Anda di halaman 1dari 22

KALIMAT MENURUT TATA BAHASA TRADlSIONAL, STRUKTURAL, DAN

TRANSFORMASIONAL

Makalah
disusun untuk memenuhi salah satu tugas perkuliahan Struktur Bahasa Indonesia
yang diampu Dr. Yeti , M. Pd.

oleh

Baren Barnabas (NIM 1201533)


Yuke Yukiarti (NIM 1201114)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang. Hanya karena percikan kemurahan serta kuasa-Nya, penyusunan makalah

ini dapat penulis realisasikan. Selawat beserta salam semoga senantiasa melimpah kepada

Nabi dan Rasul tercinta, Muhammad Saw.

Makalah ini berjudul ”Kalimat Menurut Tata Bahasa Tradisional, Struktural, dan

Transformasional”. Di dalamnya tersaji pengertian kalimat serta hal-hal lain yang

bersangkut-paut dengannya. Mengingat permasalahan kalimat cukup luas cakupannya,

sedangkan waktu yang tersedia untuk presentasi sangat terbatas, penulis hanya menyajikan

secara umum, tidak ke hal-hal yang kecilnya.

Banyak kesulitan yang penulis hadapi saat menyusun laporan makalah ini. Tanpa

uluran tangan dari berbagai pihak, tentu akan sangat sukar untuk merealisasikannya. Oleh

karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Yeti, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Struktur Bahasa Indonesia

yang dengan sabar, telaten, dan bijak selalu membimbing, memotivasi, serta

memfasilitasi penulis dalam penyusunan makalah ini.

2. Rekan-rekan seperjuangan, sesama mahasiswa S-2 di kelas 1-C, yang telah memberi

masukan-masukan berharga dalam penyelesaian makalah ini.

3. Semua pihak yang turut memberikan bantuan kepada penulis, baik secara langsung

maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Tiada gading yang tak retak, tiada mawar yang tak berduri, demikian kata pepatah.

Penulis sebagai manusia biasa tentu tidak akan luput dari khilaf dan salah. Penulis sadar

2
bahwa kekeliruan dan kesalahan mudah sekali ditemukan dalam makalah ini. Oleh sebab

itu, tegur sapa dari para pembaca yang budiman sangatlah penulis harapkan. Semua itu

akan penulis terima dengan kedua belah tangan dan hati terbuka.

Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini memberi manfaat meski mungkin

hanya berupa butir air di gurun pasir. Amin.

Cikajang, November 2012

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………………….. iv

I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………………. 1

II. PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………………………………. 2

A. Pengertian Kalimat ………………………………………………………………………………………… 2

B. Kalimat Menurut Tata Bahasa Tradisional, Struktural, dan Transformasional …… 2

1. Kalimat Menurut Tata Bahasa Tradisional ………………………………………….. 2

2. Kalimat Menurut Tata Bahasa Struktural ..………………………………………… 5

3. Kalimat Menurut Tata Bahasa Transformasional ..…………………………….. 7

C. Jenis-Jenis Kalimat …………………………………………………………………………………………. 11

D. Pola-pola Kalimat Dasar ……………………………………………………………………………… 17

III. KESIMPULAN …………………………………………………………………………………………………….. 17

4
I. PENDAHULUAN

Hal yang menyebabkan kalimat menjadi bidang kajian bahasa yang penting tidak lain
karena melalui kalimatlah seseorang dapat menyampaikan maksudnya dengan jelas. Satuan
bahasa yang sudah kita kenal sebelum sampai pada tataran kalimat adalah kata (misalnya
/tidak/) dan frase atau kelompok kata (misalnya /tidak tahu/). Kedua bentuk itu, kata dan
frase, tidak dapat mengungkapkan suatu maksud dengan jelas, kecuali jika keduanya sedang
berperan sebagai kalimat. Untuk dapat berkalimat dengan baik, perlu kita pahami terlebih
dahulu struktur dasar suatu kalimat.

Kalimat adalah bagian ujaran yang mempunyai struktur minimal subjek (S) dan
predikat (P) dan intonasinya menunjukkan bagian ujaran itu sudah lengkap dengan makna.
Intonasi final kalimat dalam bahasa tulis adalah berupa tanda baca titik, tanda tanya, atau
tanda seru. Penetapan struktur minimal S dan P dalam hal ini menunjukkan bahwa kalimat
bukanlah semata-mata gabungan atau rangkaian kata yang tidak mempunyai kesatuan
bentuk. Lengkap dengan makna menunjukkan sebuah kalimat harus mengandung pokok
pikiran yang lengkap sebagai pengungkap maksud penuturannya.

