Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ali Akbar

Kelas : Biologi A 2019

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang
tinggi, karena Indonesia terletak di kawasan tropik yang mempunyai iklim stabil dan secara geografi
adalah negara kepulauan yang terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia. Salah satu
keanekaragaman hayati yang terdapat di Indonesia adalah serangga(Sari,Yolanda, dan Purnama,
2015). “Di Indonesia serangga terdapat kurang lebih 250.000 jenis, jumlah ini merupakan 15% dari
jumlah biota yang diketahui di Indonesia” (Shahabuddin dkk., 2005: 141). “Semut adalah serangga
eusosial yang berasal dari Famili Formicidae yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera bersama
dengan lebah dan tawon serta kosmopolit” (Borror et al., 1996).” Ada sekitar 3500 spesies yang
hidup di daerah tropis dan beriklim sedang “(Hoeve, 1996).” Saat jumlah mereka bertambah, mereka
dapat membentuk sekitar 15-20% jumlah biomassa hewan-hewan besar” (Schultz, 2000). Untuk
perbandingannya sendiri yaitu untuk setiap 700 juta semut yang lahir ke dunia ini, hanya terdapat 40
kelahiran manusia, dengan begitu dapat dikatakan semut telah menguasai hampir seluruh bagian
tanah di bumi (Taib, 2012).

Semut (Hymenoptera: Formicidae) adalah salah satu serangga yang populasinya melimpah
pada alam hampir setiap jenis ekosistem kecuali di daerah kutub (Bolton, 1994). Sebagai kelompok
serangga yang paling melimpah dan hampir ditemukan pada semua habitat terrestrial (Hölldobler &
Wilson 1990; Wilson 1990) membuat semut dapat menguntungkan maupun merugikan bagi
manusia. Beberapa kelompok semut mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan manusia.
Kelompok semut tersebut biasanya disebut semut tramp, semut tramp berasosiasi sangat dekat
dengan manusia yang dapat ditemukan melimpah pada habitat yang terganggu, area pertanian
hingga perumahan, bahkan umumnya wilayah aslinya berasal dari luar daerah distribusinya
(McGlynn 1999). Keberadaan spesies tramp dapat merugikan bagi keanekaragaman hayati dan
bahkan bagi manusia (Holway et al. 2002; O’Dowd et al. 2003). Semut dapat berperan seperti dapat
menjaga aerasi dan pencampuran tanah sehingga meningkatkan infiltrasi air yang dapat membuat
kualitas tanah tetap bagus (Arifin,2014). “Semut membentuk simbiosis dengan serangga lainnya,
tumbuhan, maupun fungi. Banyak spesies semut yang juga aktif menyebarkan bibit berbagai jenis
tanaman” (Hoeve, 1996). Peran seperti itu penting dengan begitu dapat dikatakan jika semut punah,
ribuan spesies hewan dan tumbuhan akan ikut punah (Arifin, 2014). “Bahkan lebih dari itu, hampir
semua ekosistem daratan akan melemah karena berkurangnya kompleksitas ekosistem” (Hoeve,
1996). Lebih lanjut lagi semut memiliki peranan sebagai dekomposer, penyerbuk, pembuat airator
tanah, predator dan indikator (Tawatao, 2014: 1). Dengan begitu semut memiliki peranan yang
cukup banyak (Fitria, 2013: 1). “Keberadaan semut sangat dipengaruhi oleh komponen biotik dan
abiotik yang ada di habitatnya. Perbedaan kondisi dari suatu habitat menentukan jenis makhluk
hidup yang berada di dalamnya, termasuk semut.

Di sepanjang Jalur Pendakian Cibodas, ditemukan berbagai subzona hutan


pegunungan seperti submontana, montana, dan subalpin yang masing-masing
memiliki kekhasan dan karakteristik tersendiri. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi
keaneragaman hayati di dalamnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian
untuk mencari tahu keanekaragaman semut pada masing-masing subzona hutan
pegunungan tersebut dan melihat pembagian peranan di dalamnya” (Arifin, 2014).
Perubahan habitat dapat mempengaruhi populasi semut (Hasriyanty,Rizali , dan Buchor3,
2015). “Respon semut yang sangat sensitif terhadap perubahan habitat menjadikan semut dapat
digunakan sebagai bioindikator dari gangguan habitat” (Andersen 1997; Peck et al. 1998; Andersen
2000), hal tersebut juga termasuk dari penggunaan pestisida (Matlock & de la Cruz 2002). “Beberapa
spesies semut mampu memanfaatkan terjadinya peningkatan suhu melalui peningkatan aktivitas
dan jumlah koloni, yang menyebabkan perubahan struktur komunitas melalui mekanisme
kompetisi” (Gibb & Hochuli 2003). Adanya tempat untuk bersarang yang sesuai dengan habitatnya
juga memengaruhi keberadaan dari semut Hasriyanty,Rizali , dan Buchor3, 2015). Sebagai contoh,
alat alat rumah tangga dan makanan yang terletak di lantai akan menjadi tempat semut untuk
bersarang (Rizali et al. 2008). Hubungan antara spesies semut dan habitat nya pada daerah urban
telah banyak dipelajari, sebagai contoh penelitian mengenai semut urban di daerah Bogor (Rizali
dkk . 2008). Walaupun demikian, masih belum banyak penelitian mengenai pengaruh urbanisasi
terhadap semut (McIntyre et al. 2001; Smith et al. 2006). Bahkan penelitian ekologi pada daerah
urban umumnya difokuskan pada kelompok serangga lain misalnya kupu-kupu (Koh & Sodhi 2004;
Collier et al. 2006) pada habitat taman dan hutan kota. Beberapa jenis semut yang sering terlihat
diantaranya; semut rangrang, semut api, semut hitam, semut gila kuning, semut beludru, dan
sebagainya ( Taib, 2012)

Semut api merupakan salah satu jenis yang paling sosial dalam genus serangga , mereka
terorganisasi dengan baik. Koloni dan sarang-sarang semut yang teratur, terdiri dari ribuan semut
per koloni. Jenis semut dibagi menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut (Taib, 2012) .
Satu koloni dari semut api akan menguasai sebuah daerah yang luas untuk mendukung semua
kegiatan mereka (Tarumingkeng, 2001). “Koloni semut kadangkala disebut super organisme
dikarenakan koloni-koloni mereka yang membentuk sebuah kesatuan. Ada koloni yang melakukan
pekerjaan dengan pertanian atau peternakan.

Dengan jaringan komunikasi yang sangat kuat, hewan ini begitu unggul
sehingga tak dapat dibandingkan dengan organisme manapun dalam segi
spesialisasi dan organisasi sosial. Semua semut melewatkan sebagian besar
waktunya untuk mencari makan. Mereka mencari makanan dan makan, lalu
mereka lapar lagi, dan kembali pergi mencari makan. Mereka juga akan lari
dari sesuatu yang bisa membahayakan diri mereka” (Taib, 2012).

Dolichoderus (semut hitam) adalah salah satu jenis semut yang memiliki ciri-ciri, yaitu tubuh
berwarna hitam dengan kaki berwarna kemerahan, pada kaki terdapat cakar yang tajam, kulit keras,
kuat dan licin, pada tubuh terdapat buku-buku yang halus, nodus berbentuk kerucut, kepala pendek
dan antena panjang (Sari,Yolanda, dan Purnama, 2015).

Anoplolepis (semut gila kuning) adalah jenis semut yang memiliki tubuh bewarna kuning,
kaki panjang dan terdapat cakar pada kakinya, antena berukuran panjang terdiri dari 11-12 segmen
(bagian, seluruh tubuh terdapat buku-buku yang halus, tubuh terlihat mengkilat terang, perut bulat
memanjang, rahang berbentuk segitiga , pada rahang terdapat gigi, terdapat pedicel dan satu nodus
(Sari,Yolanda, dan Purnama, 2015).

Paratrechina (semut longhorn gila) adalah jenis semut yang memiliki antena berjumlah 12
segmen, kaki sangat panjang dan terdiri dari beberapa segmen, memiliki bukubuku pada tubuh,
mata terletak di depan pertengahan kepala, tubuh bewarna coklat muda dan hitam, kepala
memanjang dan gaster terdiri dari beberapa segmen (Sari,Yolanda, dan Purnama, 2015).
Oecopylla (semut rangrang) adalah jenis semut yang memiliki antena yang panjang dan
terdiri dari 9-12 segmen, pada rahang terdapat gigi yang banyak, memiliki mata yang besar bewarna
hitam terletak disamping kepala, terdapat satu nodus pada pedicel, duri tajam pada kaki dan perut
terangkat ke atas (Sari,Yolanda, dan Purnama, 2015).

Anda mungkin juga menyukai