Unit 3 Karbohidrat

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 26

A.

Judul Percobaan
Reaksi Karbohidrat

B. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini dengan menggunakan pereaksi
yang ada, diharapkan mahasiswa dapat:
1. Membedakan antara gula pereduksi dengan gula bukan pereduksi.
2. Membedakan antara disakarida yang mempunyai kumpulan aldehid
(hemiasetal) dan keton (hemiketal) bebas dan tidak bebas.

C. Landasan Toeri
Famili senyawa yang disebut karbohidrat meliputi zat-zat yang
sangat berlimpah dan penting dalam alam biologi. Jauh melebihi separuh
dari karbon organik di alam yang ada dalam bentuk karbohidrat. Yang
paling umum dari senyawa-senyawa ini adalah selulosa, yaitu karbohidrat
structural dalam tumbuhan. Seringkali karbohidrat dijadikan sebagai zat
seperti glukosa yang oleh banyak heterotrop digunakan sebagai sumber
energi primer. Akan tetapi, karbohidrat juga dapat dipakai untuk keperluan
struktural tidak hanya dalam tumbuhan, tetapi juga dalam dinding sel bakteri
dan dalam matriks atau zat dasar yang mengelilingi sel dalam jaringan
organisme tingkat tinggi (Soendoro, 1985: 147).
Istilah karbohidrat berasal dari kenyataan bahwa glukosa yang
merupakan karbohidrat sederhana yang pertama kali dikenal memiliki rumus
molekul C6H12O6 atau C6(H2O)6 dan dianggap sebagai hidrat dari
karbon. Dewasa ini, istilah karbohidrat diartikan sebagai kelompok besar
senyawa polihidroksi aldehida dan polihidroksi keton atau senyawa-senyawa
yang dapat dihidrolisis menjadi polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton.
Karbohidrat disintesis oleh ganggang hijau selama proses fotosintetis dengan
adanya bantuan dari energy cahaya (Wahjudi, 2005: 87).
Karbohidrat merupakan senyawa organik yang paling banyak
terdapat di alam. Hampir seluruh tanaman dan hewan mensintesis dan
memetabolisme karbohidrat. Karbohidrat disintesis dalam tanaman selama
fotosintesis. Melalui proses yang kompleks, sinar matahari mengubah CO 2
dari udara dan H2O dari dalam tanah (dengan tekanan osmosis diangkut ke
hijau daun-klorofil) menjadi glukosa. Proses ini dinyatakan dalam persamaan
reaksi seperti dibawah ini.
6CO2 + 6H2O matahari 6CO2 + C6H12O6 (selulosa, starch)
senyawa karbohidrat seperti gula dan pati berada dalam makanan, sedangkan
selulosa terdapat dalam kayu, kertas, dan katun (Riswiyanto, 2009: 365).
Karbohidrat umumnya digolongkan menurut strukturnya yaitu
monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Istilah sakarida berasal dari
bahasa latin (saccharum = gula) dan mengacu pada rasa manis pada banyak
senyawa karbohidrat sederhana. Hasil hidrolisis ketiga kelas utama
karbohidrat saling berikatan:
Polisakarida H2O Oligosakarida H2O Monosakarida
H+ +
H
Contoh khas ialah hidrolisis pati menjadi maltosa dan akhirnya glukosa.
[C12H20O10]n nH2O nC12H22O11 nH2O 2 nC6H12O6
Pati Maltosa Glukosa
(polisakarida) (disakarida) (monosakarida)
(Hart, 1983: 332).
Monosakarida adalah suatu karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis
menjadi molekul yang lebih sederhana lagi. Glukosa dan fruktosa termasuk
ke dalam golongan monosakarida. Karbohidrat kompleks adalah karbohidrat
yang terbentuk dari dua atau lebih monosakarida. Sukrosa merupakan
disakarida yang terdiri dari beberapa ribu molekul glukosa yang berikatan
bersama-sama. Jika dihidrolisis polisakarida akan terurai menjadi molekul-
molekul dari monosakaridanya (Riswiyanto, 2009: 366).
Suatu monosakarida adalah baik suatu polihidroksi aldehida maupun
polihidroksi keton dengan rumus empiris total (CH2O)n. Dari rumus ini dapat
dengan mudah terlihat bagaimana telah timbul penunjukan “karbohidrat”.
Jika dikurangi dengan unsur-unsur H2O dari rumus empiris untuk
monosakarida, akan tinggal hanya karbon. Monosakarida selanjutnya terbagi
menjadi dua kelompok, aldose dan ketosa, tergantung pada sifat gugus
fungsional, aldehid atau keton (Soendoro, 1985: 147).
Monosakarida dapat juga diklasifikan sebagai aldosa dan ketosa.
Awalan aldo dan keto menunjukkan jenis gugus aldehida atau keton di dalam
suatu sakarida, sedangkan akhiran –osa menunjukkan karbohidrat. Jumlah
atom karbon dalam karbohidrat ditunjukkan dengan menggunakan tri, tetra,
penta, heksa, dan seterusnya. Kriteria penggolongan monosakarida juga
ditentukan berdasarkan jumlah atom karbon asimetri pembentuknya.
Contohnya, glukosa adalah suatu aldoheksosa (suatu gula yang termasuk
golongan aldehida dengan enam atom karbon), fruktosa adalah suatu
ketoheksosa (gula keton yang beratom karbon enam).

CHO CH2OH
CHO
H C OH C O
H C OH
HO C H HO C H
H C OH
H C OH H C OH
H C OH
H C OH H C OH
CH2OH
CH2OH CH2OH
Glukosa fruktosa ribosa
(suatu aldoheksosa) (suatu ketoheksosa) (suatu aldopentosa)

(Riswiynto, 2009: 366).


Kebanyakan sifat kimia monosakarida menyerupai sifat-sifat kimia
alkohol atau aledhid/keton. Gugus hidroksil monosakarida dapat membentuk
ester dan eter melalui beberapa reaksi. Gugus karbonil monosakarida bila
direduksi dengan natrium borohidrida membentuk alditol, dan bisa dioksidasi
oleh air brom membentuk asam aldonat. Oksidasi monosakarida oleh asam
nitrat hangat membentuk asam aldarat, dan bila direaksikan dengan suatu
alkohol dengan katalis asam membentuk glikosida. Monosakarida dapat
mengalami perpanjangan rantai dengan sintesis Kiliani-Fischer dan
perpendekan rantai dengan degradasi wohl (Wahjudi, 2005: 108).
Oligosakarida yang paling umum adalah disakarida yang tersusun
dari dua satuan monosakarida (identik atau berbeda) yang digabungkan oleh
ikatan glikosida yang dapat dihidrolisasikan. Selibiosa merupakan disakarida
yang dianggap merupakan suatu suatu pengulang dasar dalam selusosa.
Sukrosa (gula tebu) merupakan disakarida yang barangkali paling banyak kita
mendapatkan pengalaman secara langsung. Karena ikatan glikosida terbentuk
dari hidroksil anomerik dari kedua satuan monosakarida maka sukrosa
bukanlah gula pereduksi. Jadi ia tidak mengalami mutarotasi. Sukrosa dapat
dihidrolisis baik secara enzimatik maupun secara kimia untuk menghasilkan
suatu campuran keseimbangan dari glukosa dan fruktosa yang lebih manis
untuk berat yang sama daripada sukrosa (Soendoro, 1985: 155-157).
Sukrosa (C12H22O11) tidak dapat mereduksi pereaksi
Tollens/Fehling/Benedict dan juga tidak dapat membentuk osazon. Hidrolisis
menggunakan enzim invertase atau dengan asam akan menghasilkan α- D-
(+) -glukopiranosa dan β- D- (-) - fruktofuranosa. Laktosa (C12H22O11)
merupakan gula yang terdapat dalam air susu ibu dan hewan menyusui.
Laktosa termasuk dalam golongan gula pereduksi. Laktosa dapat bereaksi
dengan fenilhidrazin membentuk osazon, dapat melakukan mutarotasi,
dan jika dihidrolisis akan menghasilkan β- D- (+) - galaktopiranosa dan α- D-
(+) - glukopiranosa. Selobiosa didapatkan dari hidrolisis selulosa. Sifat
kimia dan strukturnya hampir mirip dengan sifat-sifat kimia dan
struktur dari maltosa (Riswiyanto, 2009: 380-381).
Barangkali yang terpenting dari semua disakarida adalah sukrosa
yaitu gula biasa. Hidrolisis sukrosa menghasilkan D-glukosa dan gula keto D-
fruktosa dalam jumlah sama. Sukrosa berbeda dengan disakarida yang telah
diuraikan sebelumnya karena kedua karbon anomerik dari dua unitnya terlibat
dalam pembentukan ikatan elikosida, yaitu C-1 dari unit glukosa terikat
melalui oksigen ke C-2 pada unit fruktosa. Kedua karbon anomeriknya terikat
sehingga pada setiap unit monosakarida tidak lagi terdapat gugus hemiasetal,
karena itu taka ada unit dari sukrosa yang berada dalam kesetimbangan
dengan bentuk asikliknya (Hart, 1983: 348).
Polisakarida adalah senyawa karbohidrat kompleks. Bila dihidrolisis
polisakarida akan menghasilkan banyak unit monosakarida. Polisakarida
terdiri atas dua jenis yaitu homopolisakarida (mengandung hanya satu saja
jenis unit monomer) dan heteropolisakarida (mengandung dua atau lebih jenis
unit monosakarida yang berbeda). Polisakarida biasanya tidak berasa, tidak
larut dalam air, dan memiliki berat molekul yang tinggi. Contoh
homopolisakarida adalah pati, sedangkan asam hialuronat pada jaringan
pengikat mengandung residu dua jenis unit gula secara berganti-ganti
merupakan contoh dari heteropolisakarida. Beberapa polisakarida yang
penting diantaranya adalah amilum. Polisakarida yang dapat larut dalam air
akan membentuk larutan koloid (Sumunar dan Estiasih, 2015: 110).
Polisakarida merupakan senyawa polimer yang terdiri dari ratusan
bahkan sampai ribuan molekul (monomer/mer) monosakarida. Polisakarida
merupakan polimer yang terbentuk di alam. Ada tiga jenis polisakarida
yang paling banyak ditemukan, yaitu selulosa, pati (starch) dan glikogen.
Selulosa dan pati dihasilkan dalam tanaman dan terbentuk dari
karbon dioksida dan air melalui fotosintesis, sedangkan glikogen terdapat
di dalam tubuh manusia dan binatang sebagai cadangan energi. Di dalam
molekul selulosa, monomer-monomernya tersusun secara linear, sedangkan
di antara pita-pita satuan polimernya tersusun secara parallel. Oleh karena
itu, di antara pita-pita polimer tersebut terdapat banyak jembatan
hidrogen intermolekuler dan intramolekuler yang menyebabkan selulosa
mempunyai struktur yang massif/kompak dan merupakan struktur dasar
sel tumbuh-tumbuhan (Riswiyanto, 2009: 382).
Polisakarida sangat erat bertalian dalam biokimia permukaan sel.
Di dalam sel hewan tingkat lebih tinggi heteropolisakarida, glikoprotein,
dan liposakarida (polisakarida yang dikenal sebagai secara kovalen
terikat pada lipida) berhubungan dengan sifat-sifat antigenic beberap
bakteri., kulit luar yang langsing atau kapsul dalam bakteri lain, dan struktur
kovalen dasar dari dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri merupakan
kulit pelindung yang berstruktur sangat tinggi yang mengelilingi
membran bakteri dan mempunyai tingkat kekuatan mekanik cukup
besar. Kekuatan ini sangat penting bagi organisme yang hidup bebas
sepert bakteri, yang harus mampu untu ada dalam lingkungan
hipo-osmotikik dimana sel yang tak terlindungi akan menyerap air dan pecah
akibat lisa hipotonik (Soendoro, 1985: 162).
Gula reduksi merupakan golongan gula (karbohidrat yang dapat
mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa
dan fruktosa. Ujung dari suatu gula reduksi adalah ujung yang mengandung
gugus aldehid atau gugus keton bebas. Umumnya pada gula-gula reduksi
mempunyai struktur hemiasetal atau hemiketal. Semua monosakarida
(glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa), kecuali
sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula reduksi. Umumnya
gula reduksi yang dihasilkan selalu berhubungan erat dengan aktivitas enzim,
yaitu semankin tinggi aktivitas enzim maka semakin tinggi pula gula
pereduksi yang dihasilkan (Dewi dkk, 2018: 3-4).
Keterkaitan stereokimia di antara monosakarida-monosakarida
digambarkan dengan beberapa cara. Proyeksi fischer menggambarkan atom-
atom karbon kiral sebagai sepasang garis bersilang. Proyeksi Haworth
digunakan untuk menggambarkan monosakarida dalam bentuk hemiasetal.
Setiap gugus yang terletak di kanan pada proyeksi Fischer digambarkan di
bawah pada proyeksi Haworth (Wahjudi, 2005: 108).
Uji Benedict bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi
dalam larutan sampel. Prinsip dari uji ini adalah gugus aldehid dan atau keton
bebas pada gula reduksi yang terkandung dalam sampel mereduksi ion
Cu2+dari CuSO4.5H2O dalam suasana alkalis diperolehdari Na2CO3dan Na
sitrat yang terdapat pada reagen Benedict. Pada uji ini menghasilkan endapan
merah bata yang menandakan adanya gula pereduksi pada sampel. Endapan
yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata tergantung pada
konsentrasi gula reduksinya. Semakin berwarna merah bata larutan, maka
gula reduksinya juga semakin banyak (Kusbandari,2015:38).
Pembentukan Osazon, selain untuk mengidentifikasi suatu
monosakarida juga dapat digunakan untuk menentukan konfigurasi
suatu monosakarida. Pembentukan Osazon akan menghilangkan konfigurasi
pada pusat atom stereogenik C-2 pada aldosa atau C-3 pada pada
ketosa, tetapi tidak akan mempengaruhi konfigurasi pusat atom stereogenik
yang lain. Dua buah senyawa aldosa yang berbeda konfigurasinya hanya
pada atom C-2 saja disebut epimer atau secara umum sering disebut
sebagai pasangan diastereomer (Riswiyanto, 2009: 376)

D. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Gelas kimia 100 mL 4 buah
b. Gelas kimia 250 mL 2 buah
c. Gelas kimia 800 mL 1 buah
d. Kaki tiga dan kasa asbes @1 buah
e. Pembakar spiritus 1 buah
f. Corong biasa 1 buah
g. Gelas ukur 3 buah
h. Pipit tetes 5 buah
i. Tabung reaksi kecil 26 buah
j. Tabung reaksi sedang 1 buah
k. Tabung reaksi besar 1 buah
l. Rak tabung reaksi 2 buah
m. Pinset 1 buah
n. Lap kasar 1 buah
o. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan Glukosa (C6H12O6)
b. Larutan Fruktosa (C6H12O6)
c. Larutan Sukrosa (C12H22O11)
d. Larutan Laktosa (C12H22O11)
OH

e. Larutan Alfa Naftol 1,5 M


f. Pereaksi Tollens
g. Larutan Natrium Hidroksida 5% (NaOH)
h. Asam Klorida 10% (HCl)
i. Larutan asam sulfat pekat (H2SO4)
j. Larutan sampel X
k. Pereaksi Benedict
l. Fenilhidrazin (C6H5NHNH2)
m. Aquades (H2O(l))
n. Es batu (H2O(s))
o. Kapas
p. Kertas lakmus biru
q. Kertas saring
r. Korek api
s. Tissu

E. Prosedur Kerja
1. Uji Molisch
a. Tabung reaksi sebanyak 4 buah disediakan.
b. Tabung reaksi masing-masing diisi dengan larutan gula (glukosa,
fruktosa, sukrosa, dan laktosa) sebanyak 2 mL.
c. Tabung reaksi masing-masing ditambahkan dengan 2 tetes α naftol.
d. Sebanyak 2 mL larutan H2SO4 pekat ditambahkan.
e. Perubahan yang terjadi diamati.
2. Uji Tollens
a. Sebanyak dua buah tabung reaksi disiapkan.
b. Sebanyak 2 mL pereaksi Tollens dimasukkan ke dalam masig-masing
tabung.
c. Sebanyak 5 tetes larutan glukosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi
pertama dan sebanyak 5 tetes larutan sukrosa dimasukkan ke dalam
tabung reaksi kedua.
d. Perubahan yang terjadi diamati.
3. Uji Benedict
a. Sebanyak empat buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing
tabung diisi dengan 5 mL pereaksi Benedict.
b. Sebanyak 10 tetes larutan gula (glukosa, fruktosa, sukrosa, dan
laktosa) dimasukkan ke dalam masing-masing tabung.
c. Larutan dipanaskan sampai terjadi perubahan.
4. Uji Osazon
a. Sebanyak empat buah tabung reaksi disiapkan dan diisi dengan 4 mL
larutan gula (sukrosa, fruktosa, glukosa dan laktosa).
b. Tabung reaksi masing-masing ditambahkan dengan 1 mL
fenilhidrazin.
c. Larutan dikocok hingga homogen.
d. Tabung disumbat dengan kapas dan dimasukkan ke dalam air
mendidih selama 30 menit.
e. Tabung reaksi didinginkan didalam gelas kimia yang berisi es batu.
f. Perubahan yang terjadi diamati.
5. Hidrolisis Sukrosa oleh Asam
a. Sebanyak 10 mL larutan sukrosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
b. Sebanyak 10 mL larutan asam klorida 10% ditambahkan.
c. Tabung reaksi dipanaskan selama 50 menit dalam air mendidih dan
didinginkan.
d. Larutan dinetralkan dengan larutan NaOH dan diuji dengan kertas
lakmus merah dan biru.
e. Sebanyak 5 mL pereaksi Benedict dimasukkan ke dalam tabung reaksi
berbeda.
f. Sebanyak 10 tetes hasil hidrolisis sukrosa ditambahkan.
g. Larutan kemudian dipanaskan hingga terjadi perubahan.
h. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil uji Benedict sukrosa
sebelumnya.
6. Identifikasi gula
a. Larutan gula X dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
b. Larutan gula X dilakukan uji Molisch, uji Tollens, uji Benedict, uji
osazon, dan hidrolisis oleh asam.
F. Hasil Pengamatan
1. Uji Molisch

Perlakuan Hasil
Glukosa 2 mL + 2 tetes α-naftol + Terbentuk cincin furfural (ungu)
2 mL H2SO4
Sukrosa 2 mL + 2 tetes α-naftol + Larutan sedikit keruh, Terbentuk
2 mL H2SO4 cincin furfural (ungu)
Fruktosa 2 mL + 2 tetes α-naftol + Larutan sedikit keruh, Terbentuk
2 mL H2SO4 cincin furfural (ungu)
Laktosa 2 mL + 2 tetes α-naftol + Larutan sedikit keruh, Terbentuk
2 mL H2SO4 cincin furfural (ungu)
Larutan sampel x 2 mL + 2 tetes Larutan sedikit keruh, Terbentuk
α-naftol + 2 mL H2SO4 cincin furfural (ungu)
2. Uji Tollens

Perlakuan Hasil
Pereaksi Tollens 2 mL + 5 tetes Terbentuk cermin perak
Glukosa
Pereaksi Tollens 2 mL + 5 tetes Tidak terbentuk cermin perak
Sukrosa
Pereaksi Tollens 2 mL + 5 tetes Tidak terbentuk cermin perak
sampel x
3. Uji Benedict
Perlakuan Hasil
Glukosa 10 tetes + 5 mL Benedict Terbentuk endapan merah bata

Fruktosa 10 tetes + 5 mL Benedict Terbentuk endapan merah bata

Sukrosa 10 tetes + 5 mL Benedict Tidak terbentuk endapan merah


bata (berwarna biru)
Laktosa 10 tetes + 5 mL Benedict Terbentuk endapan merah bata

Sampel x 10 tetes + 5 mL Benedict Tidak terbentuk endapan merah


bata (biru agak kehijauan)
4. Uji Osazon
Perlakuan Hasil
4 mL Glukosa + 1 mL Larutan berwarna coklat
Fenilhidrazin

Setelah dipanaskan Tidak terjadi perubahan


Setelah didinginkan + disaring Terbentuk hablur kuning
Setelah dikeringkan -
4 mL Fruktosa + 1 mL Larutan berwarna cokelat
Fenilhidrazin

Setelah dipanaskan Tidak terjadi perubahan


Setelah didinginkan + disaring Terbentuk hablur kuning
Setelah dikeringkan -
4 mL Sukrosa + 1 mL Larutan berwarna coklat
Fenilhidrazin

Setelah dipanaskan Tidak terjadi perubahan


Setelah didinginkan + disaring Tidak Terbentuk hablur kuning
Setelah dikeringkan -
4 mL Laktosa + 1 mL Larutan berwarna cokelat
Fenilhidrazin

Setelah dipanaskan Tidak terjadi perubahan


Setelah didinginkan + disaring Terbentuk hablur kuning
Setelah dikeringkan -
4 mL Sampel x + 1 mL Larutan berwarna coklat
Fenilhidrazin

Setelah dipanaskan Tidak terjadi perubahan


Setelah didinginkan Tidak terbentuk hablur kuning
5. Hidrolisis Sukrosa oleh Asam
Perlakuan Hasil
10 mL Sukrosa + 10 mL HCl Larutan tak berwarna
10 %
Dipanaskan 50 menit Larutan berwarna kekuningan
Didinginkan dan dinetralkan Berwarna kekuningan
dengan 5 tetes NaOH 10 %
Diuji dengan kertas lakmus biru Kertas lakmus biru berubah
menjadi warna merah
10 tetes larutan hasil + 5 mL Larutan berwarna biru kehijauan
Benedict (warna Benedict)
Setelah dipanaskan Terbentuk endapan merah bata
10 mL larutan x + 10 mL HCl Larutan tak berwarna
10%
Dipanaskan selama 50 menit Larutan berwarna kuning
Didinginkan dan dinetralkan Larutan berwarna kuning
dengan 5 tetes NaOH 10 %
Diuji dengan lakmus biru Lakmus biru menjadi warna merah
10 tetes larutan hasil +5 mL Larutan berwarna biru terang
Benedict (warna Benedict)
Setelah dipanaskan Menghasilkan endapan merah bata

