Anda di halaman 1dari 3

Ujian yang Datang Beruntun Tanpa Henti, Mungkinkah Azab?

Pernahkah terbesit suatu pikiran tentang ujian yang tak kunjung henti? Datang bertubi-tubi,
kian hari kian besar dan terasa teramat berat di pundak. Pernahkah terbesit, jangan-jangan
hal itu bukanlah ujian melainkan azab?
Banyak dari kita yang kadang was-was dan bingung membedakan mana yang ujian dan
mana yang azab. Karena sejatinya dua hal ini merupakan hal yang sangat berlawanan dan
bertentangan. Pertama, ujian merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
Allah ingin menaikkan derajat hamba-Nya dengan memberi mereka ujian terlebih dahulu.
Seperti firman Allah :

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu
(ujian) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya
pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS.Al-
Baqarah : 214)
Bagaimana dengan azab? Azab merupakan bentuk murka Allah kepada hamba-Nya. Azab
Allah diturunkan karena adanya pembangkangan seseorang terhadap perintah dan larangan
Allah. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan apa yang disebut dengan ujian. Lantas,
bagaimana membedakan apakah yang sedang menimpa kita ini ujian, ataukah azab?
Pertama, muhasabah diri. Mari menengok ke belakang, apa saja yang telah kita perbuat
selama ini. Bila ternyata yang kita perbuat selama ini sudah benar, sudah sesuai dengan
apa yang diperintahkan oleh Allah, maka bisa dipastikan yang datang adalah ujian. Allah
ingin melihat apakah kita pantas untuk dinaikkan derajatnya, sehingga Ia memberikan ujian
kepada kita. Akan tetapi, bila ternyata setelah ditengok ke belakang yang kita lakukan
adalah justru keburukan, hal-hal yang ternyata dilarang oleh Allah, atau bahkan hal sepele
yang ternyata setelah kita renungi ternyata adalah sebuah kesalahan tapi selama ini kita tak
pernah acuh, maka bisa diyakini bahwa yang datang pada kita adalah azab.
Kedua, perasaan hati. Bila yang datang adalah ujian, maka hati kita tidak akan gelisah dan
was-was berlebihan. Kita akan yakin bahwa semua ini merupakan salah satu bentuk kasih
sayang Allah kepada hamba-Nya. Akan tetapi bila yang datang adalah azab, hati dan
perasaan kita akan terus menerus was-was dan gelisah. Kian hari yang ada adalah
pertanyaan-pertanyaan mengapa begini, mengapa begitu, mengapa tak kunjung selesai,
hingga pertanyaan ‘jangan-jangan ini adalah azab?’
Ketiga, datangnya pertolongan dan kemudahan. Seperti firman allah dalam surah Al Insyirah
:
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (QS.Al-Insyirah : 5)
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah : 6)
Ketika yang datang adalah ujian, maka tak lama setelah itu akan datang kemudahan atau
nikmat yang tak terduga. Ketika kita berhasil menyelesaikan ujian tersebut, Allah akan
menaikkan derajat kita dan memberikan balasan atas keberhasilan kita melewati ujian
tersebut. Akan tetapi, bila yang datang adalah azab, maka pertolongan itu tidak akan
pernah datang. Bahkan terus menerus datang kesulitan tanpa henti dan membuat kita
semakin terpuruk. Naudzubillah. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa diberi
rahmat dan diberikan ujian sebagai tanda kasih sayang Allah atas hamba-hambaNya.
Aamiin..
Wallahu a’lam bis showab. (dakwatuna.com/hdn)

Memaknai Sebuah Ujian


“Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Al
Quran Surat Al Baqarah 286. Cukup dengan sepenggal ayat itu, kita bisa mempercayai Allah
terhadap ujian yang dilimpahkan kepada kita sebagai hambanya.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki derajat tertinggi di antara ciptaan yang
lainnya. Oleh karena itu, menjadi manusia yang sesuai dengan kedudukannya sangatlah
sulit. Menjalani kehidupan di dunia dengan berbagai ujian agar memiliki keteguhan hati
adalah kewajiban manusia. Sebagai mahkluk yang di gadang-gadang menjadi pusat
peradaban di seluruh semesta, manusia dituntut untuk kuat dalam menghadapi segala
macam lika-liku kehidupan.

Allah Subhannahu wa ta’ala bertutur dalam Alquran Surah Al-Ankabut ayat 2-3 yang artinya
berbunyi:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:  ’Kami telah
beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya  kami telah menguji orang-
orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya  Allah mengetahui orang-orang yang
benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.“
Saya, Anda, Kita adalah manusia yang diciptakan tidak hanya semata-mata untuk
menikmati berbagai keindahan dan keberlimpahan alam. Melainkan untuk melaksakan
tugas yang wajib yaitu beribadah kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala. Selain beribadah,
untuk menguatkan keimanan manusia, Allah menciptakan suatu mekanisme pengujian
dalam berbagai macam bentuk dan fungsi. Ujian yang diberikan Allah kepada manusia tidak
seperti ujian yang diterapkan dalam pemerintahan di negeri kita tercinta ini.
Ujian yang dimaksud itu adalah ujian berupa musibah atau rezeki yang diberikan-Nya untuk
hambanya. Musibah dan rezeki merupakan suatu perwujudan upaya Allah dalam memantau
seberapa keimanan hamba-Nya. Perspektif ujian yang diberikan Allah sangat luas. Ujian
tersebut datang di kala manusia yang mulai melupakan kewajiban yang harus dilaksanakan.
Dengan segala kekuasaannya Allah memberikan manusia ujian yang sesuai dengan
kemampuan dan kesanggupan mereka sendiri.
Allah maha mengetahui kondisi hambanya. Mulai dari sehat wal afiat hingga sakit. Jika
manusia memiliki kesanggupan dalam menghadapi ujian yang diberikan, Allah akan dengan
senang hati memberikan apa yang mereka butuhkan.
Apabila manusia sendiri menganggap ujian yang diberikan Allah terlalu berat untuknya dan
memilih bergantung pada keputusasaan, Allah menyamai mereka dengan kaum kafir yang
sudah tertulis namanya di dalam neraka. Maka dari itu, dalam menghadapi ujian tersebut
manusia dituntut untuk tetap terus bertawakkal dan menjauhi keputusasaan. Keputusasaan
tersebut timbul dari rasa di dalam hati yang dimanfaatkan oleh setan untuk menggoda
manusia untuk menyerah akan keadaan. Dampak dari rasa keputusasaan tersebut adalah
frustasi.
Sesuai dengan arti dalam bahasa latin frustatio , frustasi merupakan bentuk rasa
kekecewaan individu yang diakibatkan oleh terhalangnya dalam pencapaian tujuan tertentu.
Yang harus selalu diingat bahwa Allah memberikan ujian sesuai dengan kesanggupan
hambanya dalam menghadapinya. Untuk menghindari keputusasaan yang berujung frustasi,
mulai sekarang kita harus belajar untuk kuat. Kuat dalam artian mental.
Membuat diri sendiri senantiasa bersyukur akan setiap pemberian Allah baik itu musibah
atau rezeki merupakan hal yang diyakini dapat menguatkan keimanan seorang manusia.
Manusia yang sudah terbiasa untuk bersyukur akan pemberian Allah biasanya akan lebih
menerima segala sesuatu yang terjadi pada dirinya sendiri. Mereka senantiasa lebih tenang
dalam bertindak.
Bisa kita bandingkan betapa tingkat kesulitan yang Allah berikan dalam berbagai ujian
kepada masing-masing hambanya. Untuk orang yang bergelimpangan harta, Allah
memberikan ujian berupa harta yang dilimpahkan kepadanya. Bagaimana cara dia untuk
mensyukurinya dan meningkatkan ibadah untuk-NYA dan tidak melupakan kewajibannya
sebagai seorang hamba. Sebagian lainnya Allah memberikan ujian berupa kemiskinan.
Apakah dengan kondisinya itu dia akan tetap mengingat Allah dalam setiap kehidupannya
atau tidak ?
Ujian tersebut dimaksudkan Allah bukan semata-mata menyulitkan hambanya. Allah ingin
melihat seberapa kuat kita sebagai hambanya untuk terus beristiqamah berada di jalan-Nya.
Tidak hanya itu, ujian tersebut menjadi sebuah tiket untuk kita terus berbuat baik sesuai
perintah Allah.
Apakah bisa dibandingkan tingkat kesulitan ujian yang diberikan Allah dengan ujian yang
manusia terapkan demi mendapatkan nilai? Tidak sama sekali, ujian Allah tidak bisa
dibandingkan dengan ujian yang diberikan manusia tersebut. Alasannya, keduanya memiliki
perbedaan kesulitan yang sangat terlihat. Allah membuat ujian tersebut untuk membuat
hambanya menguatkan imannya, sedangkan ujian yang manusia terapkan tersebut
esensinya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan berupa nilai.
Kembali kepada esensi ujian yang diberikannya. Allah tidak semata-mata ingin membuat
hamba-hambanya menderita dengan ujian yang dia berikan. Analoginya, Allah hanya ingin
men-testing kadar keimanan manusia, agar dia bisa membedakan yang mana hamba yang
benar-benar bertawakkal kepadanya dan mana yang bermodal kedustaan belaka.
Sekarang prioritas utama kita sebagai seorang manusia yang melakukan peghambaan
kepada tuhan semesta alam Allah Subhannahu wa ta’ala adalah bersyukur akan segala yang
Dia berikan kepada kita. Ujian tersebut seakan menjadi latihan untuk kita untuk menaiki
peringkat yang lebih tinggi dalam kehidupan.
Adapun Allah telah memberitahukan seluruh manusia apabila kesulitan dalam menghadapi
ujian yaitu pada Alquran Surah Al-Baqarah ayat 45: mintalah pertolongan (kepada Allah)
dengan jalan sabar dan mengerjakan shalat; dan sesungguhnya shalat itu amatlah berat
kecuali kepada orang-orang yang khusyuk Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan
Allah semata”.
Sekali lagi, untuk memaknai ujian yang diberikan Allah itu memang perlu. Setiap ujian yang
diberikan Allah kepada hambanya adalah mutlak untuk melihat seberapa kadar keimanan
hambanya. Cara untuk menghadapi ujian tersebut adalah dengan meminta pertolongan-Nya
dengan bersabar dan taat dalam beribadah. Semoga kita selalu menjadi hambanya yang
selalu bersyukur atas ujian yang Dia berikan.

Anda mungkin juga menyukai