Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

DIABETES MELLITUS

Penyaji:

1. Agung Pratama Wijaya (140100046)


2. M Ariadi Syahputra Sitepu (140100144)
3. Ovice Dwi Wiriandini Lubis (140100183)
4. Lita Stephani Sianturi (140100203)

Pemimpin Sidang :

dr. Nurfatimah Itoni Ritonga, M.Ked (PD), Sp.PD

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

PIMPINAN SIDANG

dr. Nurfatimah Itoni Ritonga, M.Ked (PD), Sp.PD


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
“Diabetes Mellitus”.

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga
makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 11 Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1
1.2 Tujuan ............................................................................................................3
1.3 Manfaat ..........................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................5
2.1 Definisi ..........................................................................................................5
2.2 Klasifikasi dan Etiologi..................................................................................5
2.3 Patofisiologi ..................................................................................................7
2.4 Manifestasi Klinis .........................................................................................8
2.5 Diagnosis.......................................................................................................9
2.6 Penatalaksanaan ............................................................................................16
2.7 Komplikasi ...................................................................................................18
BAB 3 LAPORAN KASUS ........................................................................... 21
BAB 4 FOLLOW UP ...................................................................................... 34
BAB 5 DISKUSI KASUS ................................................................................ 38
BAB 6 KESIMPULAN ................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 43
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi dan etiologi Diabetes Melitus……………………………………..


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolik dengan etiologi


multifaktorial. Penyakit ini ditandai dengan hiperglikemia kronis dan mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Penyandang DM akan ditemukan
dengan berbagai gejala seperti poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak
minum) dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan berat badan. DM jangka
waktu lama menimbulkan rangkaian gangguan metabolik yang menyebabkan
kelainan patologis makrovaskular dan mikrovaskular.1

Jumlah penderita DM diperkirakan mengalami kenaikan di seluruh dunia.


Diabetes mellitus tidak hanya diderita oleh penduduk di negara-negara maju namun
di negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang
juga menunjukkan adanya peningkatan penderita DM. Laporan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, menunjukkan bahwa prevalensi nasional Penyakit
DM adalah 1,1% berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala. Sebanyak 17
propinsi mempunyai prevalensi penyakit DM diatas prevalensi nasional, salah
satunya Propinsi Sumatera Barat.2

Hasil Riskesdas Tahun 2007 memperlihatkan prevalensi nasional DM


(berdasarkan pengukuran gula darah pada penduduk umur diatas 15 tahun di daerah
perkotaan) adalah 5,7%. Sebanyak 13 propinsi mempunyai prevalensi DM diatas

prevalensi nasional.2 Dari penelitian- penelitian yang dilakukan secara individu


didapatkan persentase kejadian DM cukup tinggi angkanya. Penelitian Rahmawati
(2009) menunjukkan bahwa persentase Penyakit DM Tipe 2 adalah 24,25% pada
pasien binaan FK UI tahun 2006-2008 dengan sebaran menurut riwayat penyakit DM
dalam keluarga sebesar 16,5%.3

Seiring dengan kecenderungan peningkatan penderita Penyakit DM, terlihat


juga adanya peningkatan prevalensi penderita obesitas umura dan obesitas sentral
(bagian perut). Pada tahun 2007, prevalensi penderita obesitas umum pada penduduk
umur diatas 15 tahun di Indonesia, yaitu 10,3%. Sebanyak 12 propinsi mempunyai
prevalensi penderita obesitas umum pada penduduk umur diatas 15 tahun diatas
prevalensi nasional. Sedangkan prevalensi nasional obesitas sentral pada penduduk
umur diatas 15 tahun menunjukkan angka lebih tinggi dibanding obesitas umum,
yaitu 18,8%. Sebanyak 17 propinsi mempunyai prevalensi penderita obesitas sentral
pada penduduk umur di atas 15tahun di atas prevalensi nasional.2

Berbagai teori dan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan menemukan


bahwa, kenaikan berat badan melebihi normal atau obesitas akan meningkatkan
resiko bahkan dikatakan sebagai faktor resiko utama terjadinya DM. Pada anak
dengan DM tipe 2, sekitar 85% anak tersebut memiliki kelebihan berat badan atau
mengalami obesitas.4

Selain faktor obesitas, faktor resiko lain yang berperan terhadap terjadinya
Penyakit DM, antara lain; genetik, pertambahan usia, kurangnya aktifitas fisik dan
pola makan tidak seimbang yang memicu terjadinya obesitas. Pola makan berupa
asupan makanan tinggi energi dan tinggi lemak tanpa disertai dengan aktifitas fisik
yang teratur akan mengubah keseimbangan energi dengan disimpannya energi
sebagai lemak simpanan yang jarang digunakan. Asupan energi yang berlebihan akan
meningkatkan resistensi insulin sekalipun belum terjadi kenaikan berat badan yang
signifikan. Diet tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah karbohidrat berkaitan dengan
DM tipe 2.1
1.2 Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:


1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit Diabetes Mellitus.
2. Untuk memahami kasus Diabetes Mellitus serta melakukan penatalaksanaan yang
tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.

1.3 Manfaat

Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang Diabetes
Mellitus.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai Diabetes
Mellitus.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja
insulin atau kedua-duanya.5

Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit


atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid
dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.6

Berdasarkan Perkeni tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan


metabolisme yang bersifat kronis dengan karakteristik hiperglikemia. Berbagai
komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol, misalnya
neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nefropati, dan gangren.

Diabetes Mellitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap
tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes. Terdapat 1
orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal akibat penyakit yang
berkaitan dengan diabetes. Penderita DM di Indonesia sebanyak 4,5 juta pada tahun
1995, terbanyak ketujuh di dunia. Sekarang angka ini meningkat menjadi 8,4 juta dan
diperkirakan akan menjadi 12,4 juta pada tahun 2025 atau urutan kelima di dunia.7

Diabetes Melitus tidak dapat disembuhkan tetapi kadar gula darah dapat
dikendalikan melalui diet, olah raga, dan obat-obatan. Untuk dapat mencegah
terjadinya komplikasi kronis, diperlukan pengendalian DM yang baik.8

2.2 Klasifikasi dan Etiologi

Tabel 2.1 Klasifikasi dan etiologi Diabetes Melitus. 9

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi


insulin absolut
Tipe 1
• Autoimun

• Idiopatik

Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin


Tipe 2
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain • Defek genetik fungsi sel beta

• Defek genetik kerja insulin

• Penyakit eksokrin pankreas

• Endokrinopati

• Karena obat atau zat kimia

• Infeksi
• Sebab imunologi yang jarang

• Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes melitus yang muncul pada masa kehamilan,


Diabetes gestasional
umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor
risiko untuk DMT2

2.3 Patofisiologi

Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang lambung.


Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pula dalam peta, sehingga
disebut dengan pulau-pulau Langerhans pankreas. Pulau-pulau ini berisi sel alpha
yang menghasilkan hormon glukagon dan sel beta yang menghasilkan hormon
insulin. Kedua hormon ini bekerja secara berlawanan, glukagon meningkatkan
glukosa darah sedangkan insulin bekerja menurunkan kadar glukosa darah .10

Insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel. Dengan bantuan
GLUT 4 yang ada pada membran sel maka insulin dapat menghantarkan glukosa
masuk ke dalam sel. Kemudian di dalam sel tersebut glukosa di metabolisasikan
menjadi ATP atau tenaga. Jika insulin tidak ada atau berjumlah sedikit, maka glukosa
tidak akan masuk ke dalam sel dan akan terus berada di aliran darah yang akan
mengakibatkan keadaan hiperglikemia .11

Pada DM tipe 2 jumlah insulin berkurang atau dapat normal, namun reseptor
di permukaan sel berkurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan lubang kunci
masuk pintu ke dalam sel. Meskipun anak kuncinya (insulin) cukup banyak, namun
karena jumlah lubangnya (reseptornya) berkurang maka jumlah glukosa yang masuk
ke dalam sel akan berkurang juga (resistensi insulin). Sementara produksi glukosa
oleh hati terus meningkat, kondisi ini menyebabkan kadar glukosa meningkat .10

Penderita diabetes mellitus sebaiknya melaksanakan 4 pilar pengelolaan


diabetes mellitus yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi
farmakologis (ADA, 2010). Latihan jasmani secara teratur dapat menurunkan kadar
gula darah. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah .12

2.4 Manifestasi Klinis


Hiperglikemi pada penderita DM menyebabkan ginjal tidak dapat
mereabsorpsi semua glukosa yang diekskresikan ginjal, sehingga timbul glikosuria.
Glikosuria sendiri menyebabkan peningkatan tekanan osmotik pada Tubulus
Kontortus Proksimal, sehingga terjadi retensi air yang menyebabkan peningkatan
kadar air pada urine (diuresis osmotik) yang berujung pada pengingkatan pengeluaran
urine (poliuria). Poliuria kemudian menyebabkan penderita mudah merasa haus

8
(polidipsia).

Karena banyak glukosa yang ikut hilang bersama urine, pasien mengalami

penurunan keseimbangan kalori dan berat badan. Penurunan kalori ini meny
ebabkan
pasien sering merasa lapar (polifagia). Di samping itu, pasien mengeluh mudah lelah

8
dan mengantuk.

2.5 Patogenesis

Secara garis besar patogenesis DMT2 disebabkan oleh delapan faktor (ominous
octet):
1. Kegagalan sel- β pankreas:

Pada saat diagnosis DMT2 ditegakkan, fungsi sel-β sudah sangat menurun.

Sehingga sekresi insulin juga menurun. Hal ini disebabkan oleh produksi insulin

berlebihan kronis akibat kompensasi dari resistensi insulin pada awal penyakit.9,14

2. Liver

Penderita DMT2 terjadi resistensi insulin yang berat yang memicu


glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP/Hepatic Glucose Production) meningkat. Penderita DMT2 juga lebih sensitif

9,14
dengan glukagon yang juga memicu peningkatan HGP basal.

3. Otot

Pada penderita DMT2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multipel di

intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan ranspor


glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi

9,14
glukosa.

4. Sel lemak

Sel lemak yang resistan terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolisis dan Free Fatty Acid dalam plasma. Penigkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan

9,14
otot.

Peningkatan kadar plasma FFA juga menyebabkan defek sekresi insulin. Hal
ini dikarenakan paparan FFA menyebabkan inhibisi ekspresi mRNA insulin,
penurunan sekresi insulin glucose-stimulated, dan penurunan kadar insulin di pulau
Langerhans. Oleh sebab itu, penurunan berat badan dapat membuang efek

14
lipotoksisitas sehingga menjaga fungsi sel-β.

5. Saluran Pencernaan

Glukosa peroral memicu respons insulin jauh lebih besar dibandingkan bila
diberikan secara intravena. Respons yang dimaksud adalah respons incretin yang
diperankan oleh hormon Glucagon-like Polypeptide-1 (GLP-1) dan Glucose-
dependent Insulinotrophic Polypeptide-1 (GIP). Pada penderita DMT2 ditemukan
defisiensi GLP-1 dan resistensi terhadap GIP. Di samping itu, incretin secara cepat
diinaktivasi oleh Dipeptidyl-Peptidase-4 (DPP-4), sehingga hanya bekerja dalam

9,14
beberapa menit.

Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat


melalui kinerja enzim Alfa-Glukosidase yang memecah polisakarida menjadi
monosakarida yang kemudian diserap oleh usus sehingga meningkatkan kadar

9,14
glukosa plasma.

6. Sel-α Pankreas

Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya
di dalam plasma akan meningkat. Penderita DMT2 memiliki tingkat HGP dalam
keadaan basal yang meningkat secara signifikan dibanding dengan individu yang
normal. 9,14

7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DMT2.
Dalam sehari, ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa. Sembilan puluh persen
dari glukosa terfiltrasi akan diserap kembali melalui peran Sodium/Glucose co-
Transporter-2 (SGLT-2) pada bagian Tubulus Kontortus Proksimal. Sedang 10%
sisanya akan direabsorpsi melalui peran SGLT-1 pada Tubulus Descenden dan
Ascenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DMT2

9,14
terjadi peningkatan ekspresi dari gen SGLT-2.

8. Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu obesitas

baik penderita DM maupun non-DM, dtemukan hiperinsulinemia yang merupakan

hasil mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Namun, nafsu makan pada

individu ini malah meningkat. Ini dikarenakan resistensi insulin yang berpengaruh

sampai otak.9,14

2.6 Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa
lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang- kurangnya
diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada
hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi
tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat .

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji


diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi,
riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr,
kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan
18
pada mereka yang positif uji penyaring. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan
melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa,
kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

2.7 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien DM.
15
Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :

Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa


nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit


mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.


Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

1. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan


anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% dan protein
10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks).
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara
yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini,
dapat dihitung dengan rumusberikut:

BeratBadan(kg)
IMT=
TinggiBadan(m)2

2. Latihan fisik/olahraga

Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive,
Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh
adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup
yang kurang gerak atau bermalasmalasan.

3. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan


kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat
resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien
DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada
pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun.

4. Obat : oral hipoglikemik, insulin


Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak
berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat
hipoglikemik

Obat – Obat Diabetes Melitus

a. Antidiabetik oral

Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah


dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan gejala,
optimalisasi parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe
1 penggunaan insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama
ditujukan untuk penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal
dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Obat
golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olah raga
dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%.

Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya.


Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi
diabetes. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan dengan
satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral
yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta
kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan
komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan

16
sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing.

b. Insulin

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin
mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan
dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut.
Untuk pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral,
kombinasi insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan
pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang
memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon
yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan
lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel
sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan
pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen,
menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.

2.8 Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi
akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua

18,19
kategori, yaitu :

a. Komplikasi akut

-  Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal (< 50
mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat
dialami 1-2 kali per minggu. Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-
sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat
mengalami kerusakan.

-  Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara


tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara
lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto
asidosis.

b. Komplikasi Kronis
- Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang
pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak),
mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.

- Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada


penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan
amputasi

BAB 3

LAPORAN KASUS

Nomor RM : 01.80.09

Tanggal Masuk : 17/7/2018 Ruang : Kelas 2 ruang 1-6

Dokter Penanggung Jawab Pasien :


Jam : 22.45 WIB
dr. Wahyu , Sp.PD

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Agus Tiarti Murni

Umur : 46 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Sudah menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Jawa
Agama : Islam

Alamat : jalan sekip dusun VI deli serdang sei mencirim


sunggal

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : Lemas

Telaah : Os mengeluhkan hal ini dialami sejak ± 1 hari SMRS.


Batuk tidak dijumpai. sesak nafas tidak di jumpai. Nyeri dada tidak di jumpai. Kebas
pada kedua tangan tidak di jumpai. Kebas tidak di jumpai pada kedua kaki. Mata
kabur tidak di jumpai. Sakit kepala tidak di jumpai. Demam tidak di jumpai. Os
mengeluhkan nafsu makan menurun dan os juga mengeluh ada penurunan berat
badan 5 hari SMRS. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak dijumpai.
Riwayat hipertensi tidak ditemukan. Riwayat DM dijumpai sejak 5 tahun ini dengan
KGD tertinggi >300 akan tetapi os tidak teratur minum obat. Pasien juga
mengeluhkan adanya buang air kecil terus menerus dan rasa haus. Os juga
mengeluhkan kesulitan defekasi.

RPT : DM

RPO : apidra

ANAMNESA ORGAN

Jantung Sesak nafas : (-) Edema : (-)

Angina pectoris : (-) Palpitasi : (-)


Lain-lain : (-)

Saluran Pernafasan Batuk-batuk : (-) Asma, bronkitis : (-)

Dahak : (-) Lain-lain : (-)

Saluran Pencernaan Nafsu makan : (+)  Penurunan BB : (+)

Keluhan mengunyah : (-) Keluhandefekasi : (-)

Keluhan perut : (-) Lain-lain : (-)

Saluran Urogenital Sakit buang air kecil : (-) BAK tersendat : (-)

Mengandung batu : (-) Keadaan urin : (-)

Haid : (-) Lain-lain : (-)

Sendi dan Tulang Sakit pinggang : (-) Keterbatasan gerak: (-)

Keluhan persendian : (-) Lain-lain : (-)

Endokrin Haus/Polidipsi : (+) Gugup : (-)

Poliuri : (+) Perubahan suara : (-)

Polifagi : (+) Lain-lain : (-)

Saraf Pusat Sakit kepala : (-) Hoyong : (-)

Lain-lain : (-)

Darah dan Pucat : (-) Perdarahan : (-)

Pembuluh Darah Petechie : (-) Purpura : (-)


Lain-lain : (-)

Sirkulasi Perifer Claudicatio intermitten: (-) Lain-lain : (-)

ANAMNESA FAMILI

Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS : Sedang

Keadaan Umum Keadaan Penyakit

Sensorium : Compos mentis Pancaran wajah : Lemah

Tekanan darah: 120/70 mmHg Sikap paksa : (-)

Nadi : 80 x/i, reg t/v: cukup Refleks fisiologis : (+)

Pernafasan : 20 x/i Refleks patologis : (-)

Temperatur :37,4 C

Anemia (-), Ikterus (-), Dyspnoea (-), Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)

BB
Turgor Kulit : Baik BW = x 100 %
TB−100

44
Keadaan Gizi : Normoweight BW = x 100 %=80 %
155−100

44
Berat Badan : 44 kg IMT = =18,31
( 1,55 ) x (1,55)

Tinggi Badan : 155 cm


KEPALA

Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil isokor, ukuran Ø
2mm/2mm, refleks cahaya direk (-/-)/indirek (-/-), kesan : normal

Lain-lain :(-)

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Mulut : Lidah : Dalam batas normal

Gigi geligi : Dalam batas normal

Tonsil/Faring : Dalam batas normal

LEHER

Struma tidak membesar, tingkat : (-)

Pembesaran kelenjar limfe : (-)

Posisi trakea : Medial TVJ : R- 2 cmH2O

Kaku kuduk : (-) Lain-lain : (-)

THORAKS DEPAN

Inspeksi

Bentuk : Simetris fusiformis

Pergerakan : Ketinggalan pernafasan ( - )

Lain-lain : (-)
Palpasi

Nyeri tekan : (-)

Fremitus suara: kanan = kiri

Iktus : Tidak teraba

Perkusi

Paru

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Batas Paru Hati R/A : ICS I/VI dextra

Peranjakan : ±2 cm

Jantung

Batas atas jantung : ICS III LMCS

Batas kiri jantung : ICS V LMCS

Batas kanan jantung : ICS IV LPSD

Auskultasi

Paru

Suara pernafasan : Vesikuler

Suara tambahan :-

Jantung
MI > M2, P2 > P1, T1 >T2, A2 > A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-)
HR: 80 x/menit, reguler, intensitas : cukup

THORAKS BELAKANG

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : kanan = kiri

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara pernafasan :Vesikuler

Suara tambahan :-

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : Simetris

Gerakan lambung/usus : Tidak terlihat

Vena kolateral :(-)

Caput medusa :(-)

Palpasi

Dinding abdomen : Soepel

HATI

Pembesaran : (-)
Permukaan : Tidak teraba

Pinggir : Tidak teraba

Nyeri tekan : (-)

LIMPA

Pembesaran : (-), Schuffner (-), Hecket (-)

GINJAL

Ballotement : (-)

UTERUS/OVARIUM : tidak dilakukan pemeriksaan

TUMOR : (-)

Perkusi

Pekak hati :(-)

Pekak beralih :(-)

Auskultasi

Peristaltik usus : ( + ) Normal

Lain-lain : (-)

PINGGANG

Nyeri ketuk sudut kosto vertebra : (-)

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan


GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)

Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan

Sphincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan

Lumen : Tidak dilakukan pemeriksaan

Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan

Sarung tangan : Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH


Kiri Kanan

Deformitas sendi : (-) Edema : (-) (-)

Lokasi : (-) A. Femoralis : (+) (+)

Jari tabuh : (-) A. tibialis posterior : (+) (+)

Tremor ujung jari : (-) A. dorsalis pedis : (+) (+)

Telapak tangan sembab: (-) Refleks KPR : (+) (+)

Sianosis : (-) Refleks APR : (+) (+)

Eritema Palmaris : (-) Refleks fisiologis : (+) (+)

Refleks patologis : (-) (-)


PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja

17 Juli 2018 Warna : - Warna : -

Hb: 13.64 g/dl Protein : - Konsistensi : -

Eritrosit: 4.33 x 106/mm3 Reduksi : - Eritrosit :-

Bilirubin : - Leukosit :-
Leukosit: 7,490/mm3
Urobilinogen : - Amoeba/Kista :-
Trombosit: 235,000/μL

Hematokrit: 39.2%
Sedimen :- Telur Cacing Ascaris :-
Hitung jenis
Eritrosit :- Ankylostoma :-
Eosinofil : 1.25 %
Leukosit :- T. Trichiura :-
Basofil : 0.27 %
Silinder :- Kremi :-
Neutrofil : 64.80 %
Epitel :-
Limfosit : 21.45%

Monosit: 12.23%

17 Juli 2018
Bakteri :-
GDS : 304 mg/dL

20 Juli 2018

GDS : 279 mg/dL

RESUME
Keluhan utama : lemas dan jantung berdebar

Telaah : Os mengeluhkan hal ini dialami sejak ± 1 minggu


SMRS. . Febris (-), cephalalgia (-), dyspnoea (-), Batuk tidak
dijumpai. Nafsu makan menurun (+) dan terdapat penurunan berat
ANAMNESA badan (+) 5 hari SMRS. Riwayat keluarga dengan keluhan yang
sama (-) . hipertensi (-) , DM (+) 5 tahun ini dengan KGD tertinggi
>300 akan tetapi os tidak Teratur minum obat. Poliuri dan polidipsi
(+), neuropati diabetik(-).

Keadaan Umum : Lemah

STATUS PRESENS Keadaan Penyakit : Sedang

Keadaan Gizi: Normal

TANDA VITAL

Sensorium: Compos mentis

Tekanandarah: 120/70 mmHg

Nadi: 80 reg t/v: cukup

Pernafasan: 18x/menit

Temperatur: 37,4 OC

STATUS LOKALISATA

Kepala: dalam batas normal


PEMERIKSAANFISIK
Leher : Dalam batas normal

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : soepel

Pinggang : dalam batas normal

Inguinal : Tidak dilakukan pemeriksaan

Genital luar : Tidak dilakukan pemeriksaan

Colok dubur : Tidak dilakukan pemeriksaan


RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / TINDAKAN LANJUTAN

1. Darah lengkap

2. Cek KGD sewaktu

3. EKG

4. HbA1C

5. Lipid profile

6. Elektrolit
BAB 4

FOLLOW UP

05 Juli 2018

S: Benjolan pada leher kiri (+), Nyeri (+)

O: sensorium CMTD: 134/80 HR: 112x/i RR:18x T:38,1 Mata anemis (-/-), ikterik (-/-), T/H
dalam batas normal, Leher : Tampak benjolan (+), nyeri (+), panas (+) Suara pernapasan :
vesikuler, Suara pernapasan tambahan (-), Abdomen : Simetris, peristaltic (+) H/L/R tidak
terabaOedem ekstremitas (-)
A: Abses o/t regio colli sinistra + DM tipe 2 + Konstipasi
P: Tirah baring
Diet DM 1700 kkal,
IVFD RL 10 gtt/i

Apidra 3 x 12 IV

Inj Furosemide 1 Amp / 12 jam

ISDN 3 X 5 mg

CPG 1 X 75 mg

Aspilet 1 X 80 mg

KSR 2 X 600 mg
R: Menunggu hasil KGD N, KGD 2 Jam PP, HbA1c, RFT

06 Juli 2018

S: Benjolan Pada Leher (+), Nyeri (+)

O: sensorium CMTD: 120/70 HR: 80x/i RR:18x T:37,6 Mata anemis (-/-), ikterik (-/-), T/H
dalam batas normal, Leher : Tampak benjolan (+), nyeri (+), panas (+) Suara pernapasan :
vesikuler, Suara pernapasan tambahan (-), Abdomen : Simetris, peristaltic (+) H/L/R tidak
terabaOedem ekstremitas (-)

A: DM tipe 2 + Abses o/t region colli sinistra

P: Tirah baring
Diet DM 1700 kkal,
IVFD RL 10 gtt/i

Apidra 3 x 12 IV

Inj Furosemide 1 Amp / 12 jam

ISDN 3 X 5 mg

CPG 1 X 75 mg

Aspilet 1 X 80 mg

KSR 2 X 600 mg
07 Juli 2018

S: Benjolan (+), Nyeri di leher pada benjolan

O: sensorium CMTD: 115/75 HR: 88x/i RR:16x T:36,6 Mata anemis (-/-), ikterik (-/-), T/H
dalam batas normal, Leher : Tampak benjolan (+), nyeri (+), panas (+) Suara pernapasan :
vesikuler, Suara pernapasan tambahan (-), Abdomen : Simetris, peristaltic (+) H/L/R tidak
terabaOedem ekstremitas (-)

A: DM tipe 2 + Nyeri akut

P: Tirah baring
Diet DM 1700 kkal,
IVFD RL 10 gtt/i

Apidra 3 x 12 IV

Inj Furosemide 1 Amp / 12 jam


ISDN 3 X 5 mg

CPG 1 X 75 mg

Aspilet 1 X 80 mg

KSR 2 X 600 mg
R/ Kaji skala nyeri
Pantau TTV
Kolaborasi pemberian terapi
09 Juli 2018

S: Benjolan pada leher (+)

O: sensorium CMTD: 124/70 HR: 92x/i RR: 18x T: 36,3 Mata anemis (-/-), ikterik (-/-), T/H
dalam batas normal, Leher : Tampak benjolan (+), nyeri (+), panas (+) Suara pernapasan :
vesikuler, Suara pernapasan tambahan (-), Abdomen : Simetris, peristaltic (+) H/L/R tidak
terabaOedem ekstremitas (-)
A: DM tipe 2 + Abses o/t Regio Colli Sinistra
P: Tirah baring
Diet DM 1700 kkal,
IVFD RL 10 gtt/i

Apidra 3 x 12 IV

Inj Furosemide 1 Amp / 12 jam

ISDN 3 X 5 mg

CPG 1 X 75 mg

Aspilet 1 X 80 mg

KSR 2 X 600 mg

R : Menunggu Hasil KGD


BAB 5

DISKUSI KASUS

Teori Pasien
Manifestasi :
1. poliuri Pasien mengeluhkan sesak nafas yang
2. polidipsi berkelanjutan selain itu pasien
3. polifagi mengeluhkan adanya keinginan BAK
4. penurunan berat badan terus menerus dan rasa haus. Penurunan
5. rasa mengantuk berat badan ditemukan padahal nafsu
6. keputihan (pada wanita) makan meningkat . Pasien ada
7. kebas di anggota gerak merasakan kebas yang hilang timbul di
8. gangguan penglihatan anggota gerak bawah. Pasien
9. gangguan lambung mengeluhkan nyeri dada.
Klasifikasi: Perempuan, usia 46 tahun, di diagnosa
1. tipe 1 dengan diabetes mellitus tipe 2 dengan
2. tipe 2 susp. CHF.
3. tipe lain
4. gestasional

Pemeriksaan Laboratorium: GDS : 304 mg/dl


1. KGD puasa > 126 mg
GDS : 279 mg/dl
2. KGD PP > 200 mg
3. HbA1C > 7% HbA1C hasil menyusul

Penatalaksanaan: Penatalaksanaan pada pasien :


 Tirah baring
 Diet DM 1700 kkal,
 IVFD RL 10 gtt/i
 Apidra 3 x 12 IV
 Inj Ferosemide 1 Amp / 12 jam
 ISDN 3 X 5 mg
 CPG 1 X 75 mg
 Aspilet 1 X 80 mg
 KSR 2 X 600 mg

BAB 6

KESIMPULAN
Seorang pasien perempuan berusia 46 tahun bernama Ny. S , didiagnosa dengan
DM tipe II + CHF berdasarkan anemnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pasien dirawat di RS Putri hijau dan telah di tatalaksana dengan Tirah
baring, Diet DM 1700 kkal, IVFD RL 10 gtt/I, Apidra 3 x 12 IV, Inj Ferosemide
1 Amp / 12 jam, ISDN 3 X 5 mg, CPG 1 X 75 mg, Aspilet 1 X 80 mg, KSR 2 X
600 mg.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snehalatha, Chamukuttan dan Ramachandran,Ambady. Diabetes melitus


dalam gizi kesehatanmasyarakat. Editor : Michael J Gibney, et al.Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2009.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan KesehatanDepartemen Kesehatan RI.
2008. Laporan hasil riset kesehatan dasar nasional tahun 2007.Jakarta.
Departemen Kesehatan RI.
3. Dewi, Rahmawati. Faktor resiko penderitadiabetes mellitus tipe II dengan
komplikasigangguan system kemih di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun
2010. Tesis Fakultas KedokteranUniversitas Andalas. Padang dalam
http://repository.unand.ac.id Diakses tanggal 2Juli2011.
4. Pozzo, Alba Morales, Pediatric Type 2 Diabetes mellitus dalam
http://emedicine. medscape.com diakses pada tanggal 15 Juni 2011.
5. American Diabetes Association. 2010. Clinical Practice Recommendations:
Report of the Expert Commite on the Diagnosis and Classifications of
Diabetes Mellitus Diabetes Care. USA: American Diabetes Association.
6. Depkes. 2008. Metode Pencegahan dan Penanggulangan Faktor Risiko
Diabetes Melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
7. Tandra H. 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Gramedia.
8. Perkeni. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe
2 di Indonesia 2011. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
9. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan
pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. PB Perkeni. Jul 2015
10. Schteingart DE. 2006. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus.
In Price S.A, Wilson L.M (Ed). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit 6th ed. Jakarta: EGC. hal:1259-72.
11. Sugondo S, Soewondo P, Subekti I. 2009. Penatalaksanaan diabetes melitus
terpadu. Edisi Ke-2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
12. Vitahealth. 2006. Diabetes Informasi Lengkap Untuk Penderita dan
Keluarganya. Jakarta: Gramedia.
13. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC. Vol 2. Ed 6. 2005

14. Buraerah, Hakim. Analisis Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe 2 di


Puskesmas Tanrutedong, Sidenreg Rappan,. Jurnal Ilmiah Nasional;2010
[cited 2010 feb 17]. Available from :http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?
tabID= 61&src=a&id=186192

15. Departemen Kesehatan. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes


Melitus. 2005.

16. Hastuti, Rini Tri. Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita
Diabetes Melitus Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
[dissertation]. Universitas Diponegoro (Semarang). 2008.

17. Waspadji S. Kaki diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III,
edisi kelima. Jakarta: Interna publishing, 2009.h.1961.

18. Bennett,P.Epidemiology of Type 2 Diabetes Millitus. In LeRoith et.al,


Diabetes Millitusa Fundamental and Clinical Text. Philadelphia : Lippincott
William &Wilkin s.2008;43(1): 544-7.

19. Teixeria L. Regular physical exercise training assists in preventing type 2


diabetes development: focus on its antioxidant and anti-inflammantory
properties. Biomed Central Cardiovascular Diabetology.2011; 10(2);1-15.

20. Harding, Anne Helen et al. Dietary Fat adn Risk of Clinic Type Diabetes.
American Journal of Epidemiology.2003;15(1);150-9.

Anda mungkin juga menyukai