G. Pembahasan
Karbohidrat merupakan kelompok besar senyawa polihidroksi
aldehida dan polihidroksi keton atau senyawa-senyawa yang dapat
dihidrolisis secara sempurna menjadi polihidroksi aldehid atau polihidroksi
keton (Wahjudi, 2005: 87). Karbohidrat umumnya digolongkan menurut
strukturnya yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Istilah
sakarida berasal dari bahasa latin (saccharum = gula) dan mengacu pada rasa
manis pada banyak senyawa karbohidrat sederhana. Contoh khas ialah
hidrolisis pati (polisakarida) menjadi maltosa (disakarda) dan akhirnya
glukosa (monosakarida) (Hart, 1983: 332).
Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami struktur
glukosa, fruktosa, sukrosa, dan laktosa; dapat membedakan antara gula
pereduksi dengan gula bukan perduksi; dan dapat membedakan antara
disakarida yang mempunyai kumpulan aldehid (hemiasetal) atau keton
(hemiketal) bebas dan tidak bebas. Pada percobaan ini dilakukan beberapa
pengujian seperti uji molisch, uji benedict, uji Tollens, uji osazon, dan
hidrolisis sukrosa oleh asam. Sampel yang digunakan dalam percobaan ini
adalah larutan glukosa, sukrosa, fruktosa, laktosa, dan sampel x.
1. Uji Molisch
Uji molisch bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan
karbohidrat dalam larutan gula yang diuji. Larutan gula yang diuji yaitu
glukosa, fruktosa, sukrosa, dan laktosa. Uji positif dari percobaan ini
adalah terbentuknya cincin ungu pada larutan. Prinsip dasar dari uji
molisch ini adalah reaksi dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat dan alfa-
naftol yang akan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
(furfural).
Percobaan ini diawali dengan mencampurkan larutan α-naftol ke
dalam masing-masing larutan gula yang diuji (glukosa, fruktosa, sukrosa,
dan laktosa). Alfa-naftol disini berfungsi sebagai reagen yang akan
bereaksi dengan karbohidrat membentuk cincin berwarrna ungu. Hasil
yang diperoleh dari pencampuran ini adalah larutan menjadi sedikit
keruh. Selanjutnya campuran tersebut ditambahkan larutan H2SO4 pekat
melalui dinding tabung. Penambahan H2SO4 pekat melalui dinding
tabung dikarenakan larutan H2SO4 bersifat eksotermis sehingga panas
dari larutan tersebut dapat melubangi dasar tabung reaksi. Selain itu agar
larutan gula berada di atas H2SO4 tanpa terjadi pencampuran.
Fungsi penambahan H2SO4 pekat adalah sebagai katalis yang
dapat mempercepat terjadinya reaksi, memberikan suasana asam, dan
menghidrolisis ikatan sakarida untuk menghasilkan furfural serta
memutuskan ikatan glikoidik pada rantai karbohidrat polisakarida
menjadi senyawa monosakarida dan disakarida. Reaksi pembentukan
furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul air dari suatu
senyawa. Fulfural ini kemudian bereaksi dengan α-naftol membentuk
cincin berwarna ungu. Pembentukan cincin ungu terdapat pada batas
antara cairan H2SO4 pekat dan larutan gula. Campuran kemudian
didiamkan beberapa saat agar cincin yang terbentuk dapat terlihat lebih
jelas. Setelah didiamkan, perubahan yang terjadi pada larutan gula yakni
glukosa, fruktosa, sukrosa, dan laktosa terbentuk tiga lapisan dimana
pada lapisan bagian tengan diperoleh cincin berwarna ungu (furfural).
Hasil uji molisch semua sampel pada percobaan ini
menunjukkan nilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa
semua sampel mengandung karbohidrat. Furfural pada
setiap sampel bereaksi dengan α-naftol pada pereaksi
molisch yang menghasilkan cincin ungu di antara dua fase
yang terbentuk. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Glukosa
H2C OH
O
H
H
H O
+ 2
OH H + H 2 S O 4
HO O
OH
HO OH OH

H OH Hidro ksi metil alfa-nafto l


G lu k o s a furfural
O

+
O
HO O

HO

Cincin ungu senyawa ko mpleks

H2C OH
O
H
H
H O
+ 2
OH H + H 2 S O 4 HO O
OH
HO OH OH

H OH Hidroksi metil alfa-naftol


G lu k o s a furfural
O

+
O
HO O

HO

Cincin ungu senyawa kompleks

b. Fruktosa
H2 C OH O H
O
+ 2
HO
H OH
CH2OH + H 2S O 4
HO O
OH
OH

OH H Hidroksi alfa-naftol
fruktosa metil furfural
O

+
O
HO O

HO
Cincin ungu senyawa kompleks

c. Sukrosa
OH
H OH
H O O
H O
+ 2
H
OH H
O
H OH + H 2S O 4
HO O
OH
OH OH
HO
OH H Hidroksi metil alfa-naftol
H OH
furfural
S u k ro sa
O

+
O
HO O

HO
Cincin ungu senyawa kompleks

d. Laktosa
OH OH
H
O
+
H O O
H H 2
OH H
O OH H
OH
+ H 2S O 4
HO O
OH

HO OH

H OH H OH Hidroksi metil alfa-naftol


furfural
L a k to sa
O

+
O
HO O

HO
Cincin ungu senyawa kompleks

2. Uji Tollens
Pereaksi tollens merupakan pengoksidasi lemah yang dapat
digunakan untuk mengoksidasi gugus aldehid., -CHO menjadi asam
karboksilat, –COOH. Percobaan ini bertujuan untuk membedakan antara
gula pereduksi dan gula bukan pereduksi. Gula pereduksi akan mereduksi
Ag menjadi Ag+ yang ada pada larutan gula sedangkan gula bukan
pereduksi tidak dapat bereaksi dengan pereaksi Tollens. Sebagaimna
yang dinyatakan dalam Poedjiadi dan Titin (2009) yang menyatakan
bahwa sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus
aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat.
Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam
misalnya ion Cu+ dan ion Ag+ yang terdapat pada
pereaksi-pereaksi tertentu. Uji positif pada percobaan ini adalah
terbentuknya cermin perak pada dinding tabung yang mengandung gugus
aldehid yang merupakan gula pereduksi. Hal ini didukung teori
Wahjudi dkk (2003:108) yang menyatakan bahwa jika
digunakan pereaksi Tollens maka akan dihasilkan logam
perak sebagai lapisan cermin pada dinding tabung reaksi
dan jika digunakan pereaksi fehling atau benedict
dihasilkan endapan tembaga (I) oksida sebagai indikator
terjadinya reaksi. Bukan hanya aldosa sebagai gula
pereduksi, tetapi ketosa juga merupakan gula pereduksi
sebagaimana aldosa.
Larutan gula yang diuji pada percobaan ini adalah larutan glukosa
dan sukrosa yang direaksikan dengan pereaksi Tollens. Hasilnya adalah
glukosa membentuk cermin perak sedangkan sukrosa tidak membentuk
cermin perak. Hal ini disebabkan karena glukosa yang termasuk dalam
golongan monosakarida memiliki gugus aldehid bebas sehingga dapat
dioksidasi oleh pereaksi Tollens. Gugus aldehid dapat dioksidasi oleh
pereaksi Tollens karena pada gugus karbonilnya mengandung atom
hidrogen. Sementara untuk sukrosa tidak terbentuk cermin perak. Hal ini
berarti bahwa sukrosa tidak memiliki gugus aldehid bebas sesuai dengan
teori (Sumardjo, 2008: 224) yaitu struktur sukrosa tersusun atas glukosa
dan fruktosa yang keduanya berikatan melalui atom oksigen pada atom-
atom hemiasetal atau hemiketal sehingga sukrosa tidak lagi memiliki
radikal laktol bebas, sehingga sukrosa tidak dapat mereduksi pereaksi
Tollens. Adapun reksi yang terjadi:
a. Glukosa
H 2 C OH H 2 C OH
H O H OH
H
H -
OH H + 2 A g (N H 3) + O H H
OH H
H

HO OH HO
P e r e a k s i T o lle n s OH
H OH OH
H
G lu k o s a

+ 2A g + 3N H 3 + H 2O

E n d a p a n c e r m in
p era k

b. Sukrosa
OH
H OH
H
H O O
H
OH H
O
H OH + 2 A g (N H 3) + O H -

OH
HO P e r e a k s i T o lle n s
OH H
H OH
S u k ro sa

3. Uji Benedict
Pereaksi benedict merupakan larutan yang mengandung tembaga
(II) sulfat (CuSO4) dalam larutan natrium sitrat. Gugus aldehid
atau keton bebas pada gula reduksi yang terkandung
dalam sampel mereduksi ion Cu2+ dari CuSO4.H2O dalam
suasana alkalis menjadi Cu+ yang mengendap menjadi
Cu2O. Suasana alkais diperoleh dari Na2CO3 dan Na sitrat
yang terdapat pada reagen Benedict. Pada uji ini
menghasilkan endapan merah bata. Semakin berwarna
merah bata maka gula reduksinya semakin banyak
(Kusbandari, 2015: 38).

Uji benedict bertujuan untuk mengidentifikasi gugus aldehid dan


membedakan antara gula pereduksi dan gula non pereduksi. Prinsip dari
uji benedict adalah larutan CuSO4 dalam suasana alkali akan
direaksikan dengan gula pereduksi sehingga CuO tereduksi menjadi
Cu2O berwarna merah bata. Pereaksi benedict berupa larutan yang
mengandung kuprisulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Uji
positif pengujian benedict adalah terbentuknya endapan merah bata
Cu2O pada larutan gula.
Percobaan dilakukan dengan mereaksikan larutan gula yang akan
diuji (glukosa, fruktosa, sukrosa, dan laktosa) dengan larutan Benedict.
Fungsi pereaksi benedict yaitu untuk menguji keberadaan gula
pereduksi dalam suatu larutan gula. Kemudian dilakukan pemanasan
yang bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Setelah
pemanasan diperoleh hasil pada glukosa, fruktosa, dan laktosa
terbentuk endapan merah bata. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
karbohidrat yang bereaksi dengan Ag+ atau Cu2+ disebut gula pereduksi,
dalam hal ini digunakan pereaksi benedict sehingga karbohidrat
bereaksi dengan Cu2+ sebab reduksi terhadap logam diiringi dengan
oksidasi terhadap suatu gugus aldehida. Reagen benedict digunakan
untuk menguji keberadaan gula pereduksi (Hart dkk, 2003: 500).
Sementara pada sukrosa tidak terbentuk endapan merah bata melainkan
larutan berwarna. Hal ini sesuai dengan teori sebagaimana menurut (Hart, 1990:
348), sukrosa memiliki dua karbon anomerik yang terlibat dalam pembentukan
ikatan glikosida sehingga setiap unit monosakaridanya tidak lagi terdapat gugus
hemiasetal dan karena tidak ada lagi gugus aldehid atau keto yang bebas, sukrosa
tidak dapat lagi mereduksi pereaksi benedict. Karena itu sukrosa dinamakan gula
non pereduksi. Selain itu, menurut (Riswiyanto, 2009: 380) sukrosa tidak dapat
melakukan mutarotasi, ini menunjukkan bahwa sukrosa tidak mengandung C-
anomer pada ujungnya. Ujung molekul sukrosa tidak mempunyai gugus -OH
bebas. Adapun reaksi yang teradi pada percobaan ini:
a. Glukosa
H 2C OH H 2 C OH
O H OH
H H
H
OH H + 2C u 2+
+ 5O H
H
OH H
O
+ C u 2O + 3 H 2O
HO OH
HO OH E ndapan
H OH H OH m e ra h b a ta
G lu k o s a

b. Fruktosa
H H 2 C OH
H2C OH O
H OH
H

HO
H OH
CH2 OH + 2 C u 2+ + 5O H OH H
CH 2 OH
+ C u 2O + 3 H 2O
HO E ndapan
H
OH
H OH m e ra h b a ta
Fruktosa

c. Sukrosa
OH
H OH
H
H O O
H
OH H
O
H OH
OH
+ 2 C u 2+ + 5O H
HO
OH H
H OH
S u k ro sa

d. Laktosa
OH OH OH OH

H O H H O OH H O OH H O H
H H H H
OH H O OH H OH H + OH H + 2 C u 2 ++ 5 O H
HO H HO H HO OH
H OH H OH H OH H OH
L a k to sa D - G lu k o s a D - g a la k t o s a

OH OH

H OH OH OH
+C u 2O + 3 H 2O
H O H O
endapan
OH H o - OH H o-
m e ra h b a ta
HO H

H OH H OH
asam asam
g lu k o n a t g a la k r o n a t

4. Uji Osazon
Uji Osazon bertujuan untuk membedakan antara disakarida
yang mempunyai kumpulan aldehid (hemiasetal) dan keton
(hemiketal) bebas dan tidak bebas. Uji positif dari percobaan ini
adalah terbentuk hablur kuning, akibat dari monosakarida
bereaksi dengan fenilhidrazin. Menurut (Sumardjo, 2009: 213)
Osazon adalah suatu kristal berwarna kuning yang sukar larut
dalam air, dan terbentuk apabila kita memanaskan monosakarida
atau disakarida pereduksi dengan fenilhidrazin. Sebuah molekul
fenilhidrazin dipakai untuk mengoksidasi alkohol sekunder
menjadi keton. Semua karbohidrat yang mempunyai gugus
aldehid atau keton bebas akan membentuk Osazon bila
dipanaskan bersama dengan fenilhidrazin.
Larutan gula yang diuji yaitu glukosa, fruktosa, sukrosa,
dan laktosa direaksikan dengan fenilhidrazin membentuk larutan
berwarna coklat. Selanjutnya dilakukan pemanasan yang
bertujuan untuk mempercepat reaksi karena Osazon dapat
terbentuk saat dipanaskan, hal ini sesuai denga teori menurut
(Sumardjo, 2009: 213) bahwa Osazon adalah suatu kristal
berwarna kuning yang sukar larut dalam air, dan terbentuk
apabila kita memanaskan monosakarida atau disakarida
pereduksi dengan fenilhidrazin. Sebuah molekul fenilhidrazin
dipakai untuk mengoksidasi alkohol sekunder menjadi keton.
Semua karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton
bebas akan membentuk Osazon bila dipanaskan bersama dengan
fenilhidrazin.
Pada proses pemanasan keempat tabung reaksi disumbat
dengan kapas yang berfungsi agar tidak terkontaminasi dengan
udara dan untuk mempercepat terbentuknya hablur atau kristal.
Setelah dipanaskan pada larutan tidak terjadi perubahan. Namun
setelah didinginkan terbentuk hablur kuning pada larutan
glukosa, fruktosa, sukrosa, dan laktosa.
Glukosa, fruktosa, dan laktosa membentuk hablur berwarna
kuning sebab glukosa dan fruktosa memiliki gugus aldehid dan
gugus keton bebas sehingga dapat bereaksi dengan fenilhidrazin
membentuk hidrazon atau Osazon (hablur kuning). Laktosa
memiliki atom C yang tertutup (hemiasetal) yang dapat
bermutarotasi membentuk aldehid bebas (rantai terbuka)
sehingga dapat bereaksi dengan fenilhidrazin membentuk
osazon. Sukrosa merupakan disakarida yang tersusun atas
glukosa dan fruktosa yang saling berikatan melalui atom oksigen
pada atom karbon hemiasetal glukosa dan atom karbon
hemiketal fruktosa, sehingga sukrosa tidak lagi memiliki sifat-
sifat aldehid atau alfa hidroksiketon dan oleh karena itu, sukrosa
tidak dapat bereaksi dengan fenilhidrazin. Adapun reaksinya:
a. Glukosa
O H
N NH
H OH
H OH
HO H NH NH2 HO H b e r le b ih
H OH + H OH
H OH
H OH

OH
OH
G lu k o s a

H
N NH

NH N

HO H

H 2O + N H 3 + H OH

H OH

OH

b. Fruktosa
OH OH
N NH
O NH N
H 2N NH
HO H HO H
H OH + + N H + H 2O
H OH 3

H OH H OH

OH OH
F ru k to sa

c. Sukrosa
OH
H O H OH O OH HN NH2
H
O
OH H H OH
OH
+
HO

H OH OH H
S u k ro sa

d. Laktosa
OH OH

H O H O OH HN NH2
H
H H
OH H O
OH H +
HO H
H OH H OH
L a k to sa

H H
N NH N NH
N NH NH
N
HO H HO H
H OH + HO H
H OH H OH

OH OH
G lu k o s a z o n G a la k t o s a z o n

5. Hidrolisis Sukrosa oleh Asam


Tujuan dari percobaan ini adalah untuk membuktikan hidrolisis disakarida
menjadi monosakarida penyusunnya. Adapun bahan uji yang digunakan dalam
percobaan ini yaitu sukrosa direaksikan dengan HCl yang berfungsi untuk
memberikan suasana asam dan sekaligus menghidrolisis sukrosa menjadi
monosakaridanya yaitu glukosa dan fruktosa. Larutan kemudian dipanaskan
untuk mempercepat proses hidrolisis sukrosa. Selanjutnya larutan didinginkan dan
dinetralkan dengan NaOH 10%. Fungsi penetralan dengan menggunakan NaOH
10% yaitu agar ketika direaksikan dengan pereaksi Benedict, larutan dapat
bereaksi dengan baik dimana Cu2+ dalam Benedict hanya bereaksi dalam suasana
basa. Kemudian dilakukan uji lakmus yang bertujuan untuk dapat mengetahui
apakah larutan dalam suasana asam atau basa. Hasil yang diperoleh kertas lakmus
biru menjadi merah dan kertas lakmus biru menjadi biru.
Hasil hidrolisis ditambahkan dengan pereaksi Benedict yang bertujuan
untuk mengetahui apakah sukrosa telah terhidrolisis menjadi monosakaridanya.
Menurut (Wahjudi, 2005: 105) sukrosa merupakan disakarida yang tersusun atas
glukosa dan fruktosa. Larutan sukrosa yang telah dihidrolisis direaksikan dengan
pereaksi benedict dan dilakukan pemanasan untuk mempercepat terjadinya reaksi.
Hasil yang diperoleh yaitu pada larutan sukrosa terjadi perubahan warna dari
kuning keruh menjadi berwarna merah bata dan terbentuk endapan. Setelah
dibandingkan dengan hasil uji Benedict terhadap sukrosa sebelumnya, dapat
diketahui bahwa sukrosa telah mengalami hidrolisis membentuk senyawa
penyusunnya sehingga terbentuk endapan merah bata. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa oksidasi aldosa menjadi asam aldonat dilakukan dengan pereaksi-pereaksi
seperti Ag+ dan Cu2+, oleh sebab itu aldosa memberikan uji positif dalam uji
benedict (Hart, 1990: 343). Sampel x memberikan hasil yang berbeda dengan
sukrosa, dimana larutan ang dihasilkan berwarna orange. Hal ini menunjukkan
hasil uji negatif pada hidrolisis sukrosa oleh asam. Adapun reaksi yang terjadi
pada percobaan ini sebagai berikut:
OH OH
H OH H OH
H H
H O O O
H O
H N aO H H
OH H
O
H OH + HCl
OH H + H OH
OH OH OH
HO HO OH
OH H OH H
H OH H OH
S u k ro sa g lu k o s a fr u k to s a

Uji Benedict
OH
H OH
H
H O O
H
OH H + H OH
OH
+ 2C u 2+
+ 5O H
OH OH
HO
OH H
H OH
g lu k o s a fr u k to s a

H2C OH H2C OH
OH H OH
H
3 H 2O + C u 2O +
H
OH H
CH2 OH + H
OH H
O

HO HO OH

OH H OH
1. H

Identifikasi Sampel X

Pada percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi suatu larutan gula


yang tidak diketahui jenisnya. Pertama-tama dilakukan Uji Molisch, dimana
larutan gula sampel tersebut membentuk cincin ungu yang menandakan bahwa
sampel merupakan karbohidrat. Selanjutnya dilakukan pengujian Tollens
menghasilkan larutan tidak terbentuk cermin perak. Selanjutnya dengan pengujian
Benedict yang berwarna biru direaksikan dengan sampel larutan tetap berwarna
biru kemudian dilakukan pemanasan untuk mempercepat reaksi menghasilkan
larutan tidak terbentuk endapan merah bata. Setelah itu dilakukan pengujian
Osazon menghasilkan larutan tidak terbentuk hablur kuning yang menandakan
sampel memiliki sifat aldehid. Dan yang terakhir dilakukan pengujian Hidrolisis
sampel X menghasilkan endapan merah bata. Dari kelima uji yang dilakukan dan
memperhatikan hasil dari tiap-tiap ujinya dapat disimpulkan bahwa larutan sampel
tersebut adalah sukrosa karena satu-satunya karbohidrat yang tidak dapat bereaksi
dengan Benedict ialah sukrosa dan sukrosa tidak dapat membentuk hablur kuning
karena tidak memiliki sifat aldehid.
1. Kesimpulan
a. Gula pereduksiyaitu glukosa, fruktosa, dan laktosa, sedangkan gula non
pereduksi adalah sukrosa, dimana dapat dibedakan melalui uji Tollens, uji
Benedict, dan Uji Osazon yang ditandai dengan masing-masing terbentuknya
cermin perak, endapan merah bata dan hablur kuning, sedangkan pada
sukrosa tidak menunjukkan uji positif tersebut.
b. Disakarida yang mengandung gugus aldehid (hemiasetal) bebas dan keton
(hemiketal) bebas adalah glukosa, fruktosa, dan laktosa, sedangkan sukrosa
tidak mengandung kumpulan aldehid ataupun keton bebas karena kedua
komponen monosakaridanya saling berikatan satu sama lain.
2. Saran
a. Praktikan diharapkan lebih teliti dalam menggunakan pipet tetes, jangan
sampai pipet tetes digunakan secara berulang untuk larutan yang berbeda
karena akan mempengaruhi hasil percobaan.
b. Praktikan diharapkan lebih cermat mencuci alat agar alat yang digunakan
telah benar-benar steril dari larutan sebelumnya, agar tidak terjadi
kontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Ni Putu Pande Mirah Surya, Ni Made Suaniti, Ketut Gede Dharma Putra.
2018. Kualitas Tuak Aren Pada Berbagai Waktu Perendaman dengan
Sabut Kelapa. Jurnal Media Sains. Vol. 2. No. 1.

Hart, Harold. 1990. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.

Hart, Harold, Leslie E. Craine, dan David J. Hart. 2003. Kimia Organik Suatu
Kuliah Singkat Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga.

Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.

Sumunar, Siwi Ratna dan Teti Estiasih. 2015. Umbi Gadung (Dioscorea hispida
Dennst) sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif: Kajian
Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3. No. 1.

Tim Dosen Kimia Organik II. 2018. Penuntun Praktikum Kimia Organik II.
Makassar: FMIPA UNM.

Wahjudi, dkk. 2005. Kimia Organik II. Malang: Penerbit Universitas Malang.

Anda mungkin juga menyukai