Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL PENELITIAN

"PEMBUATAN MIE KERING DARI UMBI GADUNG"

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat strategis dan penting karena pangan
merupakan kebutuhan pokok manusia. Berbagai program pemerintah dalam rangka
meningkatkan ketahanan pangan nasional salah satunya adalah diversifikasi pangan yang
dimulai sejak tahun 50-an. Tujuannya untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional
sehingga tidak tergantung lagi pada impor khususnya bahan makanan pokok seperti beras
dan gandum. Menindaklanjuti hal tersebut maka dikeluarkan Peraturan presiden nomor 22
tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis
sumber daya lokal.
Badan Ketahanan Pangan bagian Pusat konsumsi dan keamanan pangan telah
mencanangkan salah satu program peningkatan Pemanfaatan Pangan Lokal melalui
tepung-tepungan. Tujuannya untuk meningkatkan penyediaan bahan pangan lokal dari
tepung-tepungan sebagai produk antara yang dapat mendukung usaha kecil bidang pangan
lokal. Di samping itu meningkatkan produksi, produktifitas, mutu dan keanekaragaman
produk pangan lokal yang dihasilkan oleh usaha kecil bidang pangan. Mengoptimalkan
pemanfaatan sumber pangan lokal melalui peranan usaha kecil bidang pangan dalam
menyediakan bahan baku pangan olahan untuk percepatan penganekaragaman konsumsi
pangan dan gizi (Sinartani.com, 2011).
Indonesia kaya akan sumber daya hayati berupa serealia dan umbi-umbian yang dapat
dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan tepung-tepungan. Beberapa jenis Dioscorea
yang tumbuh di Indonesia telah diketahui mempunyai kandungan karbohidrat tinggi dan
sudah biasa dimanfaatkan sebagai pangan. Kadar amilosa beberapa jenis Dioscorea
berkisar antara 14.0-62.3%; Tingginya kadar karbohidrat ini menunjukkan potensi
Dioscorea sebagai bahan pangan alternatif yang berfungsi menggantikan tepung terigu
karena bebas gluten. Meskipun kelemahannya ada beberapa jenis Dioscorea yang
mempunyai kadar HCN cukup tinggi, namun dengan cara pengolahan yang baik, umbi
dapat dikonsumsi (Wulandari, 2009). Salah satu jenis Dioscorea adalah umbi gadung
(Dioscorin hispida Dennts). Umbi gadung dalam Bahasa Makassar disebut sikapa.
Salah satu produk yang bisa dibuat dari tepung gadung adalah mie. Mie merupakan
salah satu produk yang banyak disukai oleh semua kalangan masyarakat baik anak-anak,
dewasa, muda, kaya maupun miskin. Ada banyak jenis-jenis mie yaitu mie basah, mie
kering dan mie instant. Mie yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah mie kering.
Selama ini, mie terbuat dari tepung terigu. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
tepung terigu adalah gandum yang bukan merupakan tanaman asli Indonesia jadi kita harus
mengimpor. Dalam penelitian ini akan dibuat mie kering dengan formulasi tepung terigu
dan tepung gadung yang tepat serta teknologi yang tepat untuk menghasilkan mie kering
dari gadung yang dapat diterima oleh konsumen.

B. Perumusan Masalah
Sifat fisik dan kimia tepung terigu dengan tepung gadung berbeda sehingga proses
pengolahan mie juga akan berbeda. Dalam hal ini uji coba jenis pengolahan mie dari
tepung gadung perlu dilakukan untuk mendapatkan proses pengolahan yang tepat.
Selanjutnya penentuan konsentrasi penggunaan tepung gadung yang menghasilkan mie
kering yang dapat diterima oleh konsumen.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui proses pengolahan mie kering yang tepat.
2. Untuk mengetahui formulasi tepung terigu dengan tepung gadung dalam pembuatan
mie kering yang disukai oleh panelis.
Kegunaan dari penelitian ini adalah dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat
tentang pengolahan umbi gadung menjadi tepung dan mie kering.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gadung (Discorea hispida Dennst)


Gadung (Dioscorea hispida Dennst) tergolong tanaman umbi-umbian yang cukup
populer walaupun kurang mendapat perhatian. Gadung menghasilkan umbi yang dapat
dimakan, namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila
kurang benar pengolahannya. Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam bentuk
keripik meskipun rebusan gadung juga dapat dimakan. Tumbuhan gadung berbatang
merambat dan memanjat, panjang 5–20 m. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri
(melawan arah jarum jam, jika dilihat dari atas). Ciri khas ini penting untuk
membedakannya dari gembili (D. aculeata) yang memiliki penampilan mirip namun
batangnya berputar ke kanan (Anonim, 2011).
Komposisi kimia umbi gadung dapat dilihat dalam tabel 01 berikut ini.
Tabel 01. Komposisi Kimia Umbi Gadung

Sumber : Sukarsa, 2010.


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perendaman parutan umbi
gadung pada beberapa konsentrasi larutan garam. Penelitian dilakukan di Laboratorium
Pengolahan dan Pengendalian Mutu Fakultas Teknologi Hasil Pertanian Universitas
Jember, menggunakan rancangan kelompok factorial dengan dua perlakuan yaitu
konsentrasi larutan garam dua level 5 % dan 7,5 % dan lama perendaman 3 level 48 jam,
60 jam, dan 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan lama perendaman 72 jam dengan
konsentrasi larutan garam 5% dan 7% menghasilkan tepung gadung paling aman untuk
dikonsumsi. Kombinasi lama perendaman 72 jam dengan konsentrasi larutan garam 7,5%
memiliki kadar HCN 18,75%, pati 41,51% serat 1,59% air 10,8% abu 6,01% nilai warna
97,84 dan nilai rasa kesukaan tiwul 2,1 yaitu antara tidak suka dan agak suka. Sedangkan
kombinasi lama perendaman 72 jam dengan konsentrasi larutan garam 5% memiliki kadar
HCN 19,62%, pati 50,49%, serat 1,58%, air 9,64%, abu 4,34%, nilai warna 98,41 dan uji
organoleptik rasa tiwul 2,87 yaitu antara tidak suka sampai agak suka (Muljo Hardjo,
2010).

B. Mie
Mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie dengan warna kuning, bentuk khas
mie yaitu berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan
lenting serta kalau direbus tidak banyak padatan yang hilang. Semua ini termasuk sifat
fisik mie yang sangat menentukan terhadap penerimaan konsumen (Setianingrum dan
Marsono, 1999).
Mie dibuat dengan mesin khusus, tetapi juga bisa dibuat tanpa mesin. Proses
pembuatan mie tanpa mesin memerlukan latihan yang cukup lama. Adonan tepung terigu
atau tepung yang lain ditarik, dibanting dan dipelintir hingga terbentuk mie yang panjang.
Di negara asalnya, mie diyakini sebagai lambang panjang umur. Uniknya, agar harapan
umur panjang bisa terkabul, konon mie harus dimakan tanpa memotong helaiannya yang
panjang. Jadi cukup digulung dengan garpu atau sumpit (Pratitasari, 2007).

1. Jenis-jenis mie
Walaupun pada prinsipnya mie dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran
dikenal beberapa jenis mie seperti mie segar/mentah (raw chinese noodle), mie basah
(boiled noodle), mie kering (steam and fried noodle), dan mie instant (instant noodle).
a. Mie Mentah
Mie mentah adalah mie yang tidak mengalami proses tambahan setelah
pemotongan dan mengandung air sekitar 35%. Oleh karena itu, mie ini cepat rusak.
Penyimpanan dalam refrigerator dapat mempertahankan kesegaran mie ini hingga 50-60
jam. Setelah masa simpan tersebut, warna mie akan menjadi gelap.
b. Mie Basah
Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap
pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehingga daya
tahan simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Indonesia, mie basah dikenal
sebagai mie kuning atau mie bakso.
c. Mie Kering
Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya
mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar
matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering, maka mie ini mempunyai daya simpan
yang relatif panjang dan mudah penanganannya. Mie kering sebelum dipasarkan biasanya
ditambahkan telur segar atau tepung telur sehingga mie ini dikenal dengan nama mie telur.
Penambahan telur ini merupakan variasi sebab secara umum mie oriental tidak
mengandung telur. Di Amerika Serikat, penambahan telur merupakan suatu keharusan
karena mie kering harus mengandung air kurang
dari 13% dan padatan telur lebih dari 5,5%.
d. Mie Instant
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie instant
didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau
tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan tambahan yang diizinkan,
berbentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air
mendidih paling lama 4 menit. Mie instant dikenal sebagai mie ramen. Mie ini dibuat
dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mie segar. Tahap-tahap tersebut
yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mie instant umumnya
mencapai 5-8% sehingga memiliki daya simpan yang cukup lama.
(Astawan, 2006).

2. Bahan-bahan pembuat mie basah


a. Tepung Terigu
Tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung
gluten 8-12%. Tepung terigu ini tergolong medium hard flour di pasaran dikenal sebagai
Segitiga Biru atau Gunung Bromo. Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu. Gluten
bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang
dihasilkan (Widyaningsih dan
Murtini, 2006).
b. Telur
Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein
mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus-putus. Putih telur
berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie waktu pemasakan. Penggunaan putih telur
harus secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan
mie menyerap air (daya dehidrasi) waktu direbus (Astawan, 2006).
c. Garam
Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi member rasa,
memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk
mengikat air. Selain itu garam dapur dapat menghambat aktifitas enzim protease dan
amylase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.
d. Soda abu (Natrium karbonat dan kalium karbonat)
Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat
(perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan
fleksibilitas dan elastisitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat
kenyal (Astawan 2006).
e. Air
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan
mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan
harus air yang memenuhi persyaratn air minum, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak berasa (Astawan, 2006).

3. Metode Pembuatan Mie


a. Pencampuran
Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air, membuatnya
merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan bentuk jaringan glutein dengan
meremas-remas. Untuk membuat adonan yang baik faktor yang harus diperhatikan adalah
jumlah air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan temperature (Soenaryo, 1985).
Mixing berfungsi untuk mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi
yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan glutein hingga
tercapai adonan yang kalis. Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian pengadukan
maksimum sehingga terbentuk permukaan film pada adonan. Tanda-tanda adonan telah
kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di wadah atau di tangan atau saat adonan
dilebarkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
b. Pembentukan lembaran
Adonan yang sudah kalis sebagian dimasukkan ke dalam mesin pembuat mie untuk
mendapatkan lembaran-lembaran. Pembentukan lembaran ini diulang beberapa kali untuk
mendapatkan lembaran yang tipis (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
c. Pembentukan mie
Proses pembentukan mie ini umumnya sudah dilakukan dengan alat pencetak mie
(roll press) yang digerakkan tenaga listrik. Alat ini mempunyai dua rol. Rol pertama
berfungsi untuk menipiskan lembaran mie dan rol kedua berfungsi untuk mencetak mie.
Pertama-tama lembaran mie masuk ke rol pertama kemudian masuk ke rol kedua. Mie
yang keluar dari rol pencetak dipotong tiap 1 m dengan menggunakan gunting (Astawan,
2006).
Teknologi pembuatan mie instan jagung secara umum terdiri dari proses pencampuran,
pengukusan, pencetakan & pemotongan, dan
pengeringan (Anonim, 2010).
Volume air yang digunakan untuk pembuatan adonan mie kering adalah 60%. Presentasi
air terbaik untuk pembuatan adonan mie basah yaitu
sebanyak 60% (Datu, D.Y.R., M. Bilang dan S.D. Amrullah/mempelajari pengolahan mie
dari campuran tepung sagu dan tepung jagung).

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Laboratorium Pengolahan
Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, grinder, baskom, blower,
pencetak mie, panci, kompor, ayakan, sendok, oven, stopwatch, desikator, timbangan
analitik, erlenmeyer, gelas kimia, parut, cawan, stopwatch, cawan porselin, pendingin
balik, lumping dan penangas.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi gadung, tepung terigu cap segitiga
biru, minyak goreng sunco, garam, aquadest, aluminium foil, alkohol, kertas saring, ether,
HCl, NaOH, tissu roll, air bersih, telur, soda abu.

C. Metode Penelitian
1. Pembuatan tepung gadung
Umbi gadung dikupas kemudian diparut. Setelah itu, direndam dengan larutan garam 7,5%
selama 72 jam (perlakuan terbaik penelitian
Muljo Hardjo, 2010). Kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan oven pada
suhu 600C selama 24 jam. Dihaluskan dengan grinder kemudian diayak dengan ukuran
partikel 75 mesh.
2. Pembuatan Mie Kering
Prosedur pembuatan mie kering adalah sebagai berikut.
a. Semua bahan diukur sesuai yang dibutuhkan.
b. Dilakukan pencampuran bahan sampai homogen.
c. Dibuat lembaran tipis kemudian dikukus
d. Lembaran-lembaran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rol pencetak mi.
e. Untaian mie tersebut kemudian dikeringkan dalam blower pada suhu 600C sampai
kadar air 8-10%.
f. Dilakukan analisa total pati, uji elastisitas mie, uji sensori meliputi rasa, warna, aroma,
dan tekstur.

D. Perlakuan Penelitian
Perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
M1 = Tepung gadung 100%
M2 = Tepung gadung 80% + tepung terigu
20%
M3 = Tepung gadung 60% + tepung terigu
40%

E. Parameter Pengamatan
1. Kadar air
Contoh dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2 gram dalam aluminium foil yang
telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 4
jam. Kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.
Selanjutnya dipanaskan kembali selama 30 menit, didinginkan kembali di dalam desikator
dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstant. Penguarangan berat
merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan, dengan perhitungan (Sudarmadji, et
al., 1989):
% Kadar Air :
2. Uji Organoleptik
Parameter uji organoleptik yang digunakan meliputi rasa, aroma, warna,
kenampakan dan tekstur. Metode pengujian yang digunakan adalah metode hedonik (uji
kesukaan) dengan skala 1-5 yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak suka, (4)
suka, dan (5) sangat suka. Panelis diminta untuk memberikan penilaian menurut tingkat
kesukaannya.
3. Total Pati
Timbang 2-5 gram sampel (berupa bahan padat yang telah dihaluskan atau bahan
padat) dalam gelas piala 250 mL. tambahkan 50 ml alcohol 80% dan aduk selama 1 jam.
Saring suspense tersebut dengan kertas saring dan cuci dengan air sampai volume filtrate
250 ml. filtrate ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Untuk bahan yang
mengandung lemak, pati yang terdapat sebagai residu pada kertas saring dicuci lima kali
dengan 10 ml ether. Biarkan ether menguap dari residu, kemudian cuci kembali dengan
150 ml alcohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut. Pndahkan
residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer dengan cara pencucian
dengan 200 ml air dan tambahkan 20 ml HCl 25%. Tutup dengan pendingin balik dan
panaskan di atas penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam. Biarkan dingin dan
netralkan dengan larutan NaOH 45% encerkan sampai volume 500 ml. saring kembali
campuran di atas pada kertas saring. Tentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa
dari filtrate yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penetapan atau penentuan gula
pereduksi. Berat glukosa dikalikan faktor 0.9 merupakan berat pati (Anton, dkk.,1989).

F. Pengolahan Data
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan
tiga kali ulangan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Mie Jagung. http://seafast.ipb.ac.id/research. Akses Tanggal 16 November


2011. Makassar.

Anonim, 2011. Gadung. http://id.wikipedia.org. Akses


Tanggal 12 September 2011. Makassar.

Apriyantono, Anton., Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarmawati, dan Slamet


Budiyanto, 1989. Analisa Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi Instituit Pertanian
Bogor, Bogor.

Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hardjo, Muljo. 2010. Pembuatan Tepung Gadung (Diocorea Hispida Dennst) Bebas
Sianida Dengan Merendam Parutan Umbi Dalam Larutan Garam. http://www.ut.ac.id.
Akses Tanggal 14 Oktober 2011.

Mudjajanti, E.S. dan L.N. Yulianti, 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Robsons, J., 1976. Some Introductory Thoughts On Intermediate Moisture Foods. Dalam
Davies, K., G.G. Birch and K.J. Parker. Intermediate Mosture Food. Aplied Science Publ,
Ltd, London.

Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Fateta-IPB, Bogor.

Sukarsa, 2010. Tanaman Gadung. http://www2.bbpp-lembang.info. Akses


Tanggal 19 September 2011.

Widyaningsih, T.B.dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk
Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai