Anda di halaman 1dari 16

Referat

TRAUMA KIMIA MATA

Oleh:
Diana Pratiwi
Dwi Okta Lestari
Elmasita
Nadya Rizky Oktariani
Novia Eka Putri
Rani Rindang Kasih
Sri Adeyana

Pembimbing:
dr. Amiruddin, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Trauma kimia pada mata merupakan suatu gangguan fungsi dan struktur
mata dimana bola mata terpapar oleh zat kimia. Gangguan yang dihasilnya mulai
dari ringan, sedang, berat hingga menyebabkan kebutaan. Penyebab trauma kimia
dibagi atas 2 kelompok yaitu asam dan basa. Zat kimia yang bersifat asam
memiliki pH <7 sedangkan basa memiliki pH >7. Tingkat keparahan trauma
tergantung dari jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi
dari zat kimia tersebut.1,2
Trauma kimia dapat terjadi diberbagai tempat. Lebih dari 60% trauma
kimia terjadi dalam kecelakaan kerja, 30% terjadi dirumah dan 10% akibat dari
serangan. Sehingga dapat disimpulkan 90% dari trauma kimia merupakan paparan
yang tidak disengaja.2 Trauma kimia pada mata mewakili antara 11,5% -22,1%
dari trauma okular. Sekitar dua pertiga dari trauma ini terjadi pada pria muda dan
anak-anak usia 1-2 tahun.3
Manifestasi klinis dari pasien dengan trauma kimia ini tergantung dari
derajat keparahannya. Tatalaksana trauma kimia dibagi berdasarkan beberapa
fase, yaitu fase kejadian yang bertujuan untuk menghilangkan zat kimia penyebab
sebersih mungkin, fase akut yang bertujuan mencegah terbentuknya penyulit, fase
pemulihan dini yang bertujuan membatasi tingkat penyulit serta pemulihan akhir
yang bertujuan untuk rehabilitasi fungsi penglihatan.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma asam


2.1.1 Definisi dan etiologi
Trauma kimia pada mata salah satunya ialah trauma asam. Trauma ini
dapat disebabkan oleh zat kimia berupa cairan, gas atau padat. Zat kimia yang
bersifat asam memiliki pH <7. Gangguan akibat trauma asam biasanya lebih
ringan dibandingkan trauma basa.1
Tabel 1. Bahan penyebab trauma asam.1
Komponen Aktif Sumber Utama
Air keras (H2SO4) Pembersih industri, air accu
Asam sulfid (H2SO3)  Terbentuk dari
percampuran sulfur
dioksida (SO2) dengan air
mata
 Pengawet buah/sayuran
 Bahan pemutih
 Bahan pendingin
Asam hidroflorik (HF) Bahan pemoles/pemutih
kaca, alkilasi bensin,
produksi silikon
Asam cuka (CH3COOH) Cuka 4-10%, biang cuka
80%, asam asetat glasial
Asam Kromik (HCr2O3) Industri verkrom
Asam hidroklorik (HCl) Larutan 31-38%

2.1.2 Patofisiologi
Trauma asam dibagi atas dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion
dalam kornea. Molekul hidrogen mengubah pH sehingga merusak permukaan
okular, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan
koagulasi. Secara umum, koagulasi protein dapat mencegah penetrasi yang lebih
lanjut dari zat asam dan menyebabkan tampilan ground glass  dari stroma kornea.
Sehingga trauma pada mata oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada
trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.4,5
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi
dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer

2
dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka
kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga
mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, namun terkadang seluruh
epitel kornea dapat terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan
proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip
dengan trauma basa.4,5
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi
protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila
konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma basa.
Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial. Koagulasi protein ini terbatas
pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat
mengenai jaringan yang lebih dalam.4,5
Asam hidroflorida merupakan pengecualian dikarenakan asam lemah ini
secara cepat melewati membran sel. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel dan
menghambat enzim glikolitik serta bergabung dengan kalsium dan magnesium
membentuk insoluble complexes. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride
memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung,
pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.4,5

Gambar 1. A. Trauma asam ringan dengan defek epitel kornea sentral.


B. Pewarnaan fluorescein menunjukkan garis defek epitel6

3
Gambar 2. Keratinisasi dan opasifikasi kornea diikuti trauma asam berat6

Gambar 3. Pembentukan simblefaron setelah trauma asam sedang-berat6

2.2 Trauma Basa


2.2.1 Definisi dan etiologi
Trauma basa pada mata adalah keadaan dimana mata terpapar zat kimia
yang memiliki Ph>7, baik bentuk cair, padat maupun gas. Trauma basa biasanya
lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat
yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa

4
akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun,
apabila dilihat dari bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu
kegawatdaruratan.3,7
Trauma basa dapat menyebabkan kerusakan kornea karena perubahan pH,
ulserasi, proteolyzes dan kelainan sintesis kolagen. Zat alkali yang bersifat
lipofilik dapat menembus mata lebih cepat dari asam. Basa dapat menembus
kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan waktu yang cepat, sehingga
berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan
kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses
safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.7
Tabel 2. Bahan penyebab trauma basa.1
Komponen Aktif Sumber Utama
Amonia (NH3) Pupuk, materi pendingin,
cairan pembersih (larutan
7%)
Natrium hidroksida (NaOH) Bahan pembersih saluran
Kalium hidroksida (KOH) Kaustik soda
Magnesium hidroksida Kembang api
{Mg(OH)2}
Kapur {Ca(OH)2} Kapur dinding, semen

2.2.2 Patofisiologi
Zat basa bersifat lipofilik dan sifat penetrasi ke jaringan lebih cepat
daripada zat asam.3,7 Zat basa akan terbagi menjadi ion hidroksida dan kation di
permukaan okuler.7 Asam lemak pada membran sel akan mengalami saponifikasi
(reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa kuat) oleh ion hidroksida,
kemudian ion kation zat basa akan bereaksi dengan proteoglikan dan kolagen. 2
Reaksi tersebut akan penetrasi ke stroma kornea dan masuk ke segmen anterior.
Kerusakan jaringan akan mensekresikan enzim proteolitik yang akan
memperberat kerusakan.3 Hidrasi sebagian pada glikosaminoglikan akan
menyebabkan kekeruhan stroma. Hidrasi kolagen menyebabkan kerusakan dan
pemendekan fibril, kemudian akan mengganggu struktur trabecular meshwork,
hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (TIO). Zat mediator
inflamasi akan dilepaskan sehingga akan memperberat peningkatan TIO.7

5
Gambar 4. Trauma zat basa, terdapat reaksi konjungtiva berat dengan opasifitas
stroma7

2.3 Diagnosis trauma kimia


2.3.1 Anamnesis
Pada anamnesis sering didapatkan pasien tersiram cairan atau tersemprot
gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui
jenis zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya
tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan
terjadinya trauma tersebut. Sering kali pasien datang dengan keluhan mata merah,
bengkak dan iritasi, rasa sakit pada mata, penglihatan buram, sulit membuka
mata, rasa mengganjal pada mata.8
Pajanan terhadap zat kimia yang sering menjadi penyebab trauma antara
lain detergen, desinfektan, pelarut kimia, cairan pembersih rumah tangga, pupuk,
pestisida dan cairan aki. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui zat kimia
penyebab trauma, lama kontak dengan zat kimia, tempat dan kronologis kejadian,
adanya kemungkinan kejadian kecelakaan ditempat kerja atau tindak kriminal
serta penanganan yang sudah dilakukan sebelumnya.8

2.3.2 Pemeriksaan Fisik


Sebelum pemeriksaan mata lengkap, pH kedua mata harus diperiksa. Jika
pH tidak dalam kisaran netral, maka mata harus diirigasi untuk membawa pH ke
kisaran yang sesuai (antara 7 dan 7,2). Dianjurkan untuk menunggu setidaknya

6
lima menit setelah irigasi untuk memeriksa pH dan memastikan bahwa pH tidak
naik atau turun. Obat anestesi topical atau local sangat membantu agar pasien
tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah
dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus untuk
memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra
okular, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan
defek epitel yang menetap dan berulang.3
Dengan bantuan senter dan lup dapat ditemukan kelainan berikut ini :8
a. Hiperemia konjungtiva
b. Defek epitel kornea dan konjungtiva
c. Iskemia limbus kornea
d. Kekeruhan kornea dan lensa
Pemeriksaan visus menunjukkan ada penurunan ketajaman penglihatan.
Bila tersedia, dapat dilakukan tes dengan kertas lakmus untuk mengetahui zat
kimia penyebab :8
a. Bila kertas lakmus terwarnai merah maka zat penyebab bersifat asam
b. Bila kertas lakmus terwarnai biru maka penyebab bersifat basa

2.3.3 Manifestasi Klinis


Menurut klasifikasi Hughes/Roper Hall (1965), trauma kimia mata dapat
dibagi menjadi 4 derajat, yaitu :1
a. Derajat 1: kerusakan epitel kornea yang minimal, tidak ada iskemia limbus
b. Derajat 2 : kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan
terdapat kurang dari 1/3 iskemik limbus
c. Derajat 3 : epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambran iris
tidak jelas dan terdapat 1/3-1/2 iskemik limbus
d. Derajat 4 : kornea opak, iris dan pupil tidak terlihat, dan terdapat iskemia
lebih dari 1/2 limbus

7
Gambar 5. Trauma basa derajat II dengan iskemia sklera inferior6

Gambar 6. Trauma basa derajat III dengan edema dan kekeruhan kornea6

8
Gambar 7. Trauma basa derajat IV dengan kehilangan epitel kornea dan
nekrosis stroma6

2.4 Tatalaksana trauma kimia


b.4.1 Tatalaksana emergensi
Irigasi masif sangat penting dilakukan untuk mengurangi durasi mata
kontak dengan zat kimia dan menetralkan pH sakus konjungtiva secepat mungkin.
Tindakan irigasi yang sesegera dan seefektif mungkin menjadi faktor prognosis
yang penting. Anestesi topikal diberikan terlebih dahulu untuk memberikan
kenyamanan dan memudahkan pelaksanaan terapi pada pasien. Penggunaan
spekulum palpebra dapat membantu dalam tatalaksana. Air yang digunakan yaitu
normal saline atau ringer laktat, diirigasikan selama 15-30 menit pada satu mata
atau sampai pH yang dicapai netral.9,10
Eversi pada palpebra superior harus dilakukan untuk memastikan dan
membersihkan partikel yang terperangkap pada forniks palpebra. Pada jaringan
atau area nekrotik pada epitel kornea harus dilakukan debridement dengan
bantuan slit lamp untuk mempermudah reepitelisasi dan membuang sisa zat kimia.
Pada cedera yang berat (derajat 3-4) harus dirawat inap untuk memastikan

9
pemberian obat tetes mata yang adekuat. Pencegahan terbentuknya simblefaron
harus dilakukan dengan pemisahan menggunakan batang kaca steril atau kapas
lidi lembut.9

2.4.2 Tatalaksana medikamentosa


Penatalaksanaan trauma kimia dibagi berdasarkan gradasi klinis kerusakan
dari stem cell limbus yaitu :1

I. Iskemia limbus yang minimal atau tidak ada


II. Iskemia kurang dari 2 kuadran limbus
III. Iskemia lebih dari 3 kuadran limbus
IV. Iskemia pada seluruh limbus, seluruh permukaan epitel konjungtiva
dan bilik mata depan

a. Fase akut (sampai hari ke 7)


Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
a. -  Bandage  Bandage lens  Bandage lens
lens  Auto serum  Auto serum
tetes 6X tetes tiap jam
b. (AB+)  Kortikostero  Deksametason/  Deksametason/
steroid id tetes 6x prednison tetes prednison tetes
tetes 4-6x  Na-EDTA tiap jam tiap 30 menit
1% tetes 6 x
EDTA
1% tetes
4-6x
c. Antibiotik  Tetrasiklin  Tetrasiklin salep  Tetrasiklin salep
+ steroid salep 4x 4x 4x
4-6x  Dosisiklin 2  Dosisiklin 2 x  Dosisiklin 2 x
x 100 mg 100 mg 100 mg

d. -  Timoptol  Timoptol 0,5%  Timoptol 0,5%


0,5% tetes tetes 2x tetes 2x
2x  Asetazolamid 2  Asetazolamid 2
x 500 mg + x 500 mg +
substitusi ion substitusi ion
kalium kalium
e. Sulfas  Sulfas  Sulfas atropin  Sulfas atropin
atropin atropin 1% 1% 3x 1% 3x
1% 3x 3x
 Vitamin C 4 x  Vitamin C 4 x

10
Vitamin C  Vitamin C 4 2000 mg 2000 mg
4 x 500 x 2000 mg
f. - -  Nekrotomi +  Nekrotomi +
graf graf
konjungtiva- konjungtiva-
limbus limbus

b. Fase Pemulihan dini (early repair : hari ke 7-21)


Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
a.  Re-epitelisasi  Re-epitelisasi (+)  Bandage lens  Bandage lens
sempurna (+)  Bandage lens  Auto serum 6x  Auto serum tiap jam
diteruskan
b.  (Antibiotik  Kortikosteroid  Dexamethasone/  Dexamethasone/
+) steroid tetes tap. off Prednisone tap. off/ Prednisone tap. off/
tetes tap. off  Na-EDTA tetes dihentikan, ganti dihentikan, ganti dengan:
tap. off dengan: - NSAID tetes tiap jam
- NSAID - Na-EDTA tiap 30
(indometasin/ menit
diclofenac) tetes - Auto serum tiap jam
6x/jam
- Na-EDTA tiap jam
- Auto serum 6x
c.  Antibiotik (+  Tetrasiklin salep  Tetrasiklin salep 2x  Tetrasiklin salep 4x
steroid) tetes 2x  Doksisiklin 2x100  Doksisiklin 2x100 mg
tap. off  Doksisiklin mg
2x100 mg
d. -  Peningkatan TIO  Peningkatan TIO (-)  Peningkatan TIO (-)
(-)  Timoptol,  Asetazolamid + ion
 Timoptol asetazolamid + ion kalium diteruskan
dihentikan kalium dihentikan
e.  Uveitis (-):  Uveitis (-): SA  Sulfas atropin 1%  Sulfas atropin 1% 3x
Sulfas dihentikan 3x  Vitamin C 4 x 2000 mg
atropin  Vitamin C  Vitamin C 4 x 2000  Vitamin A dan E
dihentikan 2x2000 mg mg  Jaringan nekrotik (+):
 Retinoid acid salep eksisi

11
2x  Ulserasi stroma (+):
 Jaringan nekrotik graf mukosa
(+): eksisi bibir/amnion + stem
 Ulserasi stroma (+): cell limbus/sclera/fasia
graf lata/keratoplasti
konjungtiva/mukosa
bibir
 Fungsi kelopak (±):
tarsoraphy

12
c. Fase pemulihan akhir (late repair: setelah hari ke 21)
No Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
a. Solcosery Epiteliopati (±) : - Epiteliopati - Reepitelisasi (±) :
3x solcoseryl 4x (±) : bandage lens
solcoseryl 4x diteruskan
- Retinoic acid
1% 1x
malam
b. NSAID tetes 4x - NSAID tetes - NSAID 4-6x
4x - Medroxyprogesteron
- Medroxyprog 4-6x
esteron 1% - NA-EDTA 4-6x
4x - Autoserum 4-6x
c. - Tetrasiklin salep 4x
- Doksisilin 2x100 mg

d. - Peningkatan TIO (-)


- Timoptol o,5% tap-
off
- Asetazolamid + ion
kalium dihentikan
e. - Uveitis (-) SA
dihentikan
f. - Vitamin C 2 x 2000
mg
- Vitamin A dan E
- Graft konjungtiva
limbus/keratoplasti
terapeutik/keratopro
stesis

2.4.3 Tatalaksana pembedahan

13
Pembedahan awal diperlukan untuk perbaikan revaskularisasi limbus,
mengembalikan sel limbus dan memperbaiki forniks palpebra. Satu atau lebih
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan yaitu:9
a. Penjahitan kapsul tenon ke limbus dilakukan untuk mengembalikan
vaskularisasi limbus untuk mencegah ulkus kornea
b. Transplantasi stem cell limbus (autograft/allograft) untuk
mengembalikan epitel kornea yang normal
c. Graft membran amnion untuk mendukung epitelisasi dan menekan
fibrosis
d. Perlekatan atau keratoplasti dapat diperlukan pada perforasi
Pembedahan selanjutnya diperlukan untuk memisahkan ikatan konjungtiva
dan simblefara, graft konjungtiva atau membran mukosa lainnya, memperbaiki
deformitas palpebra (pada entropion psikatrik), keratoplasti 6 bulan kemudian,
atau keratoprostesis pada mata yang mengalami kerusakan berat.9

2.5 Prognosis
Prognosis pada trauma kimia berdasarkan dari keterlibatan limbus dan
konjungtiva.
Tabel 6. Grading trauma kimia menurut Dua.1
Grade Prognosis Keterlibatan Keterlibatan Skala analog
limbus konjungtiva
1 Sangat baik Tidak ada 0% 0/0%
2 Baik ≤ 3 clock ≤ 30% 0,1-3/1-29%
hours
3 Baik > 3-6 clock > 30-50% 3,1-6/31-50%
hours
4 Baik hingga > 6-9 clock > 50-75% 6,1-9/51-75%
meragukan hours
5 Meragukan > 9 - < 12 > 75 - <100% 9,1-11/76-
hingga buruk clock hours 99%
6 Sangat buruk Total limbus Total 12/100%
konjungtiva

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Gondhowiardjo TD, Sofyan MI. Trauma kimia. Dalam Sitorus RS,


Sitompul R, Widyawati S, Bani AP (penyunting), Buku ajar oftalmologi.
Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2017:482-90.

2. Ventocilla M. Ophthalmologic approach to chemical burns. [update 2018


Sept ; cited 2019 Sept]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1215950-overview.

3. Murchison A, Trief D, Woodward MA. Chemical (alkali dan acid) injury


of the conjunctiva and cornea. [update 2019 May ; cited 2019 Sept].
Available from :
https://eyewiki.aao.org/Chemical_(Alkali_and_Acid)_Injury_of_the_Conj
unctiva_and_Cornea

4. Hemmati HD, Colby KA. Treating acute chemical injuries of the cornea.
[update 2012 Oct ; cited 2019 Sept]. Available from :
https://www.aao.org/eyenet/article/treating-acute-chemical-injuries-of-
cornea

5. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5 . Jakarta;2015.hal.292-4.


6. Weisenthal RW, Daly MK, Freitas D, Feder RS, Orlin SE, Tu EY, et al.
2018-2019 Basic and clinical science course: External disease and cornea.
Revision 2017-2018. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology; 2018.

7. Ventocilla M, Dahl AA. Ophthalmologic approach to chemical burns.


[update 2018 Sept ; cited 2019 Sept]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1215950-overview#a4

8. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter


di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. 2015.hal.235-6.

9. Trauma. In: Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology: a systematic


approach. 8th ed. China: Elsevier; 2016. p. 861-85.

10. Ocular injuries. In: Khurana AK, Khurana AK, Khurana BP.
Comprehensive ophthalmology. 7th ed. New Delhi: Jaypee Brothers
medical Publishers; 2019. p. 444-59.

15

Anda mungkin juga menyukai