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Kalimat
1. Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya
berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan
intonasi final. (Chaer, 1994: 240).
2. Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai
nada akhir turun atau naik. (Ramlan, 1996: 27).
3. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan
suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir
yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun
asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf
Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda
tanya (?), atau tanda seru (!). Sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai

5
tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda
tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca lain
sepadan dengan jeda. Spasi yang mengikuti tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru
melambangkan kesenyapan. (Alwi, 1998: 311).

B. Kalimat Menurut Tata Bahasa Tradisional, Struktural, dan Transformasional


1. Kalimat Menurut Tata Bahasa Tradisional

Setiap kalimat menurut linguistik tradisional memiliki unsur yang disebut pokok
kalimat, yaitu unsur yang merupakan tumpuan pembicaraan. Lalu akan diikuti oleh sebuah
pelengkap kalimat, yakni unsur yang melengkapi pokok dan sebutan kalimat itu. Sebuah
kalimat menurut linguistik tradisional, masih pula disertai dengan unsur keterangan, yang
bisa menerangkan “waktu”, menerangkan “tempat”, menerangkan “keadaan”, dan
sebagainya. Linguistik tradisional belum mengenal konsep frasa dan klausa. Akan tetapi,
linguistik tradisional telah mengenal adanya kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk
bertingkat.

Contoh:

(1) Ali makan nasi mentah.


pk sk pp kk

Keterangan:

pk : pokok kalimat

sk : sebutan kalimat

pp : pelengkap penderita

kk : keterangan keadaan

Karena belum dikenalnya konsep frasa, maka unsur ”anak Amat” pada kalimat (2)
berikut disebutnya ”keterangan pokok kalimat”.

6
(2) Ali anak Amat makan nasi mentah.
Pk kpk sk pp kk

Analisis kalimat seperti di atas disebut dengan istilah ”uraian kalimat menurut
jabatan”. Sedangkan analisis menurut kategori kata disebut dengan istilah ”uraian menurut
jenis kata”. Jadi, kalau kalimat (1) di atas dianalisis kategorinya akan menjadi:

Ali makan nasi mentah.


kb kk kb ks

Keterangan:

kb : kata benda (nomina)

kk : kata kerja (verba)

ks : kata sifat (ajektiva)

Pembagian jenis kata (part of speech) dilakukan berdasarkan kriteria makna untuk
ketiga kelas terbuka; dan menurut kriteria fungsi untuk kelas-kelas tertutup. Jadi, kata
benda adalah kata yang menyatakan benda, dan kata kerja adalah kata yang menyatakan
kerja. Sedangkan kata depan adalah kata yang terletak di depan kata benda; dan kata ganti
adalah kata yang menggantikan kata benda.

Mengenai kalimat majemuk, lingustik tradisional menyatakan bahwa kalimat


majemuk adalah dua buah kalimat atau lebih yang digabung menjadi sebuah kalimat.
Konsep ini tentu saja telah menimbulkan banyak pertanyaan: apa benar satu tambah satu
sama dengan satu? Atau apa benar, satu tambah dua sama dengan satu? Pendirian ini
muncul tentu karena dalam linguistik tradisional belum dikenal konsep klausa. Jadi, satu
kalimat ditambah satu kalimat tetap menjadi sebuah kalimat yang disebutnya kalimat
majemuk. Linguistik kemudian yang telah mengenal konsep klausa, tentu akan menyatakan:
dalam kalimat majemuk, yang majemuk bukan kalimatnya, melainkan klausanya.

Linguistik tradisional juga telah mengenal adanya kalimat majemuk setara, yakni
kalimat majemuk yang ”kedua bagiannya” atau lebih berkedudukan sederajat, tidak ada
yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah. Simaklah contoh berikut!

7
(3) Ali makan nasi dan saya makan bubur.
bagian I bagian II
(4) Ibu memasak di dapur, kakak belajar di kamar, dan ayah membaca koran di
taman.

bagian I bagian II bagian III

Linguistik tradisional juga mengenal adanya kalimat majemuk bertingkat, yang lazim
disebut dengan istilah kalimat majemuk beranak, dan malah juga bercucu. Kalimat majemuk
jenis ini adalah kalimat majemuk yang kedudukan kedua bagiannya tidak sederajat. Ada
bagian kalimat yang kedudukannya lebih tinggi, yang lazim disebut induk kalimat. Bagian
kalimat yang kedudukannya lebih rendah disebut dengan istilah anak kalimat. Simaklah
contoh berikut!

