Anda di halaman 1dari 34

KEPERAWATAN MATERNITAS II

Dosen Pengampu :

Ns. Marlida , M.Kep. Sp.Kep.Mat

Disusun Oleh :

Marliana Aulia Sari

(142012018020)

FAKULTAS KESEHATAN
PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I

HISTEREKTOMI

A. Pengertian Histerektomi
Histerektomi berasal dari bahasa Yunani yakni hystera yang berarti
“rahim” dan ektmia yang berarti “pemotongan”. Histerektomi berarti operasi
pengangkatan rahim.28 Akibat dari histerektomi ini adalah si wanita tidak bisa
hamil lagi dan berarti tidak bisa pula mempunyai anak lagi.
Walaupun tidak pernah diharapkan, wanita tak jarang mengalami
berbagai penyakit yang berkaitan dengan organ reproduksinya. Penyakit itu
diantaranya kanker rahim atau kanker mulut rahim, fiBbroid (tumor jinak pada
rahim), dan endometriosis (kelainan akibat dinding rahim bagian dalam
tumbuh pada indung telur,tuba fallopi, atau bagian tubuh lain, padahal
seharusnya hanya tumbuh di rahim).
Penyakit-penyakit tersebut sangat membahayakan bagi seorang wanita,
bahkan dapat mengancam jiwanya, karena itu, perlu tindakan medis untuk
mengatasinya. Menghadapi penyakit-penyakit tersebut tindakan medis yang
harus dilakukan adalah histerektomi. Prosedur histerektomi biasanya dipilih
berdasarkan diagnosa penyakit, juga berdasarkan pengalaman dan
kecenderungan ahli bedah. Namun, demikian, prosedur histerektomi melalui
vagina memiliki resiko yang lebih kecil dan waktu pemulihan yang lebih cepat
dibanding prosedur histerektomi melalui perut.

B. Tujuan atau Kegunaan Histerektomi


Tujuan atau kegunaan histerektomi adalah untuk mengangkat rahim
wanita yang mengidap penyakit tertentu dan sudah menjalani berbagai
perawatan medis, namun kondisinya tidak kunjung membaik.Pengangkatan
uterus merupakan solusi terakhir yang direkomendasikan pada pasien, jika
tidak ada pengobatan lain atau prosedur yang lebih rendah resiko untuk
mengatasi masalah tumor atau kista pada organ reproduksinya.

C. Alasan Melakukan Histerektomi


Wanita yang melakukan histerektomi memiliki alasan masing-masing.
Alasan-alasan melakukan histerektomi adalah:31
a. Menorrhagia atau menstruasi berlebihan. Selain darah menstruasi yang
keluar berlebihan, gejala lainnya adalah kram dan sakit pada perut.
b. Endometriosis yaitu kondisi yang terjadi ketika sel-sel yang melintang di
rahim ditemukan di luar dinding rahim.
c. Penyakit radang panggul yaitu terinfeksinya sistem reproduksi oleh bakteri
bisa menyebabkan penyakit ini. Sebenarnya penyakit radang panggul bisa
diatasi dengan antibiotik, namun jika kondisinya telah parah atau infeksi
sudah menyebar dibutuhkan tindakan histerektomi.
d. Fibroid atau tumor jinak yang tumbuh di area rahim.
e. Kekenduran rahim yaitu terjadi ketika jaringan dan ligamen yang
menopang rahim menjadi lemah. Gejalanya adalah nyeri punggung, urine
bocor, sulit berhubungan seks, dan merasa ada sesuatu yang turun dari
vagina.
f. Adenomiosis atau penebalan rahim yaitu kondisi ketika jaringan yang
biasanya terbentang di rahim menebal ke dalam dinding otot rahim. Hal
tersebut bisa membuat menstruasi terasa menyakitkan dan nyeri panggul.
g. Kanker kewanitaan seperti: serviks, ovarium, tuba fallopi dan rahim.

D. Jenis-Jenis Histerektomi
Ada beberapa jenis-jenis histerektomi yang dilakukan oleh wanita yaitu:
a. Histerektomi Radikal
Histerektomi radikal yaitu mereka yang menjalani prosedur ini
akan kehilangan seluruh sistem reproduksi seperti seluruh rahim dan
serviks, tuba fallopi, ovarium, bagian atas vagina, jaringan lemak dan
kelenjar getah bening. Prosedur ini dilakukan pada mereka yang mengidap
kanker.
Prosedur ini melibatkan operasi yang luas dari pada histerektomi
abdominal totalis,karena prosedur ini juga mengikutsertakan pengangkatan
jaringan lunak yang mengelilingi uterus serta mengangkat bagian atas dari
vagina. Histerektomi radikal ini sering dilakukan pada kasus-kasus
karsinom serviks stadium dini. Komplikasi lebih sering terjadi pada
histerektomi jenis ini dibandingkan pada histerektomi tipe abdominal. Hal
ini juga menyangkut perlukaan pada usus dan sistem urinarius.
b. Histerektomi Abdominal
1) Histerektomi Total
Histerektomi total yaitu seluruh rahim dan serviks diangkat jika
menjalani prosedur ini. Namun ada pula jenis histerektomi total
bilateral saplingoooforektomi yaitu prosedur ini melibatkan tuba
fallopi dan ovarium. Keuntungan dilakukan histerektomi total adalah
ikut diangkatnya serviks yang menjadi sumber terjadinya karsinoma
dan prekanker.Akan tetapi, histerektomi total lebih sulit daripada
histerektomi supraservikal karena insiden komplikasinya yang lebih
besar.
Operasi dapat dilakukan dengan tetap meninggalkan atau
mengeluarkan ovarium pada satu atau keduanya. Pada penyakit,
kemungkinan dilakukannya ooforektomi unilateral atau bilateral harus
didiskusikan dengan pasien. Sering kali, pada penyakit ganas, tidak
ada pilihan lain, kecuali mengeluarkan tuba dan ovarium karena sudah
sering terjadi mikrometastase. Berbeda dengan histerektomi sebagian,
pada histerektomi total seluruh bagian rahim termasuk mulut rahim
(serviks) diangkat. Selain itu, terkadang histerektomi total juga disertai
dengan pengangkatan beberapa organ reproduksi lainnya secara
bersamaan. Misalnya, jika organ yang diangkat itu adalah kedua
saluran telur (tuba fallopi) maka tindakan itu disebut salpingo.
Jika organ yang diangkat adalah kedua ovarium atau indung
telur maka tindakan itu disebut oophor.Jadi, yang disebut histerektomi
bilateral salpingo-oophorektomi adalah pengangkatan rahim bersama
kedua saluran telur dan kedua indung telur. Pada tindakan histerektomi
ini, terkadang juga dilakukan tindakan pengangkatan bagian atas
vagina dan beberapa simpul (nodus) dari saluran kelenjar getah bening,
atau yang disebut sebagai histerektomi radikal (radical hysterectomy).
Banyak gangguan yang dapat menyebabkan diputuskannya
tindakan hsterektomi. Terutama untuk keselamatan nyawa ibu, seperti
pendarahan hebat yang disebabkan oleh adanya miom atau persalinan,
kanker rahim atau mulut rahim, kanker indung telur, dan kanker
saluran telur (fallopi). Selain itu, beberapa gangguan atau kelainan
reproduksi yang sangat mengganggu kualitas hidup wanita, seperti
miom atau endometriosis dapat menyebabkan dokter mengambil
pilihan dilakukannya histerektomi.34
2) Histerektomi Subtotal
Histerektomi subtotal adalah Pengangkatan bagian atas uterus
dengan meninggalkan bagian segmen bawah rahim. Tindakan ini
umumnya dilakukan pada kasus gawat darurat obstetrik seperti
pendarahan paska persalinan yang disebabkan atonia uteri, prolapsus
uteri, dan plasenta akreta. Oleh karena itu, penderita masih dapat
terkena kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan
papsmear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin.
c. Histerektomi Eksenterasi Pelvik
Histerektomi eksenterasi Pelvik yaitu pengangkatan semua
jaringan dalam rongga panggul. Tindakan ini dilakukan pada kasus
metastase daerah panggul.

E. Proses Histerektomi
Sebelum operasi, dokter akan melakukan beberapa tes untuk memeriksa
apakah dapat menjalani operasi. Ahli bedah juga akan memilih jenis operasi
yang tepat untuk penderita penyakit akut tersebut. Tes yang diperlukan adalah:
a. Tes Pap (dikenal sebagai tes Papanicolaou), yang mendeteksi secara dini
adanya sel-sel serviks yang abnormal atau kanker leher rahim.
b. Biopsi endometrium, yang mendeteksi sel abnormal pada endometrium
atau memeriksa keberadaan kanker endometrium.
c. USG panggul, yang membantu dokter mengidentifikasi ukuran fibrosis
rahim, polip endometrium, atau kanker ovarium.
Sebelum tes, dokter akan memberikan beberapa obat-obatan untuk
membersihkan saluran pencernaan. Ini merupakan proses yang diperlukan
dalam pembedahan. Selain itu, perlu pembersihan vagina (douchevagina)
untuk mengurangi resiko infeksi sebelum dan setelah operasi. Tepat
sebelum operasi, dokter akan menyuntikkan antibiotic melalui pembuluh
darah untuk mengurangi risiko infeksi setelah operasi.
Operasi dilakukan di bawah anastesi. Biasanya memakan waktu
satu jam. Proses operasinya sebagai berikut:
a) Pertama,dokter bedah membuat sayatan, yang biasanya berada di
bawah garis pusar perut.
b) Kedua,dokter bedah akan menarik dan membuka dinding perut kedua
sisi dan memasukkan instrument untuk mengangkat rahim.
c) Ketiga, setelah usai pengangkatan rahim, baian perut yang disayat
tersebut dijahit untuk menutup luka. Dalam kebanyakan kasus, ahli
bedah juga akan mengangkat leher rahim

Setelah operasi, anda perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa jam
untuk pemulihan. Dokter akan:

a) Mengamati jika pasien memiliki nyeri perut.


b) Memberikan beberapa obat-obatan untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah infeksi setelah operasi.
c) Membantu pasien untuk berdiri dengan segera dan berjalan di sekitar
ruangan setelah operasi untuk pemulihan.

Setelah operasi, biasanya pasien harus tinggal di rumah sakit selama 1-2
hari, kadang-kadang bisa lebih lama. Setelah operasi, pasien harus
menggunakan pembalut karena darah dan cairan vagina akan mengalir
cukup banyak. Pendarahan vagina dapat berlangsung dari beberapa hari
sampai beberapa minggu. Pasien harus menyadari bahwa jika pasien
mengalami pendarahan sebanyak yang dialami selama periode
menstruasi, pasien harus segera memberitahu dokter.
F. Resiko dan Efek Samping Histerektomi
Histerektomi tentunya memiliki efek samping. Efek sampig dari
histerektomi adalah:
a. Pendarahan Vagina
Pada pasien dengan riwayat histerektomi total, maka adanya
pendarahan ini kemungkinan disebabkan oleh iritasi pada vagina atau
infeksi pada vagina. Sedangkan pada partial histerektomi, kemungkinan
pendarahan ini dapat berasal dari vagina, ataupun dari serviks.
Histerektomi partial dilakukan dengan ovarium dan serviks tetap
bertahan. Kemungkinan karena adanya pendarahan karena adanya selaput
lendir dari serviks, sehingga dengan ovarium dan hormon kewanitaan
masih menjalankan fungsinya, maka kemungkinan adanya respon
menstruasi dapat menjadi pertimbangan juga. Kondisi ini juga dapat dipicu
oleh kelelahan fisik, stres yang mungkin dialami.38
b. Gangguan Kandung Kemih dan Kerusakan Usus
Kejang kandung kemih Juga terjadi setelah proses histerektomi dan
hal semacam ini biasanya akan terus meningkat secara bertahap selama
beberapa minggu pertama setelah operasi.Paling sering terjadi karena
langkah awal yang memerlukan diseksi untuk memisahkan kandung kemih
dari serviks anterior tidak dilakukan pada bidang avaskular yang tepat.
Kerusakan usus terjadi jika loop usus menempel pada kavum
douglas, menempel pada uterus atau adneksa. Walaupun jarang,
komplikasi yang serius ini dapat diketahui dari terciumnya bau feses atau
melihat material fekal yang cair pada lapangan operasi. Pentatalaksanaan
memerlukan laparotomi untuk perbaikan atau kolostomi.
c. Gejala-Gejala Menopause
Kedua ovarium diangkat maka akan segera memasuki periode
menopause tanpa memperhatikan usia saat ini. Menopuse adalah masa
dimana berhentinya periode menstruasi seorang wanita. Hal ini umumnya
terjadi pada wanita sekitar usia 40-45 tahun dengan riwayat histerektomi.
Normalnya menopause terjadi ketika seorang wanita berusia 45-65 tahun.
Ovarium adalah organ yang menghasilkan hormon seks perempuan
termasuk estrogen dan progestin.
Apabila dilakukan operasi pengangkatan rahim (histerektomi)
tanpa pengangkatan indung telur maka gejala menopause dini tidak akan
terjadi karena indung telur masih mampu menghasilkan hormon. Wanita
yang mengalami menopause dini memiliki gejala yang sama dengan
menopause pada umumnya seperti hot flashes (perasaan hangat di seluruh
tubuh yang terutama terasa pada dada dan kepala), gangguan emosi,
kekeringan pada vagina, dan menurunnya keinginan berhubungan seksual.
Wanita yang mengalami menopause dini memiliki kejadian
keropos tulang lenih besar dari mereka yang mengalami menopause lebih
lama. Kejadian ini meningkatkan angka kejadian osteoporosis dan patah
tulang. Menopause dini adalah menopause yang terjadi sebelum usia 40
tahun.39
d. Nyeri Kronis
Setelah histerektomi terjadi nyeri kronis yaitu nyeri neuropati,
yang berasal dari ujung saraf yang mengirimkan sinyal rasa sakit.
Menyentuh bagian ini dapat menyebabkan rasa sakit. Rasa sakit seperti ini
dapat diobati dengan mengurangi sinyal saraf yang abnormal yang
menjadi penyebab awal.40
e. Penyempitan Vagina yang Luas
Penyempitan vagina yang luas disebabkan oleh pemotongan
mukosa vagina yang berlebihan. Lebih baik keliru meninggalkan mukosa
vagina terlalu banyak daripada terlalu sedikit. Komplikasi ini memerlukan
insisi lateral dan packing atau stinit vaginal, mirip dengan rekonstruksi
vagina.
BAB II

MOW

A. Pengertian
Kontrasepsi mantap (kontap ) adalah suatu tindakan untuk membatasi
keturunan dalam jangka waktu yang tidak terbatas; yang dilakukan terhadap
salah seorang dari pasangan suami  isteri atas permintaan yang bersangkutan,
secara mantap dan sukarela. Kontap dapat diikuti baik oleh wanita maupun
pria.  Tindakan kontap pada wanita disebut kontap wanita atau  MOW
(Metoda Operasi Wanita ) atau tubektomi, Kontrasepsi mantap pada wanita 
atau  MOW (Metoda Operasi Wanita) atau tubektomi, yaitu tindakan
pengikatan dan pemotongan saluran telur agar sel telur tidak dapat dibuahi
oleh sperma.

B. Cara Kerja Tubektomi (MOW)


Perjalanan sel telur terhambat karena saluran sel telur tertutup

C. Keuntungan
 Secara umum keuntungan kontap wanita dan pria dibandingkan dengan
kontrasepsi lain adalah :
 Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit dibandingkan dengan cara
kontrasepsi lain
 Lebih praktis, karena hanya memerlukan satu kali tindakan saja
 Lebih efektif, karena tingkat kegagalannya sangat kecil dan merupakan
cara kontrasepsi
 yang permanen
 Lebih ekonomis, karena hanya memrlukan biaya untuk satu kali tindakan
saja
Secara khusus keuntungan kontap wanita dan pria adalah :
Tubektomi (MOW)
 Sangat efektif dan “permanen”
 Dapat mencegah kehamilan lebih dari 99%
 Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
 Tidak mempengaruhi proses menyusui
 Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
 Tidak menggangu hubungan seksual
D. Kerugian
Tubektomi (MOW)
 Rasa sakit/ketidak nyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
 Ada kemungkinan mengalami resiko pembedahan

E. Syarat
Setiap peserta kontap harus memenuhi 3 syarat, yaitu:
1. Sukarela
Setiap calon peserta kontap harus secara sukarela menerima
pelayanan kontap; artinya sedcara sadar dan dengan kemauan sendiri
memilih kontap sebagai cara kontrasepsi
2. Bahagia
Setiap calon peserta kontap harus memenuhi syarat bahagia; artinya :
 calon peserta tersebut dalam perkawinan yang sah dan harmonis dan 
telah dianugerahi sekurang-kurangnya 2 orang anak yang sehat rohani
dan jasmani
 bila hanya mempunyai 2 orang anak, maka anak yang terkecil paling
sedikitumur sekitar 2 tahun
 umur isteri paling muda sekitar 25 tahun
3. Kesehatan
Setiap calon peserta kontap harus memenuhi syarat kesehatan;
artinya tidak ditemukan adanya hambatan atau kontraindikasi untuk
menjalani kontap. Oleh karena itu setiap calon peserta harus diperiksa
terlebih dahulu kesehatannya oleh dokter, sehingga diketahui apakah
cukup sehat untuk dikontap atau tidak.
Selain itu juga setiap calon peserta kontap harus mengikuti konseling
(bimbingan tatap muka) dan menandatangani formulir persetujuan
tindakan medik (Informed Consent)
F. Yang Dapat Menjalani
Tubektomi (MOW)
 Usia lebih dari 26 tahun
 Sudah punya anak cukup (2 anak), ank terkecil harus berusia minimal 5
(lima) tahun
 Yakin telah mempunyai keluarga yag sesuai dengan kehendaknya
 Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
 Ibu pascapersalinan
 Ibu pasca keguguran

G. Yang Sebaiknya Tidak Menjalani Tubektomi (MOW)


 Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)
 Menderita tekanan darh tinggi
 Kencing manis (diabetes)
 Penyakit jantung
 Penyakit paru-paru
 Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi)
 Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan
atau dikontrol)
 Ibu yang tidak boleh menjalani pembedahan
 Kurang pati mengenai keinginannya untuk fertilisasi di masa depan
 Belum memberikan persetujuan tertulis

H. Waktu pelaksanaan Tubektomi (MOW)


 Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional
klien tersebut tidak hamil
 Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi
 Pascapersalinan
- Minilap: di dalam  waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu
- Laparoskopi: tidak tepat unntuk klie-klien pasca persalinan Pasca
keguguran
- Triwulan pertama: dalam wakru 7 hari sepanjang tidak ada bukti
infeksi pelvik) minilap atau laparoskopi)
- Triwulan kedua: dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi
pelvik (minilap saja)

I. Tempat Pelayanan
Tubektomi (MOW)
 Rumah sakit. Jika ada keluhan, pemakai harus ke Rumah Sakit

J. Persiapan Sebelum Tindakan Tubektomi (MOW)


 Hal-hal yang perlu dilakukan oleh calon peserta kontap wanita adalah:
 Puasa mulai tengah malam sebelum operasi, atau sekurang-kurangnya 6
jam sebelum operasi. Bagi calon akseptor yang menderita Maag (kelaianan
lambung agar makan obat maag sebelum dan sesudah puasa
 Mandi dan membersihkan daerah kemaluan dengan sabun mandi sampai
bersih, dan juga daerah perut bagian bawah
 Tidak memakai perhiasan, kosmetik, cat kuku, dll
 Membawa surat persetujuan dari suami yang sudah ditandatangani atau di
cap jempol
 Menjelang operasi harus kencing terlebih dahulu
 Datang ke rumah sakit tepat pada waktunya, dengan ditemani anggota
keluarga sebaiknya suami.

K. Perawatan Setelah Tindakan Tubektomi (MOW)


 Istirahat selama 1-2 hari dan hindarkan kerja berat selama 7 hari
 kebersihan harus dijaga terutama daerah luka operasi jangan sampai
terkena air selama 1 minggu (sampai  benar -benar kering)
 Makanlah obat yang diberikan dokter secara teratur sesuai petunjuk
 senggama boleh dilakukan setelah 1 minggu, yaitu setelah luka operasi
kering. Tetapi bila tubektomi dilaksanakansetelah melahirkan atau
kegugurang, senggama baru boleh dilakukan setelah 40 hari
BAB III

LAPAROTOMII

A. Definisi
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya
perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000).
Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka cavum
abdomen dengan tujuan eksplorasi.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang
diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut

Ada beberapa cara, yaitu;

1. Midline Epigastric Insision (irisan median atas)


Insisi dilakukan persis pada garis tengah dimulai dari ujung Proc.
Xiphoideus hingga 1 cm diatas umbilikus. Kulit, fat subcutan, linea alba, fat
extraperitoneal, dan peritoneum dipisahkan satu persatu. Membuka peritoneum
dari bawah.
2. Midline Subumbilical Insision (irisan median bawah)
Irisan dari umbilikus sampai simfisis, membuka peritoneum dari sisi atas.
Irisan median atas dan bawah dapat disambung dengan melingkari umbilikus.
B. Indikasi
a. Trauma abdomen
b. Peritonitis
c. Pendarahan saluran pencernaan
d. Sumbatan pada usus besar
e. Masa pada abdomen
C. Komplikasi

a. Stitch abscess
Biasanya muncul pada hari ke 10 postopersi atau bisa juga sebelumnya,
sebelum jahitan insisi tersebut diangkat.. Abses ini dapat superficial ataupun
lebih dalam. Jika dalam ia dapat berupa massa yang teraba dibawah luka, dan
terasa nyeri jika di raba. Abses ini biasanya akan diabsopsi dan hilang dengan
sendirinya, walaupun untuk yang superficial dapat kita lakukan insisi pada abses
tersebut. Antibiotik jarang diperlukan untuk kasus ini.
b. Infeksi luka operasi
Biasanya jahitan akan terkubur didalam kulit sebagai hasil dari edema
dan proses inflamasi sekitarnya. Penyebabnya dapat berupa Staphylococcus
Aureus, E. Colli, Streptococcus Faecalis, Bacteroides, dsb. Penderitanya biasanya
akan mengalami demam, sakit kepala, anorexia dan malaise. Keadaan ini dapat
diatasi dengan membuka beberapa jahitan untuk mengurangi tegangan dan
penggunaan antibiotika yang sesuai. Dan jika keadaannya sudah parah dan
berupa suppurasi yang extensiv hingga kedalam lapisan abdomen, maka tindakan
drainase dapat dilakukan.
c. Gas Gangrene
Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi, biasanya 12-
72 jam setelah operasi, peningkatan temperature (39° -41° C), Takhikardia (120-
140/m), shock yang berat. Keadaan ini ddapat diatasi dengan melakukan
debridement luka di ruang operasi, dan pemberian antibiotika, sebagai pilihan
utamanya adalah, penicillin 1 juta unit IM dilanjutkan dengan 500.000 unit tiap 8
jam.
d. Hematoma
Kejadian ini kira-kira 2% dari komplikasi operasi. Keadaan ini biasanya
hilang dengan sendirinya, ataupun jika hematom itu cukup besar maka dapat
dilakukan aspirasi.
e. Keloid Scars
Penyebab dari keadaan ini hingga kini tidak diketahui, hanya memang
sebagian orang mempunyai kecenderungan untuk mengalami hal ini lebih dari
orang lain. Jika keloid scar yang terjadi tidak terlalu besar maka injeksi
triamcinolone kedalam keloid dapat berguna, hal ini dapat diulangi 6 minggu
kemudian jika belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Jika keloid scar nya
tumbuh besar, maka operasi excisi yang dilanjutkan dengan skin-graft dapat
dilakukan.
f. Abdominal wound Disruption and Evisceration
Disrupsi ini dapat partial ataupun total. Insidensinya sendiri bervariasi
antara 0-3 %. Dan biasanya lebih umum terjadi pada pasien >60 tahun dibanding
yang lebih muda. Laki-laki dibanding wanita 4:1.
D. Tindakan Pre Operatif
Penatalaksanaan Perawatan

a. Pengkajian meliputi obyektif dan subyektif.


1) Data subyektif meliputi;
a) Nyeri yang sangat pada daerah perut.
2) Data obyektif meliputi :
a) Napas dangkal
b) Tensi turun
c) Nadi lebih cepat
d) Abdomen tegang
e) Defense muskuler positif
f) Berkeringat
g) Bunyi usus hilang
h) Pekak hati hilang
b.Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri
di abdomen.
2) Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi
laparatomi.
3) Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan
sedikit dan pengeluaran cairan yang banyak.
c. Hasil yang diharapkan
1) Pasien akan tetap merasa nyaman.
2) Pasien akan tetap mempertahankan kesterilan luka operasinya.
3) Pasien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Tindakan keperawatan (intevensi keperawatan) pre operatif :
1) Pertahankan pasien untuk bedrest sampai diagnosa benar-benar sudah ditegakkan.
2) Tidak memberikan apapun melaui mulut dan beritahukan pasien untuk tidak
makan dan minum.
3) Monitoring cairan intra vena bila diberikan.
4) Mencatat intake dan output.
5) Posisi pasien seenak mungkin.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan.
7) Ajarkan pasien hal-hal yang perlu dilakukan setelah operasi selesai.
8) Monitoring tanda-tanda vital.
e. Diagnosis
1) Foto polos abdomen
2) CT scan abdomen
3) USG abdomen

E. Post Op Laparatomi
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayaran perawatan yang diberikan
kepada pasien- pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.

Tujuan :

1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan


2. Mempercepat penyembuhan
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi
4. Mempertahankan konsep diri pasien
5. Mempersiapkan pasien pulang
Tindakan keperawatan post operasi:

a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output


b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai
drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril.

Evaluasi post operasi :

a. Evaluasi tanda-tanda peritonitis menghilang yang meliputi :


1) Suhu tubuh normal
2) Nada normal
3) Perut tidak kembung\
4) Peristaltik usus normal
5) Flatus positif
6) Bowel movement positif
b. Pasien terbebas dari rasa sakit dan dapat melakukan aktifitas.
c. Pasien terbebas dari adanya komplikasi post operasi.
d. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
mengembalikan pola makan dan minum seperti biasa.
e. Luka operasi baik.
a. Pengkajian
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy adalah:

1) Respiratory
Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.

2) Sirkulasi
Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.

3) Persarafan : Tingkat kesadaran

4) Balutan
 Apakah ada tube, drainage
 Apakah ada tanda-tanda infeksi
 Bagaimana keadaan penyembuhan luka pasien yang menjalani
laparotomi
5) Peralatan
 Monitor yang terpasang.
 Cairan infus atau transfusi.
6) Rasa nyaman
Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi

7) Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.


b. Diagnosa Keperawatan post op
1. Kerusakan integritas jaringan sehubungan dengan adanya luka invasive

2. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya


rasa nyeri di abdomen.
3. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka
operasi laparatomi.
4. Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari
anggota tubuh.
Intervensi

1. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan adanya luka invasif


Tujuan: klien menunjukkan integritas kulit dalam keadaan normal.

Kriteria hasil: tidak adanya tanda-tanda kerusakan integritas kulit.

Intervensi :

1) Berikan perawatan luka operasi yang bersih.


Rasional : mencegah terjadinya infeksi yang dapat membuat
terjadinya kerusakan integritas kulit lebih lanjut.

2) Latih alih baring


Rasional : mencegah terjadinya dekubitus

3) Berikan sandaran atau tahanan yang lembut pada daerah- daerah


yang mungkin terjadi luka decubitus
4) Hindari terjadinya infeksi pada luka operasi yang dapat membuat
parahnya integritas kulit.
Rasional : adanya infeksi dapat membuat kerusakan integritas
kulit

5) Pemberian antibiotik sistemik parah.


Rasional : pemberian antibiotik dapat membantu membasmi
bakteri sehingga infeksi kulit tidak meluas

2. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya


rasa nyeri di abdomen.
Tujuan : memenuhi kebutuhan rasa nyaman pada klien.

Kriteria hasil: klien melaporkan nyeri abdomen berkurang

1) Gunakan analgetik
Rasional : mengurangi rasa nyeri akibat sayatan.

2) Ajarkan teknik relaksasi pada klien.


Rasional : untuk membantu mengalihkan nyeri yang dirasakan.

3) Berikan lingkungan yang nyaman


Rasional: agar pasien dapat beristirahat dengan baik.

3. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka


operasi laparatomi.
Tujuan : klien tidak terkena infeksi

Kriteria hasil: klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.

Intervensi :

1) Selalu cuci tangan setelah menyentuh klien atau benda-benda yang


kemungkinan terkontaminasi serta sebelum memberikan tindakan
kepada klien lain.
Rasional : mencegah infeksi silang antar pasien yang dapat
memperburuk keadaan pasien

2) Semua benda-benda yang terkontaminasi dibuang atau dimasukan ke


dalam tempat khusus dan diberi label sebelum dilakukan
dekontaminasi atau diproses ulang kembali mencegah penyebaran
kuman
3) Pastikan luka sayatan dalam keadaan tertutup.
Rasional; mencegah terjadinya terpapar kuman dari luar.

4. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari


anggota tubuh.
Tujuan: klien dapat melakukan aktivitas dengan normal.

Kriteria hasil; klien dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang


biasa dilakukan secara mandiri.

Intervensi:

1) Bantu klien untuk melakukan aktivitas yang biasa di lakukan


Rasional; membantu memenuhi kebutuhan yang biasa di lakukan
secara mandiri.

2) Lakukan ROM pada anggota tubuh yang lain


Rasional: mencegah terjadinya kelemahan otot akibat pergerakan
terbatas.
1. Komplikasi post laparatomi;
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,
dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif
dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
b. Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens,
organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk
menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan
memperhatikan aseptik dan antiseptic.
c. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya
organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah
infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada
dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
BAB IV

LAPAROSKOPI

A. Definisi Laparoskopi

Laparoskopi adalah sebuah prosedur pembedahan minimally invasive


dengan memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk membuat
ruang antara dinding depan perut dan organ viscera, sehingga memberikan
akses endoskopi ke dalam rongga peritoneum tersebut.

B. Penggunaan Gas CO2 dalam Laparoskopi

CO2 adalah gas pilihan untuk insuflasi karena tidak mudah terbakar,
tidak membantu pembakaran, mudah berdifusi melewati membran, mudah
keluar dari paru-paru, mudah larut dalam darah dan risiko embolisasi CO 2
kecil. Level CO2 dalam darah mudah diukur, dan pengeluarannya dapat
ditambah dengan memperbanyak ventilasi. Selama persediaan O2 cukup,
konsentrasi CO2 darah dapat ditolelir.

Kerugian utamanya CO2 ini menyebabkan iritasi peritoneal langsung


dan rasa sakit selama laparoskopi karena CO2 membentuk asam karbonat saat
kontak dengan permukaan peritoneum. CO2 tidak terlalu larut pada darah bila
terjadi kekurangan sel darah merah, oleh karena itu CO 2 bisa tersisa di
intraperitoneum dalam bentuk gas setelah laparoskopi, sehingga menyebabkan
sakit pada bahu. Hiperkarbia dan respiratory acidosis terjadi saat kapasitas
CO2 dalam darah melampaui batas. Selain itu, CO2 dapat menimbulkan efek
lokal maupun sistemik, sehingga dapat terjadi hipertensi, takikardi,
vasodilatasi pembuluh darah serebral, peningkatan CO, hiperkarbi, dan
respiratory acidosis.

C. Keuntungan Prosedur Laparoskopi


Dibandingkan dengan bedah terbuka, laparoskopi lebih
menguntungkan karena insisi yang kecil dan nyeri pasca operasi yang lebih
ringan. Fungsi paru pasca operasi tidak terganggu dan sedikit kemungkinan
terjadi atelektasis setelah prosedur laparoskopi. Setelah operasi fungsi
pencernaan pasien pulih lebih cepat, masa rawat inap rumah sakit pendek,
serta lebih cepat kembali beraktivitas. Keuntungan ini bervariasi tergantung
pasien dan tipe prosedur.

D. Kerugian Prosedur Laparoskopi

Komplikasi selama prosedur laparoskopi dapat terjadi secara langsung


maupun tidak langsung karena kebutuhan insuflasi CO2 untuk membuat ruang
operasi. CO2 masuk kedalam pembuluh darah secara cepat. Gas yang tidak
larut terakumulasi didalam jantung kanan menyebabkan hipotensi dan cardiac
arrest. Emboli CO2 yang masif bisa dideteksi dengan murmur precordial,
transesofugeal echocardiografi, dan end tidal CO2 monitoring (CO2
meningkat secara sementara kemudian turun kembali). Pengobatan dilakukan
dengan menghentikan insuflasi CO2, hiperventilasi dengan 100% O2 dan
resusitasi cairan, merubah posisi pasien right side up dan memasang kateter
vena central untuk aspirasi gas.

Jika gas yang ditujukan untuk membuat pneumoperitoneum keluar


atau prosedur laparoskopi meliputi insuflasi ekstra peritoneal (prosedur untuk
adrenalectomy atau perbaikan hernia) emfisema subkutan bisa terjadi, volume
tidal CO2 akhir (end tidal CO2) meningkat mencapai level tinggi dan terdapat
krepitus yang biasanya dapat sembuh tanpa intervensi. Hal serius lain adalah
pneumothorak, jika gas masuk ke dalam rongga thorax melalui luka atau insisi
yang dibuat sewaktu pembedahan atau dari jaringan cervikal subkutan.
Intervensi tidak selalu harus, karena pneumothorax biasanya pulih jika
insuflasi dihentikan.

E. Respon Fisiologi Selama Bedah Laparoskopi


Goncangan hemodinamik dan ventilasi dapat terjadi pada pasien yang
menjalani prosedur laparoskopi. Penyebab utama perubahan fisiologis pada
prosedur laparoskopi ini adalah insuflasi CO2. Insuflasi CO2 ke dalam rongga
peritoneum menyebabkan terjadinya pneumoperitoneum yang bermanfaat
untuk visualisasi selama prosedur laparoskopi. Insuflasi CO2 ini juga
meningkatkan tekanan intraabdomen dan meningkatkan resistensi pembuluh
darah sehingga curah jantung menjadi turun sementara tekanan darah
meningkat. Posisi pasien bisa merubah respon ini. Pada saat posisi
tredelenburg penurunan preload dan peningkatan afterload tidak terlalu
mencolok dibandingkan posisi anti tredelenburg.

Selama prosedur Laparoskopi, efek respirasi yang disebabkan oleh


insuflasi CO2 memegang peranan utama. Setelah insiflasi CO2 terjadi
hiperkapnia selama beberapa menit dimana kenaikan CO2 biasanya mencapai
30%, namun keadaan ini akan menjadi stabil kembali selama satu jam sewaktu
operasi. Hiperkapnia ini dapat menimbulkan stimulasi simpatis dan berpotensi
untuk terjadi disritmia dan respiratori asidosis. Hal ini dapat dikoreksi dengan
meningkatkan ventilasi. Pengaruh tambahan dari pneumoperitoneum adalah
efek mekanik dari peningkatan tekanan intra abdomen yang menyebabkan
penurunan pulmonary compliance dan kapasitas residu fungsional serta
peningkatan dead space.

F. Evaluasi Preoperasi

Secara umum sebelum memulai anestesi, dilakukan terlebih dulu


anamnesis dan pemeriksaan fisik. Karena perubahan tekanan hemodinamik
dan respirasi terjadi pada pasien selama prosedur laparoskopi, evaluasi
sebelum operasi difokuskan untuk mengidentifikasi pasien dengan penyakit
paru berat dan gangguan fungsi jantung.

G. Manajemen Intraoperatif.

Pasien biasanya menjalani prosedur laparoskopi dengan anestesi


umum dengan menggunakan monitor standar. Pengukuran tekanan darah
noninvasive dan kapnografi penting untuk mengikuti efek hemodinamik dan
pneumoperitoneum pada respirasi dan perubahan posisi. Dalam situasi
tertentu, monitor pengukuran tekanan arteri sebaiknya dilakukan. Indikasi
tindakan monitor tekanan arteri secara invasif antara lain: penyakit paru berat,
end tidal CO2. arteri yang sangat tinggi, dan fungsi ventrikel yang menurun.
Sama halnya dengan monitor pengukuran tekanan vena sentral, pemasangan
kateter arteri paru atau transesofageal echocardiografi bisa berguna untuk
pasien dengan gangguan fungsi jantung atau hipertensi paru.

Akses untuk memasukkan obat secara intravena harus memadai pada


prosedur laparoskopi, seperti pada keadaan kehilangan darah. Akses untuk
memasukkan obat secara intravena yang adekuat adalah kunci dari resusitasi
cairan yang tepat untuk keadaan pendarahan yang tidak terkontrol atau emboli
gas. Akses ke vena sentral harus dipertimbangkan pada pasien dengan
gangguan vena perifer.

Untuk mencegah aspirasi paru dan menjaga jalan nafas, perlu


pemasangan pipa endotrakeal. Pemasangan sebuah pipa orogastrik atau
nasogastrik setelah jalan nafas dikuasai dapat mengurangi tekanan udara
lambung, menurunkan resiko kerusakan gaster, dan memperbaiki visualisasi
selama operasi. Pada saat tekanan intraabdomen meningkat karena
pneumoperitoneum, pipa endotracheal dapat digunakan untuk memberikan
tekanan ventilasi yang positif untuk mencegah hipoksemia dan untuk
mengekskresikan kelebihan CO2 yang diabsorbsi. Pneumoperitoneum dapat
menyebabkan perubahan posisi pipa endotrakeal pada pasien dengan trakea
yang pendek, dimana ketika carina bergerak ke atas pipa endotrakeal bisa
masuk ke salah satu bronkus, sehingga memasang pipa endotrakeal sebaiknya
pada pertengahan trakea dan disarankan untuk lebih sering mengecek posisi
pipa endotrakeal pada pasien.

Obat anestesi yang digunakan biasanya berupa volatile agent, opioid


intravena, dan obat pelumpuh otot. Ada studi yang mengatakan bahwa N 2O
sebaiknya dihindari selama prosedur laparoskopi karena ini akan
meningkatkan pelebaran usus dan resiko mual pasca operasi. Penggunaan
klinis N2O ini masih menjadi perdebatkan.

Selama prosedur laparoskopi, pasien biasanya diposisikan


Trendelenburg atau Reverse Trendelenburg. Trauma saraf pada pasien
sebaiknya dihindari dengan mengamankan dan membantali seluruh
ekstremitas. Tekanan pernafasan bisa meningkat dengan perubahan posisi dan
ventilasi, biasanya butuh penyesuaian.

Dua tujuan utama selama pemeliharaan pasien selama bedah


laparoskopi dengan anestesi umum adalah menjaga agar tetap normokapnia
dan mencegah ketidakseimbangan hemodinamik. Hiperkapnia biasanya
berawal beberapa menit setelah insuflasi CO2.. Untuk menormalkan kembali
CO2 ini, ventilasi ditingkatkan biasanya dengan meningkatkan RR
(respiratory rate) dengan volume tidal yang tetap. Jika hiperkapnia
memburuk, misalnya pada kasus sulit prosedur bedah diubah menjadi
prosedur bedah terbuka.

Perubahan hemodinamik harus diantisipasi dan dimanajemen selama


prosedur laparoskopi. Jika tekanan darah meningkat maka pemberian kadar
obat anestesi inhalasi dapat ditingkatkan dan dapat ditambahkan dengan
pemberian obat seperti nitropusside (nitropusside menyebabkan reflek
tackikardi, berpotensi untuk menimbulkan keracunan sianida), esmolol, atau
calcium channel blocker. Pengobatan dengan alpha agonist seperti clonidine
atau dexmedetomidine adalah strategy lain (alpha agonist dapat menyebabkan
penurunan MAC untuk anestesi inhalasi, berpotensi menjadi bradikardi).
Walaupun pasien yang sehat dapat mentoleransi perubahan hemodinamik,
namun pasien dengan fungsi jantung yang buruk bisa dipengaruhi menjadi
lebih buruk. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan monitor secara invasif
(arterial line, central line, transesofageal ochocardiografi) selama prosedur
berlangsung.

H. Manajemen Pasca Operasi


Pada ruang pemulihan pasca anestesi, hiperkapnia bisa tetap terjadi
selama 45 menit setelah prosedur selesai. Insiden mual muntah pasca operasi
laparoskopi dilaporkan cukup tinggi yaitu mencapai 42%. Mual muntah pasca
operasi setelah prosedur laparoskopi dipengaruhi oleh tipe dari prosedur, sisa
dari pneumoperitoneum, dan karakteristik pasien. Beberapa obat baik itu
tunggal maupun dalam kombinasi untuk mencegah dan mengobati komplikasi
ini meliputi metoclopramide, ondansentron, dan dexamethasone. Untuk
menurunkan insiden mual dan muntah pasca operasi dapat dilakukan dengan
meminimalkan dosis opioid dan mempertimbangkan pemberian propofol
untuk anestesi. Karena banyak prosedur laparoskopi direncanakan pada pasien
rawat jalan, evaluasi pada saat pasien akan pulang juga diperlukan.

Penggunaan analgetik setelah prosedur laparoskopi umumnya lebih


sedikit dibandingkan dengan sesudah bedah terbuka. Modalitas penggunaan
analgesik harus menghilangkan nyeri yang bisa terjadi karena insisi, visceral,
atau akibat gas residu dan pneumoperitoneum. Manajemen nyeri diawali
sebelum atau selama prosedure pembedahan. Pemberian opioid intravena
(fentanyl, morfine) dalam kombinasi dengan NSAID intravena membantu
agar pasien nyaman pada akhir dari prosedur. Infiltrasi dari anestesi lokal,
seperti bupivacaine pada port sites kulit dan peritoneum memblock nyeri
somatik dan visceral.
BAB V

MASTEKTOMI

A. LANDASAN TEORITIS MASEKTOMI


Modified Radical Mastectomy adalah suatu tindakan pembedahan
onkologis pada keganasan payudara yaitu dengan mengangkat seluruh
jaringan payudara yang terdiri dari seluruh stroma dan parenkhim payudara,
areola dan puting susu serta kulit diatas tumornya disertai diseksi kelenjar
getah bening aksila ipsilateral level I, II/III secara en bloc TANPA
mengangkat m.pektoralis major dan minor.
Tipe mastektomi dan penanganan kanker payudara bergantung pada
beberapa factor meliputi :
1. Usia
2. Kesehatan secara menyeluruh
3. Status menopause
4. Dimensi tumor
5. Tahapan tumor dan seberapa luas penyebarannya
6. Stadium tumor dan keganasannya
7. Status reseptor homon tumor
8. Penyebaran tumor telah mencapai simpul limfe atau belum
Tipe pembedahan secara umum dikelompokkan kedalam tiga
kategori : mastektomi radikal, mastektomi total dan prosedur yang lebih
terbatas ( contoh segmental, lumpektomi ).
1) Mastektomi preventif ( preventife mastectomy) disebut juga prophylactic
mastectomy.operasi ini dapat berupa total mastektomi dengan mengangkat
seluruh payudara dan putting atau berupa subcutaneous mastectomy
dimana seluruh payudara diangkat namun putting tetap dipertahankan .
2) Mastektomi total ( sederhana ) mengangkat semua jaringan payudara tetapi
semua atau kebanyakan nodus limfe dan otot dada tetap utuh.
3) Mastektomi radikal modifikasi mengangkat seluruh payudara , beberapa
atau semua nodus limfe dan kadang-kadang otot pektoralis minor.otot
dada mayor masih utuh.Mastektomi radikal ( halsted ) adalah prosedur
yang jarang dilakukan yaitu pengangkatan seluruh payudara, kulit, otot
pektoralis mayor dan minor, nodus limfe ketiak dan kadang-kadang nodus
limfe mamari internal atau supra klavikular.
4) Prosedur membatasi ( contoh : lumpektomi ) mungkin dilakukan pada
pasien rawat jalan yang hanya berupa tumor dan beberapa jaringan
sekitarnya diangkat. Lumpektomi dianggap tumor non-metastatik bila
kurang dari 5 cm ukurannya yang tidak melibatkan putting.prosedur
meliputi dignostik ( menentukan tipe sel ) dan atau pengobatan bila
dikombinasi dengan terapi radiasi.
Berdasarkan tujuan terapi pembedahan, mastektomi dibedakan
menjadi dua macam yaitu tujuan kuratif dan tujuan paliatif. Prinsip terapi
bedah kuratif adalah pengangkatan seluruh sel kanker tanpa meninggalkan sel
kanker secara mikroskopik. Terapi bedah kuratif ini dilakukan pada kanker
payudara stadium dini(stadium 0, I dan II).
Sedangkan tujuan terapi bedah palliatif adalah untuk mengangat
kanker payudara secara makroskopik dan masih meninggalkan sel kanker
secara mikroskopik. Pengobatan bedah palliatif ini pada umumnya dilakukan
untuk mengurangi keluhan-keluhan penderita seperti perdarahan, patah tulang
dan pengobatan ulkus, dilakukan pada kanker payudara stadium lanjut,yaitu
stadium III dan IV.
Prosedur pengangkatan sel kanker dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Mastektomi radikal, yaitu Mengangkat seluruh payudara, kulit, otot
mayor dan minor, nodus limfe aksila dan jaringan lemak disekitarnya.
b. Mastektomi radikal modifikasi, seperti mastektomi radikal tetapi otot
pektoralis mayor dipertahankan.
c. Mastektomi sederhana, Mengangkat payudara dengan mempertahankan
otot-otot yang menyokong.
d. Mastektomi parsial, Mengangkat lesi dan jaringan disekitarnya termasuk
nodus limfe.
e. Lumpektomi, Mengangkat lesi dan 3 sampai 5 cm jaringan ditepinya,
jaringan payudara dan kulitnya dipertahankan.
B. Beberapa tipe mastektomi yang ada pada saat ini
1. Mastektomi Preventif (Preventive Mastectomy)
Mastektomi preventif disebut juga prophylactic mastectomy.
Operasi ini dapat berupa total mastektomi dengan mengangkat seluruh
payudara dan puting. Atau berupa subcutaneous mastectomy, dimana
seluruh payudara diangkat namun puting tetap dipertahankan. Penelitian
menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan kanker payudara dapat
dikurangi hingga 90% atau lebih setelah mastektomi preventif pada
wanita dengan risiko tinggi.   
2. Mastektomi Sederhana atau Total (Simple or Total Mastectomy)
Mastektomi dengan mengangkat payudara berikut kulit dan
putingnya, namun simpul limfe masih dipertahankan. Pada beberapa
kasus, sentinel node biopsy terpisah dilakukan untuk membuang satu
sampai tiga simpul limfe pertama.

3. Mastektomi Radikal Termodifikasi (Modified Radical Mastectomy)


Terdapat prosedur yang disebut modified radical mastectomy
(MRM)-mastektomi radikal termodifikasi. MRM memberikan trauma
yang lebih ringan daripada mastektomi radikal, dan ssat ini banyak
dilakukan di Amerika. Dengan MRM, seluruh payudara akan diangkat
beserta simpul limfe di bawah ketiak, tetapi otot pectoral (mayor dan
minor) – otot penggantung payudara – masih tetap dipertahankan. Kulit
dada dapat diangkat dapat pula dipertahankan, Prosedur ini akan diikuti
dengan rekonstruksi payudara yang akan dilakukan oleh dokter bedah
plastik.
4. Mastektomi Radikal (Radical Mastectomy)
Mastektomi radikal merupakan pengangkatan payudara ‘komplit’,
termasuk puting. Dokter juga akan mengangkat seluruh kulit payudara,
otot dibawah payudara, serta simpul limfe (getah bening). Karena
mastektomi radikal ini tidak lebih efektif namun merupakan bentuk
mastektomi yang lebih ‘ekstrim’ , saat ini jarang dilakukan.

5. Mastektomi Parsial atau Segmental (Partial or Segmental Mastectomy)


Dokter dapat melakukan mastektomi parsial kepada wanita dengan
kanker payudara stadium I dan II. Mastektomi parsial merupakan breast-
conserving therapy- terapi penyelamatan payudara yang akan mengangkat
bagian payudara dimana tumor bersarang. Prosedur ini biasanya akan
diikuti dengan terapi radiasi untuk mematikan sel kanker pada jaringan
payudara yang tersisa. Sinar X berkekuatan penuh akan ditembakkan pada
beberapa bagian jaringan payudara. Radiasi akan membunuh kanker dan
mencegahnya menyebar ke bagian tubuh yang lain.
6. Quandrantectomy
Tipe lain dari mastektomi parsial disebut quadrantectomy. Pada
prosedur ini, dokter akan mengangkat tumor dan lebih banyak jaringan
payudara dibandingkan dengan lumpektomi.
Mastektomi tipe ini akan mengangkat seperempat bagian payudara,
termasuk kulit dan jaringan konektif (breast fascia).  Cairan berwarna biru
disuntikkan untuk mengidentifikasi simpul limfe yang mengandung sel
kanker.
7. Lumpectomy atau sayatan lebar,
Merupakan pembedahan untuk mengangkat tumor payudara dan
sedikit jaringan normal di sekitarnya.  Lumpektomi (lumpectomy) hanya
mengangkat tumor dan sedikit area bebas kanker di jaringan payudara di
sekitar tumor. Jika sel kanker ditemukan di kemudian hari, dokter akan
mengangkat lebih banyak jaringan. Prosedur ini disebuat re-excision
(terjemahan : pengirisan/penyayatan kembali).
8. Excisional Biopsy
Biopsi dengan sayatan juga mengangkat tumor payudara dan
sedikit jaringan normal di sekitarnya. Kadang, pembedahan lanjutan tidak
diperlukan jika biopsy dengan sayatan ini berhasil mengangkat seluruh
tumor.

C. Indikasi operasi
1. Kanker payudara stadium dini (I,II)
2. Kanker payudara stadium lanjut lokal dengan persyaratan tertentu
3. Keganasan jaringan lunak pada payudara.
D. Kontra indikasi operasi
1. Tumor melekat dinding dada
2. Edema lengan
3. Nodul satelit yang luas
4. Mastitis inflamatoar
E. Tekhnik operasi
Secara singkat tekhnik operasi dari mastektomi radikal modifikasi
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penderita dalam general anaesthesia, lengan ipsilateral dengan yang
dioperasi diposisikan abduksi 900, pundak ipsilateral dengan yang
dioperasi diganjal bantal tipis.
2. Desinfeksi lapangan operasi, bagian atas sampai dengan pertengahan
leher, bagian bawah sampai dengan umbilikus, bagian medial sampai
pertengahan mammma kontralateral, bagian lateral sampai dengan tepi
lateral skapula. Lengan atas didesinfeksi melingkar sampai dengan siku
kemudian dibungkus dengan doek steril dilanjutkan dengan mempersempit
lapangan operasi dengan doek steril
3. Bila didapatkan ulkus pada tumor payudara, maka ulkus harus ditutup
dengan kasa steril tebal ( buick gaas) dan dijahit melingkar.
4. Dilakukan insisi (macam –macam insisi adalah Stewart, Orr, Willy Meyer,
Halsted, insisi S) dimana garis insisi paling tidak berjarak 2 cm dari tepi
tumor, kemudian dibuat flap.
5. Flap atas sampai dibawah klavikula, flap medial sampai parasternal
ipsilateral, flap bawah sampai inframammary fold, flap lateral sampai tepi
anterior m. Latissimus dorsi dan mengidentifikasi vasa dan. N. Thoracalis
dorsalis
6. Mastektomi dimulai dari bagian medial menuju lateral sambil merawat
perdarahan, terutama cabang pembuluh darah interkostal di daerah
parasternal. Pada saat sampai pada tepi lateral m.pektoralis mayor dengan
bantuan haak jaringan maamma dilepaskan dari m. Pektoralis minor dan
serratus anterior (mastektomi simpel). Pada mastektomi radikal otot
pektoralis sudah mulai
7. Diseksi aksila dimulai dengan mencari adanya pembesaran KGB aksila
Level I (lateral m. pektoralis minor), Level II (di belakang m. Pektoralis
minor) dan level III ( medial m. pektoralis minor). Diseksi jangan lebih
tinggi pada daerah vasa aksilaris, karena dapat mengakibatkan edema
lengan. Vena-vena yang menuju ke jaringan mamma diligasi. Selanjutnya
mengidentifikasi vasa dan n. Thoracalis longus, dan thoracalis dorsalis,
interkostobrachialis. KGB internerural selanjutnya didiseksi dan akhirnya
jaringan mamma dan KGB aksila terlepas sebagai satu kesatuan (en bloc)
b. Lapangan operasi dicuci dengan larutan sublimat dan Nacl 0,9%.
c. Semua alat-alat yang dipakai saat operasi diganti dengan set baru, begitu
juga dengan handschoen operator, asisten dan instrumen serta doek
sterilnya.
d. Evaluasi ulang sumber perdarahan
e. Dipasang 2 buah drain, drain yang besar ( redon no. 14) diletakkan
dibawah vasa aksilaris, sedang drain yang lebih kecil ( no.12) diarahkan ke
medial.
f. Luka operasi ditutup lapais demi lapis
F. Komplikasi operasi
a. Dini :
a) pendarahan,
b) lesi n. Thoracalis longus à wing scapula
c) Lesi n. Thoracalis dorsalis.
b. Lambat :
a) infeksi
b) nekrosis flap
c) wound dehiscence
d) seroma
e) edema lengan
f) kekakuan sendi bahu à kontraktur
c. Mortalitas: hampir tidak ada

G. Perawatan pasca bedah


Pasca bedah penderita dirawat di ruangan dengan mengobservasi
produksi drain, memeriksa Hb pasca bedah. Rehabilitasi dilakukan sesegera
mungkin dengan melatih pergerakan sendi bahu. Drain dilepas bila produksi
masing-masing drain < 20 cc/24 jam. Umumnya drain sebelah medial dilepas
lebih awal, karena produksinya lebih sedikit. Jahitan dilepas umumnya hari
ke10 s/d 14.
Follow up
a. Tahun 1 dan 2 à kontrol tiap 2 bulan
b. Tahun 3 s/d 5 à kontrol tiap 3 bulan
c. Setelah tahun 5 à kontrol tiap 6 bulan
d. Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol
e. Thorax foto : tiap 6 bulan
f. Lab. Marker : tiap 2-3 bulan
g. Mammografi kontralateral : tiap tahun atau ada indikasi
h. USG abdomen : tiap 6 bulan atau ada indikasi

Anda mungkin juga menyukai