Anda di halaman 1dari 21

A.

PENDAHULUAN
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang
etiologinya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris
dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular.
Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan
progresif. Sebagian besar kasus perjalananya kronik fluktuatif yang
mengakibatkan kerusakan sendi yang progresif, kecacatan dan bahkan
kematian dini.1
Menurut Mclnnes, Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit
autoimun progresif dengan inflamasi kronik yang menyerang sistem
muskuloskeletal namun dapat melibatkan organ dan sistem tubuh secara
keseluruhan, yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri sendi serta destruksi
jaringan sinovial yang disertai gangguan pergerakan diikuti dengan kematian
prematur.2
Estimasi prevalensi RA untuk negara dengan pendapatan rendah dan
menengah berdasarkan meta-analisis adalah di Asia Tenggara sebesar 0,4%,
Mediterania Timur sebesar 0,37%, Eropa sebesar 0,62%, dan Amerika
sebesar 1,25%. Prevalensi pada laki-laki lebih rendah yaitu 0,16%
dibandingkan wanita yaitu 0,75% dan dinyatakan signifikan secara statistik.
Sekitar 2,6 juta laki-laki dan 12,21 juta wanita menderita RA pada tahun 2000
kemudian meningkat menjadi 3,16 juta laki-laki dan 14,87 juta wanita yang
menderita RA pada tahun 2010.3
Data epidemiologi di Indonesia tentang penyakit RA masih terbatas.
Data terakhir dari Poliklinik Reumatologi RSCM Jakarta menunjukkan
bahwa jumlah kunjungan penderita RA selama periode Januari sampai Juni
2007 sebanyak 203 dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 pasien.
Walaupun penyebab RA masih belum diketahui secara pasti, namun
banyak faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kejadian RA.
Diantaranya adalah faktor genetik, usia lanjut, jenis kelamin perempuan,
faktor sosial ekonomi, faktor hormonal, etnis, dan faktor lingkungan seperti
merokok, infeksi, faktor diet, polutan, dan urbanisasi.4

1
Telah diketahui bahwa RA adalah penyakit kronik dan fluktuatif
sehingga apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat dan cepat akan
menyebabkan kerusakan sendi yang progresif, deformitas, disabilitas, dan
kematian. Menurut Fuch dan Edward, hanya 15% pasien RA yang
memperoleh pengobatan secara medis yang mengalami remisi atau berfungsi
normal setelah 10 tahun sejak awal onset dan hanya 17% dengan tanpa
disabilitas. Prognosis RA sendiri dievaluasi dari berbagai parameter seperti
level remisi, status fungsional, dan derajat kerusakan sendi.5
Masyarakat usia dewasa yang berusia diantara 25 hingga 60 tahun
masih merupakan masa-masa produktif di kehidupannya. Tanggung jawab
secara fisik, biologis, ekonomi dan sosial sangat dibutuhkan dan berkaitan
erat dengan status kesehatannya saat ini. Banyak penyakit degeneratif yang
onsetnya dimulai sejak usia pertengahan menyebabkan produktifitas
masyarakat menurun dan masa lansia di kemudian hari menjadi kurang
berkualitas. Salah satu penyakit tersebut adalah RA dimana proses patologi
imunologinya terjadi beberapa tahun sebelum muncul gejala klinis. Walaupun
angka kejadian RA banyak terjadi pada lansia namun tidak menutup
kemungkinan proses patologi telah terjadi seiring peningkatan usia dan
adanya berbagai faktor risiko yang saling berkaitan. Banyak upaya yang dapat
dilakukan guna mencegah terjadinya RA dan memberikan pengobatan secara
cepat dan tepat bagi yang telah terdiagnosis salah satunya dengan melakukan
deteksi dini pada masyarakat usia dewasa.
Ada banyak alat ukur dan kriteria yang dapat digunakan dalam
mendiagnosis RA. Diantaranya adalah berdasarkan kriteria ARA (American
Rheumatism Association) yang direvisi tahun 1987 dan kriteria ACR
(American College of Rheumatology) yang direvisi tahun 2010.

2
B. LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Mina Tutu
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bangkeng Kajang
Masuk RS : 14 Juni 2019
Tgl periksa : 17 Juni 2019

2. ANAMNESIS ( Autoanamnesis)
Keluhan utama:
Demam dan nyeri pada persendian
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien MRS dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu.
Pasien juga mengeluh nyeri sendi terutama pada pagi hari yang dirasakan
hampir 2 bulan. Awal mula keluhan adalah rasa kaku di pangkal jari-jari
tangan pada pagi hari dan berlangsung kurang dari 30 menit namun
semakin hari muncul hingga lebih dari 1 jam. Semakin lama, pasien
merasa sendi jari-jarinya menjadi bengkak.
Pasien mengeluh nyeri pada persendian siku di kedua tangan serta
nyeri pada kedua pergelangan sendi kaki. Pasien mengeluh bengkak pada
pergelangan kaki sampai punggung kaki serta terdapat bengkak pada
kelopak mata. Nyeri kepala (-), mual dan muntah (-), nyeri perut (-). Tidak
ada keluhan BAK dan BAB.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat infeksi sebelumnya (-)
- Hipertensi (-)
- DM (-)
- Asma (-)
- Penyakit Jantung (-)

3
- Riwayat minum obat TB (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga pasien dengan keluhan yang sama

3. PEMERIKSAAN UMUM
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : composmentis (E4M6V5)

4. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Pasien
K.U : Sakit Sedang/ Gizi Baik/ Compos Mentis
BB : 50 kg
TB : 152 cm
IMT : 21.7
2. Tanda Vital
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Suhu : 39,50 C
Nadi : 98 kali/menit
Pernapasan : 18 kali/menit
3. Status Generalis
a. Kepala
Bentuk Kepala : Normochepal
Rambut : Hitam-putih, tidak rontok
Deformitas : Tidak ada
b. Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : Tidak ada
Konjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterus (-), Perdarahan (-)
Pupil : Bulat, Isokor kiri – kanan
Palpebra : Udem pada kedua palpebra

4
c. Telinga
Pendengaran : Dalam Batas Normal
Nyeri Tekan : Tidak ada
d. Hidung
Bentuk : Simetris
Perdarahan : Tidak ada
e. Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Lidah kotor : (-)
f. Leher
DVS : R-4
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
Kaku Kuduk : (-)
g. Thorax
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Vocal Fremitus Kiri = Kanan, Nyeri Tekan (-)
Perkusi : Sonor D/S, Batas Paru – Hepar ICS 5-6
Auskultasi : Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
h. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Batas Kanan: ICS VI Parasternal Dextra
Batas Kiri: ICS V line midclavicularis kiri
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II, murni regular
i. Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Hepar tidak teraba, nyeri tekan (-). Lien tidak
teraba, Massa Tumor (-), Nyeri tekan epigastrium
(-), nyeri tekan regio abdomen lainnya(-)

5
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
j. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
k. Ekstremitas : - bengkak dan kemerahan pada jari-jari tangan,
- bengkak pergelangan sampai punggung kaki (+)
- teraba hangat (+)
l. Kulit : Peteki (-)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
a. Darah Rutin
WBC : 4.8x103/uL
HB : 13.8 gr/dl
PLT : 121x103 /uL
b. Kimia Darah
GDS : 73 mg/dL
Kolesterol Total : 153 mg/dl
Ureum Darah : 20 u/L
Kreatinin Darah : 0.5 u/L
c. Urin
WBC : (-)
Keton : (-)
Nitrit : (-)
Urobilinogen : (+3)
Biliirubin : (+1)
Protein : (+2)
Glukosa : (-)
2. Radiologi foto Thoraks : (-)

F. DIAGNOSA KERJA
Rheumatoid Arthritis

6
G. PENATALAKSANAAN
- Diet Lunak
- Infus RL 24 tpm
- Meloxicam 7,5 mg 2x1
- Furosemid 1-0-0
- Cefoperazon 1gr/12jam/iv
- Dexamethason 1gr/12jam/iv
- Lanzoprazole 1x1

H. FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN INSTRUKSI

PENYAKIT DOKTER

15/06/2019 S: P:

- Riw Demam semalam dan - Diet Lunak


sulit tidur - Infus RL 24 tpm
T: 90/60 mmHg
- Nyeri dan bengkak pada - Meloxicam 7,5 mg
N: 88x/m jari – tangan (+), Nyeri 2x1
sendi pada kedua siku (+) - Furosemid 1-0-0
P: 18x/m
dan nyeri pada pergelangan - Cefoperazon
S: 36,5oC sendi kaki (+) 1gr/12jam/iv
- Bengkak pada pergelangan - Dexamethason
kaki sampai punggung kaki 1gr/12jam/iv
(+) - Lanzoprazole 1x1
- Kedua Kelopak Mata -
bengkak (+)
O:

- SS/GC/CM
- Kepala : Anemis (-),

7
ikterus (-), sianosis(-),
palpebra edema (+)
- Paru : Vesikuler, Rh -/-,
Wh (-)/(-)
- Cor: BJ I/II murni, regular
- Abdomen : peristaltik (+)
kesan normal
- Ekstremitas: edema
pungung kaki (+)
A:

- Rheumatoid Artritis

- Observasi Febris

16/06/2019 S: P

- Demam (-), Sulit tidur (+) - Diet Lunak


- Nyeri dan bengkak pada - Infus RL 24 tpm
T: 90/60 mmHg
jari – tangan (+), nyeri - Meloxicam 7,5 mg
N: 80x/m sendi pada kedua siku (+) 2x1
dan nyeri pada pergelangan - Furosemid 1-0-0
P: 18x/m
sendi kaki (+) - Cefoperazon
S: 36,8oC - Bengkak pada pergelangan 1gr/12jam/iv
kaki sampai punggung kaki - Dexamethason
(+) 1gr/12jam/iv
- Kedua Kelopak Mata - Lanzoprazole 1x1
bengkak (+)

O: SS/GC/CM

- Kepala : Anemis (-),

8
ikterus (-), sianosis(-),
palpebra edema (+)
- Paru : Vesikuler, Rh -/-,
Wh (-)/(-)
- Cor: BJ I/II murni, regular
- Abdomen : peristaltik (+)
kesan normal
- Ekstremitas : edema
punggung kaki(+)
A:

- Rheumatoid Artritis

17/06/2019 S: P:

- Demam (-) - Diet Lunak


- Nyeri dan bengkak pada - Infus RL 24 tpm
T:110/60 mmHg
jari – jari tangan mulai - Meloxicam 7,5 mg
N: 80x/m berkurang, nyeri kedua siku 2x1
dan pergelangan sendi - Furosemid 1-0-0
P: 20x/m
kedua kaki mulai - Cefoperazon
o
S: 36,6 C berkurang 1gr/12jam/iv
- Bengkak pada pergelangan - Dexamethason
kaki sampai punggung kaki 1gr/12jam/iv
mulai berkurang - Lanzoprazole 1x1
- Kedua Kelopak Mata
bengkak (-)

O: SS/GC/CM

- Kepala : Anemis (-),


ikterus (-), sianosis(-),
palpebra udem (+)

9
- Paru : Vesikuler, Rh -/-,
Wh (-)/(-)
- Cor: BJ I/II murni, regular
- Abdomen : peristaltik (+)
kesan normal
- Ekstremitas : edema
punggung kaki (-)
A:

- Rheumatoid Artritis

18/06/2019 S: P:

- Demam (-) - Aff infus


- Nyeri sendi dan bengkak - Boleh pulang
T:110/60 mmHg
pada jari – jari tangan - Meloxicam 7,5 mg
N: 82x/m berkurang, nyeri kedua siku 2x1
dan nyeri pada pergelangan
P: 20x/m
sendi kaki berkurang.
S: 36,5oC - Bengkak pada pergelangan
sampai punggung kaki (-)
- Kedua Kelopak Mata
bengkak (-)

O: SS/GC/CM

- Kepala : Anemis (-),


ikterus (-), sianosis(-),
palpebra udem (-)
- Paru : Vesikuler, Rh -/-,
Wh (-)/(-)
- Cor: BJ I/II murni, regular
- Abdomen : peristaltik (+)

10
kesan normal
- Ekstremitas: edema
pungung kaki (-)
A:

- Rheumatoid Artritis

11
RESUME

Pasien MRS dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
juga mengeluh nyeri sendi terutama pada pagi hari yang dirasakan hampir 2 bulan.
Awal mula keluhan adalah rasa kaku di pangkal jari-jari tangan pada pagi hari dan
berlangsung kurang dari 30 menit namun semakin hari muncul hingga lebih dari 1
jam. Semakin lama, pasien merasa sendi jari-jarinya menjadi bengkak.
Pasien mengeluh nyeri pada persendian siku di kedua tangan serta nyeri
pada kedua pergelangan sendi kaki. Pasien mengeluh bengkak pada pergelangan
kaki sampai punggung kaki serta terdapat bengkak pada kelopak mata. Nyeri
kepala (-), mual dan muntah (-), nyeri perut (-). Tidak ada keluhan BAK dan
BAB.
Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada.
Riwayat Penyakit jantung tidak ada. Riwayat pengobatan OAT disangkal.
Riwayat penyakit DM disangkal. Riwayat infeksi sebelumnya disangkal. Riwayat
minum obat-obatan tidak ada.Riwayat penyakit yang sama pada keluarga tidak
ada. .Dari hasil pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan peningkatan suhu saat
pasien datang. Kepala: anemis (-), icterus (-), edema palpebra (+). Leher : Kaku
kuduk (-) Massa (-). Thorax Paru : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/- Jantung : BJ I & II
murni reguler. Abdomen Auskultasi: peristaltik (+) kesan normal. Extremitas :
bengkak dan kemerahan pada jari-jari tangan dan edema pada punggung kedua
kaki (+).
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang maka,
pasien didiagnosis dengan Rheumatoid Arthritis. Pada pasien ini maka diberikan
pengobatan Infus RL 24 tpm, Meloxicam 7,5 mg 2x1, Furosemid 1-0-0,
Cefoperazon 1gr/12jam/iv, Dexamethason 1gr/12jam/iv dan Lanzoprazole 1x1.

12
13
DISKUSI

Kriteria yang dapat digunakan dalam mendiagnosis RA. Diantaranya


adalah berdasarkan kriteria ARA (American Rheumatism Association) yang
direvisi tahun 1987 dan kriteria ACR (American College of Rheumatology) yang
direvisi tahun 2010.6
Berikut adalah kriteria ARA (American Rheumatism Association) yang
direvisi tahun 1987 yang masih dapat digunakan dalam mendiagnosis RA:
1. Kaku pagi hari pada sendi dan sekitarnya, sekurang-kurangnya selama 1
jam sebelum perbaikan maksimal.
2. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) pada 3 daerah
sendi atau lebih secara bersamaan.
3. Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu
pembengkakan persendian tangan yaitu PIP (proximal interphalangeal),
MCP (metacarpophalangeal), atau pergelangan tangan.
4. Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi
misalnya PIP (proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal),
atau MTP (metatarsophalangeal).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler.
6. Rheumatoid Factor serum positif
7. Perubahan gambaran radiologis yang khas pada RA pada sendi tangan
atau pergelangan tangan yaitu erosi atau dekalsifikasi tulang pada sendi
yang terlibat

Diagnosa RA, jika sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas


dan kriteria 1 sampai 4 harus ditemukan minimal 6 minggu. Pada pasien ini dari
hasil anamnesis mengeluh nyeri sendi. Awal mula keluhan adalah rasa kaku di
pangkal jari-jari tangan pada pagi hari dan berlangsung kurang dari 30 menit
namun semakin hari muncul hingga lebih dari 1 jam. Semakin lama, pasien
merasa sendi jari-jarinya menjadi bengkak. Nyeri dirasakan pada jari – jari tangan,

14
persendian kedua siku dan persendian kedua pergelangan kaki. Pada pemeriksaan
fisis didapatkan edema pada jari – jari tangan dan pergelangan kaki sampai
punggung kaki. Gejala yang pasien rasakan sudah sekitar 2 bulan yang lalu. Dari
hasil yang didapakan ini sesuai dengan kriteria untuk mendiagnosa Rheumatoid
Arthritis menurut kriteria ARA (American Rheumatism Association) 1987.
Selain kriteria diatas, dapat pula digunakan kriteria diagnosis RA
berdasarkan skor dari American College of Rheumatology (ACR/Eular) 2010. Jika
skor =6, maka pasien pasti menderita RA. Sebaliknya jika skor <6 pasien
mungkin memenuhi kriteria RA secara prospektif (gejala kumulatif) maupun
retrospektif (data dari keempat domain didapatkan dari riwayat penyakit).7

Pada pasien ini didapatkan keterlibatan 4 sendi besar yaitu sendi siku kiri
dan kanan serta sendi pada pergelangan kaki kiri dan kanan yang dialami sejak
kurang lebih 2 bulan yang lalu. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
laboratorium tambahan dikarenakan tidak tersedianya di rumah sakit ini.
The American College of Rheumatology Subcommitte on Rheumatoid
Arthritis (ACRSRA) merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dasar untuk
evaluasi antara lain : darah perifer lengkap (complete blood cell count), factor
rheumatoid (RF), laju endap darah atau C-reactive protein (CRP). Pemeriksaan

15
fungsi hati dan ginjal juga direkomendasikan karena akan membantu dalam
pemilihan terapi. Bila hasil pemeriksaan RF dan anti CCP negative bias
dilanjutkan dengan pemeriksaan anti-RA33 untuk membedakan penderita
Rheumatoid Arhritis yang mempunyai risiko tinggi mengalami prognosis buruk.8
Faktor genetik berperan 50% hingga 60% dalam perkembangan
Rheumatoid Arthritis. Gen yang berkaitan kuat adalah HLA-DRB1, pada pasien
ini dari hasil anamnesis tidak ditemukan riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga. Rheumatoid Arthritis jauh lebih sering pada perempuan dibanding laki-
laki dengan rasio 3:1. Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin masih
belum jelas, perbedaan pada hormon seks kemungkinan memiliki pengaruh.
Rheumatoid Arthritis biasanya timbul antara usia 40 tahun sampai 60 tahun. Dari
semua faktor risiko untuk timbulnya RA, faktor ketuaan adalah yang terkuat.
Prevalensi dan beratnya RA semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Pada
pasien ini memiliki faktor resiko tersebut dengan jenis kelamin perempuan dan
usia 54 tahun.6
Pasien ini datang dengan keluhan demam. Salah satu manifestasi klinis
dari Rheumatoid Arthritis yaitu adanya gejala konstitusional : penurunan berat
badan, malaise, depresi, demam dan kakesia. Demam dapat terjadi karena infeksi
virus, infeksi bakteri, kanker, tumor, atau adanya penyakit autoimun.6,8
Proses autoimun dalam patogenesis Rheumatoid Arthritis masih belum
tuntas diketahui, dan teorinya masih berkembang terus. Dikatakan terjadi berbagai
peran yang saling terkait, antara lain peran genetik, infeksi, autoantibodi serta
peran imunitas selular, humoral, peran sitokin, dan berbagai mediator keradangan.
Semua peran ini, satu sama lainnya saling terkait dan pada akhirmya
menyebabkan keradangan pada sinovium dan kerusakan sendi disekitarnya atau
mungkin organ lainnya. Sitokin merupakan local protein mediator yang dapat
menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi dan aktivitas sel, dalam proses
keradangan. Berbagai sitokin berperan dalam proses keradangan yaitu TNF a, IL-
1, yang terutama dihasilkan oleh monosit atau makrofag menyebabkan stimulasi
dari sel mesenzim seperti sel fibroblast sinovium, osteoklas, kondrosit serta
merangsang pengeluaran enzim penghancur jaringan, enzim matrix

16
metalloproteases (MMPs). Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular,
edema pada jaringan di bawah sinovium, poliferasi ringan dari sinovial, infiltrasi
PMN, dan penyumbatan pembuluh darah oleh sel radang dan thrombus.8
Selain nyeri sendi pasien juga datang dengan keluhan bengkak pada kedua
mata. Edema dapat terjadi pada kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik, peningkatan permeabilitas kapiler atau peningkatan tekanan osmotic
kapiler atau penurunan tekanan osmotic plasma. Pada pasien ini edema yang
terjadi dicurigai karena penurunan tekanan osmotic plasma yang di lihat dari hasil
urinalisa ditemukannya protein dalam urin (proteinuria). Sebagaimana kita tahu
fungsi protein dalam darah atau albumin yang mempertahankan tekanan osmotic
plasma, jika kurang albumin atau protein, maka terjadi penurunan tekanan
osmotic yang mengakibatkan cairan pergi ke jaringan interstisial terutama
jaringan ikat longgar.9
Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi dan
pembedahan bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga. Tujuan
pengobatan adalah menghilangkan inflamasi, mencegah deformitas,
mengembalikan fungsi sendi, dan mencegah destruksi jaringan lebih lanjut.6
1. NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)
Pada pasien ini diberikan meloxicam yaitu obat golongan NSAID dengan
dosis 7,5 mg dengan dua kali pemberian dalam sehari, diberikan sejak
awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. Namun NSAID tidak
melindungi kerusakan tulang rawan sendi dan tulang dari proses destruksi.
2. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)
Pada pasien ini tidak diberikan obat golongan DMARD dikarenakan
keterbatasan kesediaan obat di rumah sakit. DMARD digunakan untuk
melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi oleh
Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin,
metotreksat, sulfasalazine, garam emas, penisilamin, dan asatioprin.
DMARD dapat diberikan tunggal maupun kombinasi.

17
3. Kortikosteroid
Pasien ini diberikan Dexamethason yaitu obat golongan kortikosteroid
dengan dosis 1gr dengan dua kali pemberian yang diberikan secara
intravena. Diberikan kortikosteroid sebagai “bridge” terapi untuk
mengurangi keluhan pasien.
4. Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Caranya dapat dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat melalui
pemakaian tongkat, pemasangan bidai, latihan, dan sebagainya. Setelah
nyeri berkurang, dapat mulai dilakukan fisioterapi.
5. Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan,
maka dapat dipertimbangkan pembedahan yang bersifat ortopedi,
contohnya sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement, dan
sebagainya.

18
Pada pasien ini diberikan Furosemid tablet dengan satu kali pemberian (1-
0-0) dengan tujuan mengurangi edema. Furosemide merupakan obat golongan
loop diuretic. Furosemid disukai penggunaannya karena memiliki awal mula kerja
cepat dengan durasi agak pendek. Mekanisme kerja furosemid adalah
menghambat reabsorbsi natrium dan klorida di tubulus proksimal pada bagian
naik yang tebal pada loop of Henle. Bagian ini memiliki kapasitas reabsorbsi NaCl
tinggi sehingga furosemid memiliki efek diuresis yang lebih besar dibandingkan
diuretik lain.10
Pemberian Cefoperazone bertujuan untuk mengatasi infeksi bakteri yang
terjadi pada pasien ini. Cefoperazone adalah obat golongan antibiotik sefalosporin
generasi ke tiga, mekanisme kerja antimikroba sefalosporin ialah menghambat
sintesis dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif
terhadap kuman Gram posistif maupun Gram Negatif, tetapi spectrum anti-
mikroba masing-masing derivate bervariasi. Cefoperazone tersedia dalam bentuk
suntik yang pemakaiannya hanya diberikan oleh dokter.10
Lansoprazole diberikan secara oral dengan dosis 30 mg diberikan satu kali
selama satu hari. Obat ini merupakan golongan Proton Pump Inhibitor,
mekanisme kerja obat ini adalah dengan mengontrol sekresi asam lambung
dengan menghambat pompa proton yang mentransfer ion H+ keluar dari sel
pariental lambung.11
Dalam penelitian dibuktikan bahwa terdapat hubungan pemberian
deksametason dengan kerusakan mukosa lambung. Deksametason merupakan
salah satu contoh obat golongan glukokortikoid sintetik dengan kerja lama.
Deksametason memiliki efek antiinflamasi dan imunosupresif. Kerusakan mukosa
lambung tersebut dapat disebabkan karena glukokortikoid menurunkan
prostaglandin. Glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi dengan cara
menurunkan sintesis prostaglandin, leukotrien, dan platelet-activating factor
yang dihasilkan dari aktivasi phospholipase A. Pada akhirnya, glukokortikoid
menurunkan ekspresi cyclooxygenase 11 sehingga mengurangi jumlah enzim
yang tersedia untuk memproduksi prostaglandin. Prostaglandin yang banyak

19
ditemukan pada mukosa lambung memiliki peran utama dalam pertahanan sel
epitel lambung dan dalam menghasilkan mukus bikarbonat yang berfungsi dalam
pertahanan mukosa lambung.12
Selain pemberian obat golongan kortikosteroid, pemberian obat NSAID
juga dapat menyebabkan gastritis. Obat anti inflamasi non-steroid dapat merusak
mukosa lambung melalui 2 mekanisme utama yaitu topikal dan sistemik.
Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS bersifat lipofilik dan
asam, sehingga mempermudah trapping ion hidrogen masuk mukosa dan
menimbulkan ulserasi. Efek sistemik OAINS lebih penting, yaitu kerusakan
mukosa lambung terjadi akibat adanya produksi prostaglandin yang menurun.
Prostaglandin khususnya prostaglandin E merupakan substansi sitoproteksi yang
amat penting bagi mukosa lambung. Penurunan produksi prostaglandin E tersebut
akan menyebabkan terbentuknya lesi akut mukosa lambung dengan bentuk ringan
sampai berat.13

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan


Artritis Reumatoid. ISBN : 2014. p 2-4
2. McInnes, I.B., Schett, G. The Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. NEngl J Med,
2011. vol. 365, pp. 2205-19
3. Rudan, I., et al. Prevalence Of Rheumatoid Arthritis In Low– And Middle–Income
Countries: A Systematic Review And Analysis. Journal of Global Health. 2015
vol.5, no.1, pp.1-10
4. Tobon, G.J., Youinou, P., Saraux, A. The Environment, GeoEpidemiology, and
Autoimmune Disease: Rheumatoid Arthritis, Elsevier, doi:10.1016/j.autrev.2009.11.
5. Sumariyono, H.I. Predictor Of Joint Damage In Rheumatoid Arthritis. Indonesian
Journal of Rheumatology, 2010. vol.03, no.02, pp. 15-20
6. Rosani, S. Artritis Reumatoid. In Chris Tanto, et al. Kapita Selekta
Kedokteran/editor. Ed.4. Jakarta: Media Aesculapius, 2014. pp 835-839
7. Aletaha D, Neogi T, Silman AJ, dkk. Rematoid Arthritis Collaborative Initiative.
Arthritis Rheum 2010; 62: 2569 – 81
8. Suarjana IN. Arthritis Reumatoid. Dalam Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, SImadibrata
M, Setiyohadi B, Syam AF, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p 3132-47
9. Ian E, Pasaribu, R. (ed). Edema patofisiologi & penanganan BAIPD. Jilid I. Edisi
IV. Jakarta : FKUI ; 2009. p 515-518
10. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007. p 389-393
11. Wells, BG, J.Dipiro, T. Schwinghammer, C. Dipiro, , Pharmacotherapy Handbook
Seventh Edition. The McGraw- Hill Componies, Inc, US. 2009. p 267 -272
12. Kusumaadhi, ZM. Ismail, A. PENGARUH PEMBERIAN DEKSAMETASON DOSIS
BERTINGKAT PER ORAL 30 HARI TERHADAP KERUSAKAN MUKOSA
LAMBUNG TIKUS WISTAR. FK Undip. 2010. p 1-3
13. Amrulloh, FM. Utami, N. Hubungan Konsumsi OAINS terhadap Gastritis. FK
Unila. 2016. p 18-21

21

Anda mungkin juga menyukai