Anda di halaman 1dari 16

PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK SERTA

PROBLEMATIKANYA

MAKALAH
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik
yang Dibina Oleh Bapak Drs. Djoko Budi Santoso, M.Pd.

Oleh :
Anisa Sabera 180351619029
Annisa’ Ihda Fajriyati 180341617589
Nailul Faiza 180351619108
Putri Ayu Andini 180351619002

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Februari 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
makalah ini dapat diselesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih Bapak Drs.
Djoko Budi Santoso, M.Pd. selaku dosen matakuliah Perkembangan Peserta
Didik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Perkembangan
Peserta Didik. Penulis berharap makalah ini dapat memberi pengetahun dan
manfaat bagi para pembaca mengenai Perkembangan Peserta Didik. Makalah ini
masih belum sempurna, saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan
dalam penyempurnaan makalah.

Malang, 04 Februari 2020

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................................3
2.1 Pengertian Kognitif.........................................................................................3
2.2 Pengertian Perkembangan Kognitif................................................................3
2.3 Proses Perkembangan Kognitif Peserta Didik................................................4
2.4 Problematika Kognitif Perkembangan Peserta Didik dan Solusinya..............8
BAB III........................................................................................................................11
PENUTUP...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peserta didik erat kaitannya dengan belajar, baik belajar disekolah


maupun di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat umum.
Kemampuan kognitif diperlukan peserta didik dalam menjalankan
pendidikannya. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek
penting dalam perkembangan eserta didik. Peserta didik merupakan objek
yang berkaitan secara langsung dalam proses pembelajaran sehingga
perkembangan kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik
dalam pembelajaran di sekolah.

Dalam perkembangan kognitif peserta didik, guru bertanggung


jawab melaksanakan interaksi edukatif sebagai tenaga kependidikan.
Pengembangan kognitif peserta didik perlu memiliki pemahaman yang
sangat mendalam tentang perkembangan kognitif pada peserta didiknya.
Peran orang tua juga tidak kalah penting dengan guru dalam
perkembangan kognitif anak. Perkembangan kognitif anak dimulai dari
lingkungan keluarga. Namun, pada kenyataannya masih banyak orang tua
yang belum memahami tentang perkembangan kognitif anak, karakteristik
perkembangan kognitif, dan masalah yang terjadi pada perkembangan
anak.

Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif


bagi peserta didik, diperlukan penjelasan mengenai perkembangan kognitif
lebih detail tentang perkembangan kognitif peserta didik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud kognitif?
2. Apa yang dimaksud dengan perkembangan kognitif?
3. Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik?
4. Problematika apa yang berkaitan dengan perkembangan peserta didik
dan bagiamana solusinya?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari kognitif.


2. Mengetahui karakteristik perkembangan peserta didik.
3. Mengetahui proses perkembangan kognitif peserta didik.
4. Mengetahui problematika yang berkaitan dengan perkembangan
peserta didik dan cara mengatasinya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kognitif

Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari


tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comrehention), penerapan
(application), analisa (analysis, sintesa (synthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif
berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan
kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses
atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh
seseorang (Hurlock, 1978)

2.2 Pengertian Perkembangan Kognitif

Sama dengan aspek perkembangan lainnya, kemampuan kognitif anak


juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana kemampuan
kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih komplek
serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah (Desmita, 2009).
Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik
dalam menguasai pengetahuan umum yang lebih luas sehingga anak mampu
melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam interaksi dengan masyarakat dan
lingkungannya.

Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu


aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu
semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari
dan memikirkan lingkungannya (Desmita, 2009)
Teori perkembangan kognitif, menurut Pieget Perkembangan kognitif
seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi
perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima
pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan
tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar
secara aktif dilingkungan sekolah.

Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky berbeda


dengan Piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu
konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak.
Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau
dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja
menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah namun tugas-tugas
itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat dipahami


bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi
untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi,
pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang
memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan,
atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari,
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan
memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009).

2.3 Proses Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Perkembangan kognitif pada peserta didik manusia terjadi melalui


beberapa tahapan. Menurut teori Piaget, kemampuan anak untuk beradaptasi
dengan lingkungannya sudah dirintis sejak anak lahir yang berkembang dengan
proses belajar seiring dengan tahapan perkembangannya. Piaget membagi tahapan
perkembangan kognitif dalam 4 tahap (Gandasetiawan, 2010), yaitu:
a. Tahap Sensorimotor (Usia 0-2 tahun)
Tingkat awal ini dimulai sejak bayi lahir hingga berusia 2 tahun.
Pada tahap ini, anak belum memiliki kemampuan intelektual yang cukup
kompeten untuk memproses informasi melalui simbol dan kata-kata. Anak
hanya mengenali lingkungan sebatas apa yang mereka lihat di depan mata.
Sedangkan hal-hal lain di luar batas penglihatan mereka tidak mereka
sadari. Menurut Wulan (2011), anak memulai memiliki memori atas hal-
hal yang dilihatnya pada usia kurang lebih 7 bulan. Kemampuan ini terus
berkembang, ditambah dengan kemampuan-kemampuan lain yang lebih
intelektual dan pada akhir dari tahap ini, anak mulai mengenal simbol dan
bahasa.
Mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses
asimilasi dan akomodasi. Tahapan perkembangan kognitif anak
dikembangkan secara perlahan melalui proses asimilasi dan akomodasi
terhadap skema anak karena adanya masukan, rangsangan atau kontak
dengan pengalaman dan situasi baru. Piaget berpendapat bahwa tahapan
ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman penting dalam
enam sub-tahapan:
1) Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia 1
bulan dan berhubungan terutama dengan refleks. Tingkah laku
bayi lebih refleks, tindakannya didasarkan pada refleks yang
dibuat terhadap rangsangan dari luar. Waktu itu, belum ada
diferensiasi objek.
2) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia 1-4 bulan dan
berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
Pada usia ini, bayi mulai membuat diferensiasi objek dan
koordinasi mata dan suara.
3) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia 4-8
bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara
penglihatan dan pemaknaan. Pada usia ini, bayi mulai membuat
reproduksi akan tindakantindakan yang menarik. Ia mulai
membedakan antara sarana dan tujuan.
4) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari
usia 8-12 bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk
melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau
kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda
(permanensi objek). Ia mulai menggunakan sarana untuk
mencapai tujuan, melihat permanensi benda dan sadar bahwa
benda lain dapat menjadi sebab tindakannya.
5) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia 12-
18 bulan, dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-
cara baru untuk mencapai tujuan. Tingkah laku intelegensi
anak muncul. Ia mencoba mencari pemecahan melalui
eksperimen, trial and error.
6) Sub-tahapan awal representasi simbolik, muncul pada usia 18-
24 bulan, dan berhubungan terutama dengan tahapan awal
kreativitas. Anak mulai mampu menggambarkan objek dan
kejadian dengan simbol. Kemampuan ini membebaskannya
dari intelegensi sensorimotor dan berkembang ke intelegensi
representasional. Pada periode terakhir ini, aspek mental sudah
banyak berperan.
b. Tahap Praoperasional (Usia 2-7 tahun)
Pada tahap ini anak sudah mampu menggunakan bahasa dan
pemikiran simbolik. Hal ini tampak dalam imajinasi mereka yang berupa
gambaran dan bahasa ucapan (Hurlock, 1993). Dengan menggunakan
bahasa, maka intelegensi anak akan semakin maju. Bahasa akan memacu
perkembangan pemikiran anak karena ia sudah dapat menggambarkan
sesuatu dengan bentuk lain.
Pemikiran yang menonjol pada tahap ini adalah pemikiran
simbolis/semiotik pada umur 2-4 tahun dan pemikiran intuitif pada umur
4-7 tahun. Pemikiran intuitif ini masih mempunyai banyak kesamaan
dengan sensorimotor, masih centred, sehingga masih menghambat anak
dalam menganalisis persoalan di sekitar reversibilitas dan seriasi. Pada
tahap ini, anak belum mempunyai konsep akan reversibilitas dan
kekekalan zat. Meskipun demikian, ia sudah mulai memiliki kesadaran
akan sebab akibat dengan selalu bertanya, “mengapa?”.
c. Tahap Operasional Konkret (Usia 7-12 tahun)
Pada tahap ini peserta didik mulai menggunakan penalaran logika
yang menggantikan penalaran intuitif meskipun hanya dalam situasi
konkret. Kemampuan peserta didik untuk menggolongkan sesuatu sudah
ada namun belum bisa memecahkan problem abstrak (Santrock, 2007).
Anak sudah dapat berpikir secara lebih menyeluruh dengan melihat
banyak unsur dalam waktu yang sama (decentering). Pemikiran anak
dalam banyak hal sudah lebih teratur dan terarah karena sudah dapat
berpikir seriasi, klasifikasi dengan lebih baik, bahkan mengambil
kesimpulan secara probabilistis. Probabilitas ini merupakan sebagai suatu
perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang mungkin
mulai terbentuk. Tetapi sistem kombinasi baru ini muncul pada umur 11
atau 12 tahun.
Konsep akan bilangan, waktu, dan ruang juga sudah semakin
lengkap terbentuk. Ini semua membuat anak sudah tidak lagi egosentris
dalam pemikirannya. Meskipun demikian, pemikiran yang logis dengan
segala unsurnya di atas masih terbatas diterapkan pada benda-benda yang
konkret, pemikiran itu belum diterapkan pada kalimat verbal, hipotetis,
dan abstrak. Maka, anak pada tahap ini masih tetap kesulitan untuk
memecahkan persoalan yang mempunyai segi dan variabel terlalu banyak.
Ia juga masih belum dapat memecahkan persoalan yang abstrak. Itulah
sebabnya, ilmu aljabar atau persamaan tersamar pasti akan sulit baginya.
d. Tahap Operasional Formal (Usia 12 tahun ke atas)
Pada tahap terakhir ini, peserta didik mulai memikirkan
pengalaman di luar pengalaman konkret, memikirkannya secara lebih
abstrak, idealis dan logis. Kualitas abstrak dari pemikiran operasional
formal tampak jelas dalam pemecahan problem verbal. Selain memiliki
kemampuan abstraksi, pemikir
operasional formal juga punya kemampuan untuk melakukan idealisasi
dan
membayangkan kemungkinan-kemungkinan. Karena pada pemikiran
operasiformal ini, berkembang reasoning dan logika remaja dalam
memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi.
Pada tahap ini, peserta didik mulai melakukan pemikiran spekulasi
tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan diri
orang lain. Pemikiran idealis ini akan menjadi fantasi atau khayalan
tersendiri bagi para remaja. Sehingga banyak remaja menjadi tidak sabar
terhadap cita-cita mereka sendiri. Mereka juga tidak sabar menghadapi
problem untuk mewujudkan cita-citanya itu.
Dengan adanya keempat tahapan ini, dapat diketahui bahwa
kemampuan seorang peserta didik tidak diperoleh secara langsung
melainkan perlu adanya proses secara bertahap. Jika peserta didik
memperoleh petunjuk dan pengarahan mengenai proses belajar yang
cukup dari lingkungan, tanpa ditertawakan atau dilecehkan, berarti
pendidik yang ada di sekitarnya sudah ikut meningkatkan kecerdasan
peserta didik tersebut dan sudah berupaya meningkatkan gairah belajar
untuk seumur hidup mereka

2.4 Problematika Perkembangan Kognitif Peserta Didik dan Solusinya

a. Permasalahan proses membaca dan pemahaman :

 Anak- anak awal, yaitu permasalahan mengenai membaca dengan cara


dieja sehingga untuk pemahaman satu kalimat akan lebih sulit dan lama
dikarenakan pemahaman hanya satu kata. Dan ketika perkata digabung
atau dibaca berbeda maka akan bisa menyalahi arti dara bacaan tersebut.

 Anak-anak akhir, pada jenjang SD pembelajaran klasikal membuat anak-


anak dengan pemahaman yang berbeda. Terdapat beberapa yang sulit
mengikuti proses pembelajaran karena penyampaian guru yang terlalu
cepat atau lambat.

 Remaja, permasalahan yang muncul di SMP biasanya terletak pada sedikit


sulitnya memahami isi bacaan ataupun proses pembelajaran.

b. Permasalahan pembentukan karakter dari lingkungan sekitar:


 Rumah, tidak ikut mengasuh anak-anak.
 Sekolah, memperlakukan siswanya dengan sama.
 Beberapa permasalahan ini berhubungan dengan pembentukan mental dan
karakteristik anak. (Halpern dkk, 2007).

c. Solusi yang dapat membantu permasalahan perkembangan kognitif diatas :

1. Masa anak-anak dalam pengembangan peserta didik pengaruh dukungan


orang tua dan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan. Salah satunya dalam
perkembangan moral disini yang akan membentuk perkembangan
kognitif.

2. Dukungan orang tua yang otoritatif menstimulasi mereka untuk semangat


bertanya atau mendalami ilmu dengan memperluas penalaran moral
shingga mereka cenderung memiliki penalaran tingkat tinggi (Eisenberg
dan Morris, 2004).

3. Orang tua yang otoritatif merupakan faktor penunjang dengan memberikan


dukungan perkembangan sikap positif anak. (Hill dan Tyson, 2009).

4. Dukungan guru dengan memberi banyak pengertian penuh makna dan


tantangan-tantangan dalam belajar sesuai ketertarikan, keterampilan,
tingkatan kebutuhan maka akan membuat siswa termotivasi untuk belajar
(Jia dkk, 2009).
5. Memotivasi siswa, memotivasi diri misalnya belajar bukan untuk sebuah
nilai tetapi untuk memenuhi harapan keluarga dan sosial. Siswa yang
dirasa gagal atau tertinggal diwajibkan untuk mencoba kembali. Siswa
diwajibkan mengikuti ekstrakulikuller sehingga membantu termotivasi
dengan aktivitas yang akan berhubungan dengan keberhasilan dimasa
depan (beal dan crockeett, 2010).

d. Tips mengembangkan kemampuan kemampuan kognitif anak:

1. Asupan gizi yang sesuai kebutuhan

2. Melakukan latihan fisik dan relaksasi (brain gym, olahraga) untuk


membantu tingkat kefokusan.

3. Keluarga yang menciptakan suasana hangat, penuh kasih sayang, dan


harmonis sehingga anak merasa nyaman (wiriana, 2008)
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:


1. Kognitif adalah persoalan yang menyangkut kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan rasional (akal).
2. Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta
didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan
memikirkan lingkungannya.
3. Proses perkembangan kognitif melalui empat tahap yaitu tahap
sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasional konkret dan
tahap operasional formal.
4. Problematika perkembangan kognitif peserta didik antara lain,
permasalahan proses membaca dan memahami serta permasalahan
pembentukan karakter dari lingkungan sekitar. Namun keduanya dapat
diselesaikan dengan solusi yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Beal, S.J. & Crocket, L.J. (2010). Adolescents’ occupational and educational

aspirations and expectations: links to high school activities and adult

educational attainment. Developmental Psychology, 46 (1), hlm. 258-265.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Remaja

Rosdrakarya.

Eisenberg, N., &Morris, A. D. 2004. Moral cognitions and prosocial responding


in

adolescence. Handbook of adolescence psikology

Gandasetiawan, R.Z. 2010. Mengoptimalkan IQ &EQ Anak Melalui Metode

Sensomotorik. Jakarta: Penerbit Libri.

Hurlock, Elizabeth. B. 1978. Child Development, Sixth Edition.New York : Mc.

Graw Hill, Inc.


Hurlock, Elizabeth. B. 1993. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pendidikan, Terjemahan Tri Wibowo B.S. Jakarta:

Kencana.

Halpern,D.F, dkk. 2007. The science of sex romantic and sexual reletionships in a

national sample of adolencents. Journal of adolecents, 35 (2), 124-131

Hill, N. & Tyson, D. 2009. Parental involvement in middle school: A meta-

analytic assessment of the strategies that promote achievement.

Developmental Psychology, Vol 45(3), 740-763.

Jia, dkk. 2009. The influence of student perceptions of school climate on


socioemotional and academic adjustment : A compari-son of Chinese and
American adolescents. Child develipment, 80 (5), 1514-1530.

Wulan, R. 2011. Mengasah Kecerdasan pada Anak (bayi-pra sekolah).


Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai