Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan
2.1.1 Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin atau uri) yang telah

cukup bulan atau hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,

dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Solehati, 2017).

Kelancaran persalinan normal tergantung pada 3 faktor P, yaitu kekuatan ibu

(Power), keadaan jalan lahir (Passage), dan keadaan janin (Passanger). Apabila ada

penyimpangan dan hal-hal normal dari persalinan dapat dikatakan bahwa persalinan

mengalami kesulitan atau kelainan atau patologis, kesulitan persalinan atau

kelambatan persalinan itu dinamakan distosia, distosia berpengaruh buruk bagi ibu

maupun janin, pengenalan dini dan penanganan yang tepat dapat menentukan

prognosis ibu dan janin (Maryunani, 2016).

Sedangkan menurut WHO persalinan normal adalah persalinan yang dimulai

secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap selama proses

persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam persentase belakang kepala usia

kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu, setelah persalinan ibu dan bayi dalam

kondisi sehat (Maryunani, 2016).

8
9

Persalinan patologis disebut dengan dystocia berasal dari bahasa Yunani. Dys

atau dus artinya jelek atau buruk, tocos artinya persalinan. Persalinan patologis adalah

persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi ibu dan anak (Maryunani, 2016).

2.1.2 Etiologi

Etiologi terjadinya persalinan belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa

faktor yang dianggap kemungkinan berperan dalam proses terjadinya persalinan.

Beberapa teori dibawah ini akan menjelaskan bagaimana terjadinya persalinan

tersebut (Mochtar, R, 1998)

1. Faktor Hormonal

Teori penurunan hormonal mengatakan bahwa 1-2 minggu sebelum persalinan

dimulai, terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron yang bekerja

sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh

darah sehingga timbul his (kontraksi pada rahim) bila kadar progesteron turun

(Kosasih, 2017).

2. Teori Plasenta Menjadi Lebih Tua

Dengan bertambahnya umur plasenta akan menyebabkan turunnya kadar

progesteron dan estrogen sehingga menyebabkan kekejangan pembuluh darah. Hal ini

akan menimbulkan kontraksi rahim (Kosasih, 2017).

3. Teori Distensi Rahim

Rahim yang menjadi besar dan meregang akan menyebabkan iskemia otot-otot

sehingga dengan terjadinya iskemia tersebut akan mengganggu sirkulasi utero

placenta (sirkulasi darah dari uterus ke plasenta) (Kosasih, 2017).


10

4. Teori Iritasi Mekanik

Adanya penekanan ganglion servikale yang terletak di belakang serviks. Bila

ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi

uterus (Kosasih, 2017).

5. Induksi Partus (Induction Of Labour)

Partus dapat pula ditimbulkan dengan jalan melakukan rangsangan laminaria,

oksitosin drips, dan amniotomi (Kosasih, 2017).

2.1.3 Tanda dan Gejala Persalinan

Persalinan kala II dimulai dengan pembukaan lengkap dari serviks (10 cm) dan

berakhir dengan lahirnya bayi. Adapun gambaran perjalanan persalinan adalah

sebagai berikut:

1. Tanda Permulaan Persalinan

a. Terjadi lightening, yaitu: kepala turun memasuki pintu atas panggul (PAP)

terutama pada primipara

b. Perut kelihatan lebih besar atau melebar, fundus uteri terlihat menurun.

c. sering berkemih karna kandung kemih tertekan oleh bagian bawah janin.

d. Sakit perut yang menjalar ke pinggang.

e. Serviks menjadi lembek mendatar. Serviks mengeluarkan sekresi lendir darah

dari vagina (bloody show).

f. Terjadinya kontraksi Braxton Hiks yang kuat.

g. Pecahnya ketuban.
11

2. Tanda Persalinan

a. Terjadinya his (kontraksi) persalinan.

b. Pengeluaran lendir dan darah (pembawa tanda).

c. Pengeluaran cairan (ketuban pecah).

d. Ibu merasa ingin meneran (mengejan) bersamaan dengan terjadinya kontraksi.

e. Perineum menonjol.

f. Ibu kemungkinan merasa ingin buang air besar (BAB).

g. Vulva vagina dan spinchter anus (daerah sekitar anus) membuka.

h. Jumlah pengeluaran lendir dan darah meningkat. (Kosasih, 2017).

2.2 Sectio Caesarea

2.2.1 Pengertian Sectio Caesarea

Sectio caesarea adalah suatu proses persalinan buatan yang dilakukan melalui

pembedahan dengan cara melakukan insisi pada dinding perut dan dinding rahim ibu,

dengan syarat rahim harus dalam keadaan utuh, serta janin memiliki bobot badan

diatas 500 gram, jika bobot janin dibawah 500 gram maka tidak perlu dilakukan

tindakan persalinan sectio caesarea (Solehati, 2017).

Istilah caesarea sendiri berasal dari bahasa latin caedere yang artinya

memotong atau menyayat. Tindakan yang dilakukan tersebut bertujuan untuk

melahirkan bayi melalui tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut dan

dinding rahim. Menurut sejarah operasi caesarea, bayi terpaksa dilahirkan melalui

cara ini apabila persalinan alami sudah dianggap tidak efektif ( Kasdu, 2016).
12

2.2.2 Sebab-Sebab Operasi Caesarea

Melahirkan dengan cara bedah atau operasi caesarea tidak bisa diputuskan

begitu saja oleh dokter karena risiko yang mungkin dialami akibat pembedahan harus

dipertimbangkan, baik dari segi kesehatan ibu maupun bayinya. Operasi caesarea ini

sebaiknya dilakukan jika keadaan medis memerlukannya. Artinya, janin atau ibu

dalam keadaan gawat darurat dan hanya dapat diselamatkan jika persalinan dilakukan

dengan jalan operasi. Itu sebabnya harus ada alasan yang jelas untuk melakukan

tindakan pembedahan, hal ini karena bentuk operasi apapun selalu mengandung risiko

sehingga harus ada indikasi yang jelas (Kasdu, 2016).

2.2.3 Klasifikasi Sectio Caesarea

Menurut (Mochtar, 2016) jenis persalinan operasi Sectio Caesarea terdiri dari 2

bagian yaitu Sectio Caesarea Abdominalis (Abdomen) dan Sectio Caesarea Vaginalis

(Vagina).

1. Abdomen ( Sectio Caesarea Abdominalis)

1). Sectio Caesarea Klasik (Korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira

sepanjang 10 cm. Kelebihan antara lain, pengeluaran janin lebih cepat, tidak

mengakibatkan komplikasi tertariknya kandung kemih, sayatan dapat diperpanjang

ke proksimal atau distal. Sedangkan kekurangannya adalah, infeksi mudah

menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik,

pada persalinan berikutnya lebih mudah menjadi rupture uteri spontan. Saat ini

tehnik tersebut sudah jarang digunakan karena banyaknya kekurangan. Namun


13

pada kasus tertentu, seperti pada kasus-kasus operasi berulang, yang memiliki

banyak perlengketan organ, sectio caesarea klasik ini dapat dipertimbangkan.

2). Sectio Caesarea Ismika (Profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah

rahim (Low Cervical Trasversal) kira-kira sepanjang 10 cm. kelebihan dari jenis

Sectio ini antara lain, penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan

repetonealisasi yang baik, tumpang tinding peritoneal flap sangat baik untuk

menahan penyebaran isi uterus ke rongga periotonium, pendarahan kurang,

dibandingkan dengan cara klasik, kemungkinan rupture uteri spontan lebih kecil.

Sedangkan kekurangannya adalah, luka dapat melebar ke kiri kanan dan bawah

sehingga dapat menyebabkan putusnya uterine yang mengakibatkan pendarahan

dalam jumlah yang banyak, dan tingginya keluhan pada kandung kemih setelah

pembedahan.

3). Sectio Caesarea Ekstraeritenialis

Yaitu sectio caesarea tanpa membuka peritonum pariatele, dengan demikian

tidak membuka kavuma abdominis.

2. Sectio Caesarea Vaginalis

Menurut arah sayatan dari rahim, Sectio Caesarea dapat dilakukan sebagai

berikut:

1) Sayatan memanjang (Longitudinal) menurut Kronig

2) Sayatan melintang (Transversal) menurut Kerr

3) Sayatan huruf T (T-incision)


14

Terdapat dua jenis Sectio Caesarea yaitu insisi uterus yang melibatkan segmen

atas uterus (korpus/fundus), jenis ini juga dikenal dengan jenis insisi vertikal dan

dikenal sebagai insisi klasik atau sectio caesarea, insisi uterus yang hanya melibatkan

segmen bawah uterus yang tidak dapat berkontraksi, jenis sectio caesarea ini juga

dapat melibatkan baik insisi trans versal bawah maupun insisi vertikal bawah.

(Varney, 2016 ).

2.2.4. Indikasi Sectio Caesarea

Seorang ibu yang akan melahirkan perlu dilakukan tindakan persalinan sectio

caesarea tentu berdasarkan indikasi terlebih dahulu. Indikasi tersebut dapat dilakukan

dengan alasan medis antara lain: karena ibu ataupun bayinya beresiko tinggi, bukan

karena alasan pribadi dari ibu sendiri/ elektif. Adapun indikasi dilakukannya sectio

caesarea pada klien karena adanya keadaan sebagai berikut:

1. Faktor Ibu

Antara lain Distosia, Chepalo Pelvic Disporportion (CPD), Preeklamsi

berat dan Eklamsia, gagal proses persalinan, sectio ulang, plasenta previa,

solutio plasenta, tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, ruptura uteri,

takut persalinan pervaginam, pengalaman buruk melahirkan pervaginam,

adanya keinginan untuk melahirkan pada hari yang telah ditentukan, disfungsi

uterus, usia ibu lebih dari 35 tahun, herpes genital aktif (Solehati, 2017).

2. Alasan Janin

Antara lain terjadinya gawat janin (distress), letak janin, kehamilan

ganda, adanya bobot bayi yang ukurannya lebih dari normal (Solehati, 2017).
15

2.2.5. Komplikasi Persalinan Sectio Caesarea

Menurut Lowdermilk, Perry, dan Bobak (2000), masalah yang biasanya muncul

setelah dilakukannya operasi antara lain: terjadinya aspirasi (25-50%), emboli

pulmonari, perdarahan, infeksi pada luka, gangguan rasa nyaman, nyeri, infeksi

uterus, infeksi pada traktus urinarus, cedera pada kandung kemih, tromboflebitis,

infark dada, dan pireksia. Apabila masalah-masalah tersebut tidak segera diatasi,

maka masalahnya menjadi panjang dan dapat menimbulkan masalah baru seperti:

pembentukan adhesion (perlengketan), obstruksi usus, nyeri pelvik, dan kesulitan

penggunaan otot untuk sit-up (Solehati, 2017).

Selain komplikasi tersebut, resiko kematian maternal akibat persalinan sectio

caesarea lebih tinggi dibandingkan dengan melahirkan secara pervaginam. Data

menunjukkan bahwa kira-kira 1-2 kematian maternal per 1000 kelahiran melalui

sectio caesarea dibandingkan dengan kematian akibat melahirkan pervaginam hanya

0.06 kematian per 1000 kelahiran pervaginam (Solehati, 2017).

2.2.6. Risiko Operasi Caesarea

Operasi caesarea sebaiknya dilakukan karna pertimbangan medis, bukan

keinginan pasien yang tidak mau menanggung rasa sakit. Hal ini karena risiko operasi

caaesarea lebih besar daripada persalinan alami. Demikian disebutkan dalam buku

Obstetrics and gynecology. Didalamnya dijelaskan, dalam kondisi ibu dan bayi yang

sehat dan tidak ada kesulitan, bedah caesar memiliki risiko. Misalnya kondisi pasien

yang tidak dapat diduga sebelumnya (Kasdu, 2016).


16

Menurut Peel dan Chamberlain, indikasi untuk melakukan operasi dengan

berbagai penyebabnya mengakibatkan angka kematian ibu 117% (sebelum dikoreksi)

dan 0,58% (sesudah dikoreksi), sedangkan kematian janin 14,5%. Pada 774

persalinan berikutnya, terjadi 1,03% rupture uteri (rahim robek). Risiko ini bisa

menimpa ibu maupun bayinya (Kasdu, 2016).

Persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan risiko lima kali lebih besar

terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal. Faktor risiko paling banyak dari

operasi caesar adalah akibat tindakan anastesi, jumlah darah yang dikeluarkan oleh

ibu selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit, endometritis (radang

endometrium), tromboplebilitis (pembekuan darah pembuluh balik), embolisme

(penyumbatan pembuluh darah), paru-paru dan pemulihan bentuk serta letak rahim

menjadi tidak sempurna (Kasdu, 2016).

Risiko-risiko yang dialami oleh wanita yang melahirkan secara sectio caesarea:
1. Alergi
2. Perdarahan
3. Cedera pada organ lain
4. Parut dalam rahim
5. Demam
6. Mempengaruhi produksi ASI (Kasdu, 2016).
17

Tabel 2.1
Perbedaan Persalinan Alami dan Caesarea
Persalinan Alami Operasi Caesar

Memiliki kemungkinan risiko lima kali lebih


Komplikasi yang mungkin terjadi lebih sedikit besar dibandingkan persalinan normal
dibandingkan operasi caesar
Proses persalinan membutuhkan waktu
Bisa berlangsung antara 18 hingga 24 jam sekitar 40-60 menit
Membutuhkan perawatan inap lebih lama,
Perawatan inap lebih singkat, sekitar 2-3 hari sekitar 3-5 hari
Waktu pemulihan organ reproduksi sama
Proses pemulihan organ reproduksi kembali dengan persalinan alami
seperti semula berlangsung selama 40 hari
Tidak terjadi robekan pada perineum
Terjadi kerusakan otot dasar panggul, robekan
otot sfingter anus
Jika tidak dalam kondisi darurat, persalinan
Umumnya, persalinan alami berlangsung pada operasi umumnya berlangsung sampai saat
usia janin cukup bulan janin cukup bulan
Umumnya pembiusannya regional sehingga
Selama bayi lewat jalan lahir yang sempit, gangguan pernapasan pada bayi jarang terjadi
mempermudah proses awal pernapasan bayi
baru lahir
Apabila memberikan bius regional, tetap bisa
Dapat memberikan kolostrum memberikan kolostrum, kecuali apabila
operasinya menggunakan bius total
(Kasdu, 2016).

2.3 Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan Sectio Caesarea

2.3.1. Usia Ibu

Usia reproduksi yang ideal bagi seorang ibu adalah antara 20-35 tahun. Usia

dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun akan meningkatkan risiko kehamilan dan

persalinan. Dari segi psikologis, pada wanita usia kurang dari 20 tahun perkembangan

kejiwaannya masih belum matang untuk menjadi seorang ibu. Dari segi fisik, pada

usia muda organ-organ reproduksi seorang wanita belum sempurna sehingga dapat

berakibat terjadinya komplikasi obstetri (Solehati, 2017).


18

Sedangkan diatas usia 35 tahun memiliki risiko tiga kali lebih besar untuk

terjadinya persalinan dengan tindakan sectio caesarea dibandingkan dengan usia

dibawah 35 tahun. Usia lebih dari 35 Tahun termasuk kedalam golongan usia

beresiko tinggi dalam kehamilan dan persalinan. Pada usia ini, berbagai masalah

sering kali menyertai kehamilannya, seperti plasenta previa totalis, preeklamsi berat,

kelelahan dalam mengedan, dan sebagainya. Di Iran dalam penelitiannya

menemukan, bahwa terdapat hubungan antara usia ibu diatas 35 Tahun dan persalinan

sectio caesarea, serta komplikasi gestasional, seperti preeklamsi dan malpresentasi

(Solehati, 2017).

Sedangkan menurut Maryunani 2016, usia wanita 15 Tahun atau kurang lebih

rentan terhadap terjadinya preeklamsi (suatu keadaan yang ditandai dengan tekanan

darah tinggi, protein dalam air kemih dan penimbunan cairan selama kehamilan) dan

eklamsia ( kejang akibat preeklamsia). Dan juga lebih mungkin melahirkan bayi

dengan berat badan rendah atau bayi kurang gizi.

Wanita yang usia 35 Tahun atau lebih, lebih rentan terhadap tekanan darah

tinggi, diabetes atau fibroid didalam rahim serta lebih rentan terhadap gangguan

persalinan (Maryunani, 2016).

2.3.2. Faktor Janin

1. Bayi Terlalu Besar


19

Berat bayi lahir 4.000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi

sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya, pertumbuhan janin yang berlebihan

(makrosomia) karena ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus).

2. Kelainan Letak Janin

Kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak sungsang dan letak lintang.

Sekitar 3-5% atau 3 dari 100 bayi terpaksa lahir dalam posisi sungsang.

Keadaan janin sungsang apabila letak janin didalam rahim memanjang dengan

kepala berada dibagian atas rahim, sementara pantat berada dibagian bawah

rongga rahim, sedangkan yang dimaksud dengan “posisi” adalah keadaan

bagian terendah bayi

Risiko bayi lahir sungsang pada persalinan alami diperkirakan 4 kali lebih

besar dibandingkan lahir dengan letak kepala yang normal. Oleh karena itu,

biasanya langkah terakhir untuk mengantisipasi hal terburuk karena persalinan

yang tertahan akibat janin sungsang adalah operasi

Sedangkan pada letak lintang letak yang menyebabkan poros janin tidak

sesuai dengan arah jalan lahir. Penanganan untuk kelainan letak lintang ini

sifatnya sangat individual. Kelainan letak janin dapat disebabkan oleh banyak

faktor baik dari janinnya sendiri maupun keadaan ibu. Diantaranya, adanya

tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk

rahim, plasenta previa, cairan ketuban yang banyak, kehamilan kembar dan

ukuran janin ( Kasdu, 2016).

2.3.3. Partus Lama


20

Persalinan dikatakan lama bila lebih dari 24 jam untuk primigravida dan lebih

dari 18 jam untuk multigravida (Maryunani, 2016).

Menurut Kasdu (2005) dalam penelitian Veibymiaty dkk, ketika persalinan tiba,

tetapi kontraksi yang terjadi tidak sesuai dengan harapan maka perlu di lakukan

tindakan induksi, jika kontraksi masih tetap berlangsung kurang baik maka persalinan

di bantu dengan alat forcep (vakum) namun jika cara tersebut tidak berhasil maka

akan segera di lakukan tindakan sectio caesarea.

Partus tak maju yaitu suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak

menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar vaksi

selama 2 jam terakhir. Persalinan pada primi biasanya lebih lama. pendapat umum

ada yang mengatakan persalinan banyak terjadi pada malam hari, ini disebabkan

kenyataan bahwa biasanya persalinan berlangsung selama 12 jam atau lebih, jadi

permulaan dan berakhirnya partus biasanya malam hari.

Sebab-sebab terjadinya partus lama ini adalah multikomplek, dan tentu saja

bergantung pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik dan

penatalaksanaannya. Dan faktor- faktor penyebabnya antara lain:

1. Kelainan letak janin

2. Kelainan-kelainan panggul

3. Kelainan his

4. Pimpinan partus yang salah

5. Janin besar atau ada kelainan kongenital

6. Primitua
21

7. Perut gantung, grandemulti

8. Ketuban pecah dini

2.3.4. Ketuban Pecah Dini (KPD)

Ketuban pecah dini merupakan keadaan dimana selaput ketuban pecah sebelum

persalinan mulai atau bila persalinan sudah dimulai akan tetapi pembukaan kurang

dari 3cm (Maryunani, 2016).

Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus

segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke luar sehingga

tinggal sedikit atau habis. Air ketuban adalah cairan yang mengelilingi janin dalam

rahim. Sekitar 60-70% bayi-bayi yang kehamilannya mengalami pecah ketuban dini

akan lahir dengan sendirinya paling lama 2 x 24 jam. Apabila bayi tidak lahir juga

lewat waktu itu, barulah dokter melakukan tindakan, yaitu bedah caesar (Kasdu,

2016).

1. Faktor Resiko Terjadinya Ketuban Pecah Dini

1) Kehamilan multiple / kehamilan ganda : kembar dua (beresiko 50%) dan

kehamilan tiga (beresiko 90%)

2) Riwayat persalinan prematur sebelumnya (risiko 2-4 kali).

3) Perdarahan pervaginam : Pada trimester pertama (beresiko 2 kali), trimester

kedua/ketiga (beresiko 20 kali).

4) Bakteriuria (beresiko 2 kali dengan prevalensi 7%) (Maryunani, 2016).

2.3.5. Plasenta Previa


22

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen

bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan permukaan lahir.

Implantasi plasenta yang normal, yaitu pada dinding depan atau dinding belakang

rahim di daerah fundus uteri (Mochtar, R: 1998).

Plasenta previa terbagi menjadi tiga, yaitu plasenta previa marginalis, plasenta

previa partialis, dan plasenta previa totalis. Kehamilan dengan plasenta previa

marginalis yaitu, pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan. Plsenta

previa partialis yaitu, sebagian permukaan tertutup oleh jaringan, tetapi persalinan

masih dapat dilakukan dengan cara pervaginam, asalkan dilakukan oleh orang yang

sudah terlatih. Kehamilan dengan plasenta previa totalis, yaitu pinggir plasenta

berada tepat pada pinggir pembukaan . pada kondisi seperti ini persalinan tidak dapat

dilakukan dengan pervaginam, tetapi melalui sectio caesarea karna plasenta menutupi

jalan lahir pada ibu (Solehati, 2017).

Letak janin ynag tidak normal menyebabkan partus akan menjadi patologik,

bila pada plasenta previa lateralis ketuban pecah atau dipecahkan dapat terjadi

prolapse funikuli, sering dijumpai unertia primer dan perdarahan (Maryunani, 2016).

2.4. Landasan Teori

Menurut Tetti Solehati 2016, indikasi penyebab pesalinan sectio caesarea

adalah Preeklamsi berat dan Eklamsia, gagal proses persalinan, sectio ulang,

plasenta previa, solutio plasenta, tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi,

ruptura uteri, takut persalinan pervaginam, pengalaman buruk melahirkan


23

pervaginam, adanya keinginan untuk melahirkan pada hari yang telah ditentukan,

disfungsi uterus, usia ibu lebih dari 35 tahun, herpes genital aktif .

Menurut Kasdu 2016, faktor penyebab dilakukannya persalinan operasi sectio

caesarea adalah seperti pada gambar 2.1:

Faktor Janin Faktor Ibu


Sectio Caesarea

Bayi terlalu besar Usia

Kelainan letak janin Tulang panggul

Ancaman gawat janin (fetal distres) Persalinan sebelumnya dengan operasi caesar

Janin abnormal Faktor hambatan jalan lahir

Faktor plasenta Kelainan kontraksi rahim

Kelainan tali pusat Ketuban pecah dini

Bayi kembar Rasa takut kesakitan

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan sectio


caesarea
(Kasdu, 2016).
24

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dirumuskan kerangka teori

faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan sectio caesarea sebagai berikut:

Faktor Predisposisi
 Umur
o Paritas

Faktor Pemungkin
o Ekonomi

Faktor Indikasi Sectio Caesarea


 KPD
o CPD
 Partus Lama
 Plasenta Previa
o Gawat Janin
 Kelainan Letak Janin
o Sectio Ulang
o PEB/Eklampsia
 Makrosomia
o Gemeli
Keterangan:
 Variabel yang diteliti
o Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Teori


(Kasdu dan Maryunani, 2016)
25

2.5. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah lihat pada Gambar 2.3:

Variabel Independen Variabel Dependen

Usia Ibu

Kelainan letak janin

Partus lama Persalinan Sectio


Caesarea
Ketuban pecah dini

Plasenta previa

Makrosomia

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

2.6. Hipotesis

1. Ada pengaruh antara usia ibu dengan persalinan sectio caesarea di Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan.

2. Ada pengaruh antara kelainan letak janin dengan persalinan sectio caesarea di

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan.

3. Ada pengaruh antara partus lama dengan persalinan sectio caesarea di Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan.


26

4. Ada pengaruh antara ketuban pecah dini dengan persalinan sectio caesarea di

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan.

5. Ada pengaruh antara plasenta previa dengan persalinan sectio caesarea di

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan.

6. Ada pengaruh antara makrosomia (bayi besar) dengan persalinan sectio

caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan.

Anda mungkin juga menyukai