Faktor Lingkungan, Perilaku Dan Penyakit Malaria (2017) PDF
Faktor Lingkungan, Perilaku Dan Penyakit Malaria (2017) PDF
Abstrak
Banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria. Secara teoritis dan beberapa
penelitian bahwa, faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik merupakan
determinan yang berhubungan erat dengan risiko penduduk terserang malaria. Sumber penyakit
malaria berasal dari kondisi lingkungan yang cocok bagi kehidupan nyamuk Anopheles, sehingga
populasi nyamuk meningkat maka risiko terserang malaria semakin besar. Sektor pelayanan
kesehatan juga menjadi penting, karena mempunyai peran untuk mengatasi masalah dengan
segera dalam jangka waktu yang pendek. Kedua hal tersebut sangat dipengaruhi oleh tipe perilaku
yang ada di masyarakat, sehingga menjadi sangat penting dalam pengendalian malaria.
Abstract
Many factors are related to the incidence of malaria. Theoretically and several studies that,
environmental factors, behavior, health and genetic services is a determinant that is closely related
to the risk of malaria infected population. The source of malaria disease comes from environmental
conditions suitable for Anopheles mosquito life, so the mosquito population increases the risk of
malaria is greater. The healthcare sector is also important, because it has a role to deal with the
problem immediately in the short term. Both of these are strongly influenced by the type of
behavior that exists in the community, so that it becomes very important in the control of malaria.
Keywords: Malaria
Korespondensi: Sutarto, alamat Jl. Prof. Dr. Ir. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung, HP 08127270605, e-mail
sutartoabbastayeb11@gmail.com
sel darah merah terinfeksi. Sizon-sizon dalam lahir berupa demam, iritabilitas (mudah
sel darah merah yang pecah secara berulang, terangsang sehingga sering menangis/rewel),
berhubungan dengan munculnya gejala-gejala pembesaran hati dan limpa, anemia, tidak
malaria, ditandai dengan demam dan mau makan/minum, serta kuning pada kulit
menggigil secara periodik. Setelah proses dan selaput lendir.8
siklus sizogoni dalam darah berulang, Malaria transfusi adalah infeksi malaria
beberapa merozoit tidak lagi menjadi sizon, yang ditularkan melalui transfusi darah dari
tetapi berubah menjadi gametosit dalam sel donor yang terinfeksi malaria, pemakaian
darah merah.9 jarum suntik bersama-sama pada pecandu
Fase seksual dimulai dari gametosit narkoba/melalui transplantasi organ. Parasit
yang matang dihisap oleh nyamuk Anopheles, malaria dapat hidup selama 7 hari dalam
di dalam lambung nyamuk terjadi proses darah donor. Biasanya, masa inkubasi malaria
ekflagelasi gametosit jantan. Selanjutnya transfusi lebih singkat dibandingkan infeksi
pembuahan terjadi di dalam tubuh nyamuk malaria secara alamiah.8
ketika gametosit jantan dan betina bertemu Klasifikasi malaria berdasarkan
dan menghasilkan zigot, kemudian berubah serangan demam, dapat dibedakan dalam
menjadi ookinet, dan bergerak aktif tiga stadium klasik malaria, yaitu stadium
menembus mukosa lambung. Ookinet dingin (cold stage), stadium ini diawali
berubah menjadi kista ookista, kemudian dengan demam menggigil, perasaan yang
menghasilkan puluhan ribu sporozoit dalam sangat dingin, dan gigi gemeretak, biasanya
waktu beberapa jam saja sporozoit akan penderita menutupi tubuhnya dengan pakaian
menumpuk ke dalam kelenjar ludah nyamuk. atau selimut yang tebal. Nadi cepat tetapi
Sporozoit ini bersifat infektif bagi manusia.9 lemah, bibir dan jari pucat/kebiru-biruan,
Klasifikasi kulit kering dan pucat. Penderita sering
Penyakit malaria dapat diklasifikasikan muntah dan pada anak-anak sering terjadi
berdasarkan jenis plasmodium, cara kejang. Stadium ini berlangsung antara
penularan, dan serangan demam. Jenis 15menit-1jam bersamaan dengan
plasmodium meliputi penyakit malaria tropika meningkatnya suhu tubuh. Stadium demam
yang disebabkan oleh P. falciparum, malaria (hot stage), setelah merasa kedinginan,
tertiana yang disebabkan oleh P. vivax, pada stadium ini penderita merasa
malaria quartana yang disebabkan oleh P. kepanasan, muka merah, kulit kering dan
malariae dan malaria ovale yang disebabkan terasa sangat panas, seperti terbakar, sakit
oleh P. ovale. Seorang penderita dapat kepala dan enek serta sering kali terjadi
dihinggapi lebih dari satu jenis plasmodium, muntah, denyut nadi menjadi kuat lagi.
yang sering disebut sebagai infeksi campuran. Biasanya penderita merasa sangat haus dan
Biasanya, penderita paling banyak dihinggapi suhu tubuh dapat meningkat sampai dengan
2 (dua) jenis plasmodium.8 410C atau lebih, stadium ini berlangsung
Penyakit malaria juga dapat dibedakan antara 2-4 jam. Stadium berkeringat
berdasarkan cara penularannya, yaitu alamiah (sweating stage), pada stadium ini
dan non alamiah. Penularan alamiah adalah penderita berkeringat banyak sekali. Suhu
penularan melalui gigitan nyamuk anopheles menurun dengan cepat, kadang-kadang
yang mengandung parasit malaria sampai di bawah suhu normal. Penderita
(plasmodium). Sedangkan penularan non biasanya dapat tidur nyenyak dan pada saat
alamiah penyakit malaria dari satu orang ke bangun dari tidur, pendeita merasa lemah
orang lainnya melalui kongenital (malaria tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini
bawaan) dan transfusi darah (malaria berlangsung antara 2-4 jam.10
mekanik). Malaria kongenital adalah malaria Ketiga serangan demam tersebut
pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya ditemukan pada penderita yang berasal dari
menderita malaria. Penularan terjadi karena daerah non endemis, yang mendapatkan
kelainan pada sawar plasenta (selaput yang penularan dari daerah endemis atau yang
melindungi plasenta) sehingga tidak ada pertama kali menderita penyakit malaria.
penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya.
Selain melalui plasenta, penularan juga dapat
melalui tali pusat. Gejala pada bayi yang baru
berpengaruh terhadap kejadian malaria bila rawa-rawa berisiko terkena penyakit malaria
jarak dengan pemukiman penduduk sangat sebesar 4,503 kali.6
dekat. Jarak ini dikaitkan dengan jarak terbang Demikian pula penelitian di salah satu
nyamuk Anopheles maksimal 2 km. kecamatan di Kota Bandar Lampung,
Lingkungan fisik memegang peranan sebagai keberadaan tempat perindukan di sekitar
tempat hidup nyamuk vektor berupa tempat rumah dengan kejadian malaria dengan nilai
perindukan alami (rawa, lagun, genangan air p-value=0,000 & OR=3,77 (95% CI: 1,98-7,21),
di hutan dan lain-lain) dan buatan manusia artinya orang berisiko menderita malaria
(sawah, kolam ikan, tambak ikan/udang, parit sebesar 3,77 kali bila jarak rumah dengan
pengairan, genangan air hujan).2,12 tempat perindukan nyamuk <2 km. Demikian
Berdasarkan lama air menggenang, pula semakin banyak tempat perindukan
tempat perindukan nyamuk dapat dibagi nyamuk di sekitar rumah yang berjarak <2 km,
menjadi tempat perindukan yang permanen maka semakin meningkat pula risiko orang
(rawa, sawah, mata air, dan kolam) dan untuk tertular penyakit malaria.16
tempat perindukan yang temporer (muara Lingkungan Biologik
sungai yang tertutup pasir di pantai, lagun, Lingkungan biologi merupakan
genangan air payau, cekungan air di dasar lingkungan flora dan fauna, seperti tumbuhan
sungai sewaktu kemarau, dan sawah tadah bakau, lumut dan ganggang dapat
hujan).10 mempengaruhi kehidupan larva nyamuk.
Perubahan lahan terhadap penyakit Adanya tumbuh-tumbuhan dapat melindungi
malaria di Thailand Utara berdampak penting larva dari sinar matahari maupun serangan
pada kesehatan manusia dan dari mahluk hidup lain. Populasi nyamuk di
perkembangbiakanan nyamuk. Perubahan suatu daerah ditentukan juga oleh adanya
lahan dapat mempengaruhi tempat berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan
15
perindukan dan distribusi vektor. kepala timah, ikan gabus, ikan nila dan ikan
Berkaitan dengan faktor lingkungan mujair. Adanya ternak besar seperti sapi dan
fisik, penduduk yang bertempat tinggal di kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan
sekitar tempat perindukan nyamuk berisiko nyamuk pada manusia, apabila kandang
2,31 kali untuk terserang malaria daripada hewan tersebut terletak dekat dengan rumah
penduduk yang tempat tinggal di sekitarnya tinggal.17
tidak ada tempat perindukan nyamuk, dengan Dalam hidupnya, nyamuk Anopheles
p-value=0,000; OR=2,32; CI-95% : 1,401-3,23. mengalami siklus hidup. Host penular malaria
Orang yang tinggal di sekitarnya terdapat hanya nyamuk Anopheles betina. Nyamuk
lubang galian pasir berisiko 3,18 kali untuk Anopheles betina menghisap darah manusia
terserang malaria dibandingkan orang yang di untuk pertumbuhan telurnya. Nyamuk
sekitar tempat tinggalnya tidak ada lubang Anopheles mengalami metamorfosa
galian pasir, dengan nilai p-value=0,000 dan sempurna mulai dari telur, jentik,
OR=3,18 dengan CI-95% : 1,798-5,637. Dari kepompong/pupa hingga nyamuk dewasa.
hasil uji multivariat diperoleh nilai p-value Jentik dan pupa hidup di air sedangkan
=0,000 dan OR meningkat menjadi 5,260 nyamuk dewasa hidup di darat/udara.
dengan CI (2,663-10,389) artinya setelah Nyamuk dewasa akan meletakkan telurnya di
dikontrol dengan variabel-variabel lain lubang permukaan air, ±100-300 butir sekali bertelur.
tempat galian pasir berisiko terkena penyakit Setelah 1-2 hari telur menetas menjadi jentik,
malaria sebesar 5,260 kali. Kemudian kemudian jentik menjadi kepompong. Waktu
penelitian ini juga menjelaskan bahwa orang yang diperlukan untuk menjadi kepompong
yang berada di sekitar tempat tinggalnya adalah sekitar 8-10 hari. Kepompong
terdapat rawa-rawa/belukar berisiko 3,242 merupakan stadium istirahat dan tidak
kali untuk terserang malaria daripada orang makan, dan pada stadium ini terjadi proses
yang di sekitar tempat tinggalnya tidak pembentukan alat-alat tubuh nyamuk. Tahap
terdapat rawa-rawa/belukar (p value = 0,001 ini memerlukan waktu 1-2 hari.17
dan OR 3,242). Dari hasil uji multivariat Nyamuk yang baru keluar setelah
diperoleh nilai p value = 0.000 dan OR = 4,503 bersentuhan dengan udara, akan terbang
artinya setelah dikontrol dengan variabel lain untuk mencari makan berupa cairan
tumbuhan di sekitarnya dan nyamuk betina
akan menghisap darah untuk kebutuhan terjadi siklus aseksual plasmodium dan
pertumbuhan telur. Umur nyamuk jantan nyamuk sebagai host definitive, karena di
cenderung lebih pendek yaitu kira-kira 1 (satu) dalam tubuh nyamuk terjadi siklus seksual
minggu, sedangkan nyamuk betina lebih plasmodium. Pada prinsipnya setiap orang
panjang yaitu sekitar 1-2 bulan. Nyamuk dapat terinfeksi plasmodium, karena tubuh
betina mengalami masa kawin satu kali manusia merupakan tempat berkembangbiak
seumur hidup dan biasanya terjadi 24-48 jam plasmodium. Ada beberapa faktor intrinsik
setelah keluar dari telurnya.17 yang dapat mempengaruhi kerentanan
Berkaitan dengan lingkungan biologi, manusia terhadap plasmodium. Faktor-faktor
nyamuk Anopheles juga perlu diketahui tersebut meliputi usia, jenis kelamin, ras,
tentang sifat menghisap darah untuk sosial ekonomi, status perkawinan, riwayat
berkembang biak. Perilaku nyamuk Anopheles penyakit sebelumnya, perilaku, keturunan,
