Iodometri Dan Penentuan Kadar Cu
Iodometri Dan Penentuan Kadar Cu
Mengetahui,
Dosen Penanggungjawab
Mengetahui,
Dosen Penanggungjawab
berwarna kuning pekat dititrasi dengan →Na2 S2 O 3 0,1 N larutan berwarna kuning
V Na S O
2 2 3
0 ,1 000 N × 25 ml
=
28,93 m l
= 0,0864 N
2. Menetapkan Cu dalam CuSO4
Diketahui: N Na2S2O3 = 0,0864 N
BM Cu = 63,546 g/mol
V CuSO4 = 25 ml
V1 = 23,8 ml
V2 = 24,00 ml
V3 = 24,00 ml
Ditanyakan:
Kadar Cu = ……?
Penyelesaian:
V1 + V2 + V3
V Na2S2O3 =
3
23 , 8 m l + 2 4 m l + 24 ml
=
3
= 23,93 ml
( V X N ) Na2 S 2O 3
Kadar Cu = ×BM Cu
VCuSO X ekv Cu 4
23, 93 m l x 0, 0864 N
= ×63,546 m g/ m mol
25 ml X 2 mek/mmol
127 ,726 mg /ml
=
50
= 2, 554 mg/ml
H. PEMBAHASAN
Titrasi iodometri adalah salah satu jenis titrasi redoks yang melibatkan
iodium yang merupakan jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih
besar dari pada sistem iodium iodide atau senyawa-senyawa yang bersifat
oksidator seperti CuSO4.5H2O (Asip, 2013). Adapun prinsip dasar dari titrasi
iodometri yaitu didasarkan pada reaksi reduksi oksidasi (redoks). Sedangkan
prinsip kerjanya yaitu pencampuran, pengocokan, proses titrasi dan pengamatan.
Pada percobaan ini terdapat dua kegiatan yaitu standarisasi larutan natrium
tiosulfat (Na2S2O3) dan penentuan Cu dalam CuSO4.
1. Pembuatan Larutan Na2S2O3 dan Standarisasinya
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan normalitas dari larutan standar
natrium tiosulfat (Na2S2O3). Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri
yang merupakan salah satu jenis titrasi redoks secara tidak langsung. Titrasi
iodometri dikatakan titrasi tidak langsung dikarenakan analat (K 2Cr2O7) tidak
langsung terlibat dalam tahap titrasi, melainkan analat direaksikan terlebih dahulu
dengan pereaksi yang jumlahnya berlebih (KI), lalu kemudian larutan baku
tersebut dititrasi (Harjadi, 1993: 125).
Pada percobaan ini larutan standar Na2S2O3 merupakan larutan standar
sekunder yang mana konsentrasinya dapat berubah-ubah, dikarenakan larutan
standar sekunder tidak stabil dalam penyimpanan. Untuk itulah dilakukan
standarisasi larutan standar natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan kalium
bikromat (K2Cr2O7) sebagai larutan standar primer untuk menentukan konsentrasi
larutan standar sekunder secara tepat. Larutan K2Cr2O7dalam percobaan ini
bertindak sebagai oksidator kuat yang mengoksidasi I- dan larutan Na2S2O3
bertindak sebagai reduktor lemah yang mereduksi Cr2O72-.
Percobaan ini dilakukan dengan terlebih dahulu menambahkan asam
klorida (HCl) pekat ke dalam larutan K2Cr2O7. Penambahan HCl pekat berfungsi
sebagai pemberi suasana asam sehingga reaksi berlangsung lebih cepat karena
iodida mudah dioksidasi dalam larutan asam menjadi iodin bebas. Kemudian
larutan campuran ditambahkan dengan larutan KI. Penambahan larutan KI
berfungsi sebagai zat pengoksidasi untuk membebaskan ion dari iodide . Adapun
reaksi yang terjadi yaitu:
K2Cr2O7 2 K+ + Cr2O72-
KI K + + I-
Oksidasi : 2I- I2 + 2e- x3
Reduksi : Cr2O72- + 14 H+ + 6e- 2 Cr3+ + 7 H2O x1
Cr2O72-+ 6 I-+ 14 H+2 Cr3++ 3 I2+ 7 H2O
Sehingga reaksi lengkapnya yaitu,
K2Cr2O7(aq) + 6 K (aq) + 14 HCl(aq) 8 KCl(aq) + 2 CrCl3(aq)+ 3 I2(aq)+ 7 H2O(l)
Larutan selanjutnya dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3.Penambahan
Na2S2O3 berfungsi untuk mereduksi iodida (I2) menjadi iodium (I-). Dalam
percobaan ini, indikator amilum ditambahkan ketika larutan yang dititrasi mulai
mendekati titik akhir titrasi, yang ditandai dengan larutan mulai berubah warna
menjadi kuning pekat. Pada percobaan ini digunakan indikator amilum karena
kemampuan amilum untuk mendeteksi adanya iod dan dapat menekan dengan
mudah iodida pada konsentrasi < 10-5 M. Penambahan amilum dilakukan pada
saat menjelang akhir titrasi, yang ditandai dengan warna larutan menjadi kuning
pekat. Hal ini dilakukan karena jika amilum ditambahkan pada awal titrasi maka
I2 akan teradsorbsi oleh amilum karena I2 terdisosiasi sangat lambat. Penambahan
amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi (bila iod sudah
tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning muda). Maksudnya ialah
agar amilum tidak membungkus iod dan menyebabkan sulit untuk lepas. Hal itu
akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan
tajam lagi (Harjadi, 1993: 212). Akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna
biru dari indicator dan larutan berubah warna menjadi hijau bening. Adanya
perubahan warna menandakan bahwa semua iod yang dibebaskan telah bereaksi
dengan natrium tiosulfat. Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
Na2S2O3 Na++S2O32-
KI K + + I-
Oksidasi : 2 S2O32- S4O62- + 2e-
Reduksi : I2 + 2e- 2 I-
2 S2O32-+ I2 S4O62-+ 2 I-
Sehingga reaksi lengkapnya yaitu,
2Na2S2O3 (aq) + I2 (aq) Na2S4O6 (aq) + 2 NaI(aq)
Proses titrasi diulangi sebanyak tiga kali, hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh data titrasi yang lebih akurat dan teliti. Hasil yang diperoleh dalam
percobaan ini yaitu larutan yang dititrasi berubah warna menjadi hijau bening dan
volume Na2S2O3 yang digunakan pada titrasi pertama, kedua dan ketiga secara
berurutan yaitu 28,4 mL, 29, 2 ml dan 29,2 ml . Sehingga volume total Na2S2O3
yang digunakan sebesar 28,93 ml, serta diperoleh normalitasnya adalah sebesar
0,0864 N. Hal ini menandakan bahwa konsentrasi larutan standar Na 2S2O3berubah
atau tidak tetap setelah larutan Na2S2O3dipindahkan ke dalam buret, dari yang
awalnya konsentrasinya sebesar 0,1 N menjadi 0,0864 N setelah distandarisasi. Ini
membuktikan bahwa larutan Na2S2O3 sebagai larutan standar sekunder
konsentrasinya tidak stabil dalam penyimpanannya.
2. Penentuan Cu dalam CuSO4
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Cu dalam larutan CuSO 4.
Percobaan ini dilakukan dengan menambahkan larutan KI ke dalam larutan
sampel yaitu larutan CuSO4, sehingga larutan berubah warna menjadi cokelat.
Penambahan KI bertindak sebagai zat yang akan mereduksi ion Cu 2+ menjadi Cu,
dan penambahan CuSO4 berfungsi sebagai oksidator dengan mengoksidasi I-
menjadi I2. CuSO4 mengalami reduksi menghasilkan tembaga (I) iodida.Dan
perubahan warna yang terjadi yaitu menandakan bahwa telah terjadi reaksi antara
KI dengan CuSO4. Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
CuSO4 Cu2+ + SO42-
KI K + + I-
Oksidasi : 2 I- I2 + 2e-
Reduksi : Cu2+ + 2e- Cu
Cu2++ 2 I- Cu + I2
Sehingga reaksi lengkapnya yaitu,
2 CuSO4 (aq)+ 4 KI(aq) 2 K2SO4 (aq) + CuI(aq) + I2 (aq)
Larutan selanjutnya dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3. Dalam
percobaan ini, indikator amilum ditambahkan ketika larutan yang dititrasi mulai
mendekati titik akhir titrasi, yang ditandai dengan larutan mulai berubah warna
menjadi coklat susu. Pada percobaan ini digunakan indikator amilum karena
kemampuan amilum untuk mendeteksi adanya iod dan dapat menekan dengan
mudah iodida pada konsentrasi < 10-5 M. Penambahan indikator amilum tidak
dilakukan di awal titrasi, hal ini dimaksudkan karena kompleks amilum
-I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya akan banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh
amilum jika ditambahkan pada awal titrasi. Dalam percobaan ini, proses titrasi
harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodida
oleh udara bebas. Dalam percobaan ini, akhir titrasi ditandai dengan hilangnya
warna biru pada saat penetesan indikator dan larutan berubah warna menjadi putih
susu. Adanya perubahan warna menandakan bahwa semua iod yang dibebaskan
telah bereaksi dengan natrium tiosulfat. Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
Na2S2O3 Na+ + S2O32-
KI K + + I-
Oksidasi : 2 S2O32- S4O62- + 2e-
Reduksi : I2 + 2e- 2 I-
2 S2O32-+ I2 S4O62- + 2 I-
Sehingga reaksi lengkapnya yaitu,
2Na2S2O3 (aq) + I2 (aq) Na2S4O6 (aq) + 2 NaI(aq)
Proses titrasi diulangi sebanyak tiga kali, hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh data titrasi yang lebih akurat dan teliti. Hasil yang diperoleh dalam
percobaan ini yaitu larutan yang dititrasi berubah warna menjadi putih susu dan
volume Na2S2O3 yang digunakan pada titrasi pertama, kedua dan ketiga secara
berurutan yaitu 23,8 ml, 24,0 ml dan 24,0 ml. Sehingga volume total Na2S2O3
yang digunakan sebesar 23,93 ml, serta diperoleh kadar Cu dalam larutan CuSO 4
sebesar 2,554 mg/ml. Hal ini menandakan bahwa dalam 25 mL larutan CuSO4
terdapat 2,554 mg/ml L Cu, artinya bahwa dalam 1 ml larutan sampel CuSO 4
terdapat 2,554 mg Cu.
I. KESIMPULAN & SARAN
1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah:
a. Pembuatan larutan standar Na2S2O3 dengan menggunakan larutan kalium
bikromat sebagai larutan standar primer. Normalitas larutan Na2S2O3yang
diperoleh sebesar 0,0864 N.
b. Penentuan kadar Cu dalam sampel CuSO4 diperoleh kadar Cu sebesar 2,554
mg/ml, yang artinya bahwa dalam 1 ml larutan sampel CuSO 4 terdapat 2,554
mg Cu.
2. Saran
Untuk praktikan selanjutnya, sebaiknya lebih teliti lagi dalam menitrasi
larutan, sehingga tidak terjadi kesalahan penambahan titran yang berlebih setelah
melewati titik akhir titrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Asip, Faisol & Thomas Okta. 2013. Adsorbsi H 2S Pada Gas Alam Menggunakan
Membran Keramik Dengan Metode Titrasi Iodometri. Jurnal Teknik
Kimia, 4 (19).
Cairns, Donald. 2004. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Day, R.A. & A.L Underwood 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Febrianti, Sita., Hermin Sulistyarti & Atikah. 2013. Penentuan Kadar Iodida
Secara Spektrofometri Berdasarkan Pembentukan Kompleks Amilum-
Iodium Menggunakan Oksidator Iodat. Jurnal Studi Kimia, 1 (1)
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.