Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Bahaya Pewarna Tekstil Pada Makanan” guna

memenuhi tugas mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Atas dukungan yang diberikan rekan – rekan,

penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk iti

penulis mohon maaf apabila masih banyak kesalahan dalam penulisan usulan ini. Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan usulan Makalah

ini.

Penulis berharap Makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kemajuan ilmu

pengetahuan, pihak-pihak yang memerlukan serta menambah amal ibadah penulis dihadapan Allah

SWT.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.    Tujuan
C.   Ruang Lingkup
D.   Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.    Bahan Tambahan Makanan (BTM
B.    Pewarna Sintetis
C.   Pengertian Rhodamin B
D.   Ciri – ciri Pewarna Rhodamin B
E.    Toksisitas Rhodamin B
F.    Analisa Pewarna Rhodamin B
G.   Pewarna Alami Yang Aman Untuk Dikonsumsi
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
B.    Saran
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya

cita rasa, warna tekstur, dan nilai gizinya; disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis.

Tetapi sebelum faktor – faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu

dan kadang – kadang sangat menentukan. (Cahyadi, 2009)

Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator

kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai

dengan adanya warna yang seragam dan merata. (Winarno, 1995)

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna, antara lain dengan

penambahan zat pewarna. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis pewarna yang

termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.

Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang terpenting dan juga merupakan faktor

yang sangat esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Tetapi  betapapun menariknya

penampilan, lezat rasanya dan tinggi nilai gizinya, apabila tidak aman dikonsumsi, maka makanan

tersebut tidak ada nilainya sama sekali (Winarno dan Rahayu, 1994)

Untuk menganalisa suatu zat warna perlu mengetahui penggolongannya agar memudahkan dalam

pelaksanannya. Menurut Sardjimah (1996), zat warna dapat digolongkan menjadi empat jenis, yang

pertama berdasarkan asalnya dibagi menjadi dua yaitu zat warna alam dan zat warna sintetis, yang

kedua berdasarkan penyususnnya dibagi menjadi dua yaitu zat warna pigemn dan lakes, yang ketiga

Berdasarkan kelarutannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna larut dalam pelarut lemak/minyak dan

zat warna larut dalam air, dan yang keempat berdasarkan sifat keasamannya dibagi menjadi dua yaitu

zat warna bersifat asam dan zat warna bersifat basa .

Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan

diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan

pangan.

Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan

pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini

jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut.

Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai
zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah

dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna

untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan nonpangan. Lagipula, warna dari

zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik. (Cahyadi, 2009)

Penulis tertarik untuk mengambil permasalahan diatas untuk dijadikan bahan untuk memenuhi tugas

akhir mata kuliah bahasa Indonesia yang telah diberikan oleh dosen mata kuliah.

B.    Tujuan

1.    Tujuan umum
Menambah wawasan tentang rhodamin B

C.   Ruang Lingkup

Dalam makalah ini kami selaku penulis ingin memaparkan tentang pewarna makanan khususnya  

rhodamin B, yaitu :

1.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud rhodamin B

2.    Dampak yang ditimbulkan apabila terkonsumsi

3.    Cara menganalisis pewarna makanan khususnya rhodamin B

4.    Alternatif pewarna alami yang aman bila dikonsumsi

D.   Manfaat

Beberapa manfaat dengan disusunnya makalah ini antara lain :

1.    Mengetahui fungsi rhodamin B

2.    Memberikan pengetahuan dampak rhodamin B bila terkonsumsi

3.    Dapat menganalis pewarna makanan khususnya rhodamin B

4.    Mengetahui pewarna alami yang aman bagi kesehatan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Bahan Tambahan Makanan (BTM)

Pengertian Bahan Tambahan Makanan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya

tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk

maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan

penyimpanan (Cahyadi, 2009).

Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Makanan adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan

nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan makanan lebih mudah dihidangkan, serta

mempermudah preparasi bahan makanan. Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang diizinkan

penggunaannya antara lain antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih,

pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa, dan sekuesteran (Cahyadi, 2009).

B.    Pewarna Sintetis

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan, karena meskipun makanan

tersebut lezat, tetapi penampilannya tidak menarik waktu disajikan, akan mengakibatkan selera orang

yang akan memakannya menjadi hilang (Moehyi,1992).

Jenis pewarna yang sering ditemukan dalam beberapa produk pangan diantaranya adalah Sunset

Yellow dan Tartrazine. Tartrazine dan Sunset Yellow secara komersial digunakan sebagai zat aditif

makanan, dalam pengobatan dan kosmetika yang sangat menguntungkan karena dapat dengan mudah
dicampurkan untuk mendapatkan warna yang ideal dan juga biaya yang rendah dibandingkan dengan

pewarna alami (Pedro et al, 1997).

Di samping itu terdapat pula pewarna sintetis Rhodamin B ditemukan dalam produk pangan yang

seharusnya digunakan untuk pewarna tekstil. Walaupun memiliki toksisitas yang rendah, namun

pengkonsumsian dalam jumlah yang besar maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu

iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan,

dan gangguan hati (Trestiati, 2003).

C.   Pengertian Rhodamin B

Zat pewarna sintesis yang sering ditambahkan adalah rhodamin B, yaitu merupakan zat warna sintetik

yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang

dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga

dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker. Uji toksisitas Rhodamin B telah

dilakukan terhadap mencit dan tikus dengan injeksi subkutan dan secara oral. Rhodamin B dapat

menyebabkan karsinogenik pada tikus ketika diinjeksi subkutan, yaitu timbul sarcoma lokal.

Sedangkan secara IV didapatkan LD5089,5mg/kg yang ditandai dengan gejala adanya pembesaran

hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organnya (MerckIndex, 2006).

Rhodamin B merupakan pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil. Pengaruh buruk

rhodamin b bagi kesehatan antara lain menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, kulit, mata dan

saluran pencernaan serta berpotensi terjadinya kanker hati. Penyalahgunaan rhodamin B dalam

banyak ditemuipada makanan dan minuman seperti es cendol, permen, saus tomat dan kue. (Wijaya,

2011)
D.   Ciri – ciri Pewarna Rhodamin B

Zat pewarna ini berbentuk serbuk kristal, tidak berbau, dalam bentuk larutan berwarna merah terang

berpendar (berfluorensi). Ciri-ciri makanan yang mengandung rhodamin B adalah berwarna merah

mencolok.

Nama lain dari zat ini adalah  Tetraethyl rhodamin, Rheoninc B, O dan C Red No. 19, Cl Basic Violet

10, Cl No. 45179

E.    Toksisitas Rhodamin B

Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa dari penggunaan zat pewarna ini pada makanan

dapat menyebabkan kerusakan organ hati. Pada pengujian terhadap mencit, diperoleh hasil terjadi

perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi

atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik (sel yang

mengalami pinositosis) dan  hiperkromatik (pewarnaan yang lebih kuat dari normal) dari nucleus.

Degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Batas antar sel tidak jelas, susunan sel tidak teratur

dan sinusoid tidak utuh. Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka semakin berat tingkat kerusakan

jaringan hati mencit. Secara statistic, terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok control dengan

kelompok dalam laju rata-rata pertambahan berat badan mencit.

Rhodamin B merupakan perwarna sintetik apabila dikonsumsi akan menimbulkan penyakit, hal ini

sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh karena adanya residu logam berat pada zat tersebut, sehingga

mengganggu fungsi hati bahkan kanker   hati.    Bila      mengkonsumsi makanan yang mengandung

zat ini, dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak, lama-kelamaan jumlahnya terus bertambah,

dampaknya akan kelihatan setelah puluhan tahun kemudian. (Winarto dan Rahayu, 1994).

F.    Analisa Rhodamin B

1.    Cara reaksi kimia


Cara reksi kimia dilakukan dengan menambahkan pereaksi-pereaksi berikut : HCl pekat, H2SO4

pekat, NaOH 10% dan NH4OH 10%. Lalu diamati reksi apa yang terjadi (reaksi perubahan warna)

pada masing-masing sampel yang sudah dilakukan pemisahan dari bahan-bahan pengganggu

(matriks).

2.    Cara Kromatografi kertas

Sejumlah cupllikan 30-50 g ditimbang dalam gelas kimia 100 ml, ditambahakan asam asetat encer

kemudian dimasukkan benang wool bebas lemakl secukupnya, lalu dipanaskan di atas nyala api kecil

selama 30 menit sambil diaduk. Benang wool dipanaskan dari larutan dan dicuci dengan air dingin

berulang-ulang hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan ammonia

10% di atas penangas air hingga sempurna. Larutan berwarna yang didapat dicuci lagi dengan air

hingga bebas ammonia. Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan zat pewarna pembanding

yang cocok (larutan pekatan yang berwarna merah gunakan pewarna zat warna merah). Jarak

rambatan elusi 12 cm dari tepi bawah kertas. Elusi dengan eluen I (etilmetalketon : aseton : air = 70 :

30 :30) dan eluen II (2 g NaCl dalam 100 ml etanol 50%). Keringkan kertas kromatografi di udara

dengan suhu kamar. Amati bercak-bercak yang timbul. Perhitunganzat dengan cara mengukur nilai Rf

dari masing-masing bercak tersebut, dengan cara membagi jarak gerak zat terlarut oleh jarak zat

pelarut. (Cahyadi, 2009)

G.   Pewarna Alami Yang Aman Untuk Dikonsumsi

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna

untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin,

dan kobalamin) merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan

olahannya.

Konsumen dewasa ini banyak menginginkan bahan alami yang masuk dalam daftar diet mereka.

Banyak tadinya pewarna olahan yang tadinya mengunakan pewarna sintetik berpindah ke pewarna

alami. Sebagai contohnya serbuk beet menggantikan pewarna merah sintetik FD & C No. 2. Namun

penggantian dengan pewarna alami secara keseluruhan masih harus menunggu para ahli untuk dapat

menghilangkan kendala seperti bagaimana menghilangkan rasa beet-nya, mencegah penggumpalan

dalam penyimpanan dan menjaga kestabilan dalam penyimpanan. (Cahyadi, 2009)


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

1.  Rhodamin B merupakan pewarna tekstil yang berbahaya bila dikonsumsi. Zat pewarna ini

berbentuk serbuk Kristal, tidak berbau, dalam bentuk larutan berwarna merah terang berpendar

(berfluorescensi).

2. Rhodamin B merupakan perwarna sintetik apabila dikonsumsi akan menimbulkan penyakit,

hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh karena adanya residu logam berat pada zat tersebut,

sehingga mengganggu fungsi hati bahkan kanker hati.

3. Kita dapat melakukan analisis sederhana untuk mengetahui kandungan suatu makanan dengan

metoda kromatografi

4. Pewarna alami dapat diperoleh dari buah-buahan dan tanaman


B.    Saran
1.    Setelah kita mengetahui definisi rhodamin B oleh karena itu berhati-hatilah dengan makanan yang
mengandung pewarna sintetik
2. Jika kita pernah memakan makanan yang mengandung rhodamin B, mulai saat ini berhentilah
agar tidak ada residu logam berat yang menumpuk pada tubuh kita, sehingga kita bisa menghindar
dari kanker hati
3. Lakukan analisis sederhana untuk mengetahui apakah suatu makanan mengandung pewarna
sintetik atau tidak
4. Mulai saat ini beralihlah memakai pewarna alami
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara
Djarismawati. 2004. Pengetahuan dan Prilaku Pedagang Cabe Merah Giling dalam Penggunaan
Rhodamin B di Pasar Tradisional di DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3(1)
MerckIndex. 2006. Chemistry Constant Companion, Nowwitha NewAdditon, Ed14Th, 1410,1411,
Merck&Co.,Inc,White house Station, NJ, USA.
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bharata
Pedro, L.L, Leticia LM, Luis IMR, Katarzyna W, Kazimierz W, and Judith A.H. 1997. Extraction of
Sunset Yellow and Tartrazine by Ion-pair Frmation With Adogen-464 and Tfeir Simultaneous
Determination by Bivariate Calibration and Derivative Spectrophotometry. Analyst. 122 : 1575 –
1579.
Sumarlin L. 2010. Identifikasi Pewarna Sintetis pada Produk Pangan yang Beredar di Jakarta dan
Ciputat. Jurnal Valensi Vol1 (6).
Trestiati, M. 2003. Analisis Rhodamin B pada Makanan dan Minuman Jajanan Anak
SD (Studi Kasus : Sekolah Dasar di Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung). Thesis. ITB.
Bandung.
Wijaya, D. 2011. Waspadai Zat Aditif dalam Makananmu. Jogjakarta: Penerbit Buku Biru
Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Winarno, F.G. dan S.F. Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka
Sinar Harapan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai