Anda di halaman 1dari 16

KASUS PERENCANAAN BAHASA

LAPORAN BAB

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Yus Rusyana


Dr. Hj. Siti Maryam, M.Pd

Oleh :

HELMINA
88101141012

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA (S-2)


PASCASARJANA UNIVERSITAS SURYAKANCANA
CIANJUR
2015

1
LAPORAN BAB

KASUS PERENCANAAN BAHASA

A. Pokok- pokok Bahasan

Perencanaan bahasa dan standarisasi merupakan tahapan dalam memperoleh bahasa


nasional baru. Setiap Negara memiliki kasus yang berbeda dalam menentukan bahasa
nasionalnya. Penentuan bahasa merupakan pusat permasalahan dalam mengadakan
sebuah bahasa nasional baru, tetapi kesatuan dialek dan berbagai jenis perkembangan
juga diperlukan. Kita akan menyelidiki sebuah kesuksesan terbesar di dunia dalam kasus
penetapan bahasa nasional. Swahili di Tanzania dan perencanaan bahasa Irish Gaelic di
Irlandia. Perencanaan bahasa Irish mengalami kesulitan dalam mencapai tujuannya.

Sejarah Tanzania
Persatuan Republik Tanzania, yaitu Tanganyika dan Pulau Zanzibar adalah sebuah
Negara di Afrika bagian timur yang pernah menjadi koloni Inggris. Negara ini memiliki
luas sekitar 350.000 mil persegi, garis pantai 500 mil yang berbatasan dengan Samudera
Hindia dengan jumlah penduduk sekitar 15 juta jiwa. Negara ini termasuk Negara
agraris. Tanzania memiliki beragam bahasa resmi. Bahasa yang banyak dituturkan
hampir 94 persen penduduknya yaitu rumpun bahasa Bantu. Sedangkan kelompok bahasa
lain seperti Sukuma dan Nyamwezi hanya sebagian kecil saja dituturkan oleh
masyarakatnya. Negara ini sulit menentukan bahasa yang tepat. Menurut Polome salah
satu penyebab Tanzania mengalami kesulitan dalam menentukan bahasa yang tepat
adalah sulitnya membedakan bahasa dari dialek masing-masing, bahkan menurutnya
terdapat 135 jenis perbedaan bahasa dari dialek masing-masing yang telah diidentifikasi
secara jelas.
Swahili merupakan bahasa yang banyak dituturkan di sepanjang pantai. Bahasa ini
tidak pernah dipakai sebagai bahasa ibu oleh sebagian masyarakatnya. Bahasa Swahili
semula banyak berasal dari bahasa arab yang dipakai oleh muslim Arab dan Afrika. Pada
pertengahan abad ke sembilan belas, Swahili telah menjadi bahasa perdagangan yang
dominan di sepanjang rute perdagangan yaitu dari pantai sampai ke pedalaman Tanzania,
Kenya, Uganda, dan Zaire timur. Bahkan Swahili dipakai sebagai bahasa kedua oleh
sebagian besar masyarakat pedalaman. Fakta ini dimanfaatkan oleh Jerman, untuk
memimpin Tanzania sebagai koloni di Afrika dari sekitar tahun 1890 sampai akhir
perang Dunia Pertama. Politik Jerman telah mengatur jumlah koloni dengan

1
meminimalkan pejabat sipil militer Jerman dan kader pejabat junior dari Afrika. Para
pemimpin Afrika menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa lokal yang berlaku di daerah
tersebut dan Swahili. Sedangkan, koloni Jerman hanya belajar bahasa Swahili. Maka
pemimpin Jerman akan belajar bahasa Afrika tunggal. Bahasa Swahili telah dipahami
secara luas oleh masyarakat sebagai pengganti bahasa local yang akan berguna di tempat
lain. Ketika koloni Inggris mengambil alih daerah tersebut, maka dinamakanlah
Tangayika sampai berakhir perang dunia pertama. Mereka melanjutkan kebijakan bahasa
jerman yang telah digunakan. Meskipun bahasa inggris menjadi penting sebagai bahasa
komunikasi pemerintah dan pendidikan tinggi. Swahili didirikan sebagai bahasa
komunikasi nasional. Kekuatan ini menyebabkan situasi 'triglossia'.

Swahili diadopsi sebagai bahasa TANU (Tanganyika African National Union)


dalam perjuangan kemerdekaan. Bahasa ini memegang peranan penting dalam
komunikasi kenegaraan sama halnya bahasa Inggris. Bahasa Swahili merupakan bahasa
komunikatif yang dimengerti oleh masyarakat luas. Nyerere sendiri sebagai kepala
Negara hanya menggunakan penerjemah pada dua kesempatan kenegaraan selama pra
kemerdekaan. ini adalah fakta yang paling mengesankan bahwa Swahili mampu menjadi
bahasa pemersatu dari sekitar 135 bahasa asli yang ada di Tanzania. Beberapa tahun
setelah kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1961, Tanzania menetapkan Swahili sebagai
bahasa nasional. Pada tahun 1967 bahasa Swahili ditetapkan menjadi bahasa resmi
Negara.
a. Upaya Perencanaan
1) Kebulatan tekad.
Penentuan bahasa nasional bagi Tanzania tidak banyak mengalami masalah
dibandingkan dengan Negara-negara yang sedang berkembang. Sejarah bahasa yang
digunakan sebagai bahasa perdagangan dan bahasa pemerintahan oleh dua kekuatan
kolonial telah memastikan bahasa ini dikenal secara luas di seluruh negeri. Disana
benar-benar tidak ada persaingan bahasa pribumi. Satu kelompok sosiobudaya dengan
jumlah terbesar, yaitu Sukuma. Kelompok ini tidak pernah berambisi bahasanya untuk
dijadikan sebagai bahasa nasional . Bahasa Swahili merupakan bahasa Bantu yang
secara struktural mirip dengan bahasa asli yang dituturkan oleh 95 persen masyarakat.
Tanzania memiliki syarat untuk bahasa nasionalnya, yaitu : 1) adat, 2) bahasa bukan
dominasi bersaing dari beberapa kelompok sosiokultural, 3) Dikenal luas sebagai

2
bahasa kedua, 4) bahasa terkait bahasa asli dari jauh mayoritas warganya dan 5)
Historis digunakan sebagai bahasa awal dan setidaknya eselon tengah pemerintah.

Di sisi lain, banyak dialek dari bahasa Swahili dan bahasa nasional yang harus
dikembangkan diantara dua bahasa tersebut. Penentuan dialek telah dicapai dengan
baik sebelum kemerdekaan oleh pemerintah Inggris. Pada tahun 1930, sebuah
organisasi yang dikenal sebagai Komite Antarwilayah Bahasa (Swahili), yang
kemudian dinamakan Komite Swahili Afrika Timur didirikan untuk menentukan
bentuk bahasa Swahili yang akan digunakan dalam pendidikan. Komite itu
mendukung untuk menemukan kebijakan terpadu untuk Kenya dan Uganda seperti
kebijakan Tangayika. Dua dialek utama yang bersaing untuk membentuk standar
bahasa dasar, seperti Kinguja dan Kimvita. Kinguja yaitu suatu dialek yang diucapkan
di kota Zanzibar. Dialek Mombasa merupakan dialek yang diucapkan di kota Kenya
perbatasan Kenya-Tanzania. Dua tahun sebelum pembentukan Komite, konferensi
antar-wilayah memilih Kiunguja atas ajuan para peserta konferensi. Sedangkan
kelebihan Kimvita memiliki tradisi sastra yang kuat, yang tidak dimiliki oleh
Kiunguja, tradisi sastra di Kimvita adalah Islam. Sedangkan perencanaan bahasa
colonial merupakan pandangan budaya barat yang benar-benar misionaris Kristen.
Persaingan ini menyebabkan Whiteley (1969: 329) memilih Kinguja. Dialek dari
bahasa Swahili banyak diucapkan di pedalaman Tangayika. Dialek ini mirip dengan
Kiunguja asli di kota Zanzibar yang berasal dari perjalanan perdagangan tua. Inilah
yang menjadi alasan standar bahasa Tanzania dapat diterima di masyarakat luas.

2) Standardisasi
Komite dan penerusnya bertanggung jawab atas standarisasi swahili selama
periode kolonial. Perhatian Komite tertuju pada perencanaan bahasa lisan dan tulisan.
Selama bertahun-tahun, Komite bertanggung jawab untuk menentukan kelayakan
sebuah buku diterbitkan atau tidak. Kekuatan ini mirip dengan pengaruh William
Caxton yang merupakan percetakan satu-satunya di Inggris. Peran komite tidak
berpengaruh terhadap para pengguna bahasa Swahili, tetapi hal itu tidak
mempengaruhi eksistensi bahasa Swahili yang diajarkan pada misi dan sekolah
negeri. Pada awalnya, komite merasa berat dalam menangani desakan untuk
bentukan-bentukan yang benar. Hal ini menimbulkan konfliks, standar penulisan
Swahili terkadang dianggap kaku, tak bernyawa dan merugikan Afrika Timur dengan
Eropa. Kontrol ketat atas bahasa tulis akhirnya melonggar. Upaya standardisasi cukup

3
sukses di Tanzania, standar penulisan sesuai dengan kaidah bahasa Kiunguja dan
kontroversi standarisasi sendiri berakhir sebelum kemerdekaan.

Komite Bahasa akhirnya menjadi Institut Penelitian Swahili dari University of


Dar es Salaam, Tanzania. Perkembangan bahasa Swahili di Tanzania sebagian besar
mendapat perhatian dari Departemen Pendidikan dan Departemen Pengembangan
Masyarakat dan Kebudayaan Nasional, yang disebut 'Promoter Swahili'.

3) Ortografi dan kosa kata.


Swahili aslinya ditulis dalam aksara Arab. Namun, diawal hubungannya
dengan Eropa, Swahili terpengaruh misionaris Kristen, sehingga naskah tersebut
diganti menjadi naskah Romawi. Sebagian besar pendidikan formal menerbitkan
terjemahan alkitab. Ada sebuah kontroversi kecil dalam penggunaan huruf Latin,
seperti penggunaan “c” polos atau “ch”.

Perencanaan bahasa dimulai dari penyusunan kamus (tata bahasa) oleh para
misionaris di Afrika Timur. Salah satu tugas pertama Komite Bahasa antar-wilayah
adalah untuk menghasilkan Swahili dan kamus bahasa Inggris. Kamus ini diterbitkan
pada tahun 1939. Pada akhir tahun 1960 Komite Institute Penelitian Swahili
mengembangkan kamus baru Inggris-Swahili dan Swahili-Inggris. Namun, baru
kamus Swahili-Swahili yang mampu diterbitkan pada tahun 1979. Kamus Swahili-
Swahili memberikan hak atas orang-orang bilingual. Kamus ini dilengkapi dengan
1939 daftar kata yang secara berkala diterbitkan oleh Institute. Daftar kata pada
kamus ini menimbulkan keraguan pada Whiteley (1969: 92) tentang daftar kata resmi.
Hinnebusch (1979: 287-288) telah melakukan sebuah penelitian kecil yang
membandingkan daftar kata yang diterbitkan dalam bahasa Swahili dan istilahnya. Ia
menemukan ketidakkonsistenan dalam menggunakan istilah resmi. Kosa kata baru
didapatkan dari interaksi komunikatif masyarakat. Kontroversi kecil ini menimbulkan
kebebasan bagi para linguis untuk ikut memberikan daftar kosa kata baru. Akhirnya
pada pertengahan tahun 1960-an sebuah kamus hukum diterbitkan.

4) Pendidikan
Dunia pendidikan menggunakan dua bahasa sebagai pengantar, yaitu bahasa
daerah setempat dan bahasa inggris. Untuk tingkat SD menggunakan bahasa Swahili
sebagai bahasa pengantarnya sedangkan untuk tingkat yang lebih tinggi menggunakan
bahasa inggris sebagai pengantarnya. Pada tingkat SD digunakan bahasa daerah

4
setempat dan diperkenalkan bahasa Swahili sebagai bahasa keduanya. Pada tingkat
yang lebih tinggi (SMP dan SMA) penggunaan bahasa Swahili sebagai pengantar dan
bahasa Inggris mulai diperkenalkan. Tingkat universitas Swahili menjadi bahas utama
yang digunakan sebagai pengantar dalam pendidikan namun bahasa Inggris harus
dikuasai.
5) Pemerintah
Sejak Swahili dinyatakan sebagai bahasa resmi serta bahasa nasional,
penggunaan bahasa ini mulai diterapkan di segala aspek kehidupan di Tanzania
termasuk bidang pemerintahan. Majelis nasional dan pengadilan tingkat rendah
sampai tingkat tinggi lebih dominan menggunakan bahasa Swahili ketimbang bahasa
Inggris. Pemerintah Tanzania mengatur penggunaan bahasa Swahili, Inggris dan
bahasa daerah secara hierarki.

Kebijakan pemerintah telah membuat kontribusi penting untuk penyebaran


Swahili. Salah satu kebijakannya yaitu menyalurkan pegawai negeri sipil ke berbagai
wilayah. Para PNS ini tidak memiliki pilihan untuk berbahasa lain selain Swahili.
Sehingga bahasa Swahili mampu menyebar dengan sukses di pelosok Negara
Tanzania.

Kesuksesan Tanzania dalam perencanaan bahasa nasional tidak terlepas dari


kebulatan tekad masyarakat yang memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Bahasa
Swahili sangat banyak digunakan dalam pemerintahan dan di tingkat dasar secara
eksklusif. Swahili merupakan simbol nasionalisme Tanzania. Ini terbukti dari banyaknya
masyarakat yang menggunakan bahasa Swahili sebagai bahasa komunikatif.

Sikap merupakan salah satu faktor yang menentukan Swahili mampu menjadi bahasa
nasional Sikap Tanzania terhadap penentuan bahasa nasional Swahili sangat jelas
tergambar, sebagian besar masyarakat di Tanzania menggunakan bahasa Swahili sebagai
bahasa komunikasi mereka dan penggunaan bahasa Swahili terus meningkat. Ini
membuktikan bahwa Swahili merupakan lambang kebangsaan Tanzania. Dengan kata
lain, Republik Serikat [Tanzania] ditetapkan sebagai Negara multibahasa. Swahili
merupakan bahasa nasional dan bahsa daerah merupakan kekayaan budaya di Tanzania.

Dalam studi pemeliharaan dan pergeseran bahasa yang diteruskan kepada anak-anak.
Scotton (1978: 755) memperoleh informasi dari Whitely (1969:114) bahwa masyarakat di
lereng gunung Kilimanjaro masih menggunakan bahasa daerah yaitu Kichagga dalam
5
percakapan sehari-hari terutama bagi mereka para orang tua yang tidak mengetahui bahasa
Swahili dengan baik. Para orang tua ini meneruskan bahasa daerah mereka kepada anak-
anak mereka. Para Chagga menginginkan anak-anak mereka menggunakan bahasa
Kichagga sebagai identitas kelompok mereka. Polome (1980b: 117) melaporkan bahwa
beberapa orang tua menggunakan dua bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Para orang
tua ini mengajarkan anak-anak mereka untuk menggunakan dua bahasa. Bahasa daerah
yang penting bagi anak-anak mereka untuk berkomuniaksi dengan kakek atau orang yang
bahsa Swahilinya minim serta sebagai symbol etnis mereka, dan bahasa Swahili yang
berperan sebagai bahasa pemersatu bangsa. Sikap Tanzania terhadap bahasa ibu
merupakan keterikatan emosional alami untuk bahasa ‘rumah’ dan identitas primordial
dan budaya seseorang.

Sebagian besar karya yang diterbitkan dalam bahasa Swahili, selain dari literatur
berkala, adalah dalam bentuk bahan sekolah. Untuk membaca novel, puisi, dan drama,
bahkan oleh penulis Afrika, perlu untuk belajar bahasa Inggris. Fakta ini tidak hanya
merusak status Swahili di mata orang-orang yang berpendidikan lebih tinggi, tetapi
kemajuan bahasa ke tingkat yang lebih tinggi. Dalam rangka untuk menunjukkan bahwa
bahasa sepenuhnya mampu digunakan untuk karya sastra, Presiden Nyerere sendiri
menerjemahkan Shakespeare Julius Caesar ke dalam bahasa Swahili. Seorang ekonom
bernama Peter Tema mengikuti memimpin ini dengan publikasi buku teks dalam bahasa
Swahili di bidangnya (W. O'Barr 1976a: 47). Ini adalah salah satu tugas utama dari
Promoter Swahili untuk mendorong penggunaan keberaksaraan bahasa.

Perbandingan dengan Kenya

Kenya mirip dengan Tanzania dalam banyak hal. Kenya merupakan negara Afrika
Timur multibahasa, bekas jajahan Inggris yang dicapai secara independen pada waktu
yang sama. Negara ini merupakan salah satu Negara multibahasa. dan Swahili sebagai
bahasa komunikasi yang lebih luas.

Banyak alasan yang telah diberikan untuk perbedaan antara pengalaman kedua
negara. Pertama, meskipun kedua negara koloni Inggris, Tanzania di bawah pemerintahan
Jerman. Jerman menggunakan bahasa Swahili di tingkat yang lebih tinggi, sedangkan
untuk tingkat menengah digunakan bahasa Inggris. Di Kenya, semua kebijakan terkadang
diharuskan bernahasa Swahili namun kadang juga berbahasa Inggris bahkan bahasa
daerah. Bagian dari alasan ini adalah bahwa misi Kristen yang mempengaruhi Kenya lebih

6
kental ketimbang di Tanzania. Para misionaris mendukung penggunaan bahasa daerah
setempat untuk penggunaan bahasa penginjilan. Alasan kedua yaitu adanya tujuan politik
di kedua Negara (Scotton 1978; J O'Barr 1976b). Tanzania mengikuti kebijakan yang kuat
dari ujaama (sosial Afrika) dengan penekanan berat. Sistem politik dan ekonomi Kenya
kurang adanya penekanan yang kuat. Alasan ketiga dan keempat lebih murni
sosiolinguistik di alam. Dua dialek yang bersaing untuk penentuan dialek regional selama
masa kolonial kiunguja dan kimvita . Kiunguja adalah dialek asli di Zanzibar , sekarang
bagian dari Republik Tanzania . Dialek di kedua negara yang mirip dengan ini Kiunguja
sebagai konsekuensi dari aktivitas perdagangan abad kesembilan belas . Kimvita adalah
dialek Swahili kota mombasa di Kenya . Meskipun tidak terpilih sebagai standar regional,
masih memiliki pengikut setia . Meskipun standar berbasis kiunguja cukup baik diterima
di seluruh Tanzania . Hal ini tidak diterima secara luas di sepanjang pantai selatan kenya .
Kimvita , di sisi lain , dipandang sebagai jenis Swahili oleh pembicara negara di kenya .
Singkatnya , bahkan jika penentuan bahasa swahili itu harus dicapai di kenya , penentuan
dialek standar akan sangat jauh lebih sulit .

Akhirnya, kenya memiliki kelompok etnolinguistik lebih sedikit dan lebih besar.
Menurut sensus 1962 yang dikutip oleh Whiteley (1971a: 147-8), terdapat 31 kelompok
bahasa yang bertentangan dengan 114 daftar yang untuk Tanzania (gambar polome adalah
135, berdasarkan data yang lebih survei terbaru). Empat kelompok ini terdiri lebih dari 10
persen dari populasi masing-masing, kikuyu (19,8 persen), Luo (13,8 persen), yang Luyia
(13,1 persen), dan Kamba yang (11 , 2 persen). Masing-masing dari empat bahasa ini
memiliki lebih dari satu juta penutur. Kelompok-kelompok yang lebih besar cenderung
untuk belajar swahili untuk dua alasan. Dari perspektive komunikasi, semakin banyak,
orang ada yang berbagi bahasa asli seseorang. Semakin kecil kemungkinan bahwa orang
yang perlu belajar bahasa lain. Whith terhadap aspek simbolis anggota bahasa kelompok
yang lebih besar akan merasa itu adalah di bawah mereka harus belajar beberapa bahasa
lain; orang lain harus belajar mereka. swahili memiliki keuntungan, bahkan di kenya,
bahwa bahasa-bahasa nasional yang diusulkan di negara-negara lain tidak memiliki. Tidak
seperti, katakanlah, Hindi di India. Swahili adalah bahasa asli dari salah satu kelompok
sosiokultural besar tidak. Mungkin itu tidak akan sama sulit untuk mendapatkan speaker
dari salah satu dari empat kelompok besar untuk belajar swahili seperti itu akan
mendapatkan dia untuk belajar bahasa di kelompok lain. Namun demikian, ada pada
umumnya hubungan antara ukuran kelompok dan permusuhan terhadap francas lingua

7
(Scotton 1978: 723). Prospek swahili yang lebih rumit oleh fakta bahwa lebih sedikit
warga Kenya berbicara bahasa Bantu (60-65 persen dibandingkan dengan Tanzania 94
persen). Terbesar kedua kelompok, Luo, berbicara bahasa Nilotic yang membuat mereka
bahkan kurang cenderung untuk menerima Swahili, bahasa Bantu. Perbandingan Kenya
dan Tanzania memberikan kesan bahwa, jika suatu negara adalah cukup untuk sangat
multibahasa, lebih baik untuk penentuan nasional-bahasa itu menjadi lebih beragam
daripada kurang.
Apakah salah satu atau semua alasan ini berfungsi sebagai penjelasan , Swahili telah
bernasib jauh lebih baik di Kenya daripada di Tanzania . Meskipun mungkin dikatakan .
Dan sering, bahwa Swahili belum diterima karena perencanaan bahasa di Kenya belum
cukup kuat, sebaliknya tampaknya saya untuk menjadi lebih dekat kebenaran :
perencanaan bahasa belum kuat karena kepemimpinan nasional telah politis cukup cerdik
untuk menyadari bahwa , untuk alasan historis dan etnografi yang sangat kuat , Swahili
tidak akan mudah diterima .
Irlandia adalah yang terbesar kedua dari Kepulauan Inggris dan terletak di barat
Inggris. Hal ini dibagi secara politis menjadi Republik Irlandia, sebuah negara merdeka.
Dan Irlandia Utara, enam kabupaten Utara di bawah kekuasaan Inggris, Republik Irlandia
memiliki luas 27.000 mil persegi dan berpenduduk tiga juta orang (O Huallachain 1970:
181).

Beberapa abad yang lalu. Orang-orang Irlandia berbicara Irlandia Gaelic (sekarang
biasa disebut 'Irlandia'). Bahasa Irlandia dan orang-orang pernah memiliki budaya
berkembang, dan sejarah sastra Gaelic kembali lebih dari seribu tahun. Aturan bahasa
Inggris, yang kadang-kadang sangat represif, yang kokoh didirikan pada abad ketujuh
belas dan pergeseran bahasa bertahap dari Irlandia ke Inggris berlanjut sampai abad ini.
1961 data sensus Irlandia menunjukkan bahwa di suatu tempat antara 2 dan 3 persen dari
populatin Republik Irlandia berbicara sebagai bahasa ibu. 12 Pada waktu yang sama,
sesuatu di wilayah 20 persen dari populasi diklaim speakres Irlandia; kebanyakan dari
mereka telah belajar Irlandia sebagai bahasa kedua. 13 penutur asli tinggal di daerah di
pantai barat. Dalam kontras dengan keragaman ekstrim dari Tanzania. O Huallachain
(1970: 181), dirinya sangat mendukung pemulihan Irlandia. Katakanlah 'bangsa secara
keseluruhan, secara praktis, monolingual (bahasa Inggris). "

Kontras lain dengan Tanzania adalah kenyataan bahwa gerakan kemerdekaan di


Irlandia dilakukan dalam bahasa Inggris. Abad kesembilan belas sentimen nasionalis

8
adalah untuk sebagian besar. Tidak dinyatakan dalam Irlandia. Macnamara (1971: 68)
merasa bahwa sangat sukses dari gerakan kemerdekaan melemahkan kekuatan dari upaya
bahasa-restorasi. Orang, melalui penerapan bahwa jika Irlandia memiliki kontrol politik
dari wilayah mereka sendiri, bekerja untuk bahasa tidak akan diperlukan.

Upaya perencanaan

Keteguhan Hati. Penentuan bahasa, tentu saja, tidak bermasalah di Irlandia. Jika ada
menjadi perencanaan bahasa, itu akan harus atas nama Irlandia. Jika bahasa Inggris adalah
satu-satunya bahasa nasional, hal ini hampir tidak akan membutuhkan perencanaan.
Konstitusi Irlandia menunjuk Irlandia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi pertama.
Penentuan dialek adalah masalah sedikit lebih besar. Terlepas dari kenyataan bahwa ada
beberapa penutur asli dari Irlandia, ada tiga dialek Munster diakui, Connacht, dan Donegal
Irlandia. Dalam artikel sebelumnya. O Huallachain (1962: 78) berbicara tentang 'tata
bahasa standar yang mengacu pada ali tiga dialek'. The munster dialek pada waktu itu
disukai oleh mengajar sekolah dasar yang khas, tetapi baru-baru telah terjadi 'cakupannya

Arti sepenuhnya, jika sebagian besar dari populasi berbicara itu. Dalam arti
sepenuhnya ini, tentu saja, Irlandia tidak memenuhi syarat. Diskusi kita tentang sikap.
Namun, akan menunjukkan bahwa Irlandia berfungsi sebagai simbolik (jika tidak
komunikatif) bahasa nasional ke tingkat yang mengejutkan. Selanjutnya perencanaan
bahasa Irlandia telah berhasil dengan baik pada sasaran antara penentuan dialek dan
pengembangan bahasa di bidang ortografi, perluasan kosa kata, dan standardisasi.

Pembicara. Saya telah menyatakan bahwa 3 persen dari populasi di bagian paling
paling, adalah penutur asli dari Irlandia, dan bahwa persentase penduduk yang mengklaim
berbicara sebagai bahasa pertama atau kedua adalah kurang dari 25 persen (mungkin lebih
dekat sampai 15 persen) . Dari 924 penutur sampel acak dianalisis dengan O Huallachain
(1970), hanya 2 persen mengatakan bahwa mereka menggunakan bahasa di rumah semua
atau banyak waktu. Hanya 53 persen dari mereka yang mengatakan mereka berbicara atau
membaca Irlandia setidaknya kadang-kadang saat berpikir bahwa pengetahuan tentang
bahasa itu dari setiap penggunaan praktis bagi mereka. Mereka yang sangat bermanfaat
pada umumnya anak-anak dengan pekerjaan rumah, membantu untuk mendapatkan
pekerjaan, dan membaca formulir dan dokumen resmi (beberapa juga menemukan bahasa
yang berguna dalam berbicara dengan orang di Irlandia bila perlu)

9
Penilaian diri kompetensi mereka dalam Irlandia oleh sampel memberikan gambaran
mengecilkan dampak dari sistem pendidikan dalam memulihkan Irlandia. Sekitar 50
persen dari sampel yang mengatakan mereka belajar Irlandia hanya di tingkat SD. Hanya 9
persen ini dinilai mereka nama dirinya sendiri fasih atau cukup fasih. 63 persen la innya
mengatakan mereka memiliki beberapa pengetahuan dan menakjubkan 27 persen
mengatakan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang Irlandia. Angka ini cukup
mengejutkan, karena itu berarti bahwa lebih dari seperempat dari sampel Walling
mengakui pengetahuan tentang sesuatu yang mereka telah mempelajari setiap tahun
sekolah untuk usia 14 bahkan ketika diberi pilihan untuk melaporkan 'pengetahuan. Dari
mereka yang telah pergi untuk belajar Irlandia di tingkat pasca-primer, sepertiga
mengatakan bahwa mereka fasih atau cukup fasih. Sebagian sisanya dilaporkan
'pengetahuan', meskipun 6 persen yang melanjutkan studi Irlandia masih mengaku tidak
tahu.

Sikap. Di Tanzania, itu tidak terlalu sulit untuk menetapkan bahwa Swahili sedang
melayani fungsi komunikatif bahasa nasionalis yang cukup efektif, dan bahwa itu adalah
simbol identitas seseorang sebagai Tanzania. Di Irlandia sangat jelas bahwa fungsi
komunikatif terpenuhi untuk gelar besar oleh Inggris. Masalah yang keanggotaan dalam
kelompok subnasional hampir muncul di Irlandia. Namun demikian ada bukti yang cukup
bahwa jika kita dapat berbicara bahasa nasional sebagai simbol tanpa alat komunikatif
Irlandia akan menjadi bahasa tersebut.

Dalam sebuah studi skala besar sikap dilaporkan dalam penggunaan bahasa brudner
dan putih (1979) menemukan bahwa sikap tentang Irish umumnya positif, sangat
terstruktur dan secara internal koheren. Namun, mereka menemukan bahwa melaporkan
sikap tak banyak berpengaruh pada apakah atau tidak seseorang digunakan Irlandia
(temuan bahwa setelah penelitian kami sikap bahasa, seharusnya tidak mengejutkan kita)
uji statistik mereka (dalam hal ini, analisis faktor, teknik yang tidak tercakup dalam Bab 4)
melakukan menunjukkan hubungan antara sikap terhadap kebangsaan Irlandia, speaker
Irlandia, dan Irlandia sebagai simbol etnis (brudner dan putih 1979: 62-3). Mereka pergi
untuk menunjukkan bahwa meskipun sikap untuk Irlandia mungkin tidak memprediksi
penggunaan bahasa individu mereka mungkin memiliki nilai predikat dalam perilaku
politik (dukungan politik dan voting pola) di mana bahasa adalah masalah.

10
Sastra. Dalam kontras dengan situasi di Tanzania ada volume yang cukup besar sastra
di Irlandia. Tidak hanya ada karya sastra yang kembali seribu tahun, tapi ada sesuatu dari
tingkat literal sedang berlangsung. Berbeda dengan penulis Afrika timur yang setidaknya
sampai saat ini memilih untuk menulis dengan bahasa Inggris daripada bahasa Swahili
sejumlah novelis terbaik Irlandia, penulis cerita pendek, dan penyair menulis semua atau
bagian dari pekerjaan mereka di Irlandia, meskipun mereka telah mengurangi potensi
mereka penonton dengan melakukannya. Ada juga beberapa literatur berkala dan klub
buku berukuran adil. 'secara keseluruhan, output sastra telah ada yang mengesankan dan
hari ini yang ingin memahami Irlandia modern dan di atas semua berbagai aktivitas sastra
harus belajar Irlandia' (McNamara 1971: 82)

ANALISIS

Lembaga bahasa nasional

Dari dua kasus yang kami pelajari, Swahili telah dilembagakan sebagai bahasa
nasional Tanzania dengan keberhasilan yang cukup besar, namun hal yang sama tidak
dapat dikatakan dari Irlandia di Irlandia. Sulit untuk menghindari kesimpulan bahwa
perbedaan tingkat keberhasilan sangat sedikit hubungannya dengan perencanaan bahasa.
Mungkin Irlandia bisa berbuat lebih banyak, tetapi dibandingkan dengan Tanzania
menunjukkan bahwa sangat banyak teknik yang sama yang digunakan. Kedua negara
menggunakan bahasa nasional yang diusulkan dalam sistem pendidikan semaksimal
mungkin. Tidak diragukan lagi banyak anak di Tanzania, mungkin terutama mereka yang
bahasa ibunya bukan bahasa bantu, yang didiskriminasi karena mereka tidak bisa
memahami bahasa sekolah. Namun, bersikeras bahwa Irlandia menjadi satu-satunya media
instruksi di Irlandia akan menjadi kesulitan parah pada sebagian besar populasi sekolah.
Swahili dapat digunakan sebagai bahasa pemerintah karena begitu banyak hamba
berbicara itu. Untuk meningkatkan peran Irlandia dalam pemerintahan. Bahasa harus
memiliki lebih banyak pembicara. Singkatnya lembaga nasional di Tanzania berhasil,
bukan karena perencanaan bahasa yang unggul, tetapi karena sebab-sebab sejarah dan
sosial meninggalkan Swahili hampir siap untuk menjadi bahasa nasional. Kegagalan
dalam menetapkan Irlandia bahasa nasional Irlandia bukan karena kegagalan besar dalam
perencanaan bahasa. Alasan mendasar adalah bahwa kekuatan sosial telah membawa
pergeseran nyaris total ke bahasa Inggris sebelum perencanaan bahasa dimulai.

11
Menurut pendapat saya, perbedaan besar antara pemberian kekuatan dalam penetapan
bahasa nasional adanya perubahan alami sosial. Pemerintah dan lembaga perencanaan
lainnya akan disarankan untuk mengamati arah di mana kekuatan sosial yang
membimbing perilaku bahasa dan mempertimbangkan usulan tujuan perencanaan bahasa.
Dalam ranah perubahan sosial besarnya akademik lembaga nasional bahasa , perencanaan
bahasa seperti pendayung di perahu di sungai. Jika aliran sungai deras, maka pendayung
akan memutuskan mendayung ke hilir, perahu dapat berjalan di sekitar batu dan tempat-
tempat dangkal. Tetapi jika mendayung ke hulu perahu tidak akan pernah ke hilir karena
arus yang besar walaupun usaha kita maksimal namun tetap akan sia-sia.

Walaupun prinsip dayung hilir juga berlaku untuk jenis yang lebih kecil dalam
lingkup penentuan bahasa dan pengembangan. Peluang keberhasilan yang lebih baik
semakin kecil. Tanzania dan Irlandia sama-sama sukses dalam penentuan dialek.
Standarisasi tata bahasa, dan ortografi, dalam perencanaan kosakata, Irlandia terlihat lebih
sukses daripada Tanzania. Irlandia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan
dan pemerintahan. Kita bahkan dapat mengatakan bahwa Irlandia telah hampir kurang
berhasil dibandingkan Tanzania dalam mengembangkan bahasa nasional. Irlandia
memiliki simbol identitas nasional. Fungsi komunikatif bahasa nasional Tanzania
memiliki keunggulan yang luas.

Itu tampaknya saya untuk menjadi berikutnya termudah mungkin menjadi kejutan. Ini
akan menjadi bangsa yang mirip dengan Tanzania, dengan keanekaragaman bahasa yang
ekstrim dan tidak ada kelompok sosial budaya yang dominan. Di negara tersebut, bahasa
yang bukan asli subkelompok utama dapat dipromosikan sebagai simbol nasional yang
melampaui kelompok subnasional. Meskipun itu adalah kasus yang sangat berbeda,
lembaga bahasa Ibrani sebagai bahasa nasional di Israel - kisah sukses lain - memiliki fitur
yang sama. Imigran ke Israel datang dengan berbagai macam bahasa asli, tidak ada
kelompok etnolinguistik terutama dominan dan Ibrani adalah bahasa asli tidak ada
kelompok tertentu. Fitur-fitur yang sama, untuk satu derajat atau lain, tampaknya benar
dua contoh yang relatif sukses lainnya - lembaga Bahasa Malaysia di Malaysia dan
Indonesia di Indonesia.

Perencanaan bahasa nasional jauh lebih sulit di negara seperti India atau Filipina, di
mana bahasa pribumi yang terpilih adalah asli subkelompok utama. Di Filipina, bahasa
nasional yang diusulkan, Pilipino, sangat banyak didasarkan pada Tagalog, bahasa salah

12
satu dari tiga kelompok etnis terbesar di negara itu, dan, ada kesulitan yang nyata dalam
mewujudkan digunakan secara luas di seluruh negeri. Kami telah melihat sejauh mana
resistensi terhadap Hindi di bagian India. Meskipun negara-negara dalam kategori ini
membutuhkan bahasa komunikasi di tingkat nasional, jika sering tampak bahwa warga
lebih suka memasang dengan masalah komunikasi daripada mengadopsi bahasa orang lain
ketika mereka merasa bahwa mereka hanya yang baik sebagai orang lain. Mungkin tidak
ada yang begitu sulit seperti membawa dalam bahasa lain ketika kebutuhan komunikatif
dipenuhi oleh yang sudah ada. Inilah yang Ireland mencoba. Mengingat peluang terhadap
perencanaan bahasa dalam pengaturan seperti ini, itu menakjubkan bahwa Irlandia telah
mencapai sebanyak keberhasilan karena memiliki.

Dalam kasus-kasus sulit, mungkin akan lebih baik untuk tidak mencoba untuk
membuat bahasa dasar untuk identitas nasional. Irlandia tidak pernah menganggap diri
mereka sebagai orang Inggris, bahkan ketika mereka beralih ke bahasa Inggris. Solusi
yang sama mungkin menjadi alternatif terbaik untuk negara-negara seperti India. Ingat
kutipan oleh para sarjana India di penghalang nasionalisme di India. Sebuah bahasa
nasional bahkan mungkin tidak diperlukan. Kebutuhan komunikatif mungkin bisa
dipenuhi dari identitas nasional, dan bilingualisme. Bahkan, ini tampaknya menjadi apa
yang sebenarnya terjadi di India.

Dua kasus kita telah melihat menunjukkan bahwa banyak yang bisa dilakukan dengan
perencanaan bahasa. Namun, hal ini juga sangat jelas bahwa beberapa tujuan hanya keluar
dari jangkauan metode bahasa-perencanaan yang tersedia.

Ada begitu banyak diskusi kasus bahasa-perencanaan dalam buku-buku dan jurnal
yang tidak mungkin untuk menyebutkan lebih dari satu sampel dari mereka. Selain dari
artikel dikutip dalam bab ini, ada beberapa sejarah kasus baik di rubin dan jernudd (1971),
Rubin dan shuy (1973). Fishman, Ferguson, dan Das Gupta (1968), sejarah kasus lain
pengobatan buku-panjang atau yang tersebar di jurnal. Studi dari Afrika Timur yang tidak
disebutkan dalam bab ini mencakup Ladefoged, Glik dan Criper (1972), Whiteley (1971b,
1974), Hopkins (1977), dan Haries (1976). Untuk Tanzania, khususnya, Polome dan Hill
(1980) adalah mengevaluasi sumber sangat kaya. Studi tambahan dari kasus Irlandia,
semua diterbitkan di Irlandia, termasuk Cronin (1978), kertas-kertas di ó Cuiv (1969), dan
White Paper pada Pemulihan Irlandia Bahasa (1965). Kasus Asia Tenggara ditemukan di
Alisjahbana (1972. 1976), Noss (1971), DeFrancis (1977), Omar (1975), dan Kelz (1981).

13
Perencanaan bahasa di Cina adalah subjek Li dan Thompson (1979) dan Mills (1956).
Eropa Timur dan Uni Soviet yang dirawat di Lunt (1959). Byron (1976). Lewis (1972b),
dan Branko (1980), Fishman (1975), Fishman dan cooper (1976), Fishman dan Fellman
(1977), Fishman dan Fishman (1978), kolam renang (1980), Nakir (1978), Rabin (1974 ),
Fellman (1973), Morag (1959) Emas (1981), dan Nadel, Fishman, dan Cooper (1977).
Deskripsi lain dari kasus bahasa-perencanaan yang Neustupny (1977) (Australia) dan
Haugen (1966a, 1968) (Skandinavia).

B. Istilah- Istilah dan Pengertian


1. Bahasa Bantu yaitu rumpun bahasa yang terbesar di Tanzania.
2. TANU (Tanganyika African National Union) yaitu bahasa yang digunakan oleh
Tanzania dalam perjuangan kemerdekaan.
3. Kinguja yaitu dialek yang diucapkan di kota Zanjibar.
4. Kimvita yaitu dialek mombasa yang diucapkan di kota Kenya perbatasan Kenya-
Tanzania.
5. Swahili yaitu bahasa resmi yang digunakan di Tanzania.
6. Komite Swahili Afrika Timur yaitu organisasi yang didirikan untuk menentukan
bentuk Swahili.
7. Promoter Swahili yaitu Departemen Pendidikan dan Departemen Pengembangan
Masyarakat dan Kebudayaan Nasional.
C. Tokoh-tokoh dan Pemikirannya
1. Polome adalah seorang tokoh linguistik yang meneliti ragam bahasa resmi di
Tanzania. Menurutnya Tanzania memiliki beragam bahasa resmi. Dalam artikelnya ia
menuturkan Tanzania memiliki 135 jenis ragam bahasa.
2. Whitely adalah seorang tokoh linguistik yang meneliti dialek yang digunakan di
masyarakat Tanzania. Ia menyebutkan kelompok terbesar, Sukuma, hanya 12,6 persen
dari populasi dan kelompok terbesar berikutnya (Nyamwezi) yang hanya terdiri dari
4,2 persen (Whiteley 1971a: 148). Selain itu,
3. Julius Nyerere yaitu presiden Tanzania yang menurut Whiteley beliau memiliki
kemampuan berbahasa inggris yang baik sehingga komunikasi dengan inggris mampu
terjalin dengan baik pula.
4. Abdulaziz Mkilifi yaitu tokoh longuistik yang meneliti struktur bahasa pada
masyarakat Tanzania. Menurutnya ada dua kelompok yang berbeda dalam masyarakat
tersebut yaitu bahasa Bantu dan bahasa Swahili.

14
5. Hill (1980 : 383) yaitu tokoh yang terlibat dalam pembentukan kamus Swahili-Inggris
dan Inggris- Swahili.
6. Hinnebusch (1979: 287-288) yaitu tokoh yang membandingkan daftar kata dan istilah
bahasa Swahili.
7. Harries 1968, W. O'Barr 1976a yaitu tokoh yang meneliti kamus Swahili. Menurutnya
dalam kamus tersebut terdapat kontroversi kecil dalam hal kosa kata untuk sebuah
perencanaan bahasa.
D. Pokok Penelitian
Berdasarkan laporan bab diatas maka pokok penelitian yang penulis ambil adalah
penggunaan bahasa baku yang dituturkan oleh masyarakat di daerah yang akan dituju .
Judul yang akan penulis angkat yaitu “Penggunaan Bahasa Indonesia ditinjau dari Tata
Bahasa Baku pada Masyarakat di daerah Sukanagalih ”. Dengan rumusan masalah yaitu:
1) kosa kata apa yang digunakan kepala desa dalam sambutan penerimaan studi lapangan
mahasiswa S2 Unsur? , 2 ) apakah latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap
penggunaan kosa kata yang dituturkan oleh aparat pemerintah? 3) ragam bahasa apa yang
digunakan oleh masyarakat Sukanagalih?
Tujuan yang hendak penulis lakukan pada penelitian ini yaitu: 1) untuk mengetahui
kosa kata yang digunakan oleh kepala desa dalam sambutan penerimaan mahasiswa studi
lapangan S2 Unsur; 2) untuk mengetahui pengaruh latar belakang pendidikan pada
penggunaan kosa kata yang dituturkan; 3) untuk mengetahui ragam bahasa yang
digunakan masyarakat Sukanagalih.

15

Anda mungkin juga menyukai