Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak pada makin
meningkatnya pengetahuan serta kemampuan manusia. Betapa tidak setiap manusia lebih
dituntut dam diarahkan kearah lmu pengetahuan di segala bidang. Tidak ketinggalan pula
ilmu kimia yang identik dengan ilmu mikropun tidak luput dari sorotan perkembangan iptek.
Belakangan ini telah lahir ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempermudah dalam
analisis kimia. Salah satu dari bentuk kemajuan ini adalah alat yang disebut dengan
Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Para ahli kimia sudah lama menggunakan warna sebagai suatu pembantu dalam
mengidentifikasi zat kimia. Dimana, serapan atom telah dikenal bertahun-tahun yang lalu.
Dewasa ini penggunaan istilah spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya
penyerapan energy cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang
tertentu. Perpanjangan spektrofotometri serapan atom ke unsur-unsur lain semula merupakan
akibatperkembangan spektroskopi pancaran nyala. Bila disinari dengan benar, kadang-
kadang dapat terlihat tetes-tetes sampel yang belum menguap dari puncak nyala, dan gas-gas
itu terencerkan oleh udara yang menyerobot masuk sebagai akibat tekanan rendah yang
diciptakan oleh kecepatan tinggi, lagi pula sistem optis itu tidak memeriksa seluruh nyala,
melainkan hanya mengurusi suatu daerah dengan jarak tertentu di atas titik puncak
pembakar.
Selain dengan metode serapan atom unsur-unsur dengan energy eksitasi rendah dapat
juga dianalisis dengan fotometri nyala, tetapi untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi tinggi
hanya dapat dilakukan dengan spektrometri serapan atom. Untuk analisis dengan garis
spectrum resonansi antara 400-800 nm, fotometri nyala sangat berguna, sedangkan antara
200-300 nm, metode AAS lebih baik dari fotometri nyala. Untuk analisis kualitatif, metode
fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik
(hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan
temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala
berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer
satu sama lainnya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah teori dasar serta prinsip kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA)?
2. Bagaimanakah penggunaan / penerapan Spektrometri Serapan Atom (SSA) dalam proses
analisis kimia?
3. Apa sajakah gangguan-gangguan yang biasa terjadi pada Spektrometri Serapan Atom
(SSA)

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk lebih mengetahui dan memahami
spektrofotometri serapan atom (SSA) dan komponennya. Selain itu juga bertujuan untuk
memberi masukan ilmu pengetahuan bagi semua khalayak pada umumnya dan khususnya bagi
penulis pribadi sehingga kedepannya dapat lebih mengetahui bagaimana metode maupun prinsip
kerja dari Spektrometri Serapan Atom (SSA).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Spektrometri Serapan Atom (SSA)


Spektrofotometri serapan atom merupakan suatu metode analisa untuk penentuan
unsur-unsur logam dan metalloid yang berdasarkan pada penyerapan (absorbsi) radiasi oleh
atom bebas oleh unsur tersebut.
Sejarah singkat tentang serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer, yang
pada saat itu menelaah garis-garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang
memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama
Alan Walsh di tahun 1995. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara
spektrofotometrik atau metode spektrografik. Beberapa cara ini dianggap sulit dan memakan
banyak waktu, kemudian kedua metode tersebut segera diagantikan dengan Spektrometri
Serapan Atom (SSA).
Peristiwa serapan atom (atomic absorbsi) sebenarnya telah diamati diabad XIX,
misalnya oleh Wollaston, Kirchoff dan Bunsen. Namun barulah pada tahun 1955, Walsh
mengemukakan penggunaannya dalam teknik-teknik analisa kimia. Mulai tahun 1960
terlihatlah beberapa instrument Atomic Absorption Spektrofhotometer (AAS) yang
diperdagangkan. Sepuluh tahun kemudian, lebih dari 20.000 buah instrument semacam ini
yang dipasarkan diseluruh dunia. Perkembangan yang sudah dicapai hingga kini ialah
meliputi instrumentasi, sumber radiasi resonans, nyala (untuk pengatoman) yang lebih stabil,
suhu pengatoman yang lebih tinggi, efesiensi pengatoman yang lebih tinggi dan sebagainya,
dan usaha untuk menentukan lebih banyak unsure dari sistem periodic. Sekitar 67 unsur telah
dapat ditentukan dengan cara AAS hingga kini.
Banyak penenentuan unsur-unsur logam yang sebelumnya dilakukan dengan metode
polarografi, kemudian dengan metode spektrofotometri, sekarang banyak diganti dengan
metode AAS. Analisa yang dapat dilakukan dengan metode AAS adalah mulai dari analisa
jumlah runutan, (trace analysis) sampai dengan analisa komponen-komponen utama (mayor
elements).
B. Prinsip-prinsip Dasar AAS
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan
Natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm.
Cahaya pada gelombang ini mempunyai cukup energy untuk mengubah tingkat energi
elektronik suatu atom. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi,
suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-
tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan noor atom 11
mempunyai konfigurasi electron 1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk electron valensi 3s,
artinya tidak memiliki kelebihan energy. Elektronini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan
energy 2,2 eV ataupun ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan
panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang
gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum yang tajam dan dengan intensitas
maksimum, yangdikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi
dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang
disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang
mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan
diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas
logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan
dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka
intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang
mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
(Day & Underwood, 1989).
Prinsip-prinsip dasar Spektrofotometri Serapan Atom adalah sebagai berikut :
1. Interaksi antara energi dengan atom bebas
Dalam AAS, maka atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energy, mulai
dari energy termis atau panas, energy elekromagnetik, energy kimia, dan energy listrik.
Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas tersebut, yang hasilnya berupa
emisi (pancaran) radiasi, panas dan sebagainya pula. Radiasi yang ditimbulkan dari interaksi
ini adalah khas, karena mempunyai panjang gelombang-gelombang yang benar-benar
karakteristik untuk atom bebas yang bersangkutan.
Adanya adsorbs atau emisi radiasi disebabkan karena adanya transisi elektronik yaitu
perpindahan electron dalam atom tersebut, dari tingkat energy yang satu ke tingkat energi
yang lain.
Adsorbs radiasi : terjadi apabila ada electron yang mengabsorbsi energy radiasi
tersebut, jadi berpindah ketempat energi yang lebih tinggi.
Emisi radiasi: terjadi karena ada electron yang berpindah ke tingkat energy yang lebih
rendah. Disini terjadi pelepasan energy, antara lain dalam bentuk radiasi.
Hubungan antara panjang gelombang radiasi yang bersangkutan dengan perubahan
energy electron sebagai akibat dari perpindahan atau transisi elektronik diatas sebagai
berikut:
c
E=E1 –E2 –h – v = h
λ
Dimana E1 dan E2 masing-masing ialah energy pada tingkat sebelum dan sesudah terjadi
transisi, h ialah tetapan planck, v ialah frekuensi, dan λ ialah panjang gelombang radiasi ybs.
Adapun tingkat-tingkat elektronik dalam atom bebas dimisalkan dengan gambar
dibawah ini:
3 Tk. Tereksitasi ke-3
2 Tk. Tereksitasi ke-2
C d
1 Tk. Tereksitasi ke-3
a b e f tingkat energi dasar
(ground state)
0
Gambar: transisi elektronik dalam atom bebas
a. Elektron dari tingkat dasar berpindah ke tingkat yang lebih tinggi, karena mengabsorbsi
radisai atau bentuk energi yang lain.
b. Elektron berpindah dari tingkat energi yang lebih rendah, jika dia memancarkan radisai
atau bentuk energi yang lain
Sebuah atom disebut dalam keadaan energi dasar apabila elektron-elektron dalam
atom tersebut berada dalam tingkat-tingkat energinya masing-masing paling rendah.
Sebuah atom disebut dalam keadaan tereksitasi apabila ada bentuk energy (panas,
listrik dsb) yang ditransfer kedalam atom tersebut sehingga mengakibatkan tereksitasinya
electron di dalamnya.
(a), (b) dan (c) dalam gambar 1 : elektron tereksitasi; (d), (e) dan (f) : electron terdeteksi (dan
kembali ke tingkat dasar).
Tiap-tiap unsur dalam susunan berkala mempunyai susunan tingkat energi elektronik
sendiri-sendiri yang karakteristik untuk yang bersangkutan. Maka panjang gelombang radiasi
yang dapat diabsorbsi ataupun yang dapat dipancarkan oleh unsure yang berbeda akan
berbeda pula, dab ini bersifat karakteristik untuk setiap unsur.
Dalam AAS maka kita dapat mendapatkan atom-atom bebas dengan cara
memanaskan unsure atau senyawa unsure pada suhu yang tinggi (2000-3000 0C atau lebih).
Dapat dipertanyakan apakah kemudian atom-atom yang didapat itu kemudian tereksitasi
karena suhu lingkungannya yang amat tinggi tersebut? Dari table 1 terlihat bahwa hampir
seluruh atom bebas yang terjadi satu sama sekali tidak tereksitasi, jadi hampir semua berada
dalam tingkat ennergi dasar atau “ground state”.
Table 1. Ne / Ng pada berbagai suhu untuk unsur Cs ( λ−852,1 nm), Na (589,1 nm), Ca
(422,7 nm) dan
Zn (213,9 nm). Zn (213,9 nm).
Catatan : Ne = jumlah atom yang tereksitasi kettingkat eksitasi ke-1
Unsur
Cs (852,1) 4,44.10-4 7,24.10-2 2,98.10-2 6,82.10-2
NaNg
(589,1) 9,86.10-6 5,88.10-3 1,51.10-3 1,51.10-2 =
jumlah Ca (422,7) 1,21.10-7 3,69.10-5 6,03.10-4 3,33.10-3 atom
Zn (213,9) 7,29.10-15 5,58.10-10 1,48.10-7 1,48.10-6
yang
Suhu (K) 2000 3000 4000 5000
berbeda dalam
“ground state”
Perlu dikemukakan bahwa jumlah atom bebas yang tereksitasi ke tingkat eksitasi ke-2
selalu jauh lebih kecil dari pada yang tereksitasi ketingkat eksitasi ke-1. Panjang gelombang
yang tercantum dalam tabel 1 ialah panjang gelombang¿ ) dari radiasi yang diabsorbsi, yang
menyebabkan elektroon tereksitasi ketingkat eksitasi ke-1. Panjang gelombang demikian
disebut panjang gelombang radiasi resonans. Jelaslah bahwa unsur yang berbeda
mempunyai radiasi resonans yang berbeda λ-nya. Radiasi resonans unsur yang satu tidakk
akan diabsorbsi oleh atom bebas dari unsur yang lain. Besarnya absorbs yang dialami oleh
radiasi resonans berbanding lurus dengan besarnya konsentrasi atau banyaknya atom bebas
yang terdapat pada jalan yang dilalui oleh radiasi tersebut. Radiasi non-resonans tidak akan
diabsorbsi oleh atom bebas ybs. Tidak ada satu unsurpun dalam susunan berkala yang
mempunyai radiasi resonans yang sama. Inilah yang menyebabkan metode AAS sangat
spesifik. Namun gangguan akan terjadi bila λ radiasi resonans dari dua unsur sangat
berdekatan satu sama lain, meskipun ini masih dapat diatasi dengan menggunakan
monokkromator yang baik. Gangguan ini (salah satu dari gangguan spektral) akan
dibicarakan kemudiaan.
2. Pembuatan Atom Bebas
Radiasi resonans suatu unsur hanya akan diabsorbsi oleh atom bebas unsur ybs. (ion-
ionnya tidak bisa mengabsorbsinya). Dalam AAS atom-atom bebas tersebut dapat dilakukan
dengan memanaskan pada suhu yang tinggi yaitu 20000C (atau lebih). Misalkan suatu larutan
KCl, setelah dinebulisasi ke dalam spray chamber kemudian dialirkan ke atomizer untuk
dipanaskan. Proses dalam atomizer ini terjadi sebagai berikut :
Larutan KCl partikel (padat) KCl
panas panas
KCl padat KCl cair uap KCl
panas
KCl uap Atom K + Atom Cl (reaksi pengatoman)
Reaksi pengatoman merupakan reaksi yang terpenting. Disini suhu yang harus setepat
mungkin untuk menghasilkan jumlah atom bebas yang sebanyak mungkin, suhu yang terlalu
tinggi akan menyebabkan gangguan karena terjadinya ionisasi.
Atom K ion K+ + c-
Makin berat ionisasi, akan mungkin berkuranglah populasi atom-atom bebas yang ada. Suhu
yang terlalu rendah tidak akan cukup untuk terjadinya proses pengatoman.
3. Instrumentasi
3.1. Sistem Perlatan Dasar
Sistem peralatan AAS disini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
(a) Dapat membuat atom bebas, dari unsur yang terlarut
(b) Atom-atom bebas yang terjadi dapat mengabsorbsi radiasi resonans. Besarnya absorbs
sebanding jumlah atom bebas yang terjadi.
(c) Efisiensi, yaitu dari sedikit larutan dapat dihasilkan atom bebas yang sebanyak mungkin.
Sistem peralatan dalam AAS yang menggunakan nyala sebagai sumber panas dalam pengatoman
sebagai berikut : (gambar 2)

Gambar 2. Sistem peralatan dalam alat AAS yang menggunakan nyala dalam proses
pengatoman.
Radiasi resonan yang dipancarkan dari suatu lampu (Hollow Cathode Lamp) diabsorbsi oleh
atom-atom bebas yang terjadi dalam nyala.

3.2. Pembuatan Atom-atom bebas (Atomic Vopour)


Alat yang dapat membuat atom-atom bebas dalam AAS disebut atomizer. Larutan
unsur mula-mula ditarik kedalam nebulizer, diubah olehnya menjadi berebntuk kabut
(mist/tetesan-tetesan amat hakus dalam fasa gas/atau aerosol) di dalam spray chamber.
Kemudian dengan tambahan gas terjadilah campuran yang homogeny sesaat sebelum masuk
ke dalam burner. Campuran ini, mengandung campuran gas oksigen dan bahan bakar, lalu
dinyalakan pada burner, dimana dapat dicapai suhu yang tepat untuk proses pengatoman.
a. Nebulizer
Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan aerosol, (yaitu butir-butiran cairan yang
sangat halus, yang terdispersi dalam udara). Lihat Gambar 3. Larutan yang disedot melalui
kapiler akan menumbuk glass bead dengan kecepatann yang tinggi. Maka cairan akan
terpecah menjadi butiran-butiran yang amat halus, yang tercampur dalam udara membentuk
aerosol.
1. Larutan; 2. Kapiler; 3. Glass bead; 4. Jalan masuk gas oksidan; 5. Spray chamber
(sebagian)
Gambar 3. Nebulizer

b. Spray Chamber
Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen dari oksidan plus
bahan bakar plus aerosol yang mengandung contoh, yaitu sebelum campuran ini mencapai
burner. Butir-butir cairan dalam aerosol yang besarnya lebih dari 5 mikron akan mengembun
kembali di dasar spray chamber, dan mengalir keluar melalui pembuangan (drain) (lihat
gambar 4). Untuk menjaga agar campuran gas tidak keluar lewat drain; maka disitu dipasang
pengaman berupa alat yang diisi air/ larutan.

1. Larutan; 2. Glass bend; 3. Jlan masuk gas bahan bakar atau fuel; 4. Spray chamber; 5.
Drain; 6. Burner.
Gambar 4. Spray Chamber (dan Nebulizer)

c. Pengatoman dengan Menggunakan Nyala


Metode AAS yang menggunakan nyala dalm proses pengatoman disebut "Flame
atomic absorption spektrophotometry”, atau AAS dengan nyala. Pengatoman dengan nyala
adalah lebih sederhana, ekonomis, dan stabil dari pada cara pengatoman yang menggunakan
sumber panas yang lain yang bukan nyala (Flameless AAS). Campuran gas untuk nyala ini
terdiri dari :
1. Gas oksidan : udara, N20, O2 tak dipakai karena sukarnya mengontrol nyala yang dihasilkan
dengan bahan bakar lain.
2. Gas bahan bakar (fuel) : C2H2, propane, H2.
3. Suhu nyala tergantung kepada :
4. Campuran komposisi (oksidan dan bahan bakar) yang digunakan jenis oksidan atau/dan
bahan bakar yang dipakai
Hal ini dapat dilihat dalam tabel II.
Tabel II. Suhu nyala dari beberapa campuran Gas
Kecepatan Aliran (1/menit)
Campuran Gas Suhu K Sebutan Nyala
Bahan Bakar Oksidan
Udara 0,3 8 2200 Lean
0,3-0,45 8 Stoichiometric
0,45 8 Rich
Udara-Asetilen 1,2 8
1,2-1,5 8 2450 Lean
1,5-1,7 8 Stoichiometric
1,7-2,2 8 2300 Luminous
Rich
N2O-Asetilin 3,5 10 Lean
3,5-4,5 10 3200 Stoichiometric
4,5 10 Rich
Udara-Hidrogen 6 8 2300 Stoichiometric
N2O-Hidrogen 10 10 2900 Stoichiometric
N2-Propana 4 10 2900 Stoichiometric

Untuk jenis nyala tertentu, variasi suhu dapat dilakukan dengan mengatur komposisi
(perbandingan oksidan : bahan bakar) dari campuran gas :
1. Nyala pengoksidasi (‘lean’) : proporsi bahan bakar kurang dari jumlah Stoichiometricnya
terhadap oksidan. Suhunya lebih tinggi dari pada yang Stoichiometric;
2. Nyala Stoichiometric : perbandingan bahan bakar terhadap oksidan adalah Stoichiometric
warna nyala biru kekuningan.
3. Nyala pereduksi (rich) : proporsi bahan bakar melebihi jumlah Stoichiometricnya terhadap
oksidan. Suhunya paling rendah dari pada kedua type nyala diatas, dan warnanya kuning
seluruhnya.
Nyala udara-asetilin adalah yang banyak dipakai dalam analisa dengan metode AAS ini, yang
paling tepat untuk penentuan lebih dari 30 jenis unsur logam dan metaloid.
Dalam AAS ini maka proses pengatoman seperti yang telah diterangkan itu merupakan proses
yang terpenting :
KCl ================= K + Cl
Molekul Atom Atom
Agar reaksi disosiasi molekul-molekul KCl ini bergeser jauh ke kanan, maka
diperlukkan suhu optimum yang tertentu pada tekanan tertentu. Untuk senyawa K yang lain
(misalnya K2SO4), suhu optimum yang dimaksud itu ternyata berlainan. Kemudian untuk
unsur yang lain, misalnya Na dari NaCl, suhu optimum yang diperlukan itu berbeda dari yang
diperlukan untuk unsur K.
Adanya zat lain dalam contoh atau larutan akan berubah suhu optimum itu. Inilah yang
merupakan gangguan-gangguan utama dalam analisa dengan AAS. Gangguan ini termasuk
dalam kategori gangguan kimiawi. Misalnya ialah gangguan dengan adanya fosfat, silikat,
aluminium, dalam analisa Ca.
Jadi jelaslah bahwa selain suhu nyala, efek kimia juga penting dalam proses
pengatoman.
Nyala udara-propana (2200°K) khusus dipakai dalam analisa unsur-unsur yang relative
paling mudah untuk diatomkan seperti alkali (Na, K, Li, Rb, Cs) dan Cd, Cu, Pb, Ag, Zn.
Campuran-campuran gas lain tak terpakai karena :
1. Kurang stabil
2. Memberikan kepekaan analisa yang rendah dibandingkan dengan nyala yang sudah disebut
di atas.
3. Tidak mebentu dalam mengurangi efek gangguan kimiawi
4. Handling gas-gas yang lebih sukar atau berbahya, dll.
d. Burner
Desain dari burner haruslah sedemikian rupa sehingga tidak membahyakan, misalnya
masuknya nyala ke dalam spray chamber (yang disebut blow back). Burner yang berbeda
harus dipakai bila campuran gas yang digunakan diganti. Jadi burner untuk udara-asetilin
berbeda dengan untuk N2O-asetilin. Bila tidak maka akan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Burner harus selalu bersih untuk menjamin kepekaan yang tinggi dan kedapat
ulangan yang baik.
Bagian nyala yang paling besar populasi atom-atom bebasnya adalah sekitar 0,5-1 cm
dari dasar nyala. Kearah bagian inilah radiasi resonans harus ditujukan untuk memperoleh
harga absorbans yang maksimum yang berarti kepekaan yang tertinggi. Reaksi-reaksi yang
terjadi dalam nyala sudah diuraikan dalam pasal II.3

3.3. Peralatan Optik


Sistem optik sebuah alat AAS pada prinsipnya terdiri atas :
a. Sumber radiasi (primer)
b. Pre-slit optics, yang memfokuskan radiasi resonans setengah nyala dan kemudian ke : slit-
masuk ke mokromator
c. Monokromator
d. Detektor

C. Prinsip Kerja Spektrofotometri Serapan Atom


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya
oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,
tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar
oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Ground
state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip
Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul
atau ion senyawa dalam larutan.
Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi
sinar ultra violet, sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan
Atom (SSA). Perbedaan analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri
molekul adalah peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya:
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu:
1. Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala)
2. Sumber radiasi
3. Sistem pengukur fotometri
Sistem Atomisasi dengan nyala
Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi
sampeldan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrument sumber atomisasi ini
adalah nyata dan sampel diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala
dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang
dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray).
Ada banyak variasi nyala yang telah dipakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom.
Namun demikian yang saat ini menonjol dan diapakai secara luas untuk pengukuran analitik
adalah udara asetilen dan nitrous oksida-asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi
analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit (unsur yang dianalisis) dapat sintetikan dengan
menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.
Nyala udara asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS. Temperature nyalanya
yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan
bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.
Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan
sulit terurai. Hal ini disebabkan temperature nyala yang dihasilkan relatif tinggi. Unsur-unsur
tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, Ti, V dan W.
Sistem Atomisasi tanpa Nyala (dengan Elektrotermal/tungku)
Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi
kelemahan dari sistem nyala seperti sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel.
Ada tiga tahap atomisasi dengan metodeiniyaitu:
1. Tahap pengeringan atau penguapan larutan
2. Tahap pengabutan atau penghilangan senyawa-senyawa organic
3. Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan
unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan GFAAS tungsten: Hf, Nd, Ho, La, Lu Os, Br, Re,
Sc, Ta, U, W, Y dan Zr. Hal ini disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan
graphit.
Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
1. Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat
2. Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarutsampel, biasanya setelah sampel ditempatkan dalam
tungku.
3. Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interfensi dapat terjadi pada sampel dan
standar.
4. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energy panas.
Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses
atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ionisasi ini dapat terjadi apabila
temperatur terlampau tinggi. Bahan bakar dan oksidator dimasukkan dalam kamar
pencamput kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar. Hanya tetesan
kecil dapat melalui baffle. Tetapi kondisi ini jarang ditemukan, karena terkadang nyala
tersedot balik ke dalam kamar pencampur sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu
biasanya lebih disukai pembakar dengan lubang yang sempit dan aliran gas pembakar
serta oksidator dikendalikan dengan seksama.
5. Dengan gas asetilen dan oksidator udara bertekanan, temperature maksimum yang dapat
tercapai adalah 1200oC. untuk temperatur tinggi biasanya digunakan N:O: = 2:1 karena
banyaknya interfensi dan efek nyala yang tersedot balik, nyala mulai kurang digunakan,
sebagai gantinya digunakan proses atomisasi tanpa nyala, misalnya suatu perangkat
pemanas listrik. Sampel sebanyak 1-2 ml diletakkan pada batang grafit yang porosnya
horizontal atau pada logam tantalum yang berbentuk pipa. Pada tungku grafit temperatur
dapat dikendalikan secara elektris. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap, untuk
menguapkan dan sekaligus mendisosiasi senyawa yang dianalisis.

Metode tanpa nyala lebih disukai dari metode nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi,
metode tanpa nyala haruslah berasal dari sumber yang kontinu. Disamping itu sistem dengan
penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis
absorpsi  yang semonokromatis mungkin. Seperangkat sumber yang dapat memberikan garis
emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu dikenal sebagai lampu pijar Hollow
cathode. Lampu ini memiliki dua elektroda, satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat
dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis. Lampuini diisi dengan gas mulia
bertekanan rendah, dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan
atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan tereksitasi
kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu.

D. Instrumen dan Alat


Untuk menganalisis sampel, sampel tersebut harus diatomisasi. Sampel kemudian
harus diterangi oleh cahaya. Cahaya yang ditransmisikan kemudian diukur oleh detector
tertentu.
Sebuah sampel cairan biasanya berubah menjadi gas atom melalui tiga langkah:
1. Desolvation (pengeringan) – larutan pelarut menguap, dan sampel kering tetap
2. Penguapan – sampel padat berubah menjadi gas
3. Atomisasi – senyawa berbentuk gas berubah menjadi atom bebas.
Sumber radiasi yang dipilih memiliki lebar spectrum sempit dibandingkan dengan
transisi atom.Lampu katoda Hollow adalah sumber radiasi yang paling umum dalam
spekstroskopi serapan atom. Lampu katoda hollow berisi gas argon atau neon, silinder katoda
logam mengandung logam untuk mengeksitasi sampel. Ketika tegangan yang diberikan pada
lampu meningkat, maka ion gas mendapatkan energy yang cukup untuk mengeluarkan atom
logam dari katoda. Atom yang  tereksitasi akan kembali ke keadaan dasar dan mengemisikan
cahaya sesuai dengan frekuensi karakteristik logam.

E. Bagian-bagian pada Spektrofotometri Serapan Atom


Bagian-bagian pada Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) adalah sebagai berikut :
Gambar 5. AAS

Keterangan Gambar Rangkaian :


1. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa
pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan
diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa
digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus, hanya
saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk
memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket pada
AAS. Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi
lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur
logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang
kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada
gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka lampu dilepas
dari soket pada main unit AAS, dan lampu diletakkan pada tempat busanya di dalam
kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah selesai penggunaan,
lamanya waktu pemakaian dicatat. 
2. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas
asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K, dan ada juga tabung gas
yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K.
Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan
dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator
merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.
Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan
mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit air, untuk pengecekkan. Bila
terdengar suara atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang
keluar. Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan sedikit air sabun pada
bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang terbentuk. Bila ada, maka
tabung gas tersebut positif bocor. Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan
minyak, karena minyak akan dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung
dapat keluar karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang
dapat membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.
3. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran
pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan,
agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang
dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi
yang dihasilkan tidak berbahaya.
Cara pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting secara horizontal,
agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau binatang lainnya
yang dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada serangga atau binatang lainnya yang
masuk ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan ducting tersumbat.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring, karena
bila lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk
menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui
cerobong asap yang terhubung dengan ducting.
4. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi
untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran
atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam
merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara
yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang
kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan
disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat
penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS.
Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan,
merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup. Uap air yang
dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar menjadi basah,
oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya ditampung
dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah dan uap air akan terserap ke lap.
5. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner
berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata,
dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada
burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari proses
pengatomisasian nyala api.
Perawatan burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang aspirator
dimasukkan ke dalam botol yang berisi aquabides selama ±15 menit, hal ini merupakan
proses pencucian pada aspirator dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator
digunakan untuk menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan diuji.
Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan burner.
Sedangkan selang yang kiri, merupakan selang untuk mengalirkan gas asetilen. Logam yang
akan diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di dalam larutan, akan
mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi.
Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang
dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna
api merah, maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru,
merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas.
6. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS.
Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar
sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan
proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang
dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan
yang juga dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan
bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya
proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau
wadah buangan tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan
dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering. 
7. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk menseleksi radiasi yang akan masuk ke detektor,
sehingga detektor akan hanya mengukur radiasi resonans yang sudah mengalami absorbsi
tersebut diatas. Adapun radiasi yang berpanjang gelombang lain otomatis tidak diukur.
Sistem elektronik lainnya (modulator) membantu menghindarkan gangguan oleh radiasi lain
yang terlanjur ikut masuk kedalam detektor ini. detektor mengukur intensitas radiasi yang
masuk, dan output dari detektor ini setelah diamplifikasi dapat dibaca pada meter, recorder,
printer atau lainnya.
Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak
spectrum yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode atau untuk merubah sinar
polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran. Macam-
macam monokromator yaitu prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah
UV, rock salt (kristal garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.
8. Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas. Detector panas
biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah termasuk thermocouple dan bolometer.
Detector berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan dan telah diubah
menjadi energy listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detector dilakukan penguatan
dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa printer dan pengamat angka. Ada dua macam
deterktor sebagai berikut:
a. Detector Cahaya atau Detector Foton
Detector foton bekerja berdasarkan efek fotolistrik, dalam halini setiap foton akan
membebaskan elektron (satu foton satu electron) dari bahan yang sensitif terhadap cahaya.
Bahan foton dapat berupa Si/Ga, Ga/As, Cs/Na.
b. Detector Infra Merah dan Detector Panas
Detector infra merah yang lazim adalah termokopel. Efek termolistrik akan timbul jika dua
logam yang memiliki temperatur berbeda disambung jadi satu.

F. Cara Kerja Spektrofotometer Serapan Atom

Gambar 7. Spektrofotometer Serapan Atom


Prosedur Pemakaian Alat AAS, yaitu sebagai berikut :
1. Pertama-tama gas di buka terlebih dahulu, kemudian kompresor, lalu ducting, main unit,
dan komputer  secara berurutan.
2. Di buka program SAA (Spectrum Analyse Specialist), kemudian muncul perintah
”apakah ingin mengganti lampu katoda, jika ingin mengganti klik Yes dan jika tidak No.
3. Dipilih yes untuk masuk ke menu individual command, dimasukkan nomor lampu katoda
yang  dipasang ke dalam kotak dialog, kemudian diklik setup, kemudian soket lampu
katoda akan berputar menuju posisi paling atas supaya lampu katoda yang baru dapat
diganti atau ditambahkan dengan mudah.
4. Dipilih No jika tidak ingin mengganti lampu katoda yang baru.
5. Pada program SAS 3.0, dipilih menu select element and working mode.Dipilih unsur
yang akan dianalisis dengan mengklik langsung pada symbol unsur yang diinginkan
6. Jika telah selesai klik ok, kemudian muncul tampilan condition settings. Diatur parameter
yang  dianalisis dengan mensetting fuel flow :1,2 ; measurement; concentration ; number
of sample: 2 ; unit concentration : ppm ; number of standard : 3 ; standard list : 1 ppm, 3
ppm, 9 ppm.
7. Diklik ok and setup, ditunggu hingga selesai warming up.
8. Diklik icon bergambar burner/ pembakar, setelah pembakar dan lampu menyala alat siap
digunakan untuk mengukur logam.
9. Pada menu measurements pilih measure sample.
10. Dimasukkan blanko, didiamkan hingga garis lurus terbentuk, kemudian dipindahkan ke
standar 1 ppm hingga data keluar.
11. Dimasukkan blanko untuk meluruskan kurva, diukur dengan tahapan yang sama untuk
standar 3 ppm dan 9 ppm.
12. Jika data kurang baik akan ada perintah untuk pengukuran ulang, dilakukan pengukuran
blanko, hingga kurva yang dihasilkan turun dan lurus.
13. Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru dilakukan pengukuran.
14. Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel ke 2.
15. Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan mengklikicon print atau pada
baris menu dengan mengklik file lalu print.
16. Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan air deionisasi untuk membilas burner
selama 10 menit, api dan lampu burner dimatikan, program pada komputer dimatikan,
lalu main unit AAS, kemudian kompresor, setelah itu ducting dan terakhir gas.
G. Metode Analisis
AAS telah diterima kini sebagai metode yang universal dalam analisa mayoritas unsur-
unsur logam dan metalloid, baik dalam konsentrasi yang besar maupun tunutan. Metode ini
cukup spesifik, artinya hasil-hasil analisa suatu unsur tidak dipengaruhi oleh adanya unsur lain.
Cara-cara pemisahan seoerti yang diperlukan dalam metode lain (misalnya ekstraksi pelarut
dalam analisa spektrofotometri) dengan demikian tidaklah begitu diperlukan dalam AAS. Hal ini
membuat metode AAS sangat menarik karena kesederhanaan, dan ini ditambah lagi dengan
mudahnya cara pengukuran AAS dilakukan.
Dalam beberapa hal maka pemisahan kimia tak dapat diletakkan, misalnya dalam hal :
1. Memisahkan unsur pengganggu.
2. Mengkonsentrasikan unsur-unsur yang berada dalam konsentrasi yang amat rendah/encer
atau dalam jumlah yang terlalu kecil untuk dapat diukur.
Untunglah bahwa dalam metode AAS, maka kita tak memerlukan cara pemisahan yang
terlalu spesifik, yaitu karena relative dapat mentoleransi banyak unsur-unsur lain seperti tersebut
di atas.
Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri. Ketiga teknik
tersebut adalah:
1. Metode Standar Tunggal
Metode ini sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan
sampel (Asmp) diukur dengan spektrometri. Dari hukum Beer diperoleh:
Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan sampel dapat
dihitung.
Analisa kuantitatif dalam AAS adalah berdasarkan pada hasil pengukuran absorbans dari
larutan contoh yang diaspirasikan. Konsentrasi unsur yang bersangkutan dalam larutan contoh
dapat diperoleh lewat grafik standar atau kurva kalibrasi. Kurva ini dibuat dari hasil pengukuran
absorbans larutan-larutan standar yang diketahui konsentrasinya. Menurut Hukum Beer maka
terdapat hubungan yang linier antara absorbans A dengan konsentrasi unsur dalam larutan.
Dengan demikian, dengan mengukur absorbans, konsentrasi unsur dalam larutan contoh larutan
tersebut dapat dicari.
Misalkan suatu sinar monokromatis melalui unit-unit penyerap (dalam hal AAS ialah
atom-atom bebas) sepanjang b. sinar monokromatis itu yang tadinya mempunyai intensitas I0,
setelah melalui unit-unit penyerap itu akan mempunyai intensitas I. Jadi, I = I0.
Pengurangan intensitas sinar itu (sebagian atau fraksi sinar yang diserap) akan sebnading
dengan jumlah unit penyerap yang dilalui, yang secara matematis dapat dinyatakan sebgai
berikut:
dI
=−k . dN
I
Dengan N ialah jumlah unit penyerap per satuan luas yang dilalui sinar dan k ialah tetapan.
Kemudian
I I

∫ dII =−k ∫ dN ; ∈ II =−k . N


I0 0 0

Apabila konsentrasi unit penyerap ialah C (banyaknya unit persatuan volum), maka:
N = C. b
I I
Sehingga In =−k .b . c atau log =a .b . c (a=tetapan).
I0 Io
I
Sebenarnya adalah merupakan fraksi atau bagian dari sinar semula yang diteruskan atau
I0
ditransmisikan. Ini disebut transmisi atau T.
I
%-T= x 100
I0
Apakah yang dinamakan A atau absorbans?
I
Didefinisikan bahwa A = log atau – log T
Io
Maka diperoleh formulasi :
A = a.b.c (Hukum Beer)
Karena a dan b tetap, maka terdapat hubungan yang linier antara A (absorbans) vs C (konsentrasi
penyerap). Hubungan yang linier ini dapat dipertahankan apabila: (i) sinar cukup monokromatis;
(ii) C cukup rendah. Hokum Beer ini dibuat untuk analisa spektrofotometri dimana diukur
absorbans larutan yang mengandung zat penyerap yang sedang dianalisa. Dalam AAS maka
yang diukur ialah absorbans dari atom-atom yang terdapat dalam nyala.

Dengan kurva itu, larutan contoh yang sudah diukur absorbansnya dapat dicari konsentrasinya
dengan interpolasi. Interpolasi itu akan memberikan hasil yang benar (accurate) apabila : tak ada
gangguan yang ditemui.
Gangguan ini misalnya ialah disebabkan oleh tidak samanya komposisi unsur dalam
standar dengan dalam contoh.
Misalkan kalsium (Ca) dalam suatu larutan yang tidak mengandung fosfat atau silikat
akan memberikan harga absorbans yang berbeda apabila kedalam larutan tersebut dibubuhkan
fosfat atau silikat. Jadi silikat atau fosfat ini adalah zat-zat pengganggu dalam analisa Ca.
Disini timbul problema bagaimana “menyamakan” komposisi dari standar terhadap
contoh itu, agar hasil yang diperoleh “tidak salah”.
Kadang-kadang ditempuh cara dengan membuat standar sintetik yang komposisinya
disamakan dengan contoh. Banyaklah kesukaran yang diperoleh dalam cara ini, terutama apabila
contoh tidak diketahui.

2. Metode Kurva Kalibrasi


Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan
absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat
grafik antara konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis lurus yang melewati
titik nol dengan slobe =  atau = a.b. konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi
larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam
persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linewar pada
kurvakalibrasi. Beberapa tipe Kurva Kalibrasi yaitu :
A

(a) ideal

C
(a) Fraksi radiasi yang diserap constant dari konsentrasi kecil ke besar

(b) normal

d).Pada radiasi yang tidak mengalami penyerapan, yang masuk ke (b) detector.
Karena radiasi ini tidak murni berasal dari radiasi resonans. Radiasi yang besar ini
dapat berasal dari HCl
A

(c) kompleks

C
(b) Radiasi terdiri atas lebih dari satu jenis panjang gelombang

A
NO2 – C2H2 flame
1.075
1.050
1.025

10 20 30 ppm Eu --------> C
(c) Pada konsentrasi yang rendah, proporsi dari atom-atom yang terionisasi lebih besar
daripada konsentrasi yang tinggi kalium (K) dan natrium (Na) dalam nyala udara asetilin
juga memberikan kurva semacam ini.
3. Metode Adisi Standar
Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan
oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau
lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan
diencerkan sampai volume tertentu kemudiaan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya
ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah larutan standar tertentu dan diencerkan seperti pada
larutan yang pertama. Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut:
Ax = k.Ck                         AT = k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT = absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh Cx = Cs + {Ax/(AT-Ax)}
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan
spektrometri. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat grafik antara AT
lawan Cs garis lurus yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs
Salah satu penggunaan dari alat spektrofotometri serapan atom adalah untuk metode
pengambilan sampel dan analisis kandungan logam Pb di udara. Secara umum pertikulat yang
terdapat diudara adalah sebuah sistem fase multi kompleks padatan dan partikel-partikel cair
dengan tekanan uap rendah dengan ukuran partikel antara 0,01 – 100 μm.

Untuk menghilangkan efek gangguan yang akan timbul karena berbedanya komposisi
matriks, komposisi pelarut, dsb. antara standard an contoh, maka diciptakanlah metode adisi
standar.
Disini kita buat standar di dalam matriks contoh itu sendiri, artinya kepada larutan contoh
yang telah diukur ditambahkan standar unsur yang bersangkutan dengan konsentrasi yang
divariasi. Hasil pengukurannya dilukiskan dalam kurva seperti di bawah ini.

H. Analisis Kuantitatif
1. Penyiapan sampel
Penyiapan sampel sebelum pengukuran tergantung dari jenis unsur yang ditetapkan, jenis
substrat dari sampel dan cara atomisasi. Pada kebanyakan sampel hal ini biasanya tidak
dilakukan, bila atomisasi dilakukan menggunakan batang grafik secara elektrotermal karena
pembawa (matriks) dari sampel dihilangkan melalui proses pengarangan (ashing) sebelum
atomisasi. Pada atomisasi dengan nyala, kebanyakan sampel cair dapat disemprotkan langsung
ke dalam nyala setelah diencerkan dengan pelarut yang cocok. Sampel padat baiasanya
dilarutkan dalam asam tetapi adakalanya didahului dengan peleburan alkali.

2. Analisa kuantitatif
Pada analisis kuantitatif ini kita harus mengetahui beberapa hal yang perlu diperhatikan
sebelum menganalisa. Selain itu kita harus mengetahui kelebihan dan kekurangan pada AAS.
Beberapahal yang perludiperhatikansebelummenganalisa:
a. Larutan sampel diusahakan secermat mungkin (konsentrasi ppm atau ppb).
b. Kadar unsur yang dianalisis tidak lebih dari 5% dalam pelarut yang sesuai.
c. Hindari pemakaian pelarut aromatic atau halogenida. Pelarut organik yang umum digunakan
adalah keton, ester dan etilasetat.
d. Pelarut yang digunakan adalah pelarut untuk analisis (p.a)
Langkahanalisiskuantitatif:
a. Pembuatan Larutan Stok dan Larutan Standar
b. Pembuatan Kurva Baku
Persamaangarislurus : Y = a + bxdimana:
a = intersep
b = slope
x = konsentrasi
Y = absorbansi
Penentuan kadar sampel dapat dilakukan dengan memplotkan data absorbansi terhadap
konsentrasi atau dengan cara mensubstitusikan absorbansi kedalam persamaan garis lurus.

I. Keuntungan dan Kelemahan Metode AAS


Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode
analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan
penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan
bebas (Skooget al., 2000). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah.
Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi
konvensional. Beberapa kelebihan AAS, sebagai berikut:
a. Spesifik
b. Batas (limit) deteksi yang rendah
c. Dari satu larutan yang sama, beberapa unsure yang berlainan dapat diukur
d. Pengukuran dapat langsung dilakukan terhadap larutan contoh, jadi berbeda dengan
kalorimetri (yang membutuhkan pembentukan senyawa berwarna), gravimetri (dimana
endapan perlu dikeringkan dulu) dsb. Jadi preparasi contoh sebelum pengukuran adalah
sederhana.
e. Output data (adsorbance) dapat dibaca langsung
f. Dapat diaplikasikan kepada banyak jenis unsur dalam banyak jenis contoh
g. Batas kadar-kadar yang dapat ditentukan adalah amat luas (ppm hingga %).
Catatan:
Ketentuan-ketentuan diatas berlaku untuk “Flame AAS” atau AAS yang menggunakan nyala
dalam proses pengatoman.
AAS yang menggunakan cara elekrotermal dalam pengatoman mempunyai kepekaan
yang jauh lebih tinggi dari pada AAS yang menggunakan cara nyala.
Dalam soal harga maka metode dalam instrumentasi AAS berada ditengah-tengah
(antara yang termurah seperti kolorimetri, gravimetric dsb, dan yang mahal seperti
spectrometer emisi dengan “automatic direct reading” atau XRF dsb). Namun instrumentasi
AAS dapat bertambah mahal apabila dilengkapi dengan misalnya printer, automatic sampler,
penyimpanan data (dengan microprocessor) dsb.
Dalam laboratorium yang biasa menganalisa unsur-unsur logam, maka metode AAS
ternyata telah banyak membantu dalam penyederhanaan prosedur dan pengurangan waktu
analisa dari pada masa-masa sebelumnya.
Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik,
batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan,
pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat
diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %).
Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan
zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom
tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang
sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.

J. Gangguan-gangguan dalam Metode AAS


1. Gangguan kimia
Reaksi-reaksi kimia yang terjadi adalam nyala (ionisasi, terbentuknya oksida, silikat dan
senyawa lainnya yang stabil; reduksi dsb) dapat menimbulkan efek penurunan (depression,
suppression) ataupun bahkan peningkatan (enhancement) dari absorbans (A).
Efek penurunan misalnya dijumpai dalam analisa Ca, Mg, Sr, dsb. dalam contoh yang
mengandung silikat, aluminat, fosfat dsb. dimana diperoleh absorbans yang lebih rendah
dibandingkan dengan bilamana pengganggu-pengganggu (silikat dsb) tersebut tak ada.
Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi kimia dengan
anion atau kation tertentu dengan senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua analiti dapat
teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1)
penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia lain yang dapatmelepaskan
kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan analit. Zat kimia lai yang ditambahkan
disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).
2. Gangguang Matrik
Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau asam, atau bila
pelarut yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala untuk
larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis kualitatif tidak terlalu
bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk mengatasi gangguan ini
dalam analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis penambahan standar (Standar Adisi).
3. Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu melepaskan
electron dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini mengurangi jumlah
atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk mengatasi masalah ini dapat
dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang mudah diionkan atau atom yang lebih
elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na. penambahan ini dapat
mencapai 100-2000 ppm.
4. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)
Absorbsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi molecular,
dan penghamburan cahaya.
5. Gangguan spectral
Relatif jarang dijumpai. Gangguan spectral disebabkan karena ikut masuknya radiasi
non-resonans (yaitu sinar yang tidak mengalami penyerapan oleh atom unsure yang sedang
diukur), ke detector. Radiasi/sinar pengotor ini mempunyai panjang gelombang yang amat
berdekatan dengan radiasi resonans. Ikut masuknya ke detector disebabkan oleh monokromator
yang terbatas “daya-pisah-nya” (resolusinya). Disinilah perlunya monokromator yang baik.
6. Gangguan fisika
Gangguan ini berasal dari sebab-sebab fisik. Misalnya pelarut yang berbeda dalam
larutan standard dan contoh akan menimbulkan perbedaan ukuran partikel kabut yang dibuat
dalam spray chamber. Pada hal semakin cepat atau mudah proses pengatoman kemudian.
Mudah/lambatnya proses ini akan mempengaruhi absorbans yang diperoleh. Kurva standar yang
melengkung dapat disebabkan oleh gangguan ini.
Kemudian perbedaan viskositas antara larutan standard an contoh (mislanya) karena
contoh mengandung asam yang lebih pekat d / p standar, atau contoh mengandung lebih banyak
garam terlarut d / p standar, jenis pelarut yang tak sama, dsb. akan mempengaruhi efisiensi
nebulizer. Dengan viskositas pelarut yang rendah (misalnya pelarut organik) maka volume
larutan per satuan waktu yang terhisap ke dalam nebulizer akan lebih benar. Maka akan
diperoleh absorbans yang lebih besar d / p apabila air yang dipakai sebagai pelarut.
Jelaslah kini betapa pentingnya persamaan antara standar dan contoh dalam banyak hal,
agar supaya kesalahan analisa dapat dihindari.
Gangguan fisik jenis lainnya akan dihadapi apabila kita mengukur larutan yang kadar
garam terlarutnya tinggi, misalnya mengukur air laut, atau larutan pekat lainnya. Dalam nyala
akan terjadi partikel-partikel padat yang belum menguap. Partikel ini akan menimbulkan
“scatter’ dimana radiasi resonans dipantulkan/dihamburkan olehnya ke segala arah. Oleh
detector, ini akan keliru diartikan sebagai penyerapan, sehingga didapatlah harga absorbans yang
palsu (tinggi). Kurva kalibrasi yang tidak dilewati titik nol dapat disebabkan oleh
paeristiwa/gangguan ini.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan penjelasan tersubut maka dapat disimpulkan bahwa Spektrofotometri
Serapan Atom didasarkan pada besarnya energi yang diserap oleh atom-atom netral dalam
keadaan gas. Agar intensitas awal sinar (Po) dan sinar yang diteruskan (P) dapat diukur, maka
energi sinar pengeksitasi harus sesuai dengan energi eksitasi atom penyerap dan energi penyerap
ini diperoleh melalui sinar lampu katoda berongga. Lampu katoda berongga ada yang bersifat
single element dan ada yang bersifat multi element. Salah satu alat yang sangat berperan penting
dalam AAS adalah Copper yang berfungsi untuk membuat sinar yang dating dari sumber sinar
berselang-seling sehingga sinar yang dipancarkan juga akan berselang-seling. AAS memiliki
keakuratan yang tinggi pada analisis kualitatif.

B. Saran
Sebaiknya sebagai seorang mahasiswa kimia dapat memahami lebih dalam mengenai
spektrofotometri serapan atom (SSA) , agar dapat mengoperasikan AAS untuk menganalisa
berbagai jenis unsur dalam sampel.

DAFTAR PUSTAKA

SumarHendayana, dkk, 1994, Kimia AnalitikInstrumen, IKIP Semarang.

Fardiaz. 1992. Polusi Air dan Udara. . http://www.wordpress.com. Diakses pada 18 Februari
2011.
Foley, Gerald. 1993. Pemanasan Global. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai