Anda di halaman 1dari 24

RENCANA PENELITIAN

JUDUL : TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN RAWAT


JALAN TERHADAP PENGGUNAAN
ANTIBIOTIKA DI PUSKESMAS LABAKKANG
KECAMATAN LABAKKANG KABUPATEN
PANGKEP
NAMA : NURFEBIYANTI YUSUF

NIM : PO713251171082

PEMBIMBING I : Drs. H. Tahir Ahmad, M.Kes., Apt

PEMBIMBING II : Tajuddin Abdullah, ST., M.Kes

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang
berkhasiat menghambat atau mematikan dan toksisitasnya bagi manusia relatif
kecil. Beberapa antibiotika juga digunakan untuk mengobati berbagai jenis
infeksi yang diakibatkan oleh kuman atau juga berfungs sebagai prevensi infeksi,
contohnya pada pembedahan besar.

Di Indonesia sendiri pengetahuan masyarakat tetang resistensi antibiotika


msih sangat rendah. Kurang lebih sebanyak 30-80% antibiotika yang digunakan
tidak berdasarka indikasinya, sehingga dalam kasus ini untuk mengurangi

1
penggunaan resistensi antibiotika harus diberikan berdasarkan spektrum bakteri
yang disebabkan oleh bakteri dan juga pola kepekaan terhadap penggunaan
antibiotika. (Kemenkes RI, 2011) Jika terjadi resistensi antibiotika yang tidak
terdeteksi dan tetap bersifat patogen maka akan terjadi penyakit yang menjadi sulit
untuk disembuhkan. (Ambarwati, 2011)

Di Indonesia tiap tahunnya prevalensi penggunaan antibiotika semakin


meningkat. Tingginya penggunaan antibiotika dikalangan masyarakat yang
secara tidak tepat akan menyebabkan masalah terjadinya resistensi antbiotika.
Dalam permasalahan ini resistensi antibiotika tidak hanya terjadi di Indonesia
tetapi juga menjadi masalah global. Dimana pada masalah resistensi antibiotika
yang terus meningkat merupakan sesuatu yang sangat gawat pada masa ini.
Menurut WHO sendiri tiap tahunnya di uni Eropa tercatat 25.000 orang
meninggal akibat masalah ini. Oleh karena itu pada tahun 2014 WHO telah
memutuskan dalam suatu Global Action Plan untuk menanggulangi resistensi
antibiotika (Tjay, 2015)

Sehingga pada tingginya angka resistensi terhadap penggunaan


antibiotika dari thun ke tahun telah menimbulkan kekhawatiran global akan
terjadinya penyakit-penyakit infeksi yang dapat mematikan (Ambarwati, 2011).
Karena kurangnya pengetahuan akan penggunaan antibiotika itu sendiri
merupakan salah satu faktor yang akan menyebabkan kesalahan dalam

penggunaan antibiotika. Tingkat pengetahuan pasien rawat jalan tentang


antibiotika telah diteliti diberbagai tempat.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ardhany


et.al di Desa Bawasang RT 03 Kecamatan Teluk Sampit tentang penggunaan
antibiotika sebagai pengobatan pada tahun 2016 termasuk dalam kriteria
"Tingkat Pengetahuan Cukup" dengan presentase sebesar 50,33% (115

2
3

responden). Sementara itu pada penelitian ini yang serupa belum pernah di
lakukan di Puskesmas Labakkang sehingga perlu di ketahui tingkat pengetahuan
tentang penggunaan antibiotika pada pasien rawat jalan di puskesmas tersebut.

Maka dari itu berdasarkan uraian latar belakang tersebut, saya tertarik
ingin melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan pasien rawat jalan
terhadap penggunaan antibiotika di Puskesmas Labakkang Kecamatan
Labakkang Kabupaten Pangkep.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah “Bagaimana Tingkat Pengetahuan Pasien Rawat Jalan
Terhadap Penggunaan Antibiotika Di Puskesmas Labakkang Kecamatan
Labakkang Kabupaten Pangkep?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat

pengetahuan pasien rawat jalan terhadap penggunaan antibiotika di Puskesmas

Labakkang Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep.

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penggunaan antibiotika

2. Sebagai bahan tambahan pengetahuan baik dari penulis sendiri maupun

pembaca.

3. Sebagai bahan bacaan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Antibiotika
1. Pengertian Antibiotika

Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan


bakteri yang berkhasiat menghambat atau mematikan dan toksisitasnya
bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang dibuat secara semi-
sintetik, juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua senyawa
sintetik dengan khasiat antibakteri.

2. Sejarah Antibiotika

Paul Ehrlich pertama kali yang menemukan antibiotika dan


magic bullet yang dirancang untuk menangani infeksi mikroba. Ehrlich
menemukan antibiotika pertama, Salvarsan yang digunakan untuk
melawan syphilis pada tahun 1910. Kemudian penicillin secara tidak
langsung ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1928. Dan
tujuh tahun kemudian Gerhard Domagk menemukan sulfa, yang
membuka jalan penemuan obat anti TB, isoniazid. Selkman Wakzman
dan Albert Schatz menemukan anti TB pertama yaitu streptomycin
tahun 1943. Wakzman juga orang yang meciptakan istilah
“antibiotika”. Sejak saat itu (tahun 1940) antibiotika sudah digunakan
untuk mengobati infeksi bakteri (Zhang, 2007).

4
5

3. Golongan Antibiotika
Adapun penggolongan antibiotika sebagai berikut : (Tjay, 2015)

a. Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicillium chrysogenum; dari
berbagai jenis yang dihasilkan, perbedaannya hanya terletak pada
gugusan-samping-R saja. Ternyata yang paling aktif Benzilpenisilin
(pen-G.
Penisilin-G dan turunannya bersifat bakterisid (khususnya
cocci) dan hanya beberapa kuman Gram-negatif. Penisilin termasuk
antibiotika dengan spektrum sempit, begitu pula penisilin-V dan
analognya. Ampicilin dan turunannya, serta sefalosporin memiliki
spektrum kerja lebih luas yang meliputi banyak kuman Gram-
negatif, antara lain H.influenzae, E.coli dan P. mirabilis. Antibiotika
bakterisid ini tidak dapat dikombinasikan dengan bakteriostatika
seperti tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan asam fusidat.

b. Sefalosporin
Antibiotika beta-laktam yang aktivitasnya telah diperbaiki
dengan perubahan-perubahan kimiawi yaitu Sefalosporin. Struktur,
khasiat dan sifatnya banyak mirip penisilin. Dimana spektrum
antibakterinya lebih luas tetapi tidak mencakup enterokoki dan
kuman-kuman anaerob. Resisten terhadap penisilinase asal
stafilokoki yang resisten terhadap metisilin (MRSA).
c. Aminoglikosida
Aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-jenis fungi Streptomyces
dan Micromonospora. Dengan adanya gugusan amino, zat-zat ini
6

bersifat basa lemah dan garam sulfatnya yang digunakan dalam


terapi mudah larut dalam air.
Berdasarkan rumus kimianya, Aminoglikosida dapat dibagi
sebagai berikut :
1. Streptomisin
2. Kanamisin dengan turunannya amikasin, dibekasin, gentamisin
dan turunannya.
3. Netilmisin dan tobramisin
4. Neomisin, framisetin dan paromomisin
d. Tetrasiklin
Streptomyces aureofaciens (klortetrasiklin) dan Streptomyces
rimosus (oksitetrasiklin) menghasilkan senyawa tetrasiklin. Dan zat
induk tetrasiklin mulai dibuat seluruhnya secara sintetik, yang
kemudian disusul oleh derivate -oksi dan –klor serta senyawa long-
acting doksisiklin dan minosiklin setelah tahun 1960.
e. Makrolida dan Linkomisin
Spiramisin dianggap termasuk kelompok ini karena rumus
bangunnya yang serupa, yaitu cincin lakton besar (makro) yang
terikat turunan gula. Eritromisin mirip dengan linkomisin dan
klindamisin dalam hal aktivitas, serta mekanisme kerja dan pola
resistensinya.
f. Polipeptida
Kelompok ini terdiri dari polimiksin B, polimiksin E,
baisitrasin dan gramisidin, yang bercirikan struktur polipeptida
siklis dengan gugusan amino bebas. Polipeptida dihasilkan oleh
sejenis bakteri yang membuatnya berbeda dari antibiotik lainnya
yang diperoleh dari jamur. Polimiksin hanya aktif terhadap kuman
7

Gram-negatif termasuk Pseudomonas, sedangkan basitrasin dan


gramidisin terutama aktif terhadap kuman Gram-positif.

g. Antibiotika lainnya
1. Kloramfenikol
Kloramfenikol semula diperoleh dari sejenis
Streptomyces (1947), tetapi kemudian dibuat secara sintesis.
Antibiotikum broadspectrum ini berkhasiat bakteriostatis
terhadap hampir semua kuman Gram-positif dan sejumlah
kuman Gram-negatif, juga terhadap spirochaeta, Chlamydia
trachomatis dan Mycoplasma.
2. Vankomisin
Streptomyces orientalis menghasilkan antibiotika
glikopeptida. Berkhasiat bakterisid terhadap kuman Gram-
positif aerob dan anaerob. Antibiotika ini digunakan sebagai
alternatif terakhir pada infeksi yang parah jika obat lain tidak
ampuh lagi. Vankomisin juga digunakan bila terdapat alergi
pada penisilin/sefalosporin.
3. Spektomisin
Dihasilkan oleh Streptomycin spectabilis (1961).
Antibiotikum broad-spectrum ini berhasiat bakterisid terhadap
sejumlah kuman Gram-positif dan Gram-negatif, termasuk
Gonococci, Pseudomonas, Proteus, Klesibella. Khusus
digunakan sebagai obat pilihan ketiga pada gonore akut
(urethritis, proctitis, cervicitis) yang diakibatkan oleh suku N.
gonorroe yang membentuk penisilinase.
4. Linezolid
8

Kelompok antibiotika terbaru oxazolidindion, yang


telah ditemukan pada tahun 1980 yaitu Linezolid, tetapi baru
digunakan secara klinis 10 tahun kemudian.
Cara kerjanya yaitu menghambat sintesa protein
kuman pada taraf dini sehingga tidak memperlihatkan
resistensi silang dengan antibiotika lain seperti linkosamida,
tetrasiklin, makrolida dan klroramfenikol.
5. Asam fusidat
Asam fusidat dihasilkan oleh jamur Fusidium
coccineum. Khasiatnya bersifat bakteriostatis berdasarkan
penghambatan sintesa protein kuman. Memiliki spektrum
kerja sempit dan terbatas pada kuman gram-positif.
6. Mupirosin
Pseudomonas fluorescens menghasilkan Mupirosin
yang semula dinamakan pseudomonic acid. Kebal terhadap
kuman Gram-positif, antara lain St. aureus, Str. Pyogenes dan
Str. Pneomoniae. Tidak aktif terhadap kuman Gram-negatif,
terkecuali H. influenza dan Neisseria gonorrhea.

4. Efek Samping Antibiotika


Antibiotika memiliki efek samping yakni berupa efek alergi, toksik
dan efek biologis. Aantibiotika berpotensial hematotoksik dan
hepatotoksik. Antibiotik tersebut ialah isoniazide, rifampicin dan
cotrimoxazole. Adapun pemakaian chloramphenicol dalam batas yang
berlebih akan menekan fungsi sumsum tulang belakang dan berakibat
terjadinya anemia dan neutropenia. Chloramphenicol memiliki efek
samping berupa anemia aplastik yang dapat menyebabkan kematian. Efek
samping alergi dapat dikarenakan oleh penggunaan cephalosporin dan
penicillin. Efek samping yang tidak menguntungkan mulai dari gangguan
9

pencernaan hingga syok anafilaksis yang fatal dan perkembangan


resistensi. Efek samping biologis disebabkan karena pengaruh antibiotik
terhadap flora normal di kulit maupun di selaput selaput lendir tubuh.
Biasanya terjadi pada penggunaan obat antimikroba berspektrum luas
(Amin, 2014).
B. Resistensi Antibiotika
1. Pengertian Resistensi
Ketika bakteri mempunyai kemampuan untuk menahan efek
antibiotika yang dulunya masih bersifat sensitif terhadap efek tersebut
sehingga antibiotika itu sendiri tidak lagi efektif dalam terapi. Proses
itulah disebut resistensi antibiotika. Apabila antibiotika mulai tidak
efektif dalam menangani kasus infeksi, maka dikhawatirkan akan
terjadi kegawatdaruratan kesehatan global. Pada beberapa dekade
terakhir sering terjadi penyalahgunaan antibiotika yang menyebabkan
munculnya strain bakteri resisten (Dertarani, 2009).
2. Mekanisme Resistensi
Resistensi intrinsik terjadi secara kromosomal dan berlangsung
melalui multiplikasi sel yang akan diturunkan pada turunan berikutnya.
Resistensi yang didapat dapat terjadi akibat mutasi kromosomal atau
akibat transfer DNA. Resistensi terhadap antibiotika melibatkan
perubahan genetik yang bersifat stabil dan diturunkan dari satu
generasi ke generasi lainnya. Setiap proses yang menghasilkan
komposisi genetik bakteri seperti proses mutasi, transdusi,
transformasi, dan konjugasi dapat menyebabkan timbulnya sifat
resisten tersebut. Pada bakteri kokus gram positif, proses mutasi,
transduksi dan transformasi merupakan mekanisme yang berperan
penting di dalam timbulnya resistensi antibiotika, sedangkan pada
bakteri batang gram negatif semua proses termasuk konjugasi
10

bertanggung jawab dalam timbulnya resistensi (Levy, 2008). Beberapa


contoh resistensi yaitu:

a. Resistensi akibat mutasi


Mutasi kromosom mengakibatkan perubahan struktur sel
bakteri antara lain perubahan struktur ribosom yang berfungsi
sebagai target site perubahan struktur dinding sel atau membran
plasma menjadi impermeabel terhadap obat, perubahan reseptor
permukaan dan hilangnya dinding sel bakteri menjadi bentuk L (L-
form) atau sferoplast (Sudigdoadi, 20 01).
b. Resistensi deng an perantaraan plasmid
Plasmid adalah elemen genetik ekstra kromosom yang mampu
mengadakan replikasi secara otonom. Pada umumnya plasmid
membawa gen pengkode resisten antibiotika. Gen yang berlokasi pada
plasmid lebih mobil bila dibandingkan dengan yang berlokasi pada
kromosom. Oleh karena itu gen resistensi yang berlokasi pada
plasmid dapat ditransfer dari satu sel ke sel lain (Sudigdoadi, 2001).
c. Resistensi dengan perantaraan transposon
Transposon dapat berupa insertion sequence dan transposon
kompleks. Transposon adalah struktur DNA yang dapat bermigrasi
melalui genom suatu organisme. Struktur ini bisa merupakan bagian
dari plasmid da n bakteriofage tapi dapat juga berasal dari kromosom
bakteri. Struktur ini dapat mengubah urutan DNAnya sendiri dengan
memotong dari lokasi DNA dan pindah ke tempat lain. Bila
transposon yang mengandung gen resisten mengadakan insersi pada
plasmid maka akan dipindahkan ke sel lain atau bila transposon
pindah ke plasmid yang mampu mengadakan replikasi atau
mengadakan insersi pada kromosom maka sel ini menjadi resisten
11

terhadap antibiotika (Sudigdoadi, 2001). Timbulnya resistensi


terhadap suatu antibiotika terjadi berdasarkan mekanisme biologis
sebagai berikut:
a. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang merusak aktivitas obat.
Misalkan staphylococcus yang resisten terhadap penisilin G
menghasilkan beta laktamase yang merusak obat tersebut. Beta
laktamase lain dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Bakteri gram
negatif yang resisten terhadap aminoglikosid (biasanya
diperantarai plasmid) menghasilkan enzim adenilisasi, fosforilasi
atau asetilasi yang merusak obat.
b. Mikroorganisme mengubah permeabelitasnya terhadap obat.
Resistensi terhadap polimiksin kemungkinan dihubungkan
dengan perubahan permeabilitas terhadap obat. Strephtococcus
mempunyai sawar permeabelitas alamiah terhadap aminoglikosid
akan terlihat akibat perubahan membran luar yang mengganggu
transport aktif obat ke sel.
c. Mikroorganisme mengembangkan suatu perubahan struktur
sasaran. Misalnya resistensi kromosom terhadap aminoglikosid
berhubungan dengan hilangnya protein spesifik pada subunit 30S
ribosom bakteri yang bertindak sebagai reseptor pada organism
yang rentan. Organisme yang resisten eritromisin mempunyai
tempat reeseptor yang telah berubahn pada subunit 50S ribosom
bakteri akibat metilasi RNA ribosom 23S. d. Mikroorganisme
mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan
fungsi metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat
(Katzung, 2007).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resistensi Antibiotika
12

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi bakteri terhadap


antibiotika yaitu :
1. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional.
2. Penggunaan antibiotika yang terlalu sering.
3. Penggunaan antibiotika yang berlebihan.
4. Penggunaan antibiotika untuk jangka waktu lama (WHO, 2014).
4. Penggunaan Antibiotika yang Rasional
Rasionalitas dalam penggunaan obat apabila pasien menerima obat
yang sesuai dengan kebutuhan, untuk periode waktu yang adekuat dan
dengan harga obat paling murah untuk pasien juga masyarakat (Bina
Farmasi, 2011). Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dan berlebihan
tidak hanya menyebabkan timbulnya strain bakteri resisten tetapi juga
pada reaksi yang merugikan dan beban ekonomi pada sistem kesehatan
nasional. Menurut WHO, kriteria pemakaian obat yang rasional, antara
lain :
a. Sesuai dengan indikasi penyakit Pengobatan didasarkan atas keluhan
individual dan hasil pemeriksaan fisik yang akurat.
b. Diberikan dengan dosis yang tepat Pemberian obat memperhitungkan
umur, berat badan dan kronologis penyakit.
c. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat Jarak
minum obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan.
d. Lama pemberian yang tepat Pada kasus tertentu memerlukan pemberian
obat dalam jangka waktu tertentu.
e. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin Hindari
pemberian obat yang kedaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan
penyakit.
f. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau Jenis obat mudah
didapatkan dengan harganya relatif murah.
13

g. Meminimalkan efek samping dan alergi obat (WHO, 2001).


C. Pengetahuan
1. Definisi
Setelah orang melakukan penginderaaan terhadap suatu objek
tertentu maka seseorang itu mendapatkan suatu pengetahuan yang
baru, baik itu pengetahuan tentang segi positif dan negative tentang
suatu hal yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.
Pengetahui domain kognitif dan selanjutnya akan memunculkan
respon batin dalam bentuk sikap si subjek. (Notoadmodjo, 2003).
2. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Prof. Notoadmodjo pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis
besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil). Tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk
mengukur apakah seseorang mengetahui apa yang dipelajari antara
lain : menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan, menguraikan dan
sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Kita harus menginterpretasikan secara benar objek yang diketahui
agar dapat dikatakan memahami suatu objek yang bukan hanya
sekedar tahu.
c. Aplikasi (aplication)
Ketika kita dapat mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui
maka dapat dikatakan seseorang itu telah memahami objek yang
dimaksud.
d. Analisis (analysis)
14

Kemampuan seseorang dalam menjabarkan dan memisahkan, dan


mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat
dalam suatu masalah atau objek yang diketahui disebut analisis
e. Sintesis (synthesis)
Kemampuan seseorang dalam merangkum atau meletakkan dalam
suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan
yang dimiliki dapat dikatakan sintesis. Dengan kata lain sintesis
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada.
e. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri (Notoadmodjo, 2012).
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Adapun tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang
menurut Mubarak, yaitu :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada
orang lain tentang suatu hal agar mereka dapat memahami.
Sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang semakian mudah
pula menerima atau merekam informasi yang pada akhirnya
semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika
pendidikan seseorang rendah maka kemampuan untuk menerima
ataupu merekam informasi semakin sulit.
b. Pekerjaan
15

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh


pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
c. Umur
Bertambahnya umur seseorang maka terjadi perubahan pada aspek
psikologis dan psikis. Perubahan ukuran, proporsi, hilangnya cirri-
ciri lama dan timbulnya cirri-ciri baru menandakan perubahan pada
pertumbuhan fisik. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir
seseorang semakin matang dan dewasa.
d. Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan
menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang
lebih dalam.
e. Pengalaman
Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik
seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika
pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara
psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi
sehingga menimbulkan sikap positif.
f. Lingkungan dan Kebudayaan
Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga
kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat
sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan (Mubarak, 2007).
16

4. Kerangka Konsep

Tingkat Pengetahuan Penggunaan Antibiotik


Masyarakat

1. Usia
2. Tingkat Pendidikan
3. Tingkat Pendapatan
4. Status Pekerjaan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan
untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien rawat jalan di Puskesmas
Labakkang tentang penggunaan antibiotika.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Labakkang pada
tanggal Maret –April 2020.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan di
Puskesmas Labakkang yang mengonsumsi antibiotika.
2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien rawat
jalan yang menggunakan antibiotika.
Kriteria sampel :
a. Bersedia mengisi kuisioner
b. Yang pernah atau sedang mengkonsumsi antibiotika
c. Usia minimal 17 tahun
Sampel dalam penelitian dihitung berdasarkan rumus slovin :
N
n= 1+ N ( d )2
Dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
d = tingkat kesalahan (0,1)
Berikut penetapan jumlah sampel dengan menggunakan rumus slovin :

17
18

N
n= 1+ N ( d )2
1884
n= 1+ 1884 ( 0,1 )
2

1884
n= 1+ 1884 ( 0,01 )

1884
n= 1+ 18,84
1884
n= 19,84

n = 94,95 95 sampel

D. Variabel Penelitian
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan
pasien rawat jalan terhadap penggunaan antibiotika.
E. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Simple Random
Sampling dengan membagikan angket (kuisioner) kepada pasien rawat jalan
di Puskesmas Labakkang
F. Definisi operasional
No Variabel Definisi Alat ukur Kriteria Skala Data
.
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Tingkat Kemampuan Kuesioner 1. Rendah Nominal
pengetahuan responden untuk jika skor
menjawab 12 ≤6
pertanyaan 2. Tinggi
kuesioner dengan jika
benar seputar skor >
19

penggunaan 6
antibiotika
20

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati Dewi Pramitya. 2011.Hubungan Karakteristik Anak dan Tingkat


Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Pneumosnia Pada Balita di
Puskesmas Pencoran Mas.Jakarta .1-45.

Amin LZ. 2014. Pemilihan antibiotik yang rasional. Medical Review. 27(3):
40–5.

Ardhany, S.D., Ridha Oktavia Anugrah, dan Yurnida H. 2016. Tingkat


Pengetahuan Masyarakat Desa Basawang Kecamatan Teluk Sampit
tentang Penggunaan Antibiotik Sebagai Pengobatan Infeksi.
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker

Indonesia. e–ISSN : 2541–0474. Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.

Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. 2007. Basic and clinical
pharmacology. 10th ed. New York: McGraw-Hill Companies.

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman penggunaan antibiotik. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI; 2011.

Levy SB. 2008. The challenge of antibiotic resistance. Scientific American.


278(3): 46–53.

Notoadmodjo S. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoadmodjo S. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Michael CA, Dominey-Howes D, Labbate M. The antibiotic resistance crisis:


causes, consequences, and management. Front Public Health. 2014;2:145.
[PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]

Mubarak WI. 2007. Promosi kesehatan: sebuah pengantar proses belajar


mengajar dalam pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Setiabudy R. 2007. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: FK UI.

Sudigdoadi S. 2001. Mekanisme timbulnya resistensi antibiotik pada infeksi


bakteri. 1(1): 1–14.
21

Tjay, T. H. dan Rahardja, K. (2015). Obat-Obat Penting, Khasiat,


Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Ketujuh. Jakarta : Elex
Media Komputindo.

World Health Organisation. 2014. Antimicrobial resistance : bulletin of the


World Health Organization. 61(3): 383–94.

Zhang Y, Overview AH. 2007. Mechanisms of antibiotic resistance in the


microbial world.Clin Pharmacol. 82 (1) : 595-600.
22

LAMPIRAN 1

Alur penelitian

Surat pengantar dari kampus Poltekkes Kemenkes Makassar


Jurusan Farmasi

Membawa surat pengantar ke tempat penelitian yaitu Puskesmas


Labakkang

Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan kuisioner


penelitian

Pengolahan data hasil penelitian

Pembahasan

Kesimpulan dan saran

Hasil
23

LAMPIRAN 2

Quisioner

No. Pertanyaan Ya Tidak


1. Apakah anda mengenal
antibiotika?
2. Apakah anda mengetahui
kegunaan antibiotika?
3. Apakah antibiotika dapat
digunakan untuk mengobati
segala jenis penyakit?
4. Apakah antibiotika digunakan
untuk mengobati penyakit infeksi
jamur?
5. Apakah antibiotika harus
digunakan sampai habis
meskipun gejala sudah hilang?
6. Apakah antibiotika dapat
diminum kapan saja ketika
merasa sakit?
7. Apakah antibiotika dapat
diminum bersama susu, teh atau
kopi?
8. Apakah antibiotika yang aman
dapat juga dibeli di toko/warung
obat?
9. Apakah antibiotika diminum 3-4
kali sehari selama 5 sampai 7 hari
(1 minggu)?
10. Jika dikatakan 3 kali sehari maka
yang dimaksud adalah tiap 8 jam.
11. Resistensi (artinya kekebalan
kuman terhadap antibiotika). Jadi
jika siapapun yang sudah
resistensi terhadap satu
antibiotika maka tidak dapat
diobati dengan antibiotika
lainnya.
12. Jika sudah terjadi resistensi
(kekebalan kuman terhadap
antibiotika) maka antibiotika
24

tersebut tidak dapat lagi


membasmi bakteri
13. Apakah penggunaan antibiotika
yang tepat dapat membahayakan
semua orang?

Keterangan :

Nilai = 0, jika jawaban “Tidak”

Nilai = 1, jika jawaban “Ya”

Anda mungkin juga menyukai