Anda di halaman 1dari 5

Nama : Putu Demas Ardina Merta

NIM : 018.06.0060

UNDIAN NOMOR 3

1. Polineuropati1,2
a. Gejala Klinis
Tergantung dari penyebabnya, penyakit ini dapat memiliki gejala yang
beragam. Berikut adalah gejala yang umum terjadi jika mengalami
penyakit ini:
1) Gangguan gerakan (saraf motorik) dan indera (saraf sensori) terjadi
pada kedua sisi tubuh (simetris)
2) Munculnya rasa sakit (sensasi terbakar, dingin, tersengat) atau sensasi
lainnya (gatal, pembengkakan)
3) Merasa kebas atau sakit pada telapak kaki, betis dan paha, jari-jari,
tangan, dan lengan
4) Kaki melemah
5) Kemampuan pergerakan mata terganggu
Gejala-gejala tersebut dapat diperparah saat diekspos ke panas,
aktivitas fisik, atau kelelahan.
b. Alur Diagnosis
Ada beberapa kriteria untuk menentukan adanya komplikasi
polineuropati, salah satunya adalah dengan Konsesnsus San Antonio.
Paling sedikit 1 dari 5 kriteria dibawah ini dapat dipakai untuk
menegakkan diagnosis polineuropati, yakni :
a) Symptom scoring
b) Physical examination scoring
c) Quantitative Sensory Testing (QST)
d) Cardiovascular Autonomic Function Testing (cAFT)
e) Electro-diagnostic studies (EDS)
Pemeriksaan symptom scoring dan physical examination scoring yang
telah terbukti memiliki sensitifitas dan spesifitas tinggi untuk
mendiagnosis neuropati atau polineuropati diabetik adalah skor Diabetic
Neuropathy Symptom (DNS) dan skor Diabetic Neuropathy Examination
(DNE).
DNE mempunyai sensitivitas sebesar 96% dan spesifisitas sebesar
51%. Skor DNE adalah sistem skor yang sensitif dan telah divalidasi
dengan baik dan dapat dilakukan secara cepat dan mudah di praktek klinik.
Skor DNE terdiri dari 8 item yaitu :
1) Kekuatan otot
a) Quadrisep Femoris (ekstensi sendi lutut)
b) Tibialis anterior (dorsofleksi kaki)
2) Refleks
a) Trisep surae / tendo achiles
3) Sensibilitas jari telunjuk
a) Sensitivitas terhadap tusukan jarum
4) Sensibilitas ibu jari kaki
a) Sensitivitas terhadap tusukan jarum
b) Sensitivitas terhadap sentuhan
c) Persepsi getar
d) Sensitivitas terhadap posisi sendi
Keterangan :
- Skor 0 = normal
- Skor 1 = defisit ringan atau sedang (kekuatan otot 3-4, refleks dan
sensitivitas menurun)
- Skor 2 = defisit berat (kekuatan otot 0-2, refleks dari sensitivitas
negatif / tidak ada
- Nilai maksimal dari 4 macam pemeriksaan tersebut diatas adalah 16,
dengan kriteria diagnosis neuropati bila nilai > 3 dari 16 nilai.
Sedangkan skor DNS merupakan 4 point yang bernilai untuk skor
gejala, dengan prediksi nilai yang tinggi untuk menyaring polineuropati
pada diabetes. Gejala jalan tidak stabil, nyeri neuropatik, parastesia atau
rasa kesemutan dan seperti terbakar. Satu gejala dinilai skor 1, maksimum
skor 4. Skor 1 atau lebih diterjemahkan sebagai positif polineuropati
diabetik.
DNS dapat digunakan untuk diagnosis kllinis polineuropati diabetik
yang mudah dilakukan dalam praktek klinis, tetapi harus dikombinasikan
dengan metode lain. DNS mendapatkan skor pada pasien DM tipe 2
dengan sensitivitas 64,41% dan spesifitias 80,95% dan menyimpulkan
bahwa dalam semua skor, DNE yang paling sensitif dan DNS adalah yang
paling spesifik.
Terdapat pula pengujian menggunakan Amplitudo SNAP (Sensory
Nuron Action Potential) sebagai Penegak Diagnosis Polineuropati.
Meskipun uji ini jarang digunakan dan memiliki sensotivitas 68.3%,
spesifitas 80%, nilai duga positif 97.1%, dan nilai duga negatif 20,5%.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Electrical and Mechanical Contracting (EMG)
2) Analisis dari cairan cerebrospinal (Lumbar puncture)
3) Pemeriksaan indera, penelitian konduksi saraf (NCS)
4) Biopsy kulit dan tes darah untuk mengukur tingkat vitamin B12

