Disusun oleh:
TOTOK ISMANTO
G3A017062
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gagal jantung akan menimbulkan berbagai masalah klinis yang paling
dirasakan adalah sesak nafas pada malam hari dan sering muncul tiba-tiba
yang menyebabkan pasien terbangun. Gagal jantung adalah sindrome
klinis yang ditandai dengan sesak nafas dan fisik (saat istirahat atau saat
aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan
terjadinya pengurangan ventrikel (disfungsi distolik) dan kontraktilitas
(disfungsi sistolik).
Penanganan gagal jantung memerlukan tindakan yang tepat agar tidak
memperburuk keadaan jantung dari penderita. Istirahat serta rehablitasi,
pola adiet, kontrol asupan garam, air monitor berat badan cara yang praktis
untuk menghemat progestias dari penyakit ini. Salah satu faktor yang
berhubungan dengan dengan gangguan tidur pada psien dengan gagal
jantung yaitu pengambilan posisi tidur yang disukai karena nocturnal
dyspneu. Pengaturan poisisi tidur dengan 45 derajat akan membantu
menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspensi paru-paru
maksimal serta mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berubungan
dengan perubahan membran alveolus. Sudut posisi tidur 45 derajat lebih
menghasilkan kualitas tidur yang lebih.
B. RUMUSAN MASALAH
Apakah pemasangan posisi 45 derajat dapat meningkatkan kualitas tidur
pada psien CHF?
C. TUJUAN
TIU: mahasiswa mampu mengetahui pemasangan posisi 45 derajat dapat
meningkatkan kualitas tidur pada psien CHF
2
TIK:
1. Mahasiswa mampu mengetahui posisi 45 derajat
2. Mahasiswa mampu mengetahui CHF
3
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGETIAN
Gagal Jantung Kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak
mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan
sirkulasi badan untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada
keadaan tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih
cukup tinggi. [ CITATION Gal11 \l 1057 ]
B. ETIOLOGI / PREDISPOSISI
Penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot
degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadinya
4
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat
penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlihat
mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (stenosis katub
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(temponade pericardium, perikarditif konsriktif atau stenosis AV).
Peningkatan mendadak afterload akibat hipertensi maligna dapat
menyebabkan gagal jantung meskipun tidak disertai hipertrofi
miokardial.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metebolisme (misal : demam, tirotoksikosis), hipoksia dan anemia
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Asidosis respiratorik atau metabolik
dan abnormalitas elektonik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung. [ CITATION Okt14 \l 1057 ]
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung
kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna
maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung) : hipertensi renal, hipertiroid,
dan anemia kronis/ berat.
5
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup : Ventricular Septum Defect (VSD), Atria
Septum Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi
mitral.
b. Disritmia : atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart
block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark
miokard.
d. Infeksi : endokarditis bacterial sub-akut
C. KLASIFIKASI
Menurut gejala dan intensitas gejala : [ CITATION Mor12 \l 1057 ]
1. Gagal jantung akut
Timbulnya gejala secara mendadak, biasanya selama beberapa
hari atau beberapa jam
2. Gagal jantung kronik
Perkembangan gejala selama beberapa bulan sampai beberapa
tahun dan menggambarkan keterbatasan kehidupan sehari – hari.
6
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi
dalam 4 kelainan fungsional :
2. kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat
dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
3. kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari
tanpa keluhan.
4. kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring. [ CITATION Okt14 \l 1057 ]
D. PATOFISIOLOGI
Mendasari gagal jantung meliputi gangguan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal.
Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini
gagal, maka volume sekuncuplah yang harus menyesuaikan. Volume
sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu preload (jumlah darah yang mengisi
jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung
dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu komponen itu
terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis
koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului
7
terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan
afterload) meningkatkan beban karja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena ada
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas,
hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan
akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri
dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiripaling
sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni
sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasang atau
sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan. [ CITATION Okt14 \l 1057 ]
Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah
jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart
Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah
fungsi dari sistem saraf otonom. Gagal jantung berhubungan dengan
peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat
vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi
peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium,
yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik
dan vasodilator.
E. MANIFESTASI KLINIK
[ CITATION Sud091 \l 1057 ]
1. Kriteria major
a. Paroksimal nocturnal dispnea
b. Distensia vena leher
c. Ronki paru
8
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peninggian vena jugularis
h. Refluks hepatojugular
2. Kriteria monor
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Dipnea d’effort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardia (>120/menit)
3. Major atau minor
Penurunan BB > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Diagnose gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor
Tanda dan gejala
a. Ortopnue yaitu sesak berbaring
b. Dypsone on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
c. Paroximal Nocturnal Dispneu (PND) yaitu sesak napas tiba –
tiba pada malam hari disertai batuk
d. Berdebar – debar
e. Lekas capek
f. Batuk – batuk
9
Maniestasi klinis yang terjadi pada gagal jantung kiri yaitu :
a. Dispneu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa
pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari yang
dinamakan Paroksimal Nokturnal Disnea (PND)
b. Batuk
Terjadi akibat peningkatan desakan vena pulmonal (edema
pulmonal)
c. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas.
d. Insomnia
Terjadi karena distress pernafasan dan batuk
e. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik.
10
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
d. Anorexia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis
venna dalam rongga abdomen
e. Nokturia : curah jantung membaik sehingga perfusi renal
meningkat dan terjadi dieresis
f. Kelemahan : Kelemahan terjadi karena pembuangan produk
sampah katabolisme yang tidak adekuat. [ CITATION Okt14 \l
1057 ]
F. KOMPLIKASI
Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah
sebagai berikut :
1. Efusi pleura:
di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan
terjadi dari kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura
biasanya terjadi pada lobus bawah darah.
2. Aritmia:
pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk
mengalami aritmia, biasanya disebabkan karena tachiaritmias
ventrikuler yang akhirnya menyebabkan kematian mendadak
3. Trombus ventrikuler kiri:
pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel
kiri dan penurunan kardiac output beradaptasi terhadap adanya
pembentukan thrombus pada ventrikel kiri. Ketika thrombus
terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas dari ventrikel kiri,
penurunan suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi.
Pembentukan emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat
disebabkan dari Cerebrivaskular accident (CVA)
4. Hepatomegali:
11
karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga
menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi
fibrosis dan akhirnya sirosis.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
1. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan
konsumsi oksigen dengan pembatasan aktivitas.
2. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan
digitalisasi.
3. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.
1. Medis
Terapi Farmakologis
a. Glikosida jantung.
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan :
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan
volume darah, peningkatan diuresis dan mengurangi edema.
b. Terapi diuretik
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui
ginjal. Penggunaan harus hati – hati karena efek samping
hiponatremia dan hipokalemia.
c. Terapi vasodilator
Obat – obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi
tekanan terhadap penyembuhan darah oleh ventrikel. Obat ini
memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan
kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat
diturunkan.
12
2. Keperawatan
Terapi Nonfarmakologis :
a. Diit redah garam
Pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol, atau
menghilangkan edema
b. Membatasi cairan
Mengurangi beban jantung dan menghidari kelebihan volume
cairan dalam tubuh.
c. Mengurangi berat badan
d. Menghindari alkohol
e. Manajemen stress
Respon psikologis dapat mempengaruhi peningkatan kerja
jantung
f. Mengurangi aktifitas fisik
Kelebihan aktifitas fisik mengakibatkan peningkatan kerja
jantung sehingga perlu dibatasi[ CITATION Okt14 \l 1057 ].
1. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Primer
a. Airways
13
2. Takikardi
3. TD meningkat / menurun
4. Edema
5. Gelisah
6. Akral dingin
7. Kulit pucat, sianosis
8. Output urine menurun
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran, pupil, dan reaksi terhadap cahaya dan
ada tidaknya kejadian kejang, serta nilai kekuatan otot.
e. Ekposure
Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan fisik dan riwayat
kesehatannya.
B. Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan
1) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
2) Palpitasi atau berdebar-debar
3) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea,
sesak nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur
harus pakai bantal lebih dari dua buah.
4) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
5) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)
6) Insomnia
7) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8) Jumlah urine menurun
9) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
b. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard
kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
c. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan,
alkohol.
14
d. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat
tertentu.
e. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia
f. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka
waktu
g. Postur, kegelisahan, kecemasan
h. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau
COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja
jantung dan mempercepat perkembangan CHF
2. Pemeriksaan Fisik
a. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan,
kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral
PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure,
bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s,
murmur.
b. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi,
rales, wheezing)
c. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O,
hepatojugular refluks
d. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa
cemas/ takut yang kronis
e. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
f. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
g. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin,
diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran
jantung, oedema atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa
CHF.
15
b. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi
bilik jantung dan iskemi (jika disebabkan AMI), pergeseran
Axis jantung.
c. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang
mengungkapkan kadar natrium yang rendah akibat dari
hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na,
Cl, Ureum, gula darah.
16
C. Patways
Beban jantung
tidak efektif
D. Diagnosa keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
suplai darah ke jaringan
17
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan udem
anasarka
(NANDA, 2013)
Intervensi :
18
Tujuan : Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil :
RR normal
Tidak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan
otot bantu pernafasan
Suara nafas norrmal
Intervensi
19
RR normal (16-24 X/menit)
Suara nafas normal
Intervensi :
1) Pantau frekuensi dan kedalaman pernafasan,
penggunaan otot Bantu pernafasan.
R/ untuk mengetahui tingkat keparahan gagal
jantung
2) Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak
adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan
missal krakles, ronchi, wheezing
R/ mengetahui jenis obstruksi pada paru
3) Lakukan tindakan untuk
memperbaiki/mempertahankan jalan nafas misal
batuk, penghisapan lendir
R/ untuk membantu pengeluaran secret
4) Tinggikan kepala/tempat tidur sesuai
kebutuhan/semi fowler
R/ melonggarkan jalan nafas agar tidak terjadi
penekanan pada diafragma
5) Kaji toleransi aktifitas misal keluhan
kelemahan/kelelahan selama kerja
R/ menetukan tingkat kegagalan jantung
20
Intervensi :
1) Tingkatkan istirahat (ditempat tidur)
R/ untuk mempercepat pproses penyembuhan
2) Batasi aktifitas pada fase akut
R/ untuk mengurangi resiko injuri
3) Berikan lingkungan yang aman dan nyaman
R/ untuk menurunkan stress dan meningkatkan
istirahat kllien
4) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana
pengobatan dan pentingnya keseimbangan antara
anktivitas dan istirahat.
R/ tirah baring dipertahankan selama fase akut
untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk proses penyembuhan
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan klien
R/ untuk membantu kebutuhan dasar klien dan
mengurangi kelelahan
21
R/ untuk memantau terjadinya kelebihan volume
cairan yang lebih parah
3) Pasang urin kateter
R/ untuk mempermudah menghitung output dan
mengurangi resiko jatuh.
4) Kolaborasi dalam pemberian diuretik
R/ meningkatkan laju urinen dan dapat menghambat
reabsorbsi natrium atau klorida pada tubulus ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo Aru, d. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3, edisi
4. Jakarta: Internal Publishing.
22
BAB III
RESUME ASKEP
A. PENGKAJIAN FOKUS
1. IDENTITAS
a. IDENTITAS PASIEN
nama : TN. S
Umur : 56 tahun
Beban jantung
Gagal jantung kongestif
Gagal pompa ventrikel
Forward failuer back ward failure
23
Curah jantung ( COP) Tekanan vena pulmo
C. PERENCANAAN
TUJUAN &
N
WAKTU (TGL) KRITERIA HASIL RENCANA (NIC)
O
(NOC)
24
1 29-03-18 Setelah dilakukan 1. Buka jalan
diagnosa tindakan keperawatan nafas, gunakan
Ketidakefektifa selama 1X 24 jam teknik chin lift atau
n pola nafas b.d
edema paru diharapkan pola nafas jaw thrust bila perlu
teratasi 2. Posisikan pasien
NOC: untuk
1. Respiratory status: memaksimalkan
ventilation ventilasi
2. Respiratory status: 3. Auskultasi suara
airway patency nafas, catat adanya
3. Vital sign status suara tambahan
Kriteria hasil: 4. Pertahankan jalan
1. Menunjukkan nafas yang paten
jalan nafas yang 5. Monitor TTV
paten 6. Kolaborasi
2. ttv dalam rentang pemberian oksigen
normal (RR 18-
20 x/m, )
2 29-03-2018 Setelah dilakukan 1. Evaluasi adanya
diagnosa tindakan keperawatan nyeri dada
Penurunan selama 3X24 jam (intensitas, lokasi,
curah jantung
b.d perubahan penurunan curah jantung durasi)
frekuensi jantug teratasi 2. Catat adanya
NOC: disritmia jantung
1. cardiac pump 3. Monitor status
efectivity kardiovaskular
2. circulation status 4. Monitor status
3. vital sign status pernafasan yang
Kriteria hasil: menandakan sesak
1. Ttv dalam nafas
rentang normal 5. Monitor TTV
25
(nadi 60-100 6. Monitor kwaliatas
x/m, RR 16- nadi
20x/m, TD 7. Monitor irama
120/80 mmhg) jantung
2. Dapat 8. Kolaborasi
mentoleransi pemberian obat
aktivitas, tidak penurun tekanan
ada kelelahan darah tinggi
3. Tidak ada edema
paru, perifer, dan
tidak asites
4 29-03-2018 Setelah dilakukan 1. Bantu klien
diagnosa perawatan 1x24 jam untuk
Intoleransi intoleransi aktivitas mengidentifika
aktivitas b.d
suplai darah teratasi si aktivitas
kejaringan NOC: yang mampu
menurun
Energy conservation dilakukan
Activity tolerance 2. Bantu untuk
Self care: ADLs mengidentivika
Kriteria hasil: si aktivitas
1. Berpartisipasi yang disukai
dalam aktivitas 3. Kolaborasi
fisik tanpa dengan tenaga
disertai rehabilitasi
peningkatan TD, medik dalam
nadi, RR merencanakan
2. Mampu program terapi.
melakukan
aktivtas sehari-
hari ADLs secara
26
mandiri
5 29-03-2018 Setelah dilakukan 1. Determinasi
diagnosa perawatan 1x24 jam efek-efek
Gannguan pola gangguan pola tidur medikasi
tidur b.d sesak
nafas teratasi terhadap pola
NOC: tidur
Anxiety reduction 2. Jelaskan fungsi
Pain level tidur yang
Kriteria hasil: adekuat
1. Jumlah jam tidur 3. Fasilitas untuk
dalam batas mempertahanka
normal 6-8 n aktivitas
jam/hari sebelum tidur
2. Perasaan segar (posisi 450)
setelah bangun 4. Ciptakan
tidur lingkungan
yang nyaman
5. Monitor
kebutuhan tidur
pasien setiap
harinya.
27
S: -
mempertahankan jalan O: pasien tampak rileks,
nafas yang paten pasien terpasang oksigen
nasal kanul 3 liter
S:-
memonitor TTV
O: TD: 140/90mmhg,
RR: 32x/m, HR: 100
x/m, suhu 37 0C
29-03-18 mengevaluasi adanya S: pasien mengatakan
diagnosa nyeri dada (intensitas, nyeri dada berkurang
Penurunan lokasi, durasi) O: pasien masih mampu
curah berbicara, tampak
jantung b.d memegangi dadnya,
perubahan irama jantung sinus
frekuensi takikardi, TD: 140/90
jantug
mmhg, RR: 32x/m, HR:
100 x/m, suhu 37 0C
memonitor irama S: -
jantung
O: hasil EKG
menunjukkan irama
jantung sinus takikardi
memonitor TTV S: -
O: TD: 140/90mmhg,
RR: 32x/m, HR: 100x/m,
suhu 37 0C
Kolaborasi pemberian
obat: S:-
28
29-03-18 Bantu klien untuk S: pasien mengatakan
mengidentifikasi hanya bisa duduk dan
diagnosa
berbaring ditempat tidur ,
Intoleransi aktivitas yang mampu
aktivitas b.d badannya lemas
suplai darah dilakukan O: pasien tampak lemas
kejaringan
menurun
memfasilitasi untuk
mempertahankan S: pasien mengatakan
semalam bisa tidur 4
aktivitas sebelum tidur jam .
(posisi 450) O: pasien tampak rileks,
tidak adanya mata
kemrahan. skor PSQI 7
(kualitas tidur buruk)
29
WAKTU TANDA
NO RESPON PERKEMBANGAN (SOAP)
(TGL) TANGAN
1 30-3-18 S: pasien mengatakan sesak berkurang
sedikit
O: pasien tampak rilkes, TD: 130/100
mmhg, RR: 25x/m, HR: 90 x/m, suhu 37
0
C
A: masalah belum teratasi
P: pertahankan intervensi (posisi semi
fowler dan pemasangan oksigen),
monitor TTV
2 30-3-18 S: pasien mengatakan nyeri dada
O: hasil EKG menunjukkan irama
jantung sinus takikardi
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi (monitor EKG),
monitor TTV, pemberian obat anti
hipertensi
3 31-3-18 S: pasien mengatakan hanya bisa duduk
dan berbaring ditempat tidur , badannya
lemas
O: pasien tampak lemas
A: masalah teratasi sebagian
P: pertahankan intervensi: Bantu klien
untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
4 31-3-18 S: pasien mengatakan semalam bisa tidur
2,5 jam.
O: pasien tampak rileks, tidak adanya
mata kemrahan, skor PSQI 10 (kualitas
tidur buruk)
A: masalah teratasi sebagian
P: pertahankan intervensi (pertahankan
30
posisi 45 derajat)
01-4-18 S: pasien mengatakan semalam bisa tidur
4 jam .
O: pasien tampak rileks, tidak adanya
mata kemrahan. skor PSQI 7 (kualitas
tidur buruk)
A: masalah teratasi sebagian
P: pertahankan intervensi (pertahankan
posisi 45 derajat)
31
BAB 1V
A. IDENTITAS PASIEN
nama : TN. S
Umur : 56 tahun
B. DATA FOKUS PASIEN
DS: pasien mengatakan sesak nafas dan tidak bisa tidur 2 hari.
DO: pasien tampak kesakitan, cemas,tampak lemas, capileri refil
time 3 detik, nadi perifer 100x/ment, RR 32x/menit. TD 140/90
mmHg, hasil EKG sinus takikardi, tampak sianosis, mata memerah,
hasil PSQI 12 (kualitas tidur buruk)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN
DENGAN JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET
YANG AKAN DIAPLIKASIKAN
Gannguan pola tidur b.d sesak nafas
D. EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE YANG
DITERAPKAN PADA PASIEN
Penulis menerapkan Evidance based nursing practice yang dilakukan
oleh jaiz sugeng nugraha yang berjudul pemberian sudut posisi 45
derajat terhadap peningkatan kwalitas tidur pada asuhan keperawatan
TN.S dengan gagal jantung diruang aster 5 RSUD Dr. Mawardi
Surakarta. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pemberian sudut
posisi 45 derajat terhadap peningkatan kwalitas tidur pada pasien
gagal jantung yang dilakukan selam 2 minggu setiap harinya pasien
dilakukan pemberian posisi semi fowler 45 derajat yang setiap
harinya dilakukan evaluasi yang dilakukan menggunakan kuesioner
PSQI.
E. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI/ ALASAN PENERAPAN
JURNAL EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE
CHF
32
Gagal pompa ventrikel
33
ditinggikan agar tidak ada hambatan sirkulasi dan ekstremitas (perry,
2005)
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan
gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat
aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi
jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang
mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel-
(disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi
sistolik).[ CITATION Sud091 \l 1057 ]
Penanganan gagal jantung memerlukan tindakan yang tepat agar
tidak memperburuk keadaan jantung dari penderita. Istirahat serta
rehablitasi, pola adiet, kontrol asupan garam, air monitor berat badan
cara yang praktis untuk menghemat progestias dari penyakit ini.
Salah satu faktor yang berhubungan dengan dengan gangguan tidur
pada psien dengan gagal jantung yaitu pengambilan posisi tidur yang
disukai karena nocturnal dyspneu. Pengaturan poisisi tidur dengan
45 derajat akan membantu menurunkan konsumsi oksigen dan
meningkatkan ekspensi paru-paru maksimal serta mengatasi
kerusakan pertukaran gas yang berubungan dengan perubahan
membran alveolus. Sudut posisi tidur 45 derajat lebih menghasilkan
kualitas tidur yang lebih.
1. Media dan alat
a. Media: kuesionar PSQI dan observasi
b. Alat : bantal dan handscon
2. Prosedur tindakan
a. Mengukur kwalitas tidur dengan kuesionar PSQI
sebelum diberikan posisi 45 derajat
b. Pemberian posisi
1) Fase orientasi
a) Mengucapkan salam
b) Memperkenalkan diri
34
c) Menjelaskan tujuan dan langkah prosedur
2) Fase kerja
a) Mencuci tangan
b) `Menjaga privasi klien
c) Perawat memban klien posisi semi fowler
d) Menyusun bantal 2 dibelakang pungung
klien
e) Mebiarkan kepala menyandar pada bantal
f) Meletakkan bantal pada kedua lengan bawah
g) Meletakkan bantal ditelaoak kaki untuk
mempertahankan kaki dan poisi
h) Mencuci tangan
3) Fase terminasi
a) Melakukan evaluasi
b) Melakukan kontrak untuk tindakan
selanjutnya
c) Mengucapkan salam
35
BAB V
PEMBAHASAN
36
l) Menyusun bantal 2 dibelakang pungung
klien
m) Mebiarkan kepala menyandar pada bantal
n) Meletakkan bantal pada kedua lengan bawah
o) Meletakkan bantal ditelaoak kaki untuk
mempertahankan kaki dan poisi
p) Mencuci tangan
6) Fase terminasi
d) Melakukan evaluasi
e) Melakukan kontrak untuk tindakan
selanjutnya
f) Mengucapkan salam
C. HASIL YANG DICAPAI
Hari pertama
DS: saya semalam bisa tidur 2,5 jam mbak.
DO: pasien tampak rileks, tidak adanya mata kemerahan, total PSQI:
10 (kualitas tidur buruk)
Hari kedua
DS: saya semalam bisa tidur 4 jam mbak.
DO: pasien tampak rileks, tidak adanya mata kemrahan, Total PSQI : 7
(kualitas tidur buruk)
D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ATAU HAMBATAN YANG
DITEMUI SELAMA APLIKASI EVENDANCE BASED NURSING
PRACTICE
Kelebihan: tekniknya mudah dilakukan, bahan dan alat mudah
didapatkan
Kekurangan: dilakukan selama 2 hari, melakukan penilaian sebelum
dan setelah tindakan, bantalnya terbatas.
37
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
CHF adalah gangguan multi sistem yang terjadi apabila jantung
tidak mampu menyemprotkan darah yang mengalir ke dalamnya
melalui sistem vena.[ CITATION Rob04 \l 1057 ]. Penanganan gagal
jantung memerlukan tindakan yang tepat agar tidak memperburuk
keadaan jantung dari penderita. Istirahat serta rehablitasi, pola
adiet, kontrol asupan garam, air monitor berat badan cara yang
praktis untuk menghemat progestias dari penyakit ini. Masalah
pada gangguan tidur pada psien dengan gagal jantung yaitu
pengambilan posisi tidur yang disukai karena nocturnal dyspneu.
Pengaturan poisisi tidur dengan 45 derajat akan membantu
menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspensi paru-
paru maksimal serta mengatasi kerusakan pertukaran gas yang
berubungan dengan perubahan membran alveolus. Sudut posisi
tidur 45 derajat lebih menghasilkan kualitas tidur yang lebih.
B. Saran
Saat dilakukan penerapan posisi 45 derajat dilakukan senyaman
mungkin tempa tidur pasien, mengkaji kebiasaan tidur pasien.
38