhiri hubungan konseling yang
dapat dilakukan dengan cara:
a. Selain bertindak sesuai dengan rencana yang telah disusun nya.
b. Klien penatalaksanaan dan menyesuaikan diri dengan fungsi sehari-hari
c. Sistem dokumen yang tersedia yang dapat diakses
d. Kenali strategi untuk memelihara perubahan yang sudah terjadi
e. Diskusi dalam merencanakan pengungkapan status
f. Interval perjanjian diperpanjang
g. Sumber dan rujukan yang tersedia dan diketahui serta dapat diakses
h. Meyakinkan klien tentang pilihan untuk kembali mengikuti konseling sesuai
dengan kebutuhan. (Riyadi, 2010)
F. Masalah Yang lazim muncul pada klien HIV/AIDS
1. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit anemia, malnutrisi
2. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan infeksi kuman nyeri abdomen
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Diare berhubungan dengan proses penyakit (Riyadi, 2010)
G. Discharge Planning
2. Ajarkan pada anak dan keluarga untuk menghubungi tim kesehatan bila terdapat
tanda-tanda atau gejala infeksi.
3. Ajarkan pada anak dan keluarga untuk mengamati respon terhadap pengobatan
dan pemberitahuan dokter tentang adanya efek samping.
4. Ajarkan pada anak dan keluarga tentang penjadwalan pemeriksaan lebih lanjut.
(Riyadi, 2010)
2.2 Asuhan Keperawatan Pada Anak HIV-AIDS Positif
A. Pengkajian Keperawatan

11
Pada penkajian anak yang terinfeksi dengan HIV positif dan AIDS meliputi :
identitas terjadinya HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata di masa perinatal
sekitar usia 9-17 bulan. Keluhan utama dapat berupa demam dan diare
berkepanjangan, takipne, batuk, sesak napas, dan hipoksia (keadaan yang gawat).
Kemudian diikuti adanya peruabhan berat badan dan tinggi badan yang naik, diare
lebih dari 1 bulan, demam yang menetap ( lebih dari 1 bulan), dermatitis yang
menyeluruh. Pada riwayat penyakit dahulu, adanya riwayat transfusi darah pada ibu
atau hubungan seksual. Kemudian pada riwayat penyakit dalam keluarga dapat
dimungkinkan adanya orang tua yang terinfeksi HIV atau penyalahgunaan zat/obat ;
adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV (50% tertular untuk anaknya) ;
adanya penularan dapat terjadi pada minggu ke-9 hingga minggu ke-20 dari
kehamilan adanya penularan pada proses melahirkan, terjadi konak darah dan bayi
adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui air susu ibu. Adanya kegagalan
pertumbuhan (failure totbrive). (Nursalam, 2010)

Riwayat imunisasi dengan jadwal sebagai berikut :

Usia Vaksin
2 bulan DPT, polio, hepatitis b
4 bulan DPT, polio, hepatitis b
6 bulan DPT, polio, hepatitis b
12 bulan Testuberculin
15 bulan MMR, Hepatitis
18 bulan DPT, Polio, MMR
24 bulan Vaksin pneumukokus
4-6 tahun DPT, Polio, MMR
14-16 tahun DPT, Campak

Pemberian Imuniasi Bayi dan Anak yang Sehat di Rumah Sakit

Usia Antigen
0 bulan Hepatitis B-1, BCG, Polio 1
2 bulan Hepatitis B-2, DPT 1, Polio 2
3 bulan DPT 2, Polio 3
4 bulan DPT 3, Polio 4

12
9 bulan Hepatitis B-3, Campak

Pemberian Imunisasi Bayi Lahir di Rumah :

Usia Antigen
2 bulan BCG, DPT 1, POLIO 1
3 bulan HEPATITIS B-1, DPT 2, POLIO 2
4 bulan HEPATITIS B-2, DPT 3,polio
9 bulan Hepatitis B3, campak,polio 4

Pada pengkajian faktor resiko dan bayi untuk tertular HIV diantarnya. Bayi yang
lahit dari ibu dengan pasangan biseksual,bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan
berganti-ganti, bayi yang lahi dari ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena,
bayi atau anka yang mendpat transfuse darahatau produk darah berulang, bayi atau
anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang tidak steril, dan anak
remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.

Gamabaran klinis pada ank non spesisfik seperti gagal tumbuh, berat badan
menurun, anemia, panas berulang, limfadenopati, hepatosplenomegali, adanya infeksi
oportunis yang merupakan infeksi oleh kuman, parasite, jamur, atau protozoa yang
menurunkan fungsi imun, pada imunitas seluler sperti adanya kandidiasis mulut yang
menyebar ke esophagus, adanya peradangan paru, enselofati dan lain-lain.

Secara umum kronologis perjalanan HIV dan AIDS terbagi menjadi 4 stadium:

1. Stadium HIV
Dimulai dengan masukknya HIV yang di ikuti terjadinya perubahan serologic
ketika antibody terhadap virus tersebut dari negaatif menjadi positif. Waktu
masukknya HIV positif selama 1-3 bbulan atau bisa sampai 6 bulan.
2. Stadium asimtomatis (tanpa gejala)
Menunjukkan di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum menunjukkan
gejala dan dapat berlangsung 5-10 tahun
3. Stadium pembesaran kelenjar limfe

13
Menunjukkan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata dan
berlangsung lebih dari 1 bulan.
4. Stadium AIDS
5. Merupakan tahap terakhir infeksi HIV. Keadaaan ini disertai dengan macam-
macam penyakit infeksi sekunder dengan gejala klinis sebagai berikut :
a. Gejala myor :
1) Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
2) Diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus-menerus
3) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan
b. Gejala minor
1) Bentuk kronis selama 1 bulan
2) Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candid albicans
3) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di selur tubuh
4) Munculnya harpes zoster berulang
5) Bercak-bercak dan gatal-gatal di seluruh tubuh. (Nursalam, 2010)
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan mata didapatkan adanya cotton wool spot (bercak katun
wool) pada retina, retinitis sitomegalovirus, dan khoroiditis toksoplasma,
perivaskulitis pada retina, infeksi pada tepi kelopak mata (blefaristis), mata merah,
perih, gatal, berair, banyak sekret serta berkerak, lesi pada retina dengan gambaran
bercak/eksudat kekuningan, tunggal/mutipel, pada satu atau kedua mata
(Toxoplasma gondii). Pada mulut adanya stomatisis, gangrenosa, periodontitis,
sarcoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar, kemudian menjadi
biru, sering pada platum (Bates Barbara:1998); Pada telinga didapat adanya otitis
media, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada mukosa
mulut, faringitis, kandidisiasis esophagus, kandidiadis mulut, selaput lendir kering,
pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa. Pada
sistem integument adanya varisela: lesi sangat luas vesikel yang besar, haemorargi,
menjadi nekrose timbul ulserasi; herpes zoster: vesikel menggerombol, nyeri panas
serta malaise, aczematoid gangrenosum dan scabies sering dijumpai. Pada sistem

14
kemih, adanya pembesaran kelenjar parotis, limfadenopati, pembesaran kelenjar
yang menyeluruh; pada sistem neurologi didapatkan sakit kepala, somnolen, sukar
konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang, enselofati, gangguan
psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan
perkembangan. Pada sistem muskuloskletal adanya nyeri otot, nyeri persendian,
letih, gangguan gerak (ataksia).
Kemudian pada pemeriksaan diagnostic atau laboraturium didapatkan
adanya anemia, leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4
dibawah 200 fase AIDS normal : 1.000-1200 permiktrositer, tes anti body, anti HIV
(Tes Elisa) menunjukkan terinfeksi HIV atau tidak, atau dengan menguji anti body
HIV. Test ini meliputi tes elisa, Latex, Aggulutination, dan Watern blot. Penilaian
Elisa dan Latex menunjukkan orang terinfeksi HIV atau tidak, apabila dikatakan
positif HIV harus dipastikan dengan test Western blot.
Tes lain adalah dengan cara menguji anti gen HIV yaitu test anti gen P24
(dengan polymerase chain reaction-PCR), kulit dideteksi dengan anti body
(biasanya digunakan pada bayi baru lahir dengan ibu yang terjangkit HIV).
(Nursalam, 2010)
C. Diagnosa/ Masalah Keperawatan
Diagnosa atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan HIV/AIDS
antara lain :
a. Resiko infeksi
b. Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan)
c. Kurangnya volume cairan
d. Gangguan integritas kulit
e. Perubahan atau gangguan membran mukosa
f. Ketidakefektifan koping keluarga
g. Kurangnya pengetahuan keluarga
D. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Resiko Infeksi

15
Resiko terjadinya infeksi pada anak dengan HIV/AIDS, sehingga tindakan
diarahkan ke peningkatan daya tahan tubuh. Pada masalah ini tujuan yang ingin
dicapai adalah meminimalkan resiko terhadap infeksi pada anak.
Tindakan :
1. Kaji perubahan tanda-tanda infeksi (demam, peningkatan nadipeningkatan
kecepatan napas, kelemahan tubuh, atau letargi)
2. Kaji faktor yang memperburuk, terjadinya infeksi seperti usia, status nutrisi,
penyakit kronis lain.
3. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam, tanda vital merupakan indikator
terjadinya infeksi
4. Monitor sel darah putih dan hitung jenis setiap hari untuk memonitor
terjadinya neutropenia.
5. Ajarkan dan jwlaskan pada keluarga dan pengunjung tentang pencegahan
secara umum, untuk menyiapkan keluarga/pengunjung turut serta memutus
rantai penularan HIV/AIDS
6. Instrusikan pada seluruh pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan sesudah
memasuki ruangan pasien
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik, antiviral, antijamur
sesuai saran dokter , untuk membunuh kuman penyebabnya
8. Lindungin individu dari resiko infeksi dengan universal precaution
b. Kurang Nutrisi (Kurang dari Kebutuhan)
Terjadinya kekurangan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
anoreksia, diare, nyeri, dan tujuan yang diharapkan adalah kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
Tindakan :
1. Kaji perubahan status nutrisi dengan menimbang berat badan setiap hari
2. Monitor asuppan dan keluaran tiap 8 jam dan turgor kulit
3. Berikan makanan tinggi kolera dan tinggi parenteral
c. Kurang Volume Cairan Tubuh

16
Kurangnya volume cairan tubuh pada anak dapat disebabkan karena diare yaitu
dampak dari infeksi oportunis saluran pencernaan. tujuan dari rencana ini adalah
volume cairan dapat terpenuhi, dengan hasil yang diharapkan adalah sebagai
berikut : asupan dan keluaran seimbang, kadar elektrolit tubuh dalam batas
normal, nadi perifer teraba, penekanan darah perifer kembali dalam waktu
kurang dari 3 detik, keluaran urin minimal 1-3 cc/kg bb per jam.
Tindakan :
1. Berikan cairan sesuai dengan indikasi atau toleransiukurlah asupan termasuk
urine, tinja
2. Monitor kadar eletrolit dalam tubuh
3. Kaji tanda vital, waktu penekanan daerah perifer, nadi perifer, turgor kulit,
mukosa membran, ubun-ubun tiap 4 jam.
4. Monitor urine tiap 6-8 jam sesuai dengan kebutuhan
5. Kolaborasi pemberian cairan intravena sesuai dengan kebutuhan
c. Gangguan Integritas Kulit
Gangguan integritas kulit dapat disebabkan oleh diare yang terus-menerus
(kontak berulang feses yang bersifat asam). tujuan yang ingin dicapai adalah
tidak terjadi gangguan integritas terganggu serta kulit utuh, bersih, dan kering.
Tindakan :
1. Gantilah popok atau celana anak apabila basah
2. Bersihkan pantat dan keringkan setiap kali buang air besar (defekasi)
3. Gunakan salep atau losion
d. Perubahan Atau Gangguan Mukosa Membran Mulut
Perubahan atau gangguan mukosa menbran mulut dapat disebabkan adanya lesi
membran mukosa dampak dari jamur dan infeksi herpes, radang mukosa dampak
dari pemgobatan, dan higiene oral yang tidak adekuat. tujuan yang ingin dicapai
adalah tidak terjadi gangguan mukosa mulut, dengan hasil yang diharapkan
mukosa mulut lembab, tidak ada lesi, kebersihan mulut cukup, anak atau orang
tua mampu mendemonstrasikan teknik kebersihan mulut secara efektif.
Tindakan :

17
1. Kaji membran mukosa
2. Berikan pengobatan sesuai saran dokter
3. Lakukan perawatan mulut tiap 2 jam
4. Gunakan sikat gigi yang lembut untuk membersihkan gigi, gusi dan lidah
5. Oleskan garam fisiologis tiap 4 jam dan sesudah membersihkan mulut
6. Kolaborasi pemberian obat profilaksis (ketokonazole, fluconazole) selama
pengobatan
7. Gunakan antiseptik oral
8. Check up gigi secara teratur
e. Ketidakefektifan Koping Keluarga
Ketidakefektifan koping keluarga ini dapat disebabkan oleh adanya penyakit
menahun dan progresif. Tujuan yang ingin dicapai adalah koping keluarga
efektif, dengan hasil yang diharapkan adalah orang tua mampu mengekspresikan
secara verbal tentang rasa takut, perasaan bersalah, rasa kehilangan, orang
mampu mengenali kebutuhan dirinya, dan cara memecahkan masalah serta
menganalisis kekuatan diri dan dukungan sosial, orang tua mampu mengambil
keputusan yang tepat dan orang tua turut serta dalam perawatan anak.
Tindakan :
1. Konseling keluarga
2. Observasi ekspresi orang tua tentang rasa takut, bersalah dan kehilangan
3. Diskusikan dengan orang tua tentang kekuatan diri dan mekanisme koping
dengan mengidentifikasi dukungan sosial
4. Libatkan orang tua dalam perawatan anak
5. Monitor interaksi orang tua-anak
6. Monitor tingkah laku orang tua
f. Kurang pengetahuan
Kurangnya pengetahuan pada keluarga ini dapat disebabkan perawatan anak
yang kompleks di rumah, dan tujuan yang ingin dicapai adalah secara verbal
keluarga dapat mengungkapkan atau menjelaskan proses penyakit, penularan,
pencegahan dan perawatan dengan hasil yang diharapkan orang tua mampu

18
menjelaskan secara global tentang diagnosa, proses penyakit dan kebutuhan
home care, orang tua memahami daftar pengobatan, efek samping dan dosis obat,
orang tua memahami kebutuhan perawatan yang khusus bagi anaknya, dan orang
tua mampu menjelaskan bagaimana HIV menular.
Tindakan :
1. Kaji pemahaman tentang diagnosa, proses penyakit, dan kebutuhan home care
2. Jelaskan daftar pengobatan, efek samping obat dan dosis
3. Jelaskan dan demonstrasikan cara perawatan khusus
4. Jelaskan cara penularan HIV dan bagaimana cara pencegahannya
5. Anjurkan cara hidup normal pada anak (Nursalam, 2010)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

19
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat
di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti didalam darah, air mania tau
cairan vagina (Gunung, 2002). Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh
berbagai macam penyakit, karena sistem kekebalan didalam tubuhnya telah menurun
(Sabrawi, 1996). Oleh karena itu, kita sangat perlu untuk mengedukasikan kepada
masyarakat bagaimana pentingnya kita mengetahui tentang penyakit tersebut. agar
masyarakata memiliki pengetahuan, kemampuan untuk menjauhi penyakit yang sangat
berbahaya ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. A. (2011). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. Kurniawati, N. D. (2012). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


TERINFEKSI HIV/AIDS. Jakarta Salemba Medika.

Nursalam. Susilaningrum, R. U. (2010). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk


Perawat Dan Bidan). Jakarta: Salemba Medika.

Riyadi, S. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

21

Anda mungkin juga menyukai