Bab 1 2 3
Bab 1 2 3
PENDAHULUAN
Akalasia dideskripsikan pertama kali pada tahun 1674 oleh Sir Thomas
Willis. Mula-mula diduga penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal
sehingga dia melakukan dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong
makanan masuk kelambung. Pada tahun 1881, Von Mikulicz mendeskripsikan
penyakit ini sebagai suatu kardiospasme, dimana gejalanya lebih disebabkan oleh
suatu gangguan fungsional daripada suatu gangguan mekanik. Pada tahun 1908,
Henry Plummer melakukan dilatasi esofagus dengan kateter balon. Pada tahun
1913, Heller melakukan pembedahan dengan cara kardiotomi, cara yang terus
dianut sampai sekarang. Pada tahun 1929, Hurt dan Rake menyatakan bahwa
penyakit tersebut disebabkan oleh kegagalan sfingter esofagus bawah untuk
berelaksasi. Namun penyebab dari akalsia ini masih belum diketahui dengan pasti.
Teori-teori atas penyebab akalasia pun mulai bermunculan seperti suatu proses
yang melibatkan infeksi, kelainan atau yang diwariskan (genetik), sistem imun
yang menyebabkan tubuh sendiri untuk merusak esofagus (penyakit autoimun)
dan proses penuaan (proses degeneratif). 2
1
penatalaksanaannya adalah menurunkan tahanan sfingter esofagus bagian bawah,
sehingga bolus makanan dapat turun kedalam lambung karena gravitasi.
Penurunan tahanan sfingter dapat dicapai dengan dilatasi balon dan bedah
esofagotomi. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
dimulai dari batas atas bawahkartilago krikoidea kira-kira setinggi vertebra
servical VI. Dari batas tadi, esogfagus terbagi menjadi tiga bagian yaitu pars
cervical, pars thoracal, dan pars abdominal. Esofagus kemudian akan berakhir di
orifisium kardia gaster setinggi vertebra thoracal XI. Dinding esofagus terdiri dari
3 lapisan yaitu mukosa yang merupakan epitel skuamosa, submukosa yang terbuat
dari jaringan fibrosa elastis dan merupakan lapisan yang terkuat dari dinding
esofagus, otot-otot esofagus yang terdiri dari otot sirkuler bagian dalam dan
longitudinal bagian luar dimana 2/3 bagian bawahnya merupakan otot polos. 3.4.5
3
Gambar 2 Daerah penyempitan esofagus 4
Pada bagian leher, esofagus menerima darah dari a. karotis interna dan
trunkus tyroservical. Pada bagian mediastinum, esofagus disuplai oleh a. esofagus
dan cabang dari a. bronkial. Setelah masuk kedalam hiatus esofagus, esofagus
menrima darah dari a. phrenicus inferior dan bagian yang berdekatan dengan
gaster disuplai oleh a. gastrica sinistra. 4
4
Esofagus di inervasi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis melalui
nervus vagus dan truncus symphaticus. Pada bagian bawah dalam perjalanannya
di rongga thorak esophagus dikelilingi oleh plexus esophagus atau yang biasa
disebut pleksus mienterik Auerbach yang terletak diantara otot longitudinal dan
otot sirkuler sepanjang esofagus. 6
5
bolus makanan yang masuk ke esofagus. Gerakan peristaltik esofagus terdiri dari
gerakan peristaltik primer dan gerakan peristaltik sekunder. Gerak peristaltik
primer adalah gerak peristaltik yang merupakan lanjutan dari gerakan peristaltik
pada faring yang menyebar ke esofagus. Gerakan ini berlangsung dengan
kecepatan 3-4 cm/detik, dan membutuhkan waktu 8-9 detik untuk mendorong
makanan ke lambung. Sesudah gerakan peristaltik primer dan masih ada makanan
pada esofagus yang merangsang reseptor regang pada esofagus, maka akan terjadi
gelombang peristaltik sekunder. Esofagus dipisahkan dari rongga mulut oleh
sfingter esofagus proksimal atau sfingter atas esofagus (Upper Esophageal
Sphincter / UES), dan dipisahkan dengan lambung oleh sfingter esofagus distal
atau sfingter bawah esofagus (Lower Esophageal Sphincter / LES). Sfingter
esofagus proksimal terdiri dari otot rangka dan diatur oleh n. Vagus yang
menghasilkan asetilkolin. 4
Fungsi kedua ialah mencegah regurgitasi involunter isi lambung. Proses
muntah terjadi karena tekanan didalam rongga perut dan lambung eningkat serta
terjadi relaksasi sementara sfingter esofagokardia sehingga secara reflex makanan
dan cairan dari dalam lambung dan esophagus naik ke fraing dn dikeluarkan
melalui mulut. 4,7
6
bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi
berkontraksi meletakkan bolus ke atas lidah. Otot instriksi lidah berkontraksi
menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian
anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior
faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangakat ke atas
akibat kontraksi m. Palatofaringeus (N. IX, N. X, dan N. XII). Jadi pada fase oral
ini secara garis besar bekrja saraf kranial N.V2 (maksilaris) dan N. V3 (lingualis)
sebagia serabut afferen (sensorik) dan N.V, N. VII, N. IX, N. X, N. XI, N. XII
sebagai serabut efferen (motorik).
7
berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila
menelan makanan padat.
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf kranial N. V2, N. V3 dan
N. X sebagai serabut afferen dan N.V, N.VII, N.IX, N.X, N.XI, dan N.XII sebagai
serabut efferen. 3,7,8
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,
meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu
pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus
menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum
mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu
pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur. 3,7,8
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc. Connel
dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu: 3,7,8
a. Oropharyngeal Propulsion Pomp (OPP) adalah tekanan yang ditimbulkan
tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai
tenaga kontraksi dari m. konstriktor faring.
b. Hypopharingeal Suction Pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif
akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring,
sehingga bolus terhisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter
esofagus bagian atas dibentuk oleh m. konstriktor faring inferior, m.
krikofaring dan serabut otot logitudinal esofagus bagian superior.
3) Fase Esofageal 3,7,8
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus
makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm. Fase ini
terdiri dari beberapa tahapan:
a. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m. krikofaring. Gelombang
peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot
sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik
pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang
merupakan respon akibat regangan dinding esofagus.
8
b. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf
pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot
sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya
secara teratur menuju distal esofagus.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena
gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time
bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut
untuk merangsang gelombang peristaltik primer. 3,7,8
9
Gambar 5 Peristaltik esofagus 17
Akalasia adalah :
Suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristaltik korpus
esofagus bagian bawah dan sfingter esofagus yang bagian bawah yang
hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna
pada waktu menelan makanan.
Gagal melemas; menandakan relaksasi inkomplit sfingter esofagus
bawah sebagai respon terhadap menelan yang menimbulkan obstruksi
fungsional esofagus yang menyebabkan esofagus lebih proksimal
mengalami dilatasi.
Gangguan motolitas berupa hilangnya peristaltik esofagus dan gagalnya
sfingter esofagokardia berelaksasi sehingga makanan tertahan di esofagus.
10
Akibatnya, terjadi hambatan masuknya makanan ke dalam lambung
sehingga esofagus berdilatasi membentuk megaesofagus. 2,9,10
2.4. Epidemiologi
Akalsia merupakan kasus yang jarang. Insidensi akalasia sekitar 1-10 :
100.000 penduduk dengan distribusi laki-laki perempuan sama. Tidak ada
predileksi berdasarkan ras. Akalasia terjadi pada semua umur dengan kejadian
dari lahir sampai deakde 3-7 dan puncak kejadian pada umur 30-50 tahun.
Menurut spesialis esofagus (gastroenterologist dan ahli bedah gastroenterologi) di
USA, ditemukan lebih kurang 10 kasus akalasia dalam setahun. 2,5,10
2.5. Etiopatogenesis
1. Akalasia primer
a. Teori genetika
11
Kasus akalasia pada anak dan karena keturunan sangat jarang. Sehingga
teori genetika tidak mendukung sebagai penyebab akalasia primer. Beberapa
kasus akalasia lahir dari orangtua atau kerabat dengan akalasia yang telah
dilaporkan. 2,3,10
12
merupakan fenomena yang tidak spesifik atau fenomena sekunder yang tidak
memainkan peran dalam patogenesis akalasia. 2,3,10
13
Penyebab patologi selain keganasan yang diyakini menyebabkan akalasia
sekunder antara lain penyakit chagas, juvenille sjogren’s, amyloidosis, chronic
idiopathic intestinal, sarcoidosis, dan scleroderma. 2,3,10
Nyeri dada didapatkan 30% kasus yang bisanya tidak begitu dirasakan
oleh pasien. Sifat nyeri dengan lokasi substernal dan dapat menjalar ke belakang
bahu , rahang dan tangan yang biasanya dirasakan bila minumair dingin.
14
dirasakan paa stadium permulaan. Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri
hebat di daerah epigstrium. 10,11
.2.7. Diagnosa
1. Pemeriksaan Radiologi
2. Pemeriksaan esofagografi
15
Pemeriksaan esofagografi dengan barium, memiliki akurasi sekitar 95%
dalam mendiagnosis akalasia esofagus, dan secara khas menunjukkan bagian
esofagus yang berdilatasi yang terdapat juga bagian yang menyempit yang
menyerupai paruh burung (bird-beak appereance) atau menyerupai ekor tikus
(mouse tail appereance) akibat kontraksi sfingter esofagus bawah secara
persisten. 11
3. Manometri Esofagus
16
Tidak ada peristaltik yang ditandai dengan tidak adanya kontraksi
esofagus secara simultan sebagai reaksi dari proses menelan.
Tanda klasik akalasia esofagus yang dapat terlihat adalah tekanan
yang tinggi pada sfingter esofagus bawah (tekanan sfingter
esofagus bawah saat istirhat lebih besar dari 45 mmHg), dan
tekanan esofagus bagian proksimal dan media saat istirahat
(relaksasi) melebihi tekanan dilambung saat (relaksasi). 1
4. Pemeriksaan Endoskopi
17
Ada beberapa penyakit yang dapat menyebabkan manifestasi klinis yang
serupa dengan akalasia esofagus.
18
Terdapat perbedaan
PH pada esophagus
distal jika terjadi
refluks.
Penyakit Terdapat nyeri pada otot dan Pemerikasaan antibody anti
jaringan konektif sendi, raynaunds nuclear, factor rheumatoid,
(misalnya: phenomenom dan perubahan dan keratin kinase dapat
sklerosis pad kulit ( rash, pemengkakan menjadikan kontraksi
sistemik) kulit) esophagus dengan amplitude
yang tinggi, di bandingkan
dengan gambaran aperistaltik
yang ditunjukan pada
akalasia esophagus.
Spsme esofagus Gejala nyeri dada ebih meninji Pemeriksaan manmertri
dari pada gejala disfagia esophagus menunjukan
kontraksi esophagus dengan
amplitude yang tinggi
dibandingkan dengan
gambaran aperistaltik yng
ditunjukkan pada akalasia
esophagus.
Esofagitis e Gejala klinis berupa disfagia Biopsy esophagus
intermitten, lebih sering terjadi menunjukan infiltrasi
pada laki-laki muda dengan eosinofil (>15 eosinofil
riwayat atopi perlapangan pandang)
pseudoachalasia Gejala klinis serupa Biopsy gstroskopi pda
dengan akalasia gastroesophageal
esofagusidiopatik junction dan kardia
(tidak dapat dibedakan menunjukkan suatu
secara klinis) malignansi
Penyakit ini Hasil pemeriksaan
disebabkan oleh endoskopi,
malignansi esofagografi, dan
19
Penderita biasanya manometri esophagus
berusia lebih tua, dan mungkin tidak
kehilangan berat badan menunjukkan
terjadi lebih besar dan perbedaan
cepat dibandingkan dengan
kalsia esogagus
idiopatik.
Penyakit chagas Merupakan penyakit endemic Pemeriksaan mikroskopik
di ameriak tengah dan selatan, pada darah segar
terdapat menifestasi klinis menunjukkan ada nya
pada berbagai organ berupa trypanosomaruzi.
atoniakilon, miiokarditis, dan Pewarna angiemsa pada
pembengkakan kelopak mata sediaan apusan daraha tepi
pad afaseakut menunjukkan adanya parasit.
2.9. Penatalaksanaan
1. Terapi Non-Bedah
a. Medikamentosa
Pemberian obat yang bersifat merelaksasikan otot polos, seperti
nitrogliserin 5 mg sublingual atau 10 mg per oral, dan juga methacholine, dapat
membuat sfingter esofagus bawah berelaksasi sehingga membantu membedakan
antara suatu striktur esofagus distal dan suatu kontraksi sfingter esofagus bawah.
Selain itu, dapat juga diberikan Calcium Channel Blockers (nifedipine 10-30 mg
sublingual), dimana dapat mengurangi tekanana pada sfingter esofagus bawah.
Namun demikian, hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan terapi ini.
Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lanjut usia yang mempunyai
kontraindikasi terhadap pneumatic dilatation atau tindakan pembedahan. 10,12
20
b. Injeksi botulinum Toksin
21
esofagus bagian bawah. Beberapa pasien mungkin mengalami nyeri dada ringan
dan terdapat ruam kulit setelah perawatan. 10,12
c. Pneumatic dilation
22
Gambar 11 Teknik pneumatic dilation pada akalasia 20
2. Terapi Bedah
2.1.0.Prognosa
23
pada sebagian besar pasien dan memberikan hasil yang lebih baik dari pada
tindakan pneumatic dilation. Obat-obatan dan toksik botulinum sebaiknya
digunakan hanya pada pasien yang tidak dapat menjalani pneumatic dilation dan
laparoskopik miotomi Heller. 15
BAB III
KESIMPULAN
24
neuromuskular. Akibatnya bagian proksimal dari tempat penyempitan akan
melebar dan disebut megaesophagus.
DAFTAR PUSTAKA
25
3. Price, Sylvia A.2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi VI. Jakarta: EGC
4. Sjamsuhidajat, R. J. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC.
5. Jacob, John. 1997. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara.
6. Snell S. Richard. 2006. Anatomi Klinik untu Mahasiswa Kedokteran.
Edisi VI. Jakarta: EGC.
7. Sodeman. 1995. Patofisiologi Mekanisme Penyakit. Edisi VII. Jilid II.
Jakarta: Hipokrates.
8. Thane D.R. Cody, 1990. Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok. Jakarta:
EGC.
9. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi VII. Jakarta: EGC.
10. Sudoyo, Aru W. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.
11. Arsyad, Efiaty, S, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. Ed. VI.
Jakarta: FKUI.
12. http://.www.jmedicalcasereport.com. Diunduh tanggal 28 September 2016
13. http://.www.journal.frontiersin.org. Diunduh tanggal 29 September 2016
14. http://.www.casesjournals.com. Diunduh tanggal 29 September 2016
15. Hay, William W, dkk. 2003. Currennt Pediatric Diagnosis and Treatment.
16th Edition. United States of America.
16. http://.www.efisioterapia.net.com Diunduh tanggal 29 September 2016
17. http://.www.rimanuriman.wordpress.com Diunduh tanggal 29 September
2016
18. http://.www.medicastore.com. Diunduh tanggal 29 September 2016
19. http://.www.sydneynwgastro.com Diunduh tanggal 29 September 2016
20. http://.www.gi.jhsps.org.com Diunduh tanggal 29 September 2016
21. http://.www.scribd.achalasiaesofagus.com Diunduh tanggal 29 September
2016
26
27