PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Hipertensi dalam pada kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan
berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih setelah 20 minggu
usia kehamilan pada wanita yang sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai nilai
140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolik 15
mmHg di atas nilai normal (Junaidi, 2010).
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskular yang terjadi
sebelum kehailan, saat terjadi kehamilan atau pada permulaan nipas. Gangguan hipertensi
pada kemilan mengacu pada berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah
maternal disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Tiap
gangguan hipertensi pada kehamilan memiliki perbedaan karakteristik, kriteria
diagnostic, resiko mordibilitas dan moralitas perinatal.
1. Preeklampsia
Preeklamsia merupakan perkembangan hipertensi gestasional yang ditandai
dengan gangguan pada gingal, yang dibuktikan dengan awitan proteinuria
(kennedy & beky B 2014). Preeklamsia merupakan suatu penyakit vasospastic
yang melibatkan banyak system dan ditandai dengan hemokonsentrasi, hipertensi
dan proteinuria dan atau edema (Bobak dkk,2012).
Preeklampsia merupakan penyakit ibu hamil yang ditandai dengan hipertensi
yang terjadi setelah minggu gestasi ke-20 yang disertai dengan proteinuria atau
edema patologik, meliputi wajah dan tangan serta edema yang terjadi setelah klien
berdiri (Reeder, 2011). Secara sederhana, preeklampsia merupakan komplikasi
kehamilan yang dikaitkan dengan kejadian hipertensi dan proteinuria pada wanita
dengan usia kehamilan diatas 20 minggu. Human Leukocyte Antigen–C (HLA-C)
dan Natural Killer (sel NK) diduga memiliki peran penting dalam proses terjadinya
preeklampsia.
Preeklampsia dapat berlanjut menjadi kejang (eklampsia), dan menciptakan
komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrapsio plasenta /
3
solusio plasenta (Maryunani, dkk, 2012). Menurut Pribadi dalam Aroisa (2017),
terdapat beberapa teori yang diduga sebagai etiologi dari preeklampsia,
diantaranya :
a. Abnormalitas invasi tropoblas
Invasi tropoblas yang tidak terjadi atau kurang sempurna, menyebabkan
terjadinya kegagalan remodeling arteri spiralis. Hal ini mengakibatkan darah
menuju lakuna hemokorionendotelial mengalir kurang optimal dan bila jangka
waktu lama mengakibatkan hipooksigenasi atau hipoksia plasenta. Hipoksia
dalam jangka lama menyebabkan kerusakan endotel pada plasenta yang
menambah berat hipoksia. Produk dari kerusakan vaskuler selanjutknya akan
terlepas dan memasuki darah ibu yang memicu gejala klinis preeklampsia.
b. Maladaptasi imunologi antara maternal – plasenta
Berawal pada awal trimester kedua pada wanita yang kemungkinan akan
terjadi preeklampsia, sel T penolong tipe 1 (Th1) akan meningkat dan rasio
Th1/Th2 berubah. Hal ini disebabkan karena reaksi inflamasi yang distimulasi
oleh mikropartikel plasenta dan adiposit (Redman, 2014).
c. Faktor genetik
Dari sudut pandang herediter, preeklampsia adalah penyakit multifaktorial dan
poligenik. Predisposisi herediter untuk preeklampsia merupakan hasil interaksi
dari ratusan gen yang diwariskan baik secara maternal ataupun paternal yang
mengontrol fungsi enzimatik dan metabolism pada setiap sistem organ. Faktor
plasma yang diturunkan dapat menyebabkan preeklampsia (McKenzie, 2012).
Ward dan Taylor (2014) bahwa insidensi preeklampsia bisa terjadi 20 sampai
40 persen pada anak perempuan yang ibunya mengalami preeklampsia; 11
sampai 37 persen saudara perempuan yang mengalami preeklampsia dan 22
sampai 47 persen pada orang kembar.
d. Faktor nutrisi
Terjadinya preeklampsia dapat disebabkan oleh kurangnya intake antioksidan.
John et al. (2002) menyatakan bahwa umumnya, konsumsi sayuran dan buah-
buahan yang tinggi antioksidan pada populasi dihubungkan dengan turunnya
tekanan darah, begitu pula sebaliknya. Penelitian yang dilakukan Zhang et al.
4
(2002) menyatakan insidensi preeklampsia meningkat dua kali pada wanita
yang mengkonsumsi asam askorbat kurang dari 85 mg.
2. Eklampsia
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba-tiba
yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang
menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand mal dan
bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis. Istilah eklampsia berasal dari bahasa
Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan karena seolah-olah
gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain. Eklampsia
dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia partuirentum
(intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan saat timbulnya
serangan. Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan semakin meningkat
saat mendekati kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. Sektar 75% kejang eklampsia terjadi sebelum
melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi kejang juga dapat
timbul setelah 6 minggu postpartum. Sesuai dengan batasan dari National Institutes
of Health (NIH) Working Group on Blood Pressure in Pregnancy preeklampsia
adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada usia kehamilan lebih
dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Saat ini edema pada wanita hamil
dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis preeklampsia.
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Proteinuria adalah adanya protein dalam urin
dalam jumlah ≥300 mg/dl dalam urin tampung 24 jam atau ≥ 30 mg/dl dari urin acak
tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing.
2.2 ETIOLOGI
1. Preeklamsia dan Eklampsia
Etiologi dan patogenesis Pre-eklampsia dan Eklampsia saat ini masih belum
sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit
ini sering disebut “the disease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat
diterima untuk dapat menerangkan terjadinya Pre-eklampsia adalah sebagai berikut:
5
1. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering ditemukan
pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
2. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan
benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan
ditolak oleh ibu.Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda
asing,. dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga terjadi
modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi.Pada eklamsia terjadi
penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat
sehingga konsepsi tetap berjalan.
3. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta
menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan
bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi
renin angiotensin dan aldosteron.Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi
general, termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan
anteriolar yang meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi
selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas
pada membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih
jauh.
4. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas. Radikal bebas
merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat
reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau
dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan
elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron
lain dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel.
Pada eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah placenta, karena placenta
dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam
lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas
6
merusak sel Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal,
dan produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga
menurun.
5. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh
darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh
vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya
radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh
yang menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa
sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh
darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu
berupa “glumerulus endotheliosis“. Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang
sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
6. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam
arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio utero
placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas
asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta yang
terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan
prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan
sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
7. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi
kekurangan-kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan
dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan sebagai berikut : dengan
dikeluarkannya kalsium dari otot dalam waktu yang lama, maka akan
menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya
strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari
7
otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi
dan meningkatkan tekanan darah.
2.3 PATOFISIOLOGI
1. Preeklampsia
1. Sistem Kardiovaskuler
Pada preeklampsia, endotel mengeluarkan vasoaktif yang didominasi oleh
vasokontriktor, seperti endotelin dan tromboksan A2. Selain itu, terjadi penurunan
kadar renin, angiotensin I, dan angiotensin II dibandingkan kehamilan normal.
2. Perubahan Metabolisme
a. Penurunan reproduksi prostaglandin yang dikeluarkan oleh plasenta
menyebabkan terjadinnya perubahan keseimbangan produksi prostaglandin
hingga merujuk pada peningkatan tromboksan yang merupakan
vasokonstriktor yang kuat, penurunan produksi prostasiklin yang berfungsi
sebagai vasodilator, dan menurunnya produksi angiotensin II-III yang
menyebabkan makin meningkatnya sensitivitas otot pembuluh darah terhadap
vasopressor.
8
b. Perubahan ini menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah dan vasavasorum
sehingga terjadi kerusakan, nekrosis pembuluh darah, dan mengakibatkan
permeabilitas meningkat serta kenaikan darah.
c. Kerusakan dinding pembuluh darah, menimbulkan dan memudahkan trombosit
mengadakan agregasi dan adhesi serta akhirnya mempersempit lumen dan
makin mengganggu aliran darah ke organ vital.
d. Untuk mengatasi timbunan trombosit tersebut, tubuh akan berespon dengan
melakukan hemolisis, sehingga dapat menurunkan jumlah trombosit darah
serta memudahkan terjadinya perdarahan (Manuaba, 2001).
3. Sistem Darah dan Koagulasi
Perempuan dengan preeklampsia akan mengalami trombositopenia atau penurunan
kadar beberapa faktor pembekuan dan eritrosit. Jejas pada endotel dapat
menyebabkan peningkatan agregasi trombosit, menurunkan lama hidupnya, serta
menekan kadar antitrombin III (Cunningham et al dalam aroisa, 2018).
4. Homeostasis Cairan Tubuh Pada preeklampsia terjadi retensi natrium karena
meningkatnya sekresi deoksikortikosteron yang merupakan hasil konversi
progesteron. Pada wanita hamil yang mengalami preeklampsia berat, volume
ekstraseluler akan meningkat dan bermanifestasi menjadi edema yang lebih berat
daripada wanita hamil yang normal. Mekanisme terjadinya retensi air disebabkan
karena endothelial injury (Cunningham et al, dalam Aroisa, 2018).
5. Ginjal Selama kehamilan normal terjadi penurunan aliran darah ke ginjal dan laju
filtrasi glomerulus. Pada preeklampsia terjadi peningkatan resistensi arteri aferen
ginjal dan perubahan bentuk endotel glomelurus. Filtrasi yang semakin menurun
menyebabkan kadar keratinin serum meningkat. Terjadi penurunan aliran darah ke
ginjal dan menimbulkan perfusi dan filtrasi yang menyebabkan oliguria. Kerusakan
pembuluh darah glomelurus dalam bentu gromerulo-capilary endhotelial
menimbulkan proteinuria (Cunningham, et al, dalam Araiso, 2018).
6. Serebrovaskular dan gejala neurologis lain Gangguan seperti sakit kepala dan
gangguan pengelihatan. Mekanisme pasti penyebab kejang belum jelas. Kejang
diperkirakan terjadi akibat vasospasme serebral, edema, dan kemungkinan hipertensi
mengganggu autoregulasi serta sawar darah otak.
9
7. Hepar Pada preeklampsia ditemukan infark hepar dan nekrosis. Infark hepar dapat
berlanjut menjadi perdarahan sampai hematoma. Hematoma yang meluas dapat
menyebabkan rupture subscapular. Nyeri perut kuadran kanan atas atau nyeri
epigastrium disebabkan oleh teregangnya kapsula Glisson.
8. Mata Dapat terjadi vasospasme retina, edema retina, ablasio retina, sampai kebutaan.
9. Serebrovaskular dan gejala neurologis lain Gangguan seperti sakit kepala dan
gangguan pengelihatan. Mekanisme pasti penyebab kejang belum jelas. Kejang
diperkirakan terjadi akibat vasospasme serebral, edema, dan kemungkinan hipertensi
mengganggu autoregulasi serta sawar darah otak.
2. Eklampsia
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang di duga berhubungan
dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural
pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium
yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau
hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila
memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan
peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron. Rennin angiostensin
menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia
uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan udema
generalisator termasuk udema intima pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya
peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat
terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
10
2.4 MANIFESTASI KLINIS
1. Preeklampsia
Preeklampsia biasanya dikatagorikan sebagai preeklampsia ringan atau berat ,
terutama didasarkan pada derajat hipertensi atau proteinuria dan apakah
sistem organ lainnya terlibat
1. Preeklampsia Ringan
Tekanan Darah telah mencapai 140/90 mmHg atau lebih tetapi kurang
dari 160/110 mmHg pada dua waktu yang berbeda dengan interval 4
jam
Proteinuria tercatat mencapai 1+ atau sekitar 300mg dalam spesismen
urine 24 jam.
Kenaikan berat badan lebih dari 2,26 kg/minggu selama trimester kedua
atau lebih 0,9 kg/minggu selama trimester ketiga
Edema ringan diseluruh tubuh.
2. Preeklampsia Berat
Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih atau tekanan darah
diastolik 110 mmHg atau lebih.
Proteinuria menetap 2+ atau lebih ( 500mg/24 jam)
Pengeluaran urine menurun hingga kurang dari 50 ml dalam 24 jam.
Sakit kepala berat.
Masalah penglihatan (skotoma ataupenglihatan kabur).
Trombositopenia.
Nyeri epigastri.
Mual atau muntah.
Peningkatan enzim hati ALT atau AST.
Iritabilitas, gelisah atau takut.
Edema paru disertai gawat napas.
11
2.Eklampsia
Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang atau
koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :
1. Tingkat awal atau aura (invasi) Berlangsung 30 – 35 detik, mata terpaku dan
terbuka tanpa melihat (pandangan kosong), kelopak mata dan tangan bergetar,
kepala diputar ke kanan dan ke kiri.
2. Stadium kejang tonik Seluruh otot menjadi kaku, wajah kaku, tangan
menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti, muka mulai
kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira – kira 20 – 30 detik.
3. Stadium kejang klonik Semua otot berkontraksi dan berulang – ulang dalam waktu
yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat
tergigit.Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis.Setelah berlangsung 1
-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas, seperti
mendengkur.
4. Stadium koma Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam –
jam.Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap
dalam keadaan koma.
12
Pemeriksaan darah lengkap dengan mengambil hapusan darah. Dilihat apakah
terjadi penurunan hemoglobin, hematokrit meningkat, dan trombosit yang
menurun.
b. Urinalisis
Pemeriksaan urin untuk mengetahui apakah terdapat protein pada urin. Pada
preeklamsi ditemukannya aldosterin yang rendah dan konsentrasi prolaktin yng
tinggi dibandingkan kehamilan yang normal. Aldosteron sangat penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi garam dan natrium. Pada
preeklamsi yang dialami ibu hamil menyebabkan permeabilitas pembuluh darah
terhadap protein menjadi meningkat.
2. Eklampsia
Eklampsia yang tidak ditangani segera bisa memicu terjadinya komplikasi, baik
bagi ibu hamil maupun janin yang dikandung. Kondisi ini bisa menyebabkan ibu hamil
dan bayi mengalami kerusakan saraf otak permanen, kerusakan organ ginjal dan hati,
hingga yang paling parah bisa menyebabkan kematian akibat kejang yang terjadi. Saat
ibu hamil mengalami kejang, dokter akan melakukan beberapa jenis pemeriksaan untuk
memastikan kondisi tersebut merupakan gejala eklampsia atau bukan. Pemeriksaan yang
bisa dilakukan adalah:
Tes Darah
13
Tes Kreatinin
Kerusakan ginjal bisa menjadi salah satu tanda wanita hamil mengalami
eklampsia. Untuk memastikan kerusakan terjadi karena gangguan ini, perlu
dilakukan tes fungsi ginjal, salah satunya tes serum kreatinin. Zat ini merupakan
hasil buangan dari otot yang dialirkan melalui darah serta dikeluarkan melalui
ginjal. Namun, saat ginjal mengalami kerusakan karena eklampsia, proses ini jadi
terganggu kemudian menyebabkan kadar kreatinin bertambah dan tak dapat
disaring.
Tes Urine
Kemungkinan preeklampsia dan eklampsia juga bisa dilihat melalui tes urine.
Pada pemeriksaan ini, akan dilihat ada atau tidak keberadaan protein dalam urine
yang merupakan salah satu tanda penting terjadinya preeklamsia dan eklamsia
pada ibu hamil.
14
- Proteinuria positif kuat (++)
- Berat badan bertambah sekitar 1 ½ kg atau lebih dalam seminggu
Pemeriksaan dan observasi yang dilakukan di Rumah Sakit meliputi :
1. Tanyakan mengenai sakit kepala, gangguan pada penglihatan, serta oedema
jaringan dan kelopak mata.
2. Penimbangan berat badan setiap 2hari sekali.
3. Mengukur tekanan darah sekitar 1x dalam 4 jam kecuali pada malam hari ketika
pasien sedang tertidur.
4. Mencatat cairan yang keluar dan masuk.
5. Melakukan pemeriksaan urine setiap hari : proteinuria ditentukan kualitatif.
6. Dilakukan pemeriksaan retina secara berulang (bila diperlukan).
C. Penatalaksanaan Preeklampsia berdasarkan klasifikasi
a. Preeklampsia Ringan
- Rawat Jalan
Dapat disarankan untuk lebih banyak waktu beristirahat (berbaring / tidur
miring), namun tidak selayak tirah baring. Tidak memberikan obat-obatan
diuretik, antihipertensi, dan sedatif. Melakukan pemeriksan laboratorium
secara rutin untuk mengetahui perkembangan penyakit. Diet dapat diatur
sedemikian rupa dengan mengatur kandungan natrium sebanyak 2gr
cukup.
- Rawat Inap
Perawatan yang diberikan tidak mengalami perubahan selama 2 minggu di
rumah, Adanya lebih dari satu gejala PEB, Perawatan Obstetrik, Apabila
tekanan normotentif (Tekanan darah normal), maka persalinan dapat
ditunggu hingga aterm.
b. Preeklampsia Berat
Pengobatan farmakologis
- Pemberian obat antikejang MgSO4
Loading dose diberikan 4 gram MgSO4 secara IV selama 15 menit
sedangkan Maintence dose diberikan infuse 6 gram dalam larutan RL/ 6
jam atau 4-5 gram secara IM.
15
- Diuretik
Diuretik tidak dapat diberikan secara rutin, kecuali jika ada edema paru,
gagal jantung kongesif, serta edema anasarka.
Pasien dengan preeklamsi berat harus diberikan sedasi yang kuat selama 24
jam untuk mencegah kejang-kejang, misalnya dengan penyuntikan morfin 20 mg
disusul dengan barbitural (laminal sodium 100 mg tiap 6 jam). Dapat diberikan
terapi secara stregonotif atau lytic cocktail bila diperlukan. Pada preeklampsia
yang berat ini, terutama pada timbulnya oliguri harus kita dapat pertimbangkan
untuk mengakhiri kehamilan.
2. Eklampsia
a. Segera Pastikan Kesejahteraan Ibu
- Masukan alat jalan napas melalui mulut atau penekanan lidah yang
dibalut untuk memperkecil lidah tergigit dan memastikan jalan napas
yang paten.
- Mulai penghisapan orofaring begitu dapat dipastikan pasen tidak
akan menggigit.
- Kendalikan pasen dengan lembut untukmencegah trauma tulang atau
jaringan linak.
- Berikan oksigen
b. Kendalikan kejang
- Magnesium sulfat diberikan dengan dosis muatan 4 – 6 g IV diikuti
oleh infus IV 1,5 – 2 g/jam , untuk mencapai kadar terapeutik 4,8 –
8,4 mg/dl.
- Jika kejang terjadi lagi > 20 menit, pertimbangkan pemberian
diazepam 5 – 10 mg IV atau amobarbital sampai 250mg.
c. Kendalikan hipertensi biasanya dimulai hanya untuk diastolik >110 dan
dengan target diastolik 90 -100
16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Suatu proses
kolaborasi melibatkan perawat, ibu dan tim kesehatan lainnya. Pengkajian dilakukan
melaui wawancara dan pemeriksaan fisik. Dalam pengkajian dibutuhkan kecermatan dan
ketelitian agar data yang terkumpul lebih akurat, sehingga dapat dikelompokkan dan
dianalisis untuk mengetahui masalah dan kebutuhan ibu terhadap perawatan.Pengkajian
yang dilakukan pada ibu dengan preeklamsia/eklamsia antara lain sebagai berikut :
1. Identitas umum ibu.
2. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil.
Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada kehamilan terdahulu.
Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.
Ibu mungkin pernah menderita penyakit gagal kronis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal.
Terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrum.
Gangguan virus : penlihatan kabur, skotoma, dan diplopia.
Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan.
Gangguan serebral lainnya : terhuyung-huyung, refleks tinggi, dan tidak
tenang.
Edema pada ekstremitas.
Tengkuk terasa berat.
Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
c. Riwayat kesehatan keluarga : Kemungkinan mempunyai riwayat preeklamsia
dan eklamsia dalam keluarga.
d. Riwayat perkawinan : Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia
20 tahun atau diatas 35 tahun.
17
3. Pemeriksaan fisik biologis
a. Keadaan umum : lemah.
b. Kepala : sakit kepala, wajah edema.
c. Mata : konjungtifa sedikit anemis, edema pada retina.
d. Abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual dan
muntah
e. Ektremitas : oedema pada kaki juga pada tangan dan jari-jari
f. Sistem persyarafan : hiperrefleksia, klonus pada kaki.
g. Genituorinaria : oligura, proteinuria.
h. Pemeriksaan janin : bunyi detak janin tidak teratur, gerakan janin
melemah.
4. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ).
Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ).
Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).
2) Urinalisis : Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi hati :
Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).
LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-
45 u/ml).
Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N=
<31 u/l).
Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl ).
Tes kimia darah : Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl ).
18
b. Radiologi
1) Ultrasonografi : Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.
Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit.
2) Kardiofotografi : Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
3) ) USG : untuk mengetahui keadaan janin
c. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
d. Tingkat kesadaran : penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada
otak
e. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
19
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
o
1 Gangguan Setelah diberikan asuhan - Monitor perubahan tiba-tiba atau -
perfusi keperawatan selama …x24 jam gangguan mental kontinyu (cemas,
jaringan b/d diharapkan: bingung, letargi, pingsan).
penurunan Tujuan : - Observasi adanya pucat, sianosis,
kardiak out put - Perfusi jaringan otak kulit dingin/lembab.
sekunder adekuat dan tercapai secara - Kaji tanda Homan (nyeri pada betis
terhadap optimal. dengan posisi dorsofleksi), eritema,
vasospasme Kriteria Hasil : dan oedema.
pembuluh - Tekanan systole dan - Dorong latihan kaki aktif/ pasif.
darah. diastole dalam rentang - Pantau pernafasan
normal - Kaji fungsi Gastro Intestinal, catat
- Menunjukan fungsi sensori anoreksia, penurunan bising usus,
motori kranial yang utuh : muntah/mual, distensi abdomen,
tingkat kesadaran konstipasi.
membaik.
20
3 Kelebihan Setelah diberikan asuhan - Auskultasi bunyi nafas akan adanya
volume cairan keperawatan selama …x24 jam krekels.
b/d diharapkan: - Catat adanya oedema
peningkatan Tujuan: - Ukur balance cairan, dan catat
retensi urine - Kelebihan volume cairan penurunan pengeluaran.
dan edema teratasi. - Pertahankan pemasukan total cairan
berkaitan Kriteria hasil : 2000 cc/24 jam dalam toleransi
dengan - Bebas dari oedema kardiovaskuler.
hipertensi - Bunyi nafas bersih tidak - Berikan diet rendah garam atau
dalam ada dispneu/ ortopneu natrium.
kehamilan. - Terbebas dari distensi vena
jugularis
4 Nyeri akut b/d Setelah diberikan asuhan - Observasi reaksi non verbal dari
peningkatan keperawatan selama …x24 jam ketidaknyamanan.
tekanan diharapkan: - Kaji penyebab nyeri.
vaskuler Tujuan : - Control lingkungan yang dapat
cerebral akibat - Nyeri terkontrol. mempengaruhi nyeri seperti suhu
hipertensi. - Pasien merasa nyaman ruangan, pencahayaan dan
Kriteria hasil : kebisingan.
- Mampu mengontrol nyeri - Kurangi factor presipitasi.
(tahu penyebab nyeri, - Pilih dan lakukan penanganan nyeri
mampu menggunakan (farmakologi, non farmakologi, dan
tehnik non farmakologi interpersonal).
untuk mengurangi nyeri). - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Melaporkan bahwa nyeri menentukan intervensi.
berkurang dengan - Ajarkan tehnik relaksasi.
menggunakan manajemen - Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri. nyeri
- Mampu mengenali nyeri - Evaluasi keefektifan control nyeri.
21
(skala, intensitas, frekwensi - Tingkatkan istirahat tidur.
dan tanda).
- Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang.
5 Risiko cidera Setelah diberikan asuhan - Kaji adanya masalah (mis; sakit - Edema serebral
ibu b/d keperawatan selama …x24 jam kepala, gangguan penglihatan atau dan
oedema/ diharapkan: perubahan pada pemeriksaan vasokonstriksi
hipoksia Tujuan : funduskopi). dapat
jaringan. - Ibu tidak mengalami - Tekankan pentingnya klien dievaluasi dari
risiko cedera karena melaporkan tanda-tanda dan gejala masa
mengalami oedema. yang berhubungan dengan Gg perubahan
Kriteria hasil : penglihatan. gejala, perilaku
- Berpartisipasi dalam - Perhatikan pada perubahan tingkat atau retina.
tindakan atau modifikasi kesadaran. - Keterlambatan
lingkungan untuk - Kaji tanda-tanda eklamsia yang tindakan
melindungi diri dan akan datang, hiperaktifitas reflek progresif
meningkatkan keamanan. tendon dalam, klonus pergelangan gejala-gejala
- Bebas dari tanda-tanda kaki, penurunan nadi dan yang dapat
iskemia serebral pernafasan, nyeri epigastrik, dan mengakibatkan
(gangguan penglihatan, oliguria. kejang
sakit kepala, perubahan - Implementasikan tindakan eklamsia.
pada mental). pencegahan kejang perprotikol. - Pada
- Pada kejadian kejang , miringkan kemajuan
klient; pasng jalan nafas/blok vasokonstriksi
gigitan bila mulut rileks; berikan dan
oksigen lepaskan pakaian yang vasospasme
ketat ; jangan membatasi gerakan. pembuluh
darah serebral
menurunkan
konsumsi
22
oksigen 20%
dan
mengakibatkan
iskemia
serebral.
- Edema/
vasokonstriksi
umum,
dimanifestasika
n oleh masalah
berat dan
masalah ginjal,
hepar,
kardiovaskuler
dan pernafasan
mendahului
kejang.
- Menurunkan
risiko cidera
bila kejang
terjadi.
- Mempertahank
an jalan nafas
menurunkan
resiko aspirasi
dan mencegah
lidah
menyumbat
jalan nafas .
memaksimalka
n oksigenasi .
23
(catatan ;
waspada
dengan
penggunaan
jalan nafas /
blok gigitan ;
jangan
mencoba bila
rahang keras
karena dapat
terjadi cidera).
24
kesehatan lainnya
3.4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah direncanakan.
3.5 EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimana
perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan diri ibu dan menilai sejauh mana
masalah ibu dapat di atasi. Disamping itu, perawat juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini proses
peawatan dapat di modifikasi.
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pre-eklampsia berat merupakan suatu kelanjutan dari pre-eklampsia ringan
dimana terjadinya kenaikan tekanan darah 160/110 mmHg, proteinuria 5 gram/lebih
dalam 24 jam (+3 atau +4), oliguria, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan. Dalam
keadaan PEB, jika tidak ditangani dengan segera maka pasien akan mengalami
kejang/sudah dalam tahap eklampsia.
Banyak pesien yang berpotensi dalam PEB ini antara lain : faktor genetik
(keturunan/riwayat keluarga hipertensi), kehamilan ganda, obesitas, DM, dan faktor
prodisposisi. Ibu pekerja keras dan perokok.
Untuk mencegah agar pre-eklampsia ini tidak menjadi berat atau bahkan menjadi
eklampsia, perlu dipantau dalam setiap kunjungan ulang antenatal yaitu pertambahan BB
yang meningkat terlalu jauh perminggu, tekanan darah dan proteinuria.
Jika kita menemukan pasien dengan kasus PEB, tindakan segera yang langsung
kita ambil adalah segera pasien dirujuk ke RS karena kasus ini bukanlah wewenang kita
sebagai bidan dan harus memerlukan tindakan yang lebih lanjut yang tidak bisa kita
tangani sendiri
4.2 SARAN
1. Untuk dapat mendeteksi secara dini dan mencegah terjadinya pre-
eklampsia/eklampsia maka dalam melakukan ANC, bidan harus memberikan
pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan standar 7T (TB/BB, TD, TFU, TT,
Tablet Fe, Temuwicara, Torch).
2. Diharapkan pada tenaga kesehatan untuk menjelaskan tanda-tanda bahaya dalam
kehamilan, sehingga ibu hamil dapat mengetahui gejala awal dan penyimpangan
yang terjadi dan mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat.
26
3. Tenaga kesehatan harus memberikan penyuluhan pada ibu –ibu hamil tentang KB
supaya mereka bisa mengatur kehamilannya dan meningkatkan kondisi
kesehatannya, sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi dan penyulit
kehamilan dan persalinan.
4. Jika tenaga kesehatan menemui kasus ibu hamil / ibu antepartum dengan PEB
segera rujuk ke RS.
27
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, R., Ariadi, A., & Azmi, S. (2016). Perbedaan Berat Lahir Bayi Pasien
Preeklampsia Berat/Eklampsia Early dan Late Onset di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 5(1).
Rini, S., C. (2010). Penatalaksanaan Terapi Pasien Preeklampsia Rawat Inap Rsup Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
28