Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Herniasi internal merupakan kasus obstruksi pada saluran intestinal yang


jarang ditemukan. Kasus ini dapat terjadi pada semua usia, dan paling banyak
terjadi pada neonatus. Kejadian pada neonatus paling sering disebabkan oleh
defek kongenital pada mesenterium. Presentase kasus herniasi internal adalah
0,5%-5,8% dari seluruh total kasus obstruksi saluran intestinal, dan 35% kasusnya
disebabkan karena defek kongenital pembentukan mesenterium pada usus halus.
Pada herniasi internal, terjadi tonjolan viskus melalui foramen atau fossa
retroperitoneal didalam rongga abdomen, berbeda seperti pada herniasi inguinal
maupun herniasi ventral. Tanpa melalui temuan klinis yang berarti, Herniasi
internal dapat didiagnosis melalui pemeriksaan CT-scan.(1,2)
Etiologi herniasi internal dapat merupakan suatu bawaan maupun didapat.
Pada herniasi internal bawaan, genetik berperan utama sebagai penyebab defek
pada mesenterium. Ada beberapa jenis herniasi internal bersifat bawaan yang
diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, yaitu paraduodenal, pericecal,
transmesenterik, foramen winslow, dan herniasi intersigmoid. meskipun sebagian
besar kasus ini memliki etiologi bawaan, sebagian besar kasus juga dilaporkan
pada usia dewasa sebagai kasus yang didapat. Herniasi internal yang didapat
seringkali disebabkan oleh defek mesenterik pasca reseksi usus. Selain itu trauma
seperti luka tembak dapat pula menyebabkan herniasi internal.(1,3,4)
Gejala-gejala yang muncul sering kali tidak jelas, namun angka mortalitas
dan morbiditas akibat herniasi internal sangat tinggi. Beberapa pasien tidak
menunjukan suatu gejala, sementara beberapa pasien yang lain menunjukan gejala
yang membutuhkan bantuan medis, seperti akut abdomen dan syok.(5,6)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. EPIDEMIOLOGI
Herniasi internal memiliki insidensi yang sangat rendah, yaitu kurang
dari 1% dan mewakili jumlah presentasi yang sangat kecil. Selain itu presentase
kasus herniasi internal adalah 0,5%-5,8% dari seluruh total kasus obstruksi
saluran intestinal, dan 35% kasusnya disebabkan karena defek kongenital
pembentukan mesenterium pada usus halus. Pada kasus yang pasca operasi,
penyebab morbiditas akibat harniasi internal memiliki perkiraan insidensi 1%-
4%. Dalam analisis 26 studi dengan total hampir 1200 pasien, tingkat kematian
akibat herniasi internal ditemukan sebesar 1,17% dengan mortalitas dan
morbiditas terbesar terkait dengan pasien yang menunjukan gejala akut.(1,2,6)

II. ETIOLOGI
Data epidemiologi menginvestigasi kejadian herniasi internal pada
neonatus di akibatkan karena defek kongenital pembetukan mesenterium pada
usus halus terjadi akibat kelainan genetik. Kelainan ini menyebabkan munculnya
suatu tonjolan viskus melalui foramen maupun fossa retroperitoneal didalam
rongga abdomen. Hipotesis yang menyatakan terjadinya defek mesenterik
meliputi regresi pada dorsal mesenterium, perkembangan perluasan area
hipovaskular, pertumbuhan segmen mesenterium yang terlalu cepat, dan
kompresi mesenterium oleh kolon selama masa pembentukan fetal midgud (5,6,)
Pada kasus orang dewasa, herniasi internal seringkali didapat akibat defek
mesenterium pasca reseksi usus. Pasien pasca by pass lambung laparoskopi
Roux-e-Y sangat rentang memgalami herniasi internal karena lebih sedikit adhesi
untuk menambatkan lengkung usus kecil. Selain pasca operasi, trauma juga
berperan dalam kejadian herniasi internal. (2,5,6)

2
Hernia Internal, secara umum dibagi didalam beberapa tipe: (6)
1. Herniasi Paraduodenal
Herniasi tipe ini paling sering terjadi dan hampir 50% dari kasus herniasi
internal. Hal ini terjadi akibat terjebaknya usus kecil didalam mesenterium
kolon, bisa disisi sebelah kiri maupun kanan, namun sisi kiri lebih sering.
Gejala klinis yang muncul bervariasi, mulai dari nyeari abdomen sedang
sampai berat yang bersifat difus. Manifestasi herniasi paraduodenal kiri dan
kanan berbeda, sesuai dengan letak anatomi organ terdekat.
Pada herniasi paraduodenal dekstra, terjadi herniasi melalui fossa
paraduodenal waldayer. Sedangkan pada herniasi paraduodenal sinistra terjadi
akibat herniasi melalui fossa paraduodenal landzert. Fossa ini terletak disebelah
kiri duodenojejunum junction.
2. Herniasi Paracaecal
Terjadi sekitar 13% dari seluruh kasus herniasi internal. Penyebab
utamanya disebabkan oleh herniasi pada ileumposterior kedalam caecum
melalui sulkus parakolik.
3. Herniasi ForamenWinslow
Hernia jenis ini menyerang sekitar 8% dari seluruh kasus herniasi internal.
Penghubung antara kantung yang kecil dan besar foramen epiploika winslow.
Secara anatomi, ini terletak lebih rendah dari lobus caudatus, anterior ke vena
cava inferior dan superior ke bagian kedua pada duodenum, posterior
ligamentum hepatoduodenal.
4. Herniasi Transmesenterika
Herniasi melalui usus kecil mesenterika atau mesokolon menyerang
sekitar 4%-8% dari kasus herniasi internal. Herniasi ini muncul pada populasi
anak dan biasanya terletak didekat ligamentum Treitz dekat dengan katup
iliocaecal distal.
5. Herniasi Transmomental
Herniasi ini terjadi 1-4% dari seluruh kasus herniasi internal. Herniasi ini
merupakan tipe yang paling langkah dibanding herniasi tipe lain.

3
III. ANATOMI
1. Pembentukan Dinding Abdomen(7,8)
Pembentukan dinding abdomen dimulai dari lanjutan segmentasi
mesoderm. Mesoderm lateral membelah menjadi mesoderm somatik dan
mesoderm splanchnicus yang masing-masing berkaitan dengan ektoderm
dan entoderm. Otot-otot dinding anterior abdomen berasal dari mesoderm
somatopleurik dan tetap mempertahankan persarafan segmentalnya dari
ramus anterior nervus spinalis.
Tidak seperti pada thorax, susunan segmental menjadi hilang karena
tidak adanya costa, dan mesenkim bergabung membentuk lapisan-lapisan
besar otot. Musculus rectus abdominis mempertahankan indikasi adanya
asal segmental, seperti yang dapat dilihat dengan terdapatnya
intersectiones tendinei.
Mesoderm somatopleurik terbelah menjadi tga lapis, yang membentuk
musculus obliquus externus, musculus obliquus internus, dan musculus
transversus abdominis. Akhirnya pada usia tiga bulan, dinding anterior
abdomen menutup di garis tengah, pada saat sisi kanan dan kiri bertemu di
garis tengah dan menyatu. Garis penyatuan mesenkim membentuk linea
alba; dan pada sisi lainnya musculus rectus abdominis terletak di dalam
vagina musculi recti abdominis.

