PENDAHULUAN
Pada awalnya sebelum Perang Dunia II, psikologi klinis di Amerika Serikat hanya
terbatas pada penggunaan tes psikologis, untuk menegakkan diagnosis gangguan yang
dialami individu. Hal ini tidak mengherankan karena psikologi klinis dikembangkan oleh
dokter yang dulunya disebut diagnostisian (lih. Yalom, 2005,sebuah buku novel tentang
Freud muda dan mentornys Breuer). Baru setelah perang usai, psikologi klinis mulai
dikembangkan untuk menangani veteran yang mengalami gangguan mental pasca perang.
Kebanyakan veteran tersebut mengalami gangguan mental pasca trauma di akhir tahun
1940an dan awal tahun 1950an. Semenjak itulah psikoterapi mulai berkembang dalam praktik
psikologi klinis, terutama untuk menangani kasus-kasus gangguan pasca trauma tersebut.
Jurnal psikologi klinis terbitan American psychological Association (APA) terkini
menunjukkan bahwa psikologi klinis telah merambah ke semua lini kehidupan baik itu di
tingkat individu, keluarga, kelompok, organisasi, masyarakat luas, maupun dunia global.
Psikologi klinis tidak hanya untuk kesehatan mental saja tetapi juga untuk kesehatan fisik,
tidak hanya untuk individu saja tapi untuk masyarakat. Orientasi psikologi klinis tidak hanya
dalam sektor pribadi saja tetapi juga sektor publik, dan tidak hanya berdasarkan psikopatologi
tapi lebih pada kesejahteraan masyarakat. Di sini terlihat bahwa psikologi klinis bukan
bidang statis, tapi berkembang pesat sesuai tuntutan zaman.
Di indonesia, seperti juga di dunia, usia Psikologi dibandingkan dengan ilmu
pengetahuan lain relatif masih amat muda. Psikologi di indonesia berawal dari biro (nama
biro di sini identik dengan kantor yang menangani suatu urusan) Psikoteknik peninggalan
Belanda, di Universitas Indonesia (UI) oleh Prof. Slamet Iman Santoso. Almarhum adalah
seorang Psikoterapi dan mengembangkan program studi Psikologi di UI awal tahun 1950 di
Fakultas Kedokteran. Di Universitas Padjajaran (UNPAD), Psikologi berkembang dari Biro
Psikologi Angkatan Darat. Di Yogyakarta, Psikologi berkembang dari bidang pendidikan.
Sebelum tahun 1965, psikologi merupakan salah satu jurusan di Fakultas Sastra, Pendidikan
dan Filsafat, di Universitas Gadjah Mada (UGM). Baru pada tanggal 8 januari 1965, jurusan
tersebut mandiri menjadi Fakultas Psikologi UGM.
PEMBAHASAN
Psikologi klinis merupakan salah satu jenis psikologi terapan yang sampai sekarang
masih sering dipertanyakan arti, kedudukan, dan perannya jika dibandingkan dengan
psikiatri. Psikiatri sering dianggap sebagai cabang ilmu kedokteran yang sudah lebih mudah
dipahami orang kebanyakan, ialah cabang kedokteran yang menangani penyakit, atau istilah
yang dianggap lebih tepat saat ini adalah gangguan kejiwaan. Dalam hal psikologi klinis,
bahkan istilah psikologi saja masih banyak orang yang tidak mengetahuinya. Bahkan sejak
pertama kali digunakan, pada tahun 1530-an, telah terlihat adanya ketidakpastian mengenai
materi apa yang sebenarnya dibahas dalam psikologi itu. Philip Melachton yang pada tahun
tersebut merencanangkan adanya psikologi sebagai substansi matakuliah perilaku; ia
menyatakan bahwa substansi atau materi psikologi adalah substansi yang melengkapi faal
tubuh, malaikat, setan, dan Tuhan yang memunculkan gejala perilaku. Dapat dibayangkan
rumitnya, apa yang dihadapi psikologi klinis kalau psikologi dianggap ilmu tentang materi
tersebut. Kemudian, para fungsionalis menganggap bahwa materi psikologi adalah mental
atau fungsi psikis, seperti emosi dan daya pikir. Namun hal tersebut tidak cukup sederhana
untuk dipahami, karena hampir seluruhnya merupakan gejala yang tidak dapat
diketahui/diamati secara langsung.
Pada tahun 1920-an, muncul Watson yang menghendaki adanya materi psikologi
berdasarkan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan yang obyektif, dapat diukur dan diamati, ialah
perilaku teramati semata-mata, yang bagi penentangnya dianggap menghilangkan “ruh”
psikologi. Oleh karena itu, hanya sebagian dari psikologi klinis yang menerima syarat ilmiah;
yang tidak bergabung ini, kemudian “bergabung” dalam gerakan “pascamodern”.
Perkembangan psikologi berikutnya menjadi lebih rumit lagi, karena sangat banyak
mengikuti perkembangan filsafat dan budaya, bahkan agama, terutama tentang hakekat
manusia dan metodologi ilmu yang merupakan salah satu bagian dari filsafat ilmu
epistemologi. Jadi, psikologi klinis sesuai dengan perkembangan materi psikologi pada
umumnya, juga menghadapi masalah yang sama, yakni kerumitan mengenai apa yang
sebenarnya dibaca oleh psikologi, yaitu jiwa, ruh, mental, perilaku, pengalaman,
penghayatan, dan lain-lain.
Psikologi klinis dapat diartikan secara sempit atau luas, secara sempit psikologi klinis
tugasnya adalah mempelajari orang-orang abnormal atau subnormal. Tugas utama psikologi
klinis adalah menggunakan tes yang merupakan bagian integral suatu pemeriksaan klinis
yang biasanya dilakukan di rumah sakit. Secara luas, psikologi klinis merupakan bidang
psikologi yang membahas dan mempelajari kesulitan-kesulitan serta rintangan emosional
pada manusia, tidak memandang apakah abnormal atau subnormal.
Psikologi klinis meneropong gejala-gejala yang dapat mengurangi kemungkinan
manusia untuk berbahagia. Kebahagian erat hubungannya dengan kehidupan emosional-
sensitif dan harus dibedakan dengan kepuasan yang lebih berhubungan dengan segi-segi
rasional, intelektual (Yap kie Hien, 1968). Phares (1992), psikologi klinis menunjuk pada
bidang yang membahas kajian, diagnosis dan penyembuhan (treatment) masalah-masalah
psikologis, gangguan (disorder) atau tingkah laku abnormal.
ISTILAH PSIKOLOGI KLINIS
Penggabungan istilah psikologi yang terkait dengan psikologi akademik atau
psikologi sebagai ilmu, dengan istilah klinik yang artinya tempat orang berobat. Dan
dilakukan pertama kali oleh L Witmer (Arieti, 1959 & Phares, 1993). Dari penggabungan ini
dapat dilihat bahwa bidang terapan ini berpijak pada dua displin ilmu yang berbeda yakni
psikologi akademik dan kedokteran, khususnya psikiatri.
Klinik Psikologi pertama kali didirikan Witmer pada tahun 1890. Pada klinik ini tugas
Psikologi adalah memeriksa anak-anak yang mengalami kesulitan menerima pelajaran. Klinik
Psikologi pada waktu itu tidak bergerak sebagai badan pelayanann bagi orang sakit atau
orang-orang yang mengalami gangguan penyesuaian diri, tetapi merupakan badan
pendidikan. Oleh karena berasal dari dua displin ilmu yang berbeda Psikologi dan Psikiatri,
maka timbul beberapa masalah dalam Psikologi Klinis, yakni dalam hal identitas, definisi
istilah-istilah dan kewenangan melakukan psikoterapi.
Seringkali psikolog dan kedokteran menggunakan istlah-istilah yang sama, sebagai
contoh emosi, kesadaran, pemikiran, stereotipi, dll. Kedua disiplin ini mempunyai penjelasan
dan perincian yang berbeda untuk istilah-istilah tersebut. Sebagai contoh, kalangan psikiatri
memandang emosi sebagai suatu sifat umum dan bertentangan dengan rasio. Kalangan
psikologi berpendapat bahwa emosi ada bermacam-macam dan bergantung pada penilaian
(erasional) atas situasi-situasi yang dihadapinya, jadi lebih membahas pengalaman-
pengalaman emosi yang spesifik.
Progam study psikologi kemudian pada tahun 1956-1960 menjadi jurusan psikologi
pad fakultas kedokteran UI, pada tahun 1960 psikologi menjadi fakultas yang berdiri sendiri
di UI (Somadikarta et. Al., 2000). Kurikulum dan pelaksanaan progam study psikolog
dimulai pada tahun 1960, di bina oleh pakar yang mendapat pendidikan doktor (S3) dan
Diploma dari negeri Belanda dan Jerman. Liepokliem mendirikan bagian klinis dan
psikoterapi bertempat di barak I RSUP (RSCM). Yap Kie Hien mendirikan bagian psikologi
eksperimen di Salemba. Myra Sidharta mendirikan klinik bimbingan anak. Koestoer dan
Moelyono memimpin bagian psikologi kejuruan dan perusahaan (PIO). A.S. Munandar
bagian psikologi sosial, yang dirintis oleh Marat, kemudian dipimpin oleh Z. Joesoef. Setelah
kepergian Liepokliem ke Australia, bagian psikologi klinis dan psikoterapi berganti nama
menjadi psikologi klinis dan konseling yang dipimpin oleh Yap Kie Hien (1960-1969).
Tahun 1992, pendidikan akademik dan pendidikan profesi dipisahkan untuk
memeungkinkan sarjana psikologi meneruskan ke bidang lain yang mereka minati. Tahun
2000 forum menyepakati bahwa persyaratan bagi pendidikan profesi psikolog agar dapat
melakukan praktik psikologi adalah tingkat S2. Tahun 1994, psikologi yang berpraktik,
artinya memeberikan konsultasi psikologi, melakukan assesmen atau psikodiagnistik,
melakukan konseling dan terapi, diwajibkan memiliki izin praktik psikolog, yang diperoleh
dari rekomendasi dari organisasi profesi, atau dikenal dengan Himpsi .
Di Indonesia pendidikan profesi spesialis psikologi klinis secara formal belum
diadakan, padahal sebenarnya sudah cukup banyak pakar yang berpengalaman di berbagai
bidangpsikologi klinis seperti terapi tingkah laku, family therapy, konseling. Uapaya untuk
membuka jalur pendidikan spesialistik-profesional, seharusnya didukung oelh organisasi
profesi (ISPSI/HIMPSI) karena pihak pemerintah (Direktorat Pendididkan Tinggi Dep.
Pendidikan Nasional) lebih mementingkan akademik S1, S2, S3.
DAFTAR PUSTAKA
Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi Klinis ( Pengantar Terapan Mikro & Makro ). Jakarta:
Erlangga
Slamet, Suprapti & Markam. 2007 . Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: UI
Wiramihardja, Sutarjo A. 2007. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: Refika Aditama.