(5) Dia datang ketika kami sedang makan.


Induk kalimat anak kalimat

Istilah cucu kalimat digunakan untuk menyebut bagian dari anak kalimat yang juga
berupa kalimat (karena memiliki pokok dan sebutan kalimat). Simaklah contoh berikut!

(6) Pemburu itu menembak binatang yang melintas di hadapannya , yang sedang
berlari cepat.
induk kalimat anak kalimat cucu kalimat

Oleh linguistik tradisional, anak kalimat diberi nama sesuai dengan ”jabatan” apa
yang digantikan oleh anak kalimat itu. Dengan demikian, kita dapati nama-nama seperti
anak kalimat pengganti pokok kalimat, anak kalimat pengganti pelengkap, anak kalimat
pengganti keterangan waktu, anak kalimat pengganti keterangan tempat, dan sebagainya.
Simaklah contoh berikut!

(7) Pemburu yang tinggal di tepi hutan itu, menembak rusa itu.
anak kalimat pengganti pokok kalimat
(8) Bapak datang ketika kami sedang makan.
anak kalimat pengganti keterangan waktu

8
Analisis kalimat seperti yang dilakukan linguistik tradisional ini memang
memudahkan kita dalam memahami struktur kalimat. Hanya sayangnya analisis ini belum
dapat menerangkan struktur kalimat, yang karena prosesnya di dalam suatu paragraf
menjadi tidak memiliki fungsi-fungsi kalimat secara lengkap seperti yang kini kita kenal
dengan nama kalimat minor, kalimat sampingan, dan kalimat lanjutan. Setiap kalimat
menurut linguistik tradisional harus lengkap, minimal memiliki pokok kalimat dan sebutan
kalimat.

2. Kalimat Menurut Tata Bahasa Struktural

Linguistik struktural dalam menganalisis satuan-satuan ujaran, termasuk kalimat,


menggunakan teknik analisis yang disebut Immediate Constituent Analysis (IC Analysis).
Teknik ini menyatakan bahwa setiap satuan ujaran terdiri atas dua unsur terdekat, atau dua
unsur langsung yang membentuk satuan ujaran itu, umpamanya kalimat (9) berikut.

(9) Nenek membaca buku humor di kamar tidur.

Kalimat (9) tersebut akan dianalisis mula-mula menjadi dua unsur langsung:

(a) Nenek, dan


(b) Membaca buku humor di kamar tidur.

Lalu, unsur (b) akan dianalisis menjadi dua unsur langsung:

(b1) Membaca buku humor, dan

(b2) di kamar tidur.

Unsur (b1) akan dianalisis lagi menjadi dua unsur langsung:

(b1.1) Membaca, dan

(b1.2) Buku humor.

Unsur (b1.2) akan dianalisis menjadi dua unsur langsung:

(b1.2.1) Buku, dan

(b1.2.2) Humor.

9
Sementara itu, unsur (b2) akan dianalisis menjadi dua unsur langsung:

(b2.1) di, dan

(b2.2) kamar tidur

Lalu, unsur (b2.2) akan dianalisis menjadi dua unsur langsung:

(b2.2.1) kamar, dan

(b2.2.2) tidur.

Analisis tersebut tampak jelas dalam bagan kotak berikut ini.

Nenek membaca buku humor di kamar


membaca buku humor di kamar
buku humor di kamar
buku humor di kamar
kamar

Atau dalam bagan:

(10) Nenek membaca buku humor di kamar tidur.

Salah satu aliran struktural adalah yang disebut aliran tagmemik. Aliran ini
berpendapat bahwa satuan dasar sintaksis tidak hanya dinyatakan dengan fungsi-fungsi
saja, seperti subjek + predikat + objek: juga tidak dapat dengan hanya menyatakan deretan
bentuk seperti frasa nominal + frasa verba + frasa nomina; melainkan harus dinyatakan
bersamaan, dan ditambahkan dengan peran yaitu pengisi makna. Perhatikan contoh
berikut!

S Pron. P Vt O N K FP

Saya menulis surat dengan pensil

10
Keterangan:

S : Fungsi subjek

P : Fungsi predikat

O : Fungsi objek

K : Fungsi keterangan

Pron. : Pronomina

Vt : Verba transitif

N : Nomina

FP : Frasa preposisional

pel : Pelaku

ak : Aktif

sas : Sasaran

al : Alat

3. Kalimat Menurut Tata Bahasa Transformasional

Linguistik generatif transformasi yang dikemukakan oleh Noam Chomsky (dalam


Chaer, 2009: 9), menyatakan bahwa setiap kalimat yang ada dan pernah dibuat orang dapat
dikembalikan pada pola kalimat dasarnya, atau kalimat inti, dan yang jumlahnya terbatas.
Pola kalimat dasar itu adalah kalimat berklausa tunggal, deklaratif, positif, transitif, atau
netral. Kalimat lain, seperti kalimat imperatif, interogatif, dan kalimat pasif adalah kalimat-
kalimat ubahan yang ditransformasikan dari kalimat dasar itu.

Prinsip lain dari linguistik transformasi adalah bahwa sebelum dilakukannya dalam
ujaran dalam bentuk stuktur luar yang bersifat konkret, terlebih dahulu kalimat itu disusun
di dalam otak dalam bentuk struktur dalam yang bersifat abstrak.

11
Bisa saja struktur luar dan struktur dalam sebuah kalimat adalah sama. Namun lebih
sering tidak sama. Kalimat (11) dan (12) berikut memiliki struktur luar yang sama.

(11) Anak itu mudah diajar.

(12) Anak itu senang diajar.

Struktur luar kalimat (11) dan (12) tersebut bila dibagankan akan menjadi sebagai
berikut.

FN FV

N Art A V

(11)Anak itu mudah diajar.

(12) Anak itu senang diajar.

Keterangan:

K : Kalimat

FN : Frasa nomina

FV : Frasa verba

N : Nomina

Art : Artikulus

A : Adjektiva

V : Verba

12
Dari bagannya tampak bahwa struktur luar kalimat (11) dan (12) betul-betul sama.
Namun, ketika kita sebagai penutur asli bahasa Indonesia dapat merasakan bahwa yang
mengalami sesuatu sebagai akibat dari ”murid itu diajar” adalah dua pihak yang berlainan.
Pada kalimat (11) yang mengalami sesuatu yang ”mudah” adalah yang mengajar murid itu.
Sedangkan pada kalimat (12) yang mengalami rasa ”senang” adalah murid itu, bukan orang
yang mengajar. Maka dalam hal kalimat (11) dan (12), meskipun struktur luarnya sama,
struktur dalamnya jauh berbeda. Untuk jelasnya, perhatikan diagram struktur dalam kalimat
(11) dan (12) berikut!

FN FV

K (Kop) A

Prep. FN FV

N Ø V FN

N Art

Untuk seseorang Ø mengajar murid itu (adalah) mudah.

Keterangan:

K : Kalimat

FN : Frasa nomina

FV : Frasa verba

Kop : Kopula

A : Adjektiva

Prep : Preposisi

Art : Artikulus

13
Struktur dalam kalimat (11) itu menunjukkan bahwa kalimat intinya atau kalimat dasarnya
adalah ”sesuatu (adalah) mudah”. Sekarang, simaklah diagram pohon struktur dalam
kalimat (12) berikut!

FN FN

N Art A Prep K

FN FV

N V N Art

Murid itu senang bila seseorang mengajar murid itu.

Struktur dalam kalimat (12) di atas menunjukkan bahwa kalimat intinya adalah ”murid itu
senang”. Jadi, berbeda dengan kalimat inti pada kalimat (11) di atas.

Analisis sintaksis secara generatif transformasi ini yang sampai merujuk pada
struktur dalam (yang ada dalam otak manusia) kiranya memang sangat baik. Analisis seperti
ini akan dapat menjelaskan bentuk-bentuk sintaksis yang mempunyai potensi menjadi taksa
(ambigu). Misalnya kasus konstruksi lukisan Yusuf yang sudah dipermasalahkan oleh C. A.
Mees pada tahun 1954, lebih dari setengah abad yang lalu dan belum bisa diselesaikan oleh
tata bahasa tradisional maupun struktural. (Chaer, 2009: 12).

Menurut analisis tata bahasa generatif transformasi, konstruksi lukisan Yusuf bisa
berasal dari struktur dalam yang berbeda, yakni:

- Yusuf membeli lukisan. Hasilnya, struktur luar lukisan Yusuf dengan makna ’Yusuf
mempunyai lukisan’.
- Yusuf membuat lukisan. Hasilnya, struktur luar lukisan Yusuf dengan makna ’lukisan
karya Yusuf’.
- Seseorang melukis (wajah) Yusuf. Hasilnya, struktur luar lukisan Yusuf dengan makna
’lukisan wajah Yusuf’.

14
Struktur luar yang sama dari konstruksi lukisan Yusuf memiliki struktur dalam yang
berbeda sehingga bisa dikatakan konstruksi lukisan Yusuf itu memiliki tiga macam makna.

Mengenai kriteria untuk membuat kategori kata, linguistik generatif transformasi tidak
berbicara apa-apa. Tampaknya, ia menerima saja apa yang dibicarakan ahli tata bahasa lain.

C. Jenis–Jenis Kalimat

Jenis kalimat dapat ditinjau dari sudut:

1. Jumlah klausanya
Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dibagi atas kalimat tunggal dan
kalimat majemuk. Kalimat tunggal dapat dibeda-bedakan lagi berdasarkan kategori
predikatnya menjadi (1) kalimat berpredikat verbal, (2) kalimat berpredikat
adjektival, (3) kalimat berpredikat nominal (termasuk pronominal), (4) kalimat
berpredikat numeral, dan (5) kalimat berpredikat frasa preposisional. Kalimat verbal
dapat dikelompokkan berdasarkan kemungkinan kehadiran nomina atau frasa
nominal objeknya, atas (i) kalimat taktransitif, (ii) kalimat ekatransitif, dan (iii)
kalimat dwitransitif. Sementara itu, kalimat verbal dapat pula dibedakan
berdasarkan peran subjeknya atas kalimat aktif (jika subjek berperan sebagai pelaku)
dan kalimat pasif (jika subjek berperan sebagai sasaran). Kalimat majemuk juga
dapat dibagi atas (1) kalimat majemuk setara dan (2) kalimat majemuk bertingkat.
2. Bentuk sintaksisnya
Berdasarkan bentuk atau kategori sintaksisnya, kalimat dibagi (1) kalimat
deklaratif atau kalimat berita, (2) kalimat imperatif atau kalimat perintah, (3) kalimat
interogatif atau kalimat tanya, dan (4) kalimat eksklamatif atau kalimat seruan.
3. Kelengkapan unsurnya
Dilihat dari segi kelengkapan unsurnya, kalimat dapat dibedakan atas (1)
kalimat lengkap atau kalimat mayor dan (2) kalimat taklengkap atau kalimat minor.
4. Susunan subjek dan predikatnya
Kalimat dari segi susunan unsur subjek dan predikat dibedakan atas (1)
kalimat biasa dan (2) kalimat inversi.

15
1.1 Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Hal itu berarti bahwa
konstituen untuk tiap unsur kalimat, seperti subjek dan predikat, hanyalah satu atau
merupakan satu kesatuan. Contoh:
a. Dia akan pergi.
b. Kami mahasiswa UPI.
1.1.1 Kalimat Berpredikat Verbal
a. Kalimat Taktransitif
Kalimat taktransitif adalah kalimat yang tak berobjek dan tak berpelengkap
hanya memiliki dua unsur fungsi wajib, yakni subjek dan predikat. Contoh:
 Bu Camat sedang berbelanja.
 Pak Halim belum datang.
b. Kalimat Ekatransitif
Kalimat ekatransitif adalah kalimat yang berobjek dan tidak berpelengkap
mempunyai tiga unsur yakni subjek, predikat, dan objek. Predikat dalam kalimat
ekatransitif adalah verba. Contoh:
 Pemerintah akan memasok semua kebutuhan Lebaran.
 Nilai Ebtanas Murni menentukan nasib para siswa.
c. Kalimat Dwitransitif
Kalimat dwitransitif adalah verba yang dalam kalimat aktif dapat diikuti oleh dua
nomina, satu sebagai objek dan satu lagi sebagai pelengkap. Contoh:
 Ida sedang mencarikan adiknya pekerjaan.
 Ibu akan membelikan kakak baju baru.
1.1.2 Kalimat Berpredikat Adjektival
Kalimat berpredikat adjektival adalah kalimat yang predikatnya adjektiva, sering juga
dinamakan kalimat statif. Contoh:
 Ayahnya sakit.
 Pernyataan orang itu benar.
1.1.3 Kalimat Berpredikat Nominal
Kalimat berpredikat nomina adalah kalimat yang predikatnya terdiri atas nomina
(termasuk pronominal) atau frasa nomina. Contoh:
 Buku itu cetakan Bandung.

16
1.1.4 Kalimat Berpredikat Numeral
Kalimat berpredikat numeral adalah kalimat yang predikatnya berupa frasa numeral.
Contoh:
 Anaknya banyak.
 Lebar sungai itu lebih dari dua ratus meter.
1.1.5 Kalimat Berpredikat Frasa Preposisional
Kalimat berpredikat frasa preposisional adalah kalimat yang predikatnya berupa
frasa preposisional. Contoh:
 Ibu sedang ke pasar.
 Anak itu sedang di sekolah.
1.2 Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah sebuah kalimat yang mengandung dua klausa atau lebih.
Kalimat majemuk dibagi menjadi:
a. Kalimat majemuk setara (KMS)
Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih dan
memiliki kedudukan yang setara.
Dilihat dari segi arti koordinatornya, hubungan semantis antarklausa dalam KMS ada
tiga macam, yaitu:
1) KMS hubungan penjumlahan
2) KMS hubungan perlawanan
3) KMS hubungan pemilihan
b. Kalimat majemuk bertingkat (KMB)
Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa yang
kedudukannya tidak setara.
c. Kalimat majemuk campuran (KMC)
Kalimat majemuk campuran atau kompleks adalah kalimat majemuk yang di
dalamnya terdapat kombinasi kalimat majemuk setara atau rapatan dengan kalimat
majemuk bertingkat. (Ambary, 1983:179). Sementara itu, Keraf (1982)
mengemukakan bahwa Kalimat majemuk campuran merupakan kalimat yang terdiri
atas sebuah pola atasan dan sekurang-kurangnya dua pola bawahan, atau sekurang-
kurangnya dua pola atasan dan satu atau lebih pola bawahan.

17
2.1 Kalimat Deklaratif

Kalimat deklaratif, yang dikenal dengan nama kalimat berita. Dalam pemakaian bahasa
bentuk kalimat deklaratif umumnya digunakan oleh pembicara/penulis untuk membuat
pernyataan sehingga isinya merupakan berita bagi pendengar atau pembacanya.

Contoh:

 Tadi pagi ada tabrakan mobil di dekat Monas.


 Saya lihat ada bus masuk Ciliwung tadi siang.

2.2 Kalimat imperatif

Kalimat imperatif adalah kalimat yang berisi perintah atau suruhan dan permintaan.

2.2.1 Kalimat imperatif taktransitif

Kalimat yang dibentuk dari kalimat deklaratif (taktransitif) yang dapat berpredikat
verba dasar, frasa adjektival, dan frasa verbal yang berprefiks ber- atau meng- ataupun
frasa preposisional. Contoh:

 Masuk!
 Engkau ke sana!
 Berliburlah ke tempat nenekmu!

2.2.2 Kalimat imperatif transitif

Kalimat yang berpredikat verba transitif. Kalimat pertama berikut adalah kalimat
berita, sedangkan yang kedua kalimat perintah.

 Kamu membelikan adikmu sepatu baru.


 Belikanlah adikmu sepatu baru!

2.2.3 Kalimat imperatif halus

Bahasa Indonesia juga memiliki sejumlah kata yang dipakai untuk menghaluskan isi
kalimat imperatif. Kata seperti tolong, coba, silakan, sudilah, dan kiranya sering
dipakai untuk maksud itu. Contoh:

18
 Tolong kirimkan kontrak ini!
 Silakan masuk, Bu!

2.2.4 Kalimat imperatif permintaan

Kalimat imperatif yang mengungkapkan permintaan. Kalimat seperti ini ditandai oleh
kata minta atau mohon. Contoh:

 Minta maaf, Pak!


 Mohon diterima dengan baik!

2.2.5 Kalimat imperatif ajakan dan harapan

Di dalam kalimat imperatif, ajakan dan harapan tergolong kalimat yang biasanya
didahului kata ayo (-lah), mari (-lah), harap, dan hendaknya. Contoh:

 Ayo, cepat!
 Marilah kita makan!

2.2.6 Kalimat imperatif larangan

Kalimat imperatif dapat bersifat larangan dengan adanya kata jangan (-lah). Contoh:

 Jangan naik!
 Janganlah kau hiraukan tuduhannya!

2.2.7 Kalimat imperatif pembiaran

Kalimat imperatif pembiaran yang dinyatakan dengan kata biar (-lah) atau biarkan (-
lah). Dapat diartikan bahwa kalimat itu menyuruh membiarkan supaya sesuatu terjadi
atau berlangsung. Contoh:

 Biarlah saya pergi dulu, kau tinggal di sini.


 Biarkanlah saya yang menggoreng ikan.

2.3 Kalimat Interogatif

Kalimat interogatif, yang juga dikenal dengan nama kalimat tanya, secara formal
ditandai oleh kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, berapa, kapan, dan bagaimana

19
dengan atau tanpa partikel –kah sebagai penegas. Kalimat interogatif diakhiri dengan
tanda tanya (?) pada bahasa tulis dan pada bahasa lisan dengan suara naik, terutama
jika tidak ada kata tanya atau suara turun. Contoh:

 Apa pemerintah akan memungut pajak deposito?


 Apakah suaminya ditangkap minggu lalu?

2.4 Kalimat Eksklamatif

Kalimat eksklamatif, yang juga dikenal dengan nama kalimat seru, secara formal ditandai
oleh kata alangkah, betapa, atau bukan main pada kalimat berpredikat adjektival.
Kalimat ini juga dinamakan kalimat interjeksi biasa digunakan untuk menyatakan kagum
atau heran. Contoh:

 (Alangkah/ Bukan main/ Betapa) malasnya anak itu!

3.1 Kalimat Lengkap

Kalimat lengkap atau kalimat mayor adalah kalimat yang klausanya lengkap, sekurang-
kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat. Contoh:

 Kakeknya petani kaya di sana.


 Bu dosen itu cantik sekali.

3.2 Kalimat Taklengkap

Kalimat taklengkap yang disebut juga kalimat minor adalah kalimat yang tidak ada
subjek dan/atau predikatnya. Contoh:

 Apa kabar?
 Merdeka!
 Merdeka atau mati.
4.1 Kalimat Biasa

Kalimat biasa adalah kalimat yang susunan unsur-unsurnya sudah lazim dalam bahasa
Indonesia, yakni subjek terlebih dahulu kemudian predikat atau S-P. Contoh:

20
 Dia menangis.
 Matahari bersinar.
4.2 Kalimat Inversi
Kalimat inversi adalah kalimat yang predikatnya selalu mendahului subjek. Kalimat
inversi mengharuskan urutan P-S. Contoh:
 Menangis dia.
 Bersinar matahari.

D. Pola-pola Kalimat Dasar


Pola-pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia dapat dilihat dalam tabel berikut.
Fungsi
Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan
Tipe
1. S-P Orang itu sedang tidur - - -
Saya mahasiswa - - -
2. S-P-O Ayahnya membeli mobil baru - -
Rani mendapat hadiah - -
3. S-P-Pel Beliau menjadi - ketua koperasi -
Pancasila merupakan - dasar negara kita -
4. S-P-Ket Kami tinggal - - di Jakarta
Kecelakaan it terjadi - - minggu lalu
5. S-P-O-Pel Dia mengirimi ibunya uang -
Dian mengambilkan adiknya air minum -
6. S-P-O-Ket Pak Raden memasukkan uang - ke bank
Beliau memperlakukan kami - dengan baik

(Alwi dkk., 1988:322)

III. KESIMPULAN
Menyimak uraian di atas, jelaslah bahwa tiap-tiap aliran tata bahasa, yakni
tradisional, struktural, dan transformasional memiliki kontribusi yang berharga dalam
memahami kalimat. Kalimat dapat dipelajari dari berbagai segi, baik unsur-unsur
pembentuknya, jenis-jenis kata dan atau frasa yang membangunnya, peran setiap unsur
pembentuknya, pola-pola kalimatnya, jumlah klausanya, maupun makna atau
maksudnya. Kesemuanya itu menjadi salah satu ilmu kebahasaan yang bermanfaat. Oleh
sebab itu, pemahaman terhadap ketiga aliran tata bahasa ini mutlak diperlukan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Pustaka.

Ambary, Abdullah . 1983. Inti Sari Bahasa Indonesia . Bandung : Angkasa

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Keraf, Gorys. 1982. Tatabahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.

Ramlan. 1996. Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono.

22

Anda mungkin juga menyukai