4
Gambar 1. Potongan transversal melalui embrio pada berbagai tahap perkembangan7

2. Intestenum Tenue(7,8,9)
Intestinum tenue merupakan bagian dari tractus digestivus yang paling
panjang, membentang dari orificium pyloricum hingga plica ileocecalis
Berupa tabung, dengan diameter yang makin ke distal makin menyempit,
panjangnya 6-7 m. Intestenum Tenue terdiri dari 3 segmen, yaitu duodenum,
jejunum, dan ileum, berperan sangat penting pada proses pencernaan dan
penyerapan.
Terdapat muara dari ductus hepatopancreaticus yang mengalirkan cairan
empedu dan sekret dan enzim pencernaan yang dihasilkan pancreas untuk
membantu proses pencernaan makanan di dalam duodenum. Chymus yang
bersifat asam dibuat menjadi bersifat lebih alkali dengan penambahan
empedu dari kantung empedu (vesica felea) dan sekresi bikarbonat dari
pancreas dan kelenjar Brunner pada duodenum sehingga melindungi dinding
duodenum dan membuat enzim pencernaan dapat bekerja dengan baik

5
a. Duodenum
Merupakan salah satu bagian dari intestenum yang menyusun pada
bagian pertama dari intestenum tenue. Duodenum memiliki panjang
rata-rata 20 meter sampai 25 meter, yang secara anatomis terletak kira-
kira setinggi level umbilicus, terletak di retroperitonealis kecuali pada
pars superiornya, serta terletak pada regio abdomen epigastrica dan
regio umbilicalis.

Gambar 2. Duodenum berdasarkan pars nya8


Duodenum dibagi menjadi 4 pars yaitu :
1. Pars superior duodeni
Pada pars ini, memiliki panjang sekitar 5 cm, mulai dari pylorus,
berjalan ke atas dan ke belakang pada sisi kanan Vertebrae Lumbal
I, skeletopis setinggi Vertebrae Thorakal XII – Vertebrae Lumbal,
Terdapat ampulla duodeni serta berhubungan dengan hepar melalui
ligamentum hepatoduodenale (duplicatur peritonei). Sudut
pertemuan antara pars superior dan pars descendens disebut
sebagai flexura duodeni superior
2. Pars descendens duodeni

6
Pada pars ini, memiliki panjang sekitar 8 cm, dengan skeletopis
setinggi Vertebrae Lumbal I – Vertebrae Lumbal III. Pada margo
medialis terdapat muara ductus choledocus dan ductus pancreaticus
(Wirsungi), bermuara pada ampulla hepatopancreatica (Vateri)
pada muara ini terdapat tonjolan yang disebut papilla duodeni
major. Pada ampulla Vateri terdapat Musculus Sphincter oddi
(gabungan dari M.sphincter choledochi, Musculus sphincter
ampulla Vateri, Musculus phincter ductus pancreaticus) Sekitar 2 –
3 cm diatas dari papilla duodeni major terdapat papilla duodeni
minor muara dari ductus pancreaticus accesorius (Santorini)
3. Pars inferior duodeni / Pars Horizontalis Duodeni
Pada pars ini, memiliki panjang sekitar 8 cm dengan
skeletopis setinggi Vertebrae Lumbal III . Sudut pertemuan antara
pars inferior dengan pars ascendens disebut sebagai flexura
duodeni inferior
4. Pars ascendens duodeni
Pada pars ini, memiliki panjang sekitar 5 cm, skeletopis
setinggi Vertebrae Lumbal III – Vertebrae Lumbal II (arah naik)
beralih menjadi jejunum, terdapat flexura duodenojejunalis dan
terdapat ligamentum Treitz (Musculus Suspensorium duodeni)
yang membentang dari flexura duodenojejunalis hingga crux
dexter diaphragmatica di sebelah kiri dan caudal dari foramen
oesophageum, fungsi: menaikkan flexura duodenojejunalis agar
tidak terjadi obstruksi

b. Jejunum et ileum
Pada bagian pars jejunum dan ileum, memiliki panjang sekitar 6
meter. Dua per lima proksimal adalah jejunum, tiga per lima distal
adalah ileum. Jejunum dimulai pada junctura duodenojejunalis dan
ileum berakhir pada junctura ileocaecalis. Mayoritas bagian jejunum
berada dii kuadran kiri atas, sedangkan ileum lebih banyak berada di

7
kuadran kanan atas. Ujung dari ileum biasanya berada di pelvis dan
berakhir pada bagian medial dari caecum.

Gambar 3. Intestenum tenue et crassum9


3. Intestenum Crassum(7,8,9)
Intestinum crassum membentang dari bagian distal ileum
sampai ke anus. Memiliki panjang sekitar 1,5 meter pada orang
dewasa. 1,5 dari panjang canalis analis intestinales. Diameternya lebih
lebar daripada intestinum tenue. Posisi lebih tetap dan sacculated.
Berawal dari regio inguinalis dextra sebagai caecum, berjalan
ascendens melewati regio lumbalis dextra, hypocondriaca dextra
dibawah hepar, sebagai flexura hepatis (flexura coli dextra) setinggi
Vertebrae Lumbal II, berjalan ke kiri transversal menyilangi abdomen
di regio epigastrica dan lumbalis menujuregio hypocondriaca sinistra,
membelok sebagai flexura lienalis (flexura coli sinistra) setinggi
Vertebrae Lumbal I berjalan descendens melewati regio lumbalis
sinistra sampai ke fossa iliaca sinistra membentuk flexura sigmoidea,
masuk ke pelvis turun berjalan sepanjang dinding posterior anus.
Intestinum crassum dibagi menjadi Caecum dan appendix
vermiformis (organ intraperitoneal). Colon terbagi menjadi beberapa
bagian, yaitu Colon ascendens (organ retroperitoneal), Colon

8
transversum (organ intraperitoneal), Colon descendens (organ
retroperitoneal), Colon sigmoideum (organ intraperitoneal)

Gambar 4. Colon9

IV. PATOFISIOLOGI
Pada anak-anak yang terdiagnosis dengan herniasi internal, 85%
adalah usia neonatus, sedangkan 82% tipe hernia paraduodenal terjadi
pada anak-anak yang lebih besar. Namun, tinjauan literatur lain
menunjukkan bahwa hernia transmesenterik adalah tipe hernia yang paling
umum pada anak yang lebih tua maupun pada neonatus. Pada orang
dewasa, hernia internal yang paling sering adalah paraduodenal, akibat
dari penutupan yang tidak sempurna dari mesenterika yang dibuat melalui
pembedahan dan biasanya didapat dari operasi abdomen sebelumnya
terutama Roux-en-Y anastomosis.(10,11)
Herniasi internal paraduodenal terjadi akibat suatu anomali bawaan
karena kegagalan fusi antara mesenterik dengan peritoneum parietale serta
rotasi abnormal usus. Hernia paraduodenal kanan melibatkan fossa
Waldayer yang berada tepat di belakang arteri mesenterika superior dan
lebih rendah daripada segmen transversal duodenum dengan atau tanpa
anomali rotasi. Arteri mesenterika superior dan vena kolik kanan terletak
di perbatasan anteromedial dari lengkung usus kecil.(10,11)
Literatur yang membahas tentang hernia internal diterbitkan
selama dekade terakhir, menekankan bahwa hipotesis Hernia internal
harus dipertimbangkan untuk pasien dengan tanda dan gejala obstruksi

9
usus, khususnya tanpa adanya penyakit radang usus, eksternal hernia atau
laparotomi sebelumnya. Ada kesulitan yang ekstrem dalam membuat
diagnosis hernia internal sebelum operasi apakah termasuk pada herniasi
Strangulata ataupun hernia inkarserata.(12,13)
Secara keseluruhan manajemen pada obstruksi usus yang bersifat
akut perlu dilakukan resusitasi awal dan dekompresi naso-lambung, diikuti
segera dengan laparotomi. Sayatan median laparotomi, diikuti oleh
perluasan dibagian atas atau bawah ketika dibutuhkan biasanya memadai
untuk mengakses situs obstruksi yang tidak dapat diprediksi.(12,13)
Risiko tinggi terjadi hernia internal setelah rekonstruksi Roux-Y
terkait dengan suatu ruang abdomen yang secara khusus dibuat setelah
rekonstruksi Roux-Y, dengan masing-masing ruang menjadi suatu
orificium dan potensial untuk hernia internal. Karena itu, perawatan pasca
rekonstruksi ini sangat penting untuk mencegah terjadinya hernia internal
setelah gastrektomi.(14,15)

Gambar 5 dan 6. Pembukaan fossa waldayer dan Obstruksi pada usus halus 16

V. DIAGNOSIS
Temuan herniasi melalui orificium intraperitoneal membuat tegak
diagnosis hernia internal. Selanjutnya pemeriksaan pada rongga abdomen

10
dilakukan secara cermat dengan mengidentifikasi struktur lain yang
terlibat. Manajemen bedah pada kasus hernia internal meliputi beberapa
tindakan yaitu pengurangan struktur herniasi, reseksi segmen usus iskemik
dan penutupan lubang hernia. Pelebaran orificium memiliki risiko lesi
vaskular yang bisa dihindari. Iskemia ringan dipulihkan kembali beberapa
menit setelah lengkung usus dilepaskan. Penutupan lubang pada hernia
umumnya diindikasikan untuk pencegahan kekambuhan.(16,17)
Kesimpulannya saat terjadi kasus obstruksi akut pada usus segera
dilaporkan setelah menyingkirkan penyebab yang lain, dan telah diketahui
bahwa obstruksi disebabkan akibat hernia internal. Eksplorasi untuk
mengkonfirmasi diagnosis sementara hernia internal sangat diperlukan
untuk menegakan diagnosis. Kebijakan seorang ahli bedah terhadap
kecurigaan pada herniasi internal akan mengurangi risiko terjadinya
iskemia usus, nekrosis dan perforasi sehingga mengurangi mortalitas dan
morbiditas pasca operasi.(16,17,18)
Saluran cerna bagian atas (UGI) melalui pemeriksaan kontras pada
usus kecil memiliki tingkat deteksi yang baik untuk hernia paraduodenal.
Stone et al. laporkan kasus seorang wanita berusia 26 tahun dengan
transmesenterik spontan hernia jejunum dan ileum proksima karena defek
pada mesenterika bawaan yang mengakibatkan gangren usus, awalnya
muncul tanpa kelainan hemodinamik sehingga menjadi septik.(17,18)
Diagnosis pra-operatif dari kasus hernia transmesenterik jauh lebih
rumit daripada kasus paraduodenal. Selain itu risiko volvulus dan iskemia
usus dalam hernia transmesenterik jauh lebih banyak.
USG terbatas dalam mengidentifikasi Herniasi internal, tetapi
berguna dalam penilaian obstruksi usus dan patologi lain yang dapat
menyebabkan muntah, rasa sakit pada abdomen dan distensi abdomen.
sebagagian besar dari kasus hernia transmesenterik, pasien tiba di rumah
sakit dengan kondisi kritis, dan itulah alasan mengapa CT-scan harus
dilakukan segera. Temuan CT-scan yaitu obstruksi pada usus, seperti

11
herniasi internal atau volvulus, tergantung pada panjang, derajat distensi,
dan orientasi.(19,20)

Gambar 7.
Lokasi anatomi
terjadinya herniasi
(19)
internal

CT-Scan Herniasi Internal(20,21,22)


Dalam evaluasi obstruksi usus halus, penting untuk melakukan CT
pre dan postkontras. CT pra-kontras dapat menggambarkan hematoma
intramural dan hematoma intramesenteric. Peningkatan material kontras
intravena memungkinkan penggambaran yang lebih baik pada usus kecil
dan pembuluh darah mesenterik. Biasanya diberikan 80-150 mL bahan
kontras intravena iodinasi 300 I / mL dengan laju 2 mL / s dan penundaan
pemindaian 80-100 s. Gambar setebal 1-3 mm diperoleh melalui seluruh
abdomen. Kontras melalui oral tidak diperlukan untuk menilai penyebab
obstruksi