Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM DASAR-DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN


HASIL PERIKANAN

KEMUNDURAN MUTU PADA IKAN

Intan Azzahwa
05061181924009
Kelompok 3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020

Universitas Sriwijaya
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan sebagai makan sehat dan juga makanan yang cepat rusak/membusuk
merupakan dua sisi yang saling bertolak belakang namun memilki keterkaitan
satu  sama lain, oleh karena itu dibutuhkan perhatian serius terhadap produk
ini. Pentingnya mengetahui bagaimana proses penurunan mutu ikan terjadi
dan sumber – sumber kontaminasi apa saja yang berpotensi terjadi serta
bagaimana mencegah sumber kontaminasi tersebut agar tidak menjadi media
tumbuhnya bakteri yang dapat merusak atau menurunkan mutu hasil
perikanan.
Kemunduran mutu ikan sebagai bahan pangan disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme pembusuk. Suatu usaha untuk mempertahankan atau menghambat
kecepatan kerusakan ikan segar dapat dilakukan dengan pengawetan. Pengolahan
dan pengawetan makanan dibagi menjadi 3, yaitu pengawetan secara fisika,
pengawetan secara kimia dan pengawetan secara mikrobiologi (Suwarno.2006).
Pengawetan secara fisika dengan pengeringan, pengawetan secara kimia dengan
penambahan bahan makanan atau pengawet buatan (sintetis), akan tetapi terkadang
bahan kimia cukup berbahaya karena penggunaan yang tidak tepat seperti
penambahan formalin yang dapat menyebabkan berbagai penyakit. Sedangkan
pengawetan secara mikrobiologi (Bahar, 2006).
Dengan memanfaatkan bahan alami atau menumbuhkan mikroorganisme yang
berguna secara selektif. Pengawet alami merupakan jenis pengawet yang berasal dari
tumbuhan, hewan maupun mikroba. Pengawetan dengan menggunakan bahan alami
sangat aman digunakan, karena berasal dari alam yang mudah ditemukan yaitu
dengan penambahan suatu ekstrak dari tanaman yang memiliki kandungan senyawa
aktif antibakteri, sehingga dapat mengurangi pembusukan atau kerusakan bahan
pangan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba serta dapat memperpanjang daya
simpan (Khairuman.M. 2002).

1.2. Tujuan

Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. klasifikasi dan Morfologi Ikan lele ( Clarias sp)


Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam
ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Lele dicirikan
dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta adanya sungut yang
menyembul dari daerah sekitar mulutnya. Nama ilmiah Lele adalah Clarias spp.
yang berasal dari bahasa Yunani "chlaros", berarti "kuat dan lincah". Dalam
bahasa Inggris lele disebut dengan beberapa nama, seperti catfish, mudfish dan
walking catfish. Klasifikasi ikan lele berdasarkan Saanin (1984) dalam Hilwa
(2004) yaitu sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostarophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Ikan lele mempunyai ciri-ciri atau morfologi yaitu Kepala ikan lele yang
panjang , hamper mencapai seperempat dari panjang tubuhnya dengan bentuk
kepala pipih ke bawah (depressed ). Lalu Pada bagian atas dan bawah kepalanya
tertutup oleh tulang pelat , Tulang ini membentuk ruangan rongga di atas insang.
Mulut ikan lele dilengkapi oleh gigi , gigi nyata, atau hanya berupa permukaan
yang kasar dimulut bagian depan. Pada Lele juga memiliki 4 pasang sungut yang
terletak di sekitar mulut , Sepasang sungut hidung, sepasang sungut mandibular
luar , sepasang sungut mandibular dalam, dan sepasang sungut maxilar. Ikan lele
ini mempunyai alat olfaktori dideket sungut yang berfungsi untuk perabaan dan
penciuman serta penglihatan pada ikan lele yang kurang berfungsi baik. Bagian
mata ikan lele berbentuk kecil dengan tepi orbital yang bebas. Tubuh ikan lele
berbentuk memanjang , dengan agak bulat ,dan tidak mempunyai sisik. Badan lele
pada bagian tengahnya mempunyai bentuk yang membulat , sementara bagian

Universitas Sriwijaya
belakang tubuhnya berbentuk pipih kesamping (compressed ). Sepasang sirip ekor
ikan lele berbentuk membulat dan tidak bergabung dengan sirip punggung
maupun sirip anal, sirip perut membulat dan panjangnya mencapai sirip dubur.
Pada bagian sirip dada lele dilengkapi sepasang duri tajam yang umumnya disebut
dengan nama patil. Warna ikan lele umunya lele berwarna hitam, coklat walau
adapula yang berbentuk merah muda dan albino tergantung jenisnya.
(Khairuman.M, 2002)
2.2. kemunduran mutu ikan
Ikan yang bersifat perishable atau mudah mengalami pembusukan atau
kemunduran mutu. Fase-fase pembusukan pada ikan ada 3 tahap, yaitu
prerigormortis, rigormortis, dan pascargormortis. Dan proses perubahan pada
tubuh ikan terjadi karena adanya aktivitas enzim, mikrooranisme, atau oksidasi
oksigen. Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisik maupun kimiawi
berlangsung secara cepat. Semua perubahan ini akhirnya mengarah ke
pembusukan. Seluruh permukaan tubuh ikan yang sedang mengalami proses
pembusukan dipenuhi lendir.
Adapun urutan proses perubahan yang terjadi pada tubuh ikan adalah proses
perubahan pada ikan setelah penangkapan yang meliputi proses prerigormortis,
rigormortis dan pascarigormortis. Proses perubahan karena aktivitas enzim
(Autolisis). Autolisis adalah proses penguraian organ-organ tubuh ikan oleh
enzim-enzim yang terdapat didalam tubuh ikan sendiri.Proses ini biasanya terjadi
setelah ikan yang mati melewati fase rigormortis. Selama ikan hidup, enzim-
enzim yang terdapat didalam tubuh berasal dari daging(cathepsin), enzim
pencernaan (trypsin, chemotrypsin dan pepsin) atau enzim dari mikroorganisme
yang terdapat pada saluran pencernaan. Untuk menghindari terjadinya autolisis,
ikan sebaiknya dipanaskan pada suhu 60-80oC dalam waktu yang relative singkat
sekitar 5 menit.Proses perubahan karena aktivitas Mikroorganisme.
Dalam keadaan hidup, ikan dapat dianggap tidak mengandung bekteri yang
sifatnya tidak mengandung bakteri yang sifatnya merusak. Adapunjenis bakteri
yang umumnya ditemukan pada tubuh ikan adalah Achromobacter, Pseudomonas,
Micrococcus, dan Bacillus.

Universitas Sriwijaya
Selanjutnya proses perubahan karena oksidasi. Proses perubahan pada ikan
dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak, sehingga timbul aroma tengik
yang tidak diinginkan. Pada praktikum ini hal-hal yang diamati adalah post
mortemnya yaitu, rentang waktu pada tahap-tahap kemunduran mutu ikan setelah
ikan mati. Hari pertama ikan masih berada dalam keadaan hidup sehingga untuk
hari keduanya ikan masih berada pada fase rigormortis dan dalam keadaan segar.
Pengamatan yang dilakukan meliputi, tekstur tubuh, mata, insang, sisik, keadaan
perut, bau dan lendir. Dilakukan pada ikan yang disiangi dan tanpa penyiangan.
Pada ikan yang disiangi lebih lama mengalami kemunduran mutu karena
penyiangan dilakukan dengan membuang insang dan jeroan atau isi perut.
Keduanya merupakan tempat adanya bakteri sehingga proses kemunduran
mutunya lebih lama terjadi. Sedangkan pada ikan tanpa penyiangan lebih cepat
mengalami kemunduran mutu karena bakteri-bakteri tersebut menyerang tubuh
bagian dalam, dan saluran pencernaan menuju jaringan daging dan dari
permukaan kulit menuju ke jaringan tubuh bagian dalam. Sehingga proses
rigormortisnya hanya bertahan selama 3 hari dengan media pembekuan.
Proses kemunduran mutu kesegaran ikan akan terus berlangsung jika
tidak dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak
hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri
maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia.
Faktor biologis (internal) tidak mudah ditangani karena berkaitan dengan sifat
ikan itu sendiri. Meski begitu, dalam beberapa hal beberapa tindakan dapat
dilakukan. Misalnya untuk ikan budidaya dipuasakan lebih dulu paling tidak 4
jam sebelum dipanen sehingga ikan tidak dalam kondisi kenyang ketika dipanen.
Yang paling dapat dilakukan adalah menangani faktor eksternal karena berkaitan
dengan tindakan dan lingkungan yang diberikan. Betapa pun, penurunan mutu
harus dihambat sejak awal, yaitu sejak ikan ditangkap atau diangkat dari habitat
hidupnya, dan tetap dilanjutkan ketika ikan didaratkan, selama transportasi hingga
selama pengolahan.
Ada dua cara utama untuk menghambat kemunduran mutu ikan segar.
Yang pertama adalah dengan merusak atau mematikan agen penyebab kerusakan,
yaitu enzim dan bakteri. Dengan menggunakan suhu tinggi pemanasan,

Universitas Sriwijaya
pemasakan, dan sebagainya biang penyebab kerusakan tersebut tidak aktif lagi.
Namun cara ini tidak hanya berpengaruh terhadap agen penyebab kemunduran
mutu ikan, tetapi juga mengubah sifat asli kesegaran ikan. Cara kedua adalah
dengan menghambat aktivitas penyebab kemunduran mutu hingga pada tingkat
paling rendah. Misalnya dengan menggunakan garam, pengeringan, dan
sebagainya. Namun cara ini juga menyebabkan banyak perubahan terhadap sifat
asli kesegaran ikan. Agar sifat asli kesegaran ikan bertahan, yang diperlukan
adalah cara yang tidak banyak berpengaruh terhadap sifat asli kesegaran ikan.
Cara paling mudah dan jitu untuk menghambat biang kerusakan ikan adalah
dengan menggunakan suhu rendah. Istimewanya, dengan suhu rendah ini aktivitas
biang kerusakan terhambat sedangkan sifat asli kesegaran ikan hampir tidak
berubah. Pada suhu rendah tersebut aktivitas enzim terhambat, aktivitas dan
pertumbuhan bakteri pun terhambat dan bahkan sebagian bakteri yang tidak tahan
suhu rendah akan mati. Akibatnya, kemunduran mutu ikan berjalan jauh lebih
lambat sehingga ikan tetap segar dalam jangka waktu lama. Kemampuan suhu
rendah mempertahankan ikan tetap segar sangat ditentukan oleh mutu awal ikan,
teknik untuk membuat ikan bersuhu rendah, dan penerapan suhu rendah tersebut
hingga ikan siap digunakan (sistem rantai dingin).Cara paling sederhana, mudah,
murah dan lazim digunakan untuk membuat ikan bersuhu rendah adalah dengan
menurunkan suhu menggunakan es. Dengan cara ini ikan menjadi dingin tetapi
tidak beku. Titik beku ikan (-1,1° s/d -2,2°C) tidak akan tercapai, dan suhu
terendah yang dicapai sekitar 0°C. Pada suhu ini semua aktivitas penyebab
kemunduran mutu ikan terhambat total sehingga kemunduran mutu pun
terhambat. Tidak hanyak itu, dengan es tersebut ikan akan tetap basah, bersih dan
mengkilap akibat tercuci lelehan es (Suwarno, 2006).
2.3. faktor penyebab kemunduran mutu ikan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemunduran mutu pada iakan
diantaranya adalah Jenis dan ukuran ikan, Suhu ikan, Cara kematian dan
penangkapan, Kondisi biologis ikan dan Cara penanganan dan penyimpanan. Pada
jenis dan ukuran ikan kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis karena
perbedaan komposisi kimianya.  Ikan – ikan yang kecil lebih cepat membusuknya
lebih cepat daripada ikan yang lebih besar. (Bahar, 2006)

Universitas Sriwijaya
Berdasarkan Suhu ikan suhu air saat ikan ditangkap mempengaruhi
kemunduran mutu ikan terutama pada air yang bersuhu tinggi dan ikan berada
lebih lama didalam air sebelum diangkat, hal ini yang dapat mempercepat proses
kemunduran mutu ikan. Suhu ikan adalah faktor yang paling besar peranannya
adalam menentukan waktu yang diperlukan ikan memasuki, memulai, dan
melewati rigor.  Semakin rendah suhu penanganan ikan segera setelah ditangkap
semakin lambat ikan memasuki tahap rigor dan semakin panjang waktu rigor itu
berakhir ( Mandala, 2005).
Selain itu juga terdapat Proses kematian karena penangkapan juga dapat
menjadi faktor ikan mengalami kemunduran mutu. ikan yang tidak banyak
berontak ketika ditangkap atau sebelum mati, kesegarannya akan lebih tahan lama
daripada ikan yang lama berontak. (Khairuman, 2002)
Ikan yang ditangkap dengan payang, trawl, pole and line dan sebagainya,
akan lebih baik keadaannya apabila dibandingkan dengan yang ditangkap melalui
giil net, long line dan sebagainya.  Ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan agak
lam terendam di dalam air sehingga keadaannya sudah kurang baik sewaktu
dinaikkan keatas dek (Suwarno, 2006).
Berdasarkan kondisi biologis ikan. Ikan yang sangat kenyang akan makanan
saat ditangkap (disebut “feedy fish”), perut dan dinding perutnya segera diurai
oleh enzim isi perut yang mengakibatkan perubahan warna “perut gosong” (belly
burn) yang mengarah perut terbusai ( torn bellies atau belly burst) / ikan pelagik,
sardin, dan kembung yang perutnya kenyang, dapat mengalami pembusaan perut
jauh sebelum tanda – tanda pembusukan mulai terlihat (Khairuman.M, 2002).
Cara penanganan dan penyimpanan. Jika ikan yang dalam keadaan rigor
diperlakukan dengan kasar, misalnya ditumpuk terlalu banyak, terlempar, terkena
benturan, terinjak, terlipat, dibengkokkan atau diluruskan dan sebagainya, maka
pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Pembusukan dapat diperlambat jika
ikan disiangi dan disimpan pada suhu yang rendah. (Suwarno, 2006)

Universitas Sriwijaya
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Dasar-Dasar pengolahan hasil perikanan dilaksanakan pada hari
senin tanggal 17 Februari 2020 pada pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai,
bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada Praktikum pengolahan hasil perikanan
ini adalah pisau,

3.3. Prosedur Kerja


Berikut adalah prosedur kerja yang dilakukan pada Praktikum pengolahan hasil
perikanan ini adalah

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil dari praktikum pengolahan hasil perikanan disajikan pada

Universitas Sriwijaya
4.2 Pembahasan

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan yang didapatkan dari praktikum tentang
kemunduran mutu ikan.
1. Ikan memiliki protein, lemak, dan vitamin yang baik untuk tubuh manusia.
2. Adanya beberapa fase dalam perubahan fisik yang di sebabkan oleh aktivitas
enzim dan mikroorganisme.
3. Kita dapat mengetahui tentang ikan yang layak buat dikonsumsi
4. Dapat lebih teliti dalam menentukan ikan yang segar atau busuk
5. Cara untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan dapat dilihat dari mata, insang,
tekstur daging, keadaan kulit dan lendir, kedaan perut dan sayatan daging,
serta bau dari ikan.

5.2 Saran
Dalam pelaksanaan praktikum hendaknya praktikan mendengarkan asisten
dan lebih fokus agar kegiatan praktikum dapat berjalan lancar.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, H. 2006. Sumberdaya Perikanan Indonesia. Galia Indonesia : Jakarta.
Khairuman, M. 2002. Morfologi Ikan. Gramedia : Jakarta
Khairuman (2002) .Morfologi ikan.Sukabumi:Bandung
Mandala, J. 2005. Budidaya Perairan. Penebar Swadaya : Jakarta
Suwarno,Hadi.2006.Dasar-Dasar Teknologi Hasil perikanan SMK Negri 6.Modul:
Bandar Lampung

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai