Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Stroke

a. Definisi stroke

Definisi stroke merupakan suatu istilah yang digunakan untuk

mendeskripsikan suatu gangguan neurologis yang disebabkan

terputusnya aliran darah ke sebagian otak. Smeltzer dan Bare

mendefinisikan stroke/ Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/

Cerebro Vascular Disease (CVD), Cerebro Vascular Accident (CVA)

adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya

suplai darah sebagian otak.14 Sedangkan menurut Ginsberg, stroke

adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya fungsi

sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat.15

Istilah Cerebro Vascular Disease (CVD) menunjukkan setiap

kelainan serebral yang disebabkan karena proses patologis pembuluh

darah serebral yang disebabkan karena proses patologis pembuluh

darah serebral seperti sumbatan pada lumen pembuluh darah otak oleh

trombus atau embolus, pecahnya pembuluh darah serebri, lesi atau

perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan peningkatan

viskositas atau perubahan lain pada kualitas darah yang menyebabkan

pasokan oksigen dan nutrisi ke serebral terhambat.16

9
10

Stroke merupakan penyebab kematian ke tiga paling sering di

Amerika Serikat, disamping kanker dan penyakit jantung. Lebih dari

275.000 orang meninggal karena stroke. Stroke merupakan penyebab

utama ketidakmampuan/kecacatan pada orang dewasa dan

membutuhkan perawatan jangka panjang. Lebih dari 4 juta penderita

stroke hidup dalam derajat ketidakmampuan di Amerika Serikat. Dari

penderita stroke tersebut, 31% membutuhkan bantuan dalam perawatan

diri, 20% membutuhkan bantuan dalam hal ambulasi, 71% mengalami

beberapa kerusakan dalam kemampuan bicara bahkan sampai 7 tahun

setelah terkena stroke, dan 16% membutuhkan perawatan

institusional.17

b. Klasifikasi Stroke

Price dan Wilson mengklasifikasikan stroke berdasarkan patologi

anatomi dan penyebabnya, yaitu:

1) Stroke Iskemia

Iskemia serebrum ini menduduki 80-85% dari seluruh

kasus stroke. Penyakit serbrovaskular iskemia ini dibagi menjadi

dua kategori besar yaitu oklusi trombolitik dan oklusi embolitik.

Penyebab pasti stroke iskemia masih belum dapat ditentukan

dengan pasti. Lima belas persen stroke iskemia disebabkan oleh

stroke lakunar. Iskemia serebrum disebabkan karena berkurangnya

aliran darah ke otak yang berlangsung selama beberapa detik


11

sampai beberapa menit, dimana bila terjadi lebih dari beberapa

menit akan terjadi infark pada jaringan otak.18

Lewis et al menyatakan bahwa stroke iskemik dihasilkan

dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak yang disebabkan adanya

sumbatan sebagian atau total pembuluh darah arteri. Transient

Ischemic Attack (TIA) biasanya prekursor terjadinya stroke

iskemik. Berdasarkan penyebab dan patofisiologi terjadinya, stroke

iskemik dapat dibagi menjadi: Transient Ischemic Attack (TIA),

Thrombotic Stroke, A Lacunar Stroke, dan Embolic Stroke.19

2) Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik menduduki 15-20% dari semua kasus

stroke. Pendarahan intrakranium ini dapat terjadi di jaringan otak

itu sendiri (parenkim), ruang subarachnoid, subdural atau epidural.

Stroke jenis ini disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak

pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadian berlangsung saat

melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat

istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak

dibagi 2 yaitu:

a) Perdarahan Intraserebral

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisme) terutama

karena hipertensi yang mengakibatkan darah masuk ke dalam

jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak

dan menimbulkan edema otak. Peningkatan tekanan


12

intrakranial (TIK) yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan

kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan

intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering

dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebelum.

b) Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisme berry atau

arterivenous malvormation (AVM). Aneurisma yang pecah ini

berasalh dari pembuluh darah sirkulasi willis dan cabang-

cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak.20 Pecahnya

arteri dan keluar ke ruang subarachnoid menyebabkan TIK

meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyaeri dan

vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi

otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal

(hemiparesis, gangguan hemisensorik, afasia, dll). Pecahnya

arteri dan keluarnya darah ke ruang subarachnoid

mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,

meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala

hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda

rangsangan selaput otak lainnya.

Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan

perdarahan subarachnoid pada retina dan penurunan

kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat mengakibatkan

vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme seringkali


13

terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai

puncaknya pada hari kelima sampai kesembilan, dan dapat

menghilang setelah minggu kedua sampai kelima. Timbulnya

vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang

berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan

serbrospinalos dengan pembuluh arteri di ruang subarachnoid.

Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global

(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal

(hemiparesis, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).

Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak

dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf

hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak

mempunyai cadangan oksigen, jadi kerusakan dan kekurangan

aliran darah otak walaupun sebentar akan menyebabkan

gangguan fungsi.

Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan

bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%

karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak

25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila

kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala

disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha

memenuhi oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang

dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.18


14

c. Faktor Risiko Stroke

Lewis, et al membagi faktor resiko stroke menjadi dua bagian yaitu

faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat

dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia,

riwayat keluarga, jenis kelamin, dan ras. Usia sangat berperan dalam

resiko peningkatan penyakit stroke, yaitu pada usia 55 tahun ke atas.

Prevalensi kejadian stroke pada pria dan wanita hampir sama, hanya

saja wanita lebih banyak meninggal akibat stroke dibandingkan pria.

Hal ini dikarenakan wanita lebih rendah dalam bertahan hidup. Ras

African American mempunyai insiden tertinggi dari stroke dan

kejadian meninggal lebih tinggi dibandingkan berkulit putih.19

Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi

hipertensi, kadar kolesterol dan lemak darah, diabetes mellitus,

kebiasaan merokok, aktivitas fisik, penggunaan kontrasepsi hormonal,

dan obesitas. Faktor resiko yang dapat diubah ini sangat berhubungan

dengan gaya hidup, sehingga sangat diperlukan kerjasama keluarga

dalam perubahan gaya hidup ke arah yang lebih sehat.

d. Manifestasi Klinis

Smeltzer dan Bare menyebutkan stroke dapat menyebabkan

berbagai defisit neurologis yang bergantung pada lokasi lesi (pembuluh

darah mana yang terkena), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat,

dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesoris). Beberapa

defisit neurologis yang dapat ditimbulkan akibat stroke yaitu defisit


15

motorik, defisit sensori, defisit perceptual, kerusakan bahasa dan

komunikasi, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, disfungsi

aktifitas mental dan psikologik, dan gangguan eliminasi.14

Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan

kehilangan control volenteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi

motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi

tubuh), dan hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh). Defisit

motorik yang lainnya adalah disatria (kerusakan otot-otot bicara) dan

disfagia (kerusakan otot-otot menelan).14 Lewis et al menyebutkan

bahwa defisit motorik pada stroke adalah efek yang paling sering

ditemukan. Defisi motorik meliputi kerusakan (1) mobilitas, (2) fungsi

respirasi, (3) menelan dan berbicara, (4) reflex gag, (5)

ketidakmampuan self-care.19

Defisit sensori pada pasien stroke dapat berupa kerusakan sentuhan

ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi

(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta

kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan

audiotorius. 14 Defisit visual umum terjadi karena jaras visual terpotong

sebagian besar pada hemisfer serebri. Defisit visual ini terdiri dari

hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah

bidang pandang pada sisi yang sama), diplopia (penglihatan ganda),

serta penurunan ketajaman penglihatan. Defisit sensori yang lain yaitu

hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan,


16

panas dan dingin) dan tidak memberikan atau hilangnya respon

terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).

Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan

menginterpretasi diri dan/ atau lingkungan) juga dapat terjadi pada

penderita stroke. Defisit perseptual ini terdiri dari gangguan

skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ektremitas

yang mengalami paralisis; kelainan unilateral), disorientasi (waktu,

tempat, orang), apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan

objek dengan tepat) dan agnosia (ketidakmampuan untuk

mengidentifikasi lingkungan melalui indera). Selain itu juga dapat

terjadi kelainan dalam menemukan letak objek dalam ruang,

memperkirakan ukurannya dan menilai jauhnya, kerusakan memori

untuk mengingat letak spasial objek atau tempat, serta disorientasi

kanan kiri.14

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan

komunikasi. Defisit bahasa dan kemunikasi dapat dimanifestasikan

oleh hal berikut yaitu afasia ekspresif, berupa kesulitan dalam

mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami. Pada

afasia ekspresif, pasien stroke dapat berbicara dengan menggunakan

respons satu kata. Afasia reseptif yaitu kerusakan kelengkapan kata

yang diucapkan. Pada afasia jenis ini, pasien stroke mampu untuk

berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak

sadar tentang kesalahan ini. Afasia global adalah kombinasi afasia


17

ekspresif dan reseptif, dimana pasien stroke tidak mampu

berkomunikasi pada setiap tingkat. Aleksia dimanifestasikan sebagai

ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan. Sedangkan

agrafasia dimanifestasikan sebagai ketidakmampuan untuk

mengekspresikan ide-ide dalam tulisan.14

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik pada pasien stroke

muncul bila terjadi kerusakan pada lobus frontal serebrum. Disfungsi

dapat ditujukan dengan lapang perhatian yang terbatas, peningkatan

distraksibilitas (mudah buyar), kesulitan dalam pemahaman,

kehilangan memori (mudah lupa), ketidakmampuan untuk menghitung,

memberi alasan atau berpikir secara abstrak, ketidakmampuan untuk

mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang lain, dan

kurang motivasi yang menyebabkan pasien mengalami rasa frustasi

dalam program rehabilitasi yang dilakukan.14

Disfungsi aktifitas mental dan psikologik yang umumnya terjadi

pada pasien stroke, biasanya dimanifestasikan dengan labilitas

emosional yang menunjukkan reaksi dengan mudah atau ridak tepat.

Selain itu, biasanya pasien stroke menunjukkan kehilangan kontrol diri

dan hambatan sosial, penurunan toleransi terhadap stres, rasa

ketakutan, pemusuhan, frustasi, dan mudah marah. Pada tahap lanjut

dapat terjadi kekacauan mental, menarik diri, isolasi dan depresi.14

Disfungsi kandung kemih biasanya dimanifestasikan dengan

inkontinesia urinarius yang biasanya terjadi sementara. Hal ini terjadi


18

karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan

ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan karena kerusakan

kontrol motorik dan postural. Lesi unilateral karena stroke

mengakibatkan sensasi dan kontrol parsial kandung kemih, sehingga

klien sering mengalami dorongan/rasa ingin berkemih dan

inkontinensia urine. Jika lesi ada pada batang otak, maka akan terjadi

kerusakan lateral yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas

kandung kemih kehilangan semua kontrol miksinya. Sedangkan

kerusakan fungsi usus biasanya diakibatkan karena penurunan tingkat

kesadaran, dehidrasi atau immobilisasi. Hal ini biasanya menimbulkan

masalah konstipasi dan pengerasan feses pada pasien stroke.

Inkontinensia urine dan alvi yang berkelanjutan menunjukkan

kerusakan neurologi luas.14

Masalah fisik yang dihadapi oleh penderita kelumpuhan

pascastroke sangat berdampak pada aktivitas sehari-hari individu.

Keterbatasan yang dialami oleh penderita kelumpuhan pascastroke

akan sangat mempengaruhi kehidupan penderita. Untuk melihat tingkat

keparahan kelumpuhan atau kecacatan stroke, berikut ada skala yang

digunakan yaitu Skala Kecacatan Stroke (The Modified Rankin

Scale)14:

1) Kecacatan derajat 0

Tidak ada gangguan fungsi

2) Kecacatan derajat 1
19

Hampir tidak ada gangguan fungsi pada aktivitas sehari-hari atau

gangguan minimal. Pasien mampu melakukan tugas dan

kewajiban sehari-hari.

3) Kecacatan derajat 2 (Slight disability)

Pasien tidak mampu melakukan beberapa aktivitas seperti

sebelumnya, tetapi tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan

orang lain.

4) Kecacatan derajat 3 (Moderate disability)

Pasien memerlukan bantuan orang lain, tetapi masih mampu

berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin

membutuhkan tongkat.

5) Kecacatan derajat 4 (Moderately severe disability)

Pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain, perlu

bantuan orang lain untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri

seperti mandi, pergi ke toilet, merias diri, dan lain-lain.

6) Kecacatan derajat 5 (Severe disability)

Pasien tepaksa terbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air

besar dan kecil tidak terasa (inkontinensia), memerlukan

perawatan dan perhatian.

7) Derajat 6 (Kematian)

Peneliti memasukkan skala kecacatan stroke tersebut mengingat

bahwa asumsi peneliti yang mengganggap bahwa tingkat


20

keparahan dari kelumpuhan yang dialami oleh penderita

pascastroke akan berdampak pada penyesuaian individu tersebut.

e. Penatalaksanaan Stroke

Lewis et al membedakan penatalaksanaan stroke ke dalam tahap

akut dan paska tahap akut, yang meliputi19:

1) Tahap Akut (hari ke 0-14 setelah onset penyakit)

Pada tahap akut ini sasaran pengobatan yaitu menyelamatkan

neuron yang cedera agari tidak terjadi nekrosis, serta agar proses

patologis lainnya yang menyertai tidak mengganggu/mengancam

fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin

perfusi darah ke otak adekuat dengan pemeliharaan beberapa

fungsi diantaranya respirasi yang ahrus dijaga agar tetap bersih

dan bebas dari benda asing. Fungsi jantung harus tetap

dipertahankan pada tingkat yang optimal agar tidak menurunkan

perfusi otak. Kadar gula darah yang tinggi pada tahap akut, tidak

diturunkan dengan drastis.

Bila pasien telah masuk dalam kondisi kegawatan dan terjadi

penurunan kesadaran, maka kesimbangan cairan, elektrolit dan

asam basa darah harus dipantau dengan ketat. Penggunaan obat-

obatan untuk meningkatkan aliran darah dan metabolisme otak

diantaranya adalah obat-obatan anti edema seperti gliserol 10%

dan kortikosteroid. Selain itu digunakan anti agregasi trombosit


21

dan antikoagulansia. Untuk stroke hemoragik, pengobatan

perdarahan otak ditujukan untuk hemostasis.19

2) Tahap paska akut/ tahap rehabilitasi

Setelah tahap akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan

pada tindakan rehabilitasi penderita dan pencegahan terjadinya

stroke berulang. Rehabilitasi yang dilakukan berujuan untuk

pemulihan keadaan dan mengurangi derajat ketidakmampuan. Ini

dilakukan dengan pendekatan memulihkan keterampilan lama,

untuk anggota tubuh yang lumpuh, memperkenalkan sekaligus

melatih keterampilan baru untuk anggota tubuh yang tidak

mengalami kelumpuhan, memperoleh kembali hal-hal atau

kapasitas yang telah hilang diluar kelumpuhan, serta

mempengaruhi sikap penderita, keluarga, dan terapeutik tim.19

3) Dukungan Sosial bagi Pasien Stroke Paska Akut

Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan

kepada individu, khususnya saat dibutuhkan oleh orang yang

memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut.

Dukungan sosial ini dapat bersumber dari keluarga, teman atau

sahabat, dokter, perawat atau siapapun yang memiliki hubungan

berarti bagi individu tersebut.19

Keluarga sangat memegang peranan penting selama

perawatan tahap paska akut pasien stroke di rumah sakit untuk

memenuhi kebutuhan perawatan sehari-hari dan rehabilitasi.


22

Merawat pasien dengan stroke merupakan suatu hal yang serius.

Keluarga, berapapun usia dan keadaan mereka, memerlukan

informasi, edukasi dan dukungan sosial untuk dapat

melaksanakan perawatan pasien dan dapat beradaptasi dengan

peran baru mereka.

2. Pengalaman

a. Definisi

Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami,

dijalani maupun dirasakan, baik sudah lama maupun yang baru saja

terjadi.16 Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik,

yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi

atau dialami individu pada waktu dan tempat tertantu, yang berfungsi

sebagai referensi otobiografi.20 Pengalaman adalah pengamatan yang

merupakan kombinasi pengelihatan, penciuman, pendengaran serta

pengalaman masa lalu.21

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani maupun

dirasakan yang kemudian disimpan dalam memori. Pengalaman

merupakan peristiwa yang tertangkap oleh panca indera dan tersimpan

dalam memori. Pengalaman dapat diperoleh ataupun dirasakan saat

peristiwa baru saja terjadi maupun sudah lama berlangsung.

Pengalaman yang terjadi dapat diberikan kepada siapa saja untuk

digunakan dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia.21


23

b. Faktor yang mempengaruhi pengalaman

Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda walaupun

melihat suatu obyek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh : tingkat

pengetahuan dan pendidikan seseorang, pelaku atau faktor pada pihak

yang mempunyai pengalaman, faktor obyek atau target yang

dipersepsikan dan faktor situasi dimana pengalaman itu dilakukan.

Umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya,

lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup setiap

individu juga ikut menentukan pengalaman.21

Pengalaman setiap orang terhadap suatu obyek dapat berbeda –

beda karena pengalaman mempunyai sifat subyektif, yang dipengaruhi

oleh isi memorinya. Apapun yang memasuki indera dan diperhatikan

akan disimpan di dalam memorinya dan akan digunakan sebagai

referensi untuk menanggapi hal yang baru.

3. Konsep Caregiver

a. Definisi

Definisi caregiver dalam Merriam-Webster Dictionary adalah

orang yang memberikan perawatan langsung pada anak atau orang

dewasa yang menderita penyakit kronis.22 Elsevier menyatakan

caregiver sebagai seseorang yang memberikan bantuan medis, sosial,

ekonomi, atau sumber daya lingkungan kepada seseorang individu


24

yang mengalami ketergantungan baik sebagian atau sepenuhnya karena

kondisi sakit yang dihadapi individu tersebut.23

Definisi caregiver dari literatur bahasa Indonesia, dikemukakan

oleh Subroto sebagai: seseorang yang bertugas untuk membantu orang-

orang yang ada hambatan untuk melakukan kegiatan fisik sehari-hari

baik yang bersifat kegiatan harian personal (personal activity daily

living) seperti makan, minum, berjalan, atau kegiatan harian yang

bersifat instrumental (instrumental daily living) seperti memakai

pakaian, mandi, menelpon atau belanja.24

Menurut Mifflin menyatakan caregiver sebagai seseorang dalam

keluarga, baik itu orang tua angkat, atau anggota keluarga lain yang

membantu memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang mengalami

ketergantungan.25 Caregiver keluarga (family caregiver) didefinisikan

sebagai individu yang memberikan asuhan keperawatan berkelanjutan

untuk sebagai waktunya secara sungguh-sungguh setiap hari dan dalam

waktu periode yang lama, bagi anggota keluarganya yang menderita

penyakit kronis. Caregiving merupakan suatu istilah yang berarti

memberikan perawatan kepada seseorang dengan kondisi medis yang

kronis. Informal atau lay caregiving adalah aktivitas membantu

individu yang memiliki hubungan personal dengan caregiver.25

b. Jenis Caregiver

Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dan caregiver formal.

Caregiver informal adalah seseorang individu (anggota keluarga,


25

teman, atau tetangga) yang memberikan perawatan tanpa di bayar,

paruh waktu atau sepanjang waktu, tinggal bersama maupun terpisah

dengan orang yang dirawat, sedangkan formal caregiver adalah

caregiver yang merupakan bagian dari sistem pelayanan, baik di bayar

maupun sukarelawan.27

Timonen menyebutkan terdapat dua jenis caregiver, yaitu formal

dan informal. Caregiver formal atau disebut juga penyedia layanan

kesehatan adalah anggota suatu organisasi yang dibayar dan dapat

menjelaskan norma praktik, profesional, perawat atau relawan.

Sementara informal caregiver bukanlah anggota organisasi, tidak

memiliki pelatihan formal dan tidak bertanggung jawab terhadap

standar praktik, dapat berupa anggota keluarga ataupun teman. Dengan

demikian caregiver keluarga merupakan bagian dari informal

caregiver.28

Family caregiver atau caregiver keluarga menurut Wenberg adalah

pasangan, anak dewasa, kenalan pasangan atau teman yang memiliki

hubungan pribadi dengan pasien, dan memberikan berbagai bantuan

yang tidak dibayar untuk orang dewasa yang lebih tua dengan kondisi

kronis atau lemah.29

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa caregiver keluarga

adalah anggota keluarga pasien, yang bersedia dan bertanggung jawab

dalam merawat, memberikan dukungan secara fisik, sosial, emosional


26

serta menyediakan waktunya untuk pasien yang menderita stroke

hingga pulih atau bahkan hingga akhir hayatnya.

c. Tugas dan Peran Caregiver Keluarga

Fungsi dari caregiver adalah menyediakan makanan, membawa

pasien ke dokter, dan memberikan dukungan emosional, kasih sayang

dan perhatian.26 Seperti kita ketahui gangguan fisik pasien stroke

sendiri adalah gangguan dimana faktor psikis yang berperan.

Caregiver juga membantu pasien dalam mengambil keputusan atau

pada stadium akhir penyakitnya, justru caregiver ini yang membuat

keputusan untuk pasiennya. Keluarga sebagai caregiver merupakan

penasihat yang sangat penting dan diperlukan oleh pasien.26

Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Arksey, et al tentang

tugas-tugas yang dilakukan caregiver di United Kingdom, antara lain

termasuk30:

1) Bantuan dalam perawatan diri yang terdiri dari dressing, bathing,

toileting.

2) Bantuan dalam mobilitas seperti: berjalan, naik atau turun dari

tempat tidur.

3) Melakukan tugas keperawata seperti: memberikan obat dan

mengganti balutan luka.

4) Memberikan dukungan emosional.

5) Menjadi pendamping.
27

6) Melakukan tugas-tugas rumah tangga seperti: memasak, belanja,

pekerjaan kebersihan rumah, dan

7) Bantuan dalam masalah keuangan dan pekerjaan kantor.

Milligan dalam penelitiannya menarik perhatian terhadap fakta

tugas caregiver pada lansia. Tugas yang dilakukan caregiver tidak

hanya terbatas kepada pekerjaan rumah tangga, akan tetapi dibagi ke

dalam 4 kategori, sebagai berikut31:

1) Physical Care/ Perawatan fisik, yaitu: memberi makan, mengganti

pakaian, memotong kuku, membersihkan kamar, dan lain-lain.

2) Social Care/ Kepedulian sosial, antara lain: mengunjungi tempat

hiburan, menjadi supir, bertindak sebagai sumber informasi dari

seluruh dunia di luar perawatan di rumah.

3) Emotional Care, yaitu menunjukkan kepedulian, cinta dan kasih

sayang kepada pasien yang tidak selalu ditunjukkan ataupun

dikatakan namun ditunjukkan melalui tugas-tugas lain yang

dikerjakan.

4) Quality care, yaitu: memantau tingkat perawatan, standar

pengobatan, dan indikasi kesehatan, serta berurusan dengan

masalah yang timbul.

d. Beban pada Caregiver

Beban keluarga merupakan suatu tolak ukur utama dalam menilai

dampak terhadap anggota keluarga lain dari perawatan penderita

gangguan jiwa.32 Beban caregiver (caregiver burden) didefinisikan


28

sebagai tekanan-tekanan mental atau beban yang muncul pada orang

yang merawat lansia, penyakit kronis, anggota keluarga atau orang lain

yang cacat. Beban caregiver merupakan stress multidimensi yang

tampak pada diri seorang caregiver. Pengalaman caregiving

berhubungan dengan respon yang multidimensi terhadap tekanan-

tekanan fisik, psikologis, emosi, sosial dan financial.26

Beban caregiver dibagi atas dua yaitu beban subjektif dan beban

objektif. Beban subjektif caregiver adalah respon psikologis yang di

alami caregiver sebagai akibat perannya dalam merawat pasien.

Sedangkan beban objektif caregiver yaitu masalah praktis yang di

alami oleh caregiver, seperti masalah keuangan, gangguan pada

kesehatan fisik, masalah dalam pekerjaan, dan aktivitas sosial.27

Ada 3 faktor beban caregiver yaitu efek dalam kehidupan pribadi

dan sosial caregiver, beban psikologis dan perasaan bersalah.

Caregiver harus memberikan sejumlah waktu energi dan uang. Tugas

ini dirasakan tidak menyenangkan, menyebabkan stress psikologis dan

melelahkan secara fisik. Beban psikologis yang dirasakan oleh

caregiver antara lain rasa malu, marah, tegang, tertekan, lelah dan

tidak pasti. Faktor terakhir berhubungan dengan perasaan bersalah

seperti seharusnya dapat melakukan lebih banyak, tidak dapat merawat

dengan baik dan sebagainya.33


29

Perawatan yang dilakukan caregiver tergantung pada level

ketidakmampuan pasien (progress penyakit). Lefley, menjabarkan

beban caregiver dengan penyakit kronis secara rinci antara lain26:

1) Ketergantungan ekonomi pasien,

2) Gangguan rutinitas harian,

3) Manajemen perilaku,

4) Permintaan waktu dan energi,

5) Interaksi yang membingungkan atau memalukan dengan penyedia

layanan kesehatan,

6) Biaya pengobatan dan perawatan,

7) Penyimpangan kebutuhan anggota keluarga lain,

8) Gangguan bersosialisasi,

9) Ketidakmampuan menemukan setting perawatan yang memuaskan.

Penelitian yang dilakukan Aoun, menemukan dampak caregiving

pada caregiver dengan pasien paliatif di Australia, yaitu34:

1) Pendapatan sering tidak cukup karena biaya yang dikeluarkan

selama perawatan.

2) Dampak kesehatan yang umum pada caregiver, akan tetapi

caregiver sering mengabaikannya atau mengurangi pentingnya

menjaga kesehatan.

3) Gangguan tidur menyebabkan kelelahan caregiver.

4) Berkurangnya kegiatan sosial dan aktivitas fisik caregiver sehingga

mengakibatkan isolasi sosial.


30

5) Perawatan pada pasien dengan paliative care secara emosional

menuntut caregiver sehingga mengalami rasa bersalah, kecemasan,

kemarahan, frustasi, takut, depresi, kehilangan kendali, dan

perasaan tidak mampu.

e. Dukungan dan Kebutuhan Caregiver

Dukungan yang diberikan oleh caregiver adalah penting untuk

membantu kesembuhan pasien baik dari segi fisik, psikososial, dan

spiritual. Tujuan dari rencana pendidikan kesehatan juga berbeda

antara pasien dan caregiver. Caregiver mungkin membutuhkan

bantuan dalam mempelajari perawatan fisik dan teknik penggunaan

alat bantu perawatan, menemukan sumber home care, menempatkan

peralatan, menata lingkungan rumah untuk mengakomodasi

kesembuhan pasien.19

Pasien dan caregiver mungkin memiliki kebutuhan akan

pengajaran yang berbeda. Misalnya, prioritas utama untuk pasien

lansia yang menderita diabetes dengan luka ynag luas di telapak kaki

perlu pengajaran tentang bagaimana berpindah dari kursi dengan cara

yang benar. Di lain pihak, caregiver harus lebih fokus mengetahui

teknik mengganti balutan luka. Pemberian rencana pengajaran yang

sukses disarankan untuk melihat dari kebutuhan pasien dan kebutuhan

caregiver yang merawat pasien.19

Penelitian Yedidia dan Tiedemann, berdasarkan tugas caregiver,

menyimpulkan kebutuhan caregiver yaitu35: (1) Kebutuhan akan


31

informasi tentang pelayanan yang tersedia, (2) Manajemen stress dan

strategi koping, (3) Masalah keuangan dan asuransi, (4) Masalah

komunikasi dengan profesional kesehatan, (5) Informasi tentang

penyakit, (6) Menggunakan bantuan yang kompeten, (7) Bantuan

tentang tugas-tugas perawatan, (8) Bantuan berkomunikasi dengan

pasien, (9) Nasihat hukum, (10) Informasi tentang obat, (11) Bantuan

mengatasi masalah akhir kehidupan, (12) Panduan memindahkan

pasien ke fasilitas yang mendukung, (13) Bantuan berurusan dengan

keluarga.

Kebutuhan-kebutuhan caregiver tersebut hendaknya dapat dikaji

oleh perawat agar beban yang dirasakan caregiver stroke dapat

berkurang. WGBH (Western Great Blue Hill) Educational Foundation

menyatakan bahwa dalam memenuhi kebutuhannya dan mencapai

tujuan caring, caregiver diharapkan memiliki keahlian dalam36:

1) Berkomunikasi

Mengekspresikan kebutuhan dan perasaan serta mampu

mendengar kebutuhan dan perasaan orang lain merupakan

keterampilan penting dalam menangani pasien stroke. Saat

perasaan pasien dan caregiver mampu diutarakan, hal tersebut

dapat mendukung satu sama lain, dan mengurangi stres yang

diikuti oleh kemarahan atau kesedihan. Dengan melepaskan

masalah, perawatan pasien stroek dapat ditata sedemikian rupa

sehingga pengobatan dapat lebih efektif.


32

2) Menemukan informasi

Kebutuhan akan informasi stroke sangat diperlukan untuk

membuat keputusan, memecahkan masalah, dan mencari

pertolongan. Dengan mencari informasi, caregiver akan lebih

mampu memahami penyakit dan pengobatan, seperti halnya

dengan menentukan sumber dan dukungan caring.

3) Membuat keputusan

Diagnosis stroke membutuhkan keputusan penting tentang

pilihan pengobatan dan gaya hidup. Bagi pasien stroke ini

membutuhkan bantuan caregiver dan pandangannya dalam

memutuskan sesuatu.

4) Memecahkan masalah

Dalam menghadapi perubahan yang disebabkan oleh stroke

dan beradaptasi akan kondisi tersebut, membutuhkan bantuan luar,

seperti dari perawat, pekerja sosial, organisasi stroke, kelompok

sosial lainnya, internet, teman dan keluarga.

5) Bernegosiasi

Dengan adanya persetujuan kerja bagi masing-masing

orang, akan mengurangi ketegangan peran caregiver.

6) Memberanikan diri

Menghilangkan keraguan untuk mencari bantuan apa saja

untuk caregiver sendiri dan pasien.


33

Karakteristik pasien berupa faktor usia menimbulkan pengaruh,

seperti pada caregiver lansia dengan masalah penurunan kemampuan

fisiknya, memerlukan bantuan untuk perawata fisik dan masalah

administrasi yang mengarah kepada ketegangan dan stres caregiver.

Dari segi pengaturan hidup, dengan adanya perpindahan pasien dari

rumah ke rumah sakit atau sebaliknya misalnya, alam menimbulkan

distres. Karakteristik pasien berupa usia, jenis kelamin, pekerjaan,

status finansial, status pernikahan, pengaturan hidup dan peran

biasanya, ini perlu dipertimbangkan dalam kontribusinya terhadap

beban caregiver.

Semakin jauh hubungan kekerabatan dengan caregiver, semakin

kurang pula perasaan caregiver untuk merawat pasien. Pada caregiver

pasangan, memiliki beban tertentu oleh karena perawatan yang

diberikannya mencakup aspek keseluruhan, berperan lebih lama,

toleransi lebih tinggi, apabila dibandingkan dengan yang bukan

pasangannya, kewajiban dan harapannya dalam merawat kurang.

Menurut Walker, beban yang dirasakan caregiver, dapat dibagi

atas 2 hal, yaitu: respon emosi caregiver dan kesehatan fisik

caregiver37.

1) Respon emosi caregiver.

Distres pada caregiver biasanya diperlihatkan sebagai

depresi atau beban caregiver. Depresi caregiver adalah gangguan


34

mood yang dihasilkan dari stres penyedia layanan keperawatan,

yang dimanifestasikan oleh perasaan kesendirian, isolasi, ketakutan

dan merasa mudah diganggu.

Hirst menemukan masalah kesehatan mental yang timbul

secara langsung terhadap caregiver dalam proses perawatan

pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa caregiver yang

memberikan perawatan kepada pasien/ keluarga lebih dari 20 jam

atau lebih per minggu adalah dua kali lipat berisiko mengalami

tekanan psikologis dan efek ini lebih besar pada caregiver wanita.38

Penelitian yang dilakukan Kalliath dan Kalliath di Selandia Baru

pada caregiver pasien stroke, menemukan terdapat kelelahan

emosional dikaitkan dengan gejala kelelahan, depersonalisasi, dan

penurunan prestasi pribadi.39 Cameron et al menemukan sebesar

44% dari 94 orang caregiver berkebangsaan Canada pada pasien

stroke beresiko terkena depresi klinis.40

2) Kesehatan fisik caregiver.

Pengalaman caregiver akan kondisi yang menghasilkan

stres kronik yang kemudian menimbulkan respon dengan melepas

glukokortikoid dan katekolamin sebagai hasil progres penyakit dan

pengobatan yang lama, dimana dapat berdampak negatif pada

sistem imunitas caregiver dan mempengaruhi kesehatannya.

Hasil survey yang dilakukan oleh Vitaliano, et al

menemukan dampak kesehatan fisik bagi caregiver pada lansia


35

dengan demensia. Pada penelitian tersebut, caregiver melaporkan

mengalami gangguan kesehatan fisik dan membutuhkan

pengobatan yang lebih sering dibandingkan bukan caregiver.

Sebesar 23% terjadi peningkatan hormon stres pada caregiver.

Hasil lain menunjukkan bahwa caregiver menghasilkan produksi

antibodi yang rendah, tingginya gangguan tidur dan kurang

adekuatnya diet.41

Sebagian besar caregiver adalah wanita. Menurut

Montgomery, Rowse, dan Kosloski, wanita diketahui memiliki

waktu istirahat dan latihan yang kurang dibandingkan pria.

Sehingga terjadi perubahan kardiovaskuler seperti tekanan darah

meningkat. Kurangnya waktu untuk merawat diri sendiri karena

permintaan rawatan yang berkesinambungan dapat berdampak

negatif pada kesehatan caregiver.42

4. Keluarga

a. Definisi Keluarga

Definisi Keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dalam

masyarakat. Keluarga didefinsikan dengan istilah kekerabatan dimana

invidu bersatu dalam suatu ikatan perkawinan dengan menjadi orang

tua. Dalam arti luas anggota keluarga merupakan mereka yang

memiliki hubungan personal dan timbal balik dalam menjalankan

kewajiban dan memberi dukungan yang disebabkan oleh

kelahiran,adopsi,maupun perkawinan.43 Menurut Duval keluarga


36

merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan

mempertahankan upaya yang umum,meningkatkan perkembangan fisik

mental,emosional dan social dari tiap anggota keluarga.44

Menurut Helvie keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal

dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan

hubungan yang erat. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang

tergabung karena hubungan darah,hubungan perkawinan atau

pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga,berinteraksi

satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta

mempertahankan kebudayaan.45Sehingga dapat ditarik kesimpulan

bahwa keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan

melalui ikatan perkawinan,darah,adopsi serta tinggal dalam satu

rumah.

b. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman fungsi keluarga terbagi atas :

1) Fungsi Afektif

Fungsi ini merupakan presepsi keluarga terkait dengan

pemenuhan kebutuhan psikososial sehingga mempersiapkan

anggota keluarga berhubungan dengan orang lain

2) Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi merupakan proses perkembangan individu

sebagai hasil dari adanya interaksi sosial dan pembelajaran peran


37

sosial.. Fungsi ini melatih agar dapat beradaptasi dengan kehidupan

sosial.

3) Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan

menjaga kelangsungan keluarga.

4) Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan secara

ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu dalam

meningkatkan penghasilan.

5) Fungsi Kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik-makanan,pakaian,tempat

tinggal,perawatan kesehatan.44

c. Tipe Keluarga

Tipe keluarga dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

1) Tipe keluarga tradisional

a) Nuclear family atau keluarga inti merupakan keluarga yang

terdiri atas suami,istri dan anak.

b) Dyad family merupakan keluarga yang terdiri dari suami istri

namun tidak memiliki anak

c) Single parent yaitu keluarga yang memiliki satu orang tua

dengan anak yang terjadi akibat peceraian atau kematian.

d) Single adult adalah kondisi dimana dalam rumah tangga hanya

terdiri dari satu orang dewasa yang tidak menikah


38

e) Extended family merupakan keluarga yang terdiri dari keluarga

inti ditambah dengan anggota keluarga lainnya

f) Middle-aged or erdely couple dimana orang tua tinggal sendiri

dirumah dikarenakan anak-anaknya telah memiliki rumah

tangga sendiri.

g) Kit-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersamaan

dan menggunakan pelayanan Bersama.

2) Tipe keluarga non tradisional

a) Unmaried parent and child family yaitu keluarga yang terdiri

dari orang tua dan anak tanpa adanya ikatan pernikahan.

b) Cohabitating couple merupakan orang dewasa yang tinggal

bersama tanpa adanya ikatan perkawinan.

c) Gay and lesbian family merupakan seorang yang memiliki

persamaan jenis kelamin tinggal satu rumah layaknya suami-

istri

d) Nonmarital Hetesexual Cohabiting family,keluarga yang hidup

Bersama tanpa adanyanya pernikahan dan sering berganti

pasangan

e) Faster family, keluarga menerima anak yang tidak memiliki

hubungan darah dalam waktu sementara.46


39

B. Kerangka Teori

Pasien
Keluarga Caregiver
Stroke

Pengalaman:

a. Pengetahuan
b. Perilaku
c. Dukungan
d. Hambatan

Anda mungkin juga menyukai