sangat menentukan untuk proses penularan status gizi dan tingkat imunitas.10
malaria. Ringkasnya, beberapa perilaku Perilaku manusia yang berhubungan
nyamuk yang penting berdasarkan tempat dengan penyakit malaria dapat dijelaskan
hinggap atau istirahat terdapat 2 tipe, yaitu berdasarkan cara hidup. Cara hidup manusia
Eksofilik (nyamuk lebih suka hinggap dan berpengaruh terhadap penularan penyakit
istirahat di luar rumah) dan Endofilik (nyamuk malaria, sebagai contoh bahwa kebiasaan
lebih suka hinggap dan istirahat di dalam tidak memakai anti nyamuk waktu tidur dan
rumah). Berdasarkan tempat mengigit senang begadang, akan lebih cepat terinfeksi
terdapat 2 tipe, yaitu Eksofagik (nyamuk lebih malaria. Seperti yang telah dilakukan di
suka menggigit di luar rumah) dan Endofagik Kabupaten Donggala tentang faktor perilaku
(nyamuk lebih suka menggigit di dalam penggunaan anti nyamuk yang berhubungan
rumah). Berdasarkan objek yang digigit, dengan kejadian malaria yaitu orang yang
terdapat 2 tipe, yaitu antropofilik (nyamuk tidak memakai anti nyamuk berisiko 2,166 kali
lebih suka menggigit manusia) dan zoofilik daripada orang yang memakai anti nyamuk (p-
(nyamuk lebih suka menggigit hewan).10 value<0,05) dan tindakan keluarga untuk
Penelitian di Kabupaten Belitung, melindungi anggota dari gigitan nyamuk
bahwa kebiasaan tidak memelihara ternak dengan hasil OR = 2,316.20
besar berisiko terkena malaria 2,12 kali Penelitian tentang penggunaan
daripada orang yang memelihara ternak besar kelambu berinsektisida untuk mencegah
dengan p-value = 0,002; OR = 2,12; CI-95% : kejadian malaria pada ibu hamil, dipengaruhi
1,305-3,455. Kebiasaan keluarga beternak oleh faktor mahalnya harga kelambu
hewan besar, seperti sapi dan kerbau, akan berinsektisida dan persepsi masyarakat
melindungi keluarganya dari gigitan nyamuk.18 bahwa, insektisida berbahaya bagi ibu hamil.
Disamping itu, rumah yang mempunyai Faktor lain yang dapat menurunkan cakupan
halaman luas dan kebun yang tidak terawat di pemakaian kelambu pada ibu hamil, adalah
sekitarnya adalah kondisi sangat cocok untuk perilaku suami yang tidak berminat memakai
tempat tinggal atau istirahat nyamuk. Nyamuk kelambu.21
umumnya beristirahat di bawah batang Beberapa penelitian yang membuktikan
pisang, di bawah rumput-rumputan yang bahwa, pemakaian kelambu secara teratur
lembab dan teduh.10 pada waktu tidur malam hari dapat
Sejalan dengan hasil penelitian tersebut mengurangi kejadian malaria. Penelitian yang
di atas, Friaraiyatini menegaskan bahwa telah dilakukan di Afrika bahwa, penggunaan
vegetasi di sekitar rumah penduduk kelambu berinsektisida merupakan salah satu
berhubungan erat terhadap kejadian malaria cara terbaik untuk melindungi anak anak dari
(p-value<0,01). Adanya vegetasi di sekitar penyakit malaria. Karena distribusi kelambu
rumah merupakan tempat yang paling baik yang lambat menyebabkan hampir 90 juta
sebagai tempat beristirahat bagi nyamuk pada anak umur di bawah 5 tahun belum
siang hari.19 menggunakan kelambu. Diperkirakan dengan
peningkatkan distribusi kelambu tahun 2000–
Faktor Perilaku 2007 dari 1,8%-18,5%, tetapi masih terdapat
Status manusia sebagai host 89,6 juta anak yang belum terlindungi dari
intermediate, karena dalam tubuh manusia risiko terserang P. falciparum.1
Tabel 5
Pengobatan dengan obat lini kedua untuk Malaria Falciparum
Jumlah tablet per hari berdasarkan golongan umur
Hari Nama Obat
0-1 2-11 1-4 5-9 10–14 > 15
Kina bulan
*) bulan
*) tahun
3x½ tahun
3x1 tahun
3 x 1½ tahun
3x2
1 Doksisiklin - - - - 2 x 1 **) 2 x 1 ***)
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2–3
Kina *) *) 3x½ 3x1 3 x 1½ 3 x (2-3)
2-7
Doksisiklin - - - - 2 x 1 **) 2 x 1 ***)
Sumber : Deprtemen Kesehatan, 2008.
Table 6
Pengobatan dengan obat garis kedua untuk Malaria Falciparum
Jumlah tablet per hari berdasarkan golongan umur
Hari Nama Obat
0-1 2-11 1-4 5-9 10–14 > 15
Kina bulan
*) bulan
*) tahun
3x½ tahun
3x1 tahun
3 x 1½ tahun
3 x (2-3)
1 Tetrasiklin - - - - 2 x 1 **) 4 x 1****)
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2–3
Kina *) *) 3x½ 3x1 3 x 1½ 3 x (2-3)
2-7
Tetrasiklin - - - - *) 4 x 1****)
Sumber : Deprtemen Kesehatan, 2008 .
terserang malaria. Sumber penyakit malaria 9. Sutrisna, P. Malaria secara ringkas, Penerbit
berasal dari kondisi lingkungan yang cocok buku kedokteran, Jakarta; 2004.
bagi kehidupan nyamuk Anopheles, sehingga 10.Departemen Kesehatan RI. 2003, Modul
populasi nyamuk meningkat maka risiko epidemiologi malaria, Direktorat Jenderal
terserang malaria semakin besar. Sektor Pemberantasan Penyakit Menular dan
pelayanan kesehatan juga menjadi penting, Penyehatan Lingkungan Pemukiman,
karena mempunyai peran untuk mengatasi Departemen Kesehatan RI, Jakarta; 2003.
masalah dengan segera dalam jangka waktu 11.Centers for Diseases Control and
yang pendek. Kedua hal tersebut sangat Prevention. 2006, Disease, content source :
dipengaruhi oleh tipe perilaku yang ada di Division of parasitic diseases national
masyarakat, sehingga menjadi sangat penting center for zoonotic, vector-borne, and
dalam pengendalian malaria. enteric diseases (ZVED), Page last modified :
September 21, 2006, http://www.cdc.gov
12.Pribadi W. Malaria, Balai Penerbit Fakultas
Daftar Pustaka Kedokteran-Universitas Indonesia, Jakarta;
1. WHO. Malaria in the south-east asia region, 1994
New Delhi; 1997. 13.Chin J. Manual pemberantasan penyakit
2. Harijanto P. Malaria : Epidemiologi, menular, CV. Infomedia, Jakarta; 2006.
patologis, manifestasi klinik & penanganan, 14.Setya, Faulah, et al. Prevalensi malaria pada
Penerbit EGC, Jakarta Harijanto; 2000. anak-anak di beberapa sekolah dasar
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kecamatan Padang Cermin Lampung
surveilans malaria, Ditjen PP dan PL, Dit. Selatan, Majalah Kesehatan Masyarakat
Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Indonesia; 1997.
Jakarta; 2006. 15.Sophie O. Impact of land-use change on
4. Imran A. Faktor yang berhubungan dengan dengue and malaria in Northern Thailand,
perilaku masyarakat dalam upaya EcoHealth Journal Consortium
pemberantasan Penyakit Malaria di Kota (www.cdc.gov/)
sabang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 16.Marsa F. Hubungan tempat perindukan
tahun 2003, [Thesis] Program Pascasarjana nyamuk dengan kejadian malaria di
FKM Universitas Indonesia Program Studi Kecamatan Teluk Betung Kota Bandar
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Depok; 2003. Lampung Tahun 2002, [Thesis] Program
5. Gandahusada S. Fight againts malaria in Pascasarjana FKM Universitas Indonesia
indonesia, The National Institute Of Health Program Studi Epidemiologi Komunitas,
Research and Develepment, Ministry of Depok
Health Republic of Indonesia; 1990. 17.Departemen Kesehatan RI. Epidemiologi
6. Fardiani. Faktor Lingkungan yang penyakit malaria,, Direktorat Jenderal
berhubungan dengan kejadian malaria di Pemberantasan Penyakit Menular dan
Kecamatan Nongso Kota Batam, [Thesis] Penyehatan Lingkungan Pemukiman,
Program Pascasarjana FKM Universitas Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1999.
Indonesia Program Studi Ilmu Kesehatan 18.Suwandi, S. Faktor-faktor yang
Masyarakat, Depok; 2003 berhubungan dengan kejadian malaria di
7. Centers for Diseases Control and puskesmas membalong, puskesmas
Prevention. The history of malaria, an gantung dan puskesmas manggar,
ancient disease, Departemen of Health and kabupaten belitung, Tahun 2000, [Thesis]
Human Service, Program Pascasarjana FKM Universitas
Content source : Division of Parasitic Indonesia Program Studi Epidemiologi
Diseases National Center for Zoonotic, Komunitas, Depok; 2000.
Vector-Borne, and Enteric Diseases (ZVED), 19.Friaraiyatini. Et al. Pengaruh lingkungan
Page last modified : April 23, 2004. [diakses dan perilaku masyarakat terhadap kejadian
pada tanggal 17 Februari 2017. malaria di Kabupaten Barito Selatan, Jurnal
http://www.cdc.gov. Kesehatan Lingkungan, 2006;2(2).
8. Prabowo A. Malaria mencegah dan
mengatasinya, Puspa Swara, Anggota IKAPI,
Cetakan II; 2007.
20.Sulistiyo. Hubungan antara penggunaan the African Region, WHO Regional Office for
kelambu poles dengan kejadian malaria di Africa, 2004. AFR/MAL/04/01.
kecamatan kulawi kabupaten Donggala 24.Somi et. al. Use of proxy measures in
Sulawesi Tengah Tahun 2001, [Thesis] estimating socioeconomic inequalities in
Program Pascasarjana FKM Universitas malaria prevalence; 2007. Dari
Indonesia Program Studi Ilmu Kesehatan http://pt.wkhealth.com/pt/re/ppv/abstract.
Masyarakat, Depok; 2001 00060771-200803000-).
21.Mbonye, Antthony K, et. Al. Abstrak : 25.Departemen Kesehatan RI. Profil kesehatan
Preventing malaria in pregnancy: a study of tahun 2007, Pusat Data dan Informasi,
perceptions and policy implications in Jakarta; 2008.
Mukono district, Uganda, Health Policy and 26.Centers for Diseases Control and
Planning. 2006;21(1):17-26. Tersedia dari Prevention. Malaria control in endemic
http://pt.wkhealth.com/pt/re/ppv/abstract. countries, Content source : Division of
22.Centers for Diseases Control and Parasitic Diseases National Center for
Prevention; Fighting malaria in tanzania, Zoonotic, Vector-Borne, and Enteric
content source : division of parasitic Diseases (ZVED), Page last modified :
diseases national center for zoonotic, January 8, 2009, http://www.cdc.gov.
vector-borne, and enteric diseases (zved), 27.Pat Dale, et. Al. Abstrak : malaria in
Page last modified : Juli 26, 2005, indonesia: a summary of recent research
http://www.cdc.gov into its environmental relationships, faculty
23.WHO. A Strategic framework for malaria of environmental sciences, Nathan Campus,
prevention and control during pregnancy in Griffith University, Queensland, Australia;
2005.