2. CTS (Carpal Tunnel Syndrome)3


a. Definisi
CTS (carpal tunnel syndrome) atau sindrom lorong karpal adalah
neuropati akibat saraf yang terjebak yang paling sering ditemui. CTS dapat
terjadi karena saraf pergelangan tangan (N. Medianus) yang tertekan dan
menimbulkan gejala nyeri, mati rasa, dan parestesia (kesemutan atau
seperti terbakar).
b. Klasifikasi
Carpal Tunnel Syndrome dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan
patosifiologinya, yaitu :
1) Stadium awal
Ditandai dengan gejala intermiten yang hanya terasa di malam hari.
Pada sindrom terowongan karpal idiopatik, banyak faktor yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakanal nokturnal antara lain:
a) Redistribusi cairan ekstremitas atas ketika posisi supinasi
b) Kurangnya mekanisme pompa otot yang mungkin berkontribusi
pada drainase cairan interstitial terowongan karpal
c) Kecenderungan pergelangan tangan pada posisi fleksi, yang
akhirnya meningkatkan tekanan intrakanal
d) Peningkatan tekanan arterial selama setengah malam terakhir
Jika tekanan meningkat melebihi 40-50 mmHg, aliran balik vena
pada mikrosirkulasi intraneural akan terganggu dan menyebabkan
stasis vena serta hipoksia intraneural yang berujung edema saraf.
Setelah peningkatan tekanan lebih dari 30 mmHg selama lebih dari 2
jam terjadi kelemahan progresif transfer aksonal. Hal ini dapat
dikoreksi dengan reposisi pergelangan tangan dan pergerakan jari-jari
untuk drainase edema, sehingga gejala mereda.
2) Stadium menengah
Gejala terjadi baik pada malam hari dan siang hari. Abnormalitas
mikrosirkulasi terjadi konstan dengan edema interstitial epineural dan
intrafasikular, yang menyebabkan peningkatan tekanan cairan
endoneural. Edema epineural menyebabkan kerusakan mielin dan
nodus Ranvier yang berpengaruh terhadap konduksi saraf. Setelah
kompresi teratasi, perbaikan gejala dapat terjadi secara cepat karena
kembalinya mikrosirkulasi intraneural, namun perbaikan selubung
mielin membutuhkan waktu beberapa minggu hingga bulan sehingga
gejala dapat terjadi intermiten dan kelainan elektrofisiologi persisten.
3) Stadium akhir
Gejala timbul secara konstan terutama defisit motorik dan sensorik
akibat gangguan akson yang lebih besar. Selubung jaringan penunjang
menjadi fibrosis dan menebal. Setelah serabut saraf dibebaskan,
perbaikan bergantung kepada regenerasi serabut saraf, usia, adanya
polineuropati atau tidak, dan keparahan kompresi yang bisa terjadi
beberapa bulan bahkan tahun.

Refrensi :
1. Widyadharma, Eka. 2017. Nyeri Polineuropati Diabetik. Pain Education.
Denpasar (ID): Pustaka Bangsa Press
2. Kinesya, dkk. 2018. Penggunaan Pemeriksaan Amplitudo Sensory Neuron
Action Potentional sebagai Penegak Diagnosis Polineuropati. 4(1). Malang
(ID): Malang Neurology Journal
3. Atin, Rofi’. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Carpal Tunnel
Syndrome (CTS) Dextra di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Solo:
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Anda mungkin juga menyukai