Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan Jiwa adalah kondisi seseorang dalam keadaan sehat secara kognitif, afektif,

fisiologis, perilaku, dan sosial sehingga mampu memenuhi tanggung jawab, berfungsi

secara efektif di lingkungannya dan puas dengan perannya sebagai individu maupun

dalam berhubungan secara interpersonal (Videbeck, 2010).

Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual,

emosional secara optimal dari seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras

dengan orang lain (UU Kesehatan Jiwa No. 3 tahun 1996).

Penanganan masalah kesehatan jiwa merujuk pada konsep upaya kesehatan jiwa

paripurna, mencakup upaya kesehatan jiwa masyarakat sebagai landasan, didukung

pelayanan kesehatan jiwa dasar dan diperkuat pelayanan kesehatan jiwa rujukan yang

terintegrasi. Perubahan paradigma perawatan di Rumah Sakit Jiwa menjadi perawatan

berbasis masyarakat. Kemajuan dalam psikofarmakologi akan berdampak positif pada

penggunaan obat psikotropik yang selektif dan aman, sehingga hari perawatan

dirumah sakit jiwa menjadi lebih pendek, yaitu 10 – 20 hari dan diteruskan dengan

rawat jalan (Susanto, 2001).

Skizofrenia adalah gangguan psikotik berat yang ditandai dengan distorsi berat atas

realitas, menarik diri dari interaksi sosial, disorganisasi dan fragmentasi persepsi

(Supratiknya 2006).

1
Adanya dua atau lebih dari karakteristik gejala delusi, halusinasi, gangguan bicara

(disorganization speech), misalnya inkoheren, tingkah laku katatonik dan adanya

gejala-gejala negatif (Stuart dan Laraia, 2002).

Salah satu gejala dari skizofrenia adalah isolasi sosial. Isolasi sosial adalah suatu

keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap

yang negatif dan mengancam (Twodsend, 1998). Menarik diri merupakan percobaan

untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang

lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi Keliat, 2001).

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya

perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak

percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa

terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.

Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang

lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain,dan kegiatan sehari-hari

terabaikan (Farida dan Yudi, 2011)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Stuart and Sundeen, (2006) Individu dalam

situasi seperti ini harus diarahkan pada respon perilaku dan interaksi sosial yang

optimal melalui asuhan keperawatan yang komprehensif dan terus menerus disertai

dengan terapi-terapi modalitas seperti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK), bahkan

TAK Sosialisasi memberikan modalitas terapeutik yang lebih besar daripada

hubungan terapeutik antara dua orang yaitu perawat dan klien. (Stuart and Sundeen ,

2006) menambahkan bahwa TAK dilakukan untuk meningkatkan kematangan

emosional dan psikologis pada klien yang mengidap gangguan jiwa pada waktu yang

2
lama. TAK dapat menstimulus interaksi diantara anggota yang berfokus pada tujuan

kelompok. TAK Sosialisasi juga membantu klien berinteraksi/berorientasi dengan

orang lain.

Menurut data WHO (2016) secara keseluruhan sekitar 35 juta orang mengalami

depresi, 60 juta orang mengalami gangguan bipolar, 21 juta orang menderita gangguan

jiwa berat, dan 47,5 juta orang mengalami demensia. Saat ini gangguan jiwa telah

mencapai 13 % dari keseluruhan penyakit yang terjadi di dunia dan diperkirakan akan

menjadi lebih besar yaitu 15 % dari keseluruhan penyakit di dunia pada tahun 2030.

Sedangkan berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 dan 2018 dinyatakan bahwa

prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia masing-masing sebesar 1,7 per mil dan

7,0 per mil. Pada tahun 2013 prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DI Aceh dan DI

Yogyakarta sebesar 2,7% dan terendah di Provinsi Kalimantan Barat sebesar 0,7%

(Riskesdas, 2013). Sedangkan pada tahun 2018 prevalensi tertinggi terdapat di

Provinsi Bali sebesar 11% dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau 3% (Kemenkes

RI, 2018). Dari data tersebut, terjadi kenaikan yang signifikan dari tahun 2013 hingga

tahun 2018.

Berdasarkan data yang direkap oleh rekam medis (RM) Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Jambi, pada tahun 2015 jumlah kunjungan penderita skizofrenia sebanyak

6.703 penderita, selanjutnya pada tahun 2016 untuk jumlah penderita skizofrenia

sebanyak 8.994 penderita, sedangkan jumlah kunjungan terbaru per mei 2017 yaitu

sebanyak 3.642 penderita (Rumah Sakit Jiwa Jambi, 2017).

3
Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas Kumun pada tahun 2016, jumlah

penderita skizofrenia 411 penderita, diketahui laki-laki 231 orang dan perempuan 180

orang. Pada tahun 2017, mengalami penurunan jumlah penderita skizofrenia sebanyak

315 orang. Diketahui jumlah laki-laki 180 orang dan perempuan berjumlah 135 orang

(Laporan Puskesmas Kumun 2018)

Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik mengangkat judul “Penerapan

Strategi Pelaksanaan Menjelaskan Keuntungan dan Kerugian Tidak Berkenalan

dengan Orang Lain dengan Masalah Isolasi Sosial Pada Tn. X Dan Tn. Y dengan

Skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas Kumun Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana cara menerapkan strategi pelaksanaan menjelaskan keuntungan dan

kerugian tidak berkenalan dengan orang lain pada Tn. X dan Tn. Y dengan isolasi

sosial dengan diagnosa medis skizofrenia di wilayah kerja puskesmas kumun tahun

2020.

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai adalah

menerapkan strategi pelaksanaan menjelaskan keuntungan dan kerugian tidak

berkenalan dengan orang lain pada Tn. X dan Tn. Y dengan isolasi sosial dengan

diagnosa medis skizofrenia di wilayah kerja puskesmas kumun tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui penerapan strategi pelaksanaan menjelaskan keuntungan dan

kerugian tidak berkenalan dengan orang lain pada Tn. X dengan isolasi sosial

4
dengan diagnosa medis skizofrenia di wilayah kerja puskesmas kumun tahun

2020.

b. Mengetahui penerapan strategi pelaksanaan menjelaskan keuntungan dan

kerugian tidak berkenalan dengan orang lain pada Tn. Y dengan isolasi sosial

dengan diagnosa medis skizofrenia di wilayah kerja puskesmas kumun tahun

2020.

c. Mengetahui perbedaan hasil penerapan strategi pelaksanaan menjelaskan

keuntungan dan kerugian tidak berkenalan dengan orang lain pada Tn. Y

dengan isolasi sosial dengan diagnosa medis skizofrenia di wilayah kerja

puskesmas kumun tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi peneliti dan memperoleh

pengalaman dalam melakukan pnerapan strategi pelaksanaan dalam mengatasi isos

pada pasien dengan diagnose medis skizofrenia.

2. Bagi Tempat Penelitian

Apabila semakin banyak dilakukan penelitian pada tempat tersebut dapat

menambah kualitas dan pelayanan pada tempat penelitian.

3. Bagi Institusi

Karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan untuk

penulisan dimasa yang akan dating. Dan juga dapat digunakan sebagai bahan

pembelajaran saat melakukan penerapan strategi pelaksanaan pada pasien isolasi

sosial.

Anda mungkin juga menyukai