Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH INDIVIDUAL ELEKTIVE ILMU

PENYAKIT SYARAF

“STATUS EPILEPTIKUS”

Disusun Oleh:
M wildan satrio nugroho 21501101069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

Status epileptikus merupakan kondisi emergensi di bidang neurologi yang


berkaitan dengan tingginya angka kematian dan kecacatan jangka panjang. Status
epileptikus merupakan kondisi yang sering tidak terdiagnosis, padahal kondisi
tersebut merupakan kondisi yang dapat mengancam jiwa dan merupakan
kegawatdaruratan neurologis kedua tersering di dunia setelah penyakit stroke
dengan insiden sebesar 6.8-41 per 100.000 penduduk setiap tahunnya. Distribusi
usia status epileptikus memperlihatkan pola-pola tertentu dalam insidennya.
Secara umum pola yang dikenal adalah bimodal age, dimana insiden status
epileptikus tertinggi terjadi di usia kanak-kanak dan usia tua. Status epileptikus
didefinisikan sebagai bangkitan yang berkelanjutan atau seizure yang multipel
tanpa adanya fase kembali sadar, dapat diamati adanya gejala sensoris, motoris
dan atau disfungsi kognitif minimal 30 menit. Walaupun begitu, seizure pada
umumnya berlangsung hanya beberapa menit. Oleh karena itu, pada serangan
seizure yang berlangsung selama 20 menit, 10 menit atau bahkan hanya 5 menit
dan bertahan dalam kondisi tidak sadar, maka secara fungsional dikategorikan
sebagai status epileptikus.

Terdapat 2 tipe utama dari status epileptikus yang digolongkan


berdasarkan semiologi seizure yang dibedakan oleh Gastaut menjadi general
status epileptikus dan partial status epileptikus. General status epileptikus meliputi
general convulsive status epileptikus, dapat berupa tonik klonik status epileptikus
(grand mal status epileptikus), tonik status epileptikus, klonik status epileptikus
atau myoclonic status epileptikus dan nonconvulsive status epileptikus.
Sedangkan partial status epileptikus meliputi simple partial status epileptikus,
dapat berupa gejala motorik, sensorik atau afasia dan complex partial status
epileptikus.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sampai saat ini, belum terdapat keseragaman mengenai definisi


statusepileptikus (SE) karena International League Againts Epilepsy (ILAE)
hanya menyatakan bahwa SE adalah kejang yang berlangsung terus-menerus
selama periode waktu tertentu atau berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran
diantara kejang. Kekurangan definisi menurut ILAE tersebut adalah batasan lama
kejang tersebut berlangsung. Oleh sebab itu, sebagian para ahli membuat
kesepakatan batasan waktunya adalah selama 30 menit atau lebih.
Status epileptikus adalah bangkitan yang terjadi lebih dari 30 menit atau
adanya dua bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitan-bangkitan tapi tidak
terdapat pemulihan kesadaran. Status epileptikus merupakan keadaan
kegawatdaruratan dan Status yang memerlukan terapi segera guna menghentikan
bangkitan (dalam waktu 30 menit). Diagnosis pasti status epileptikus bila
pemberian benzodiazepin awal tidak efektif dalam menghentikan bangkitan.

Secara umum, etiologi SE dibagi menjadi:


1. Simtomatis: penyebab diketahui
a. Akut: infeksi, hipoksia, gangguan glukosa atau keseimbangan elektrolit, trauma
kepala, perdarahan, atau stroke.
b. Remote, bila terdapat riwayat kelainan sebelumnya: ensefalopati hipoksik-
iskemik (EHI), trauma kepala, infeksi, atau kelainan otak kongenital
c. Kelainan neurologi progresif: tumor otak, kelainan metabolik, otoimun
(contohnya vaskulitis)
d. Epilepsi
2. Idiopatik/kriptogenik: penyebab tidak dapat diketahui
B. Epidemologi
Insidens Status epileptikus pada orang tua jauh lebih tinggi dibanding pada
anak-anak. Insiden yang tinggi ditemukan pada anak balita sebesar 10.18/100.000
penduduk. Angka ini lebih meningkat lagi pada orang tua yaitu sebesar
13.85/100.000 penduduk.

C. Patofisiologi
Kejang dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan,
spontan, dan sinkron sehingga mengakibatkan aktivasi fungsi motorik (kejang),
sensorik, otonom atau fungsi kompleks (kognitif, emosional) secara lokal atau
umum. Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang
sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan
dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan.
Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan
kejang. (Silbernagl S, Lang F. 2006)
Status epileptikus terjadi akibat kegagalan mekanisme untuk membatasi
penyebaran kejang baik karena aktivitas neurotransmiter eksitasi yang berlebihan
dan atau aktivitas neurotransmiter inhibisi yang tidak efektif. Neurotransmiter
eksitasi utama tersebut adalah neurotran dan asetilkolin, sedangkan
neurotransmiter inhibisi adalah gamma-aminobutyric acid (GABA).

D. Penegakan diagnosa

Keluhan Pasien datang dengan kejang, keluarga pasien perlu ditanyakan


mengenai riwayat penyakit epilepsi dan pernah mendapatkan obat antiepilepsi
serta penghentian obat secara tiba tiba. Riwayat penyakit tidak menular
sebelumnya juga perlu ditanyakan, seperti Diabetes Melitus, stroke, dan
hipertensi. Riwayat gangguan imunitas misalnya HIV yang disertai infeksi
oportunistik dan data tentang bentuk dan pola kejang juga perlu ditanyakan secara
mendetail.

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya kejang atau


gangguan perilaku, penurunan kesadaran, sianosis, diikuti oleh takikardi dan
peningkatan tekanan darah, dan sering diikuti hiperpireksia.
Pemeriksaan neurologis
a. Paresis Todd .
b. Gangguan kesadaran pascabangkitan.
c. Afasia pascaiktal.
Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan EEG (elektroencepalografi)


2. Pemeriksaan pencitraan otak
MRI beresolusi tinggi (minimal 1,5 tesla) untuk mendeteksi lesi epileptogenik
di otak.
3. Pemeriksaan Laboratorium.
a. Hematologi rutin
Darah rutin, SGOT/SGPT, Ureum-Creatinin, Elektrolit, Albumin, Gula darah
sewaktu.
b. Kadar OAE dalam darah
4. Pemeriksaan penunjang lainnya
a. Pungsi lumbal
b. EKG.

E. Diagnosa banding

Diagnosis Banding Pseudoseizure, epilepsi, kejang, status epileptikus, syncop


Komplikasi Asidosis metabolik, aspirasi, trauma kepala
F. Penatalaksanaan

Pasien dengan status epilektikus, harus dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan


sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf. Pengelolaan SE
sebelumsampaifasilitas pelayanan kesehatan sekunder.
1. Stadium I (0-10 menit)
a. Memperbaiki fungsi kardiorespirasi
b. Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi bila perlu
c. Pemberian benzodiazepin rektal 10 mg
2. Stadium II (1-60 menit)
a. Pemeriksaan status neurologis
b. Pengukuran tekanan darah, nadi dan suhu
c. Pemeriksaan EKG (bila tersedia)
d. Memasang infus pada pembuluh darah besar dengan NaCl 0,9 %.
G. Prognosis

Prognosis pada umumnya dubia ad bonam untuk quo ad vitam dan


fugsionam, namun dubia ad malam untuk quo ad sanationam.

BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

Status epileptikus adalah bangkitan yang terjadi lebih dari 30 menit atau
adanya dua bangkitan atau lebih dimana diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak
terdapat pemulihan kesadaran. Status epileptikus merupakan keadaan
kegawatdaruratan dan Status yang memerlukan terapi segera guna menghentikan
bangkitan (dalam waktu 30 menit).
DAFTAR PUSTAKA

Ismael, S., Pusponegoro, H. D., Widodo, D. P., Mangunatmadja, I., &


Handryastuti, S. (2016). Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus.
Idai, 1–7.

Indonesia, I. D. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Primer. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 162, 364.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Pramesti, F. A., Husna, M., Kurniawan, S. N., Rahayu, M., Neurologi, L.,
Kedokteran, F., & Brawijaya, U. (2017). Diagnosis and Management of
Nonconvulsive Status Epilepticus (NCSE), Vol.03, No, 30–38.

Anda mungkin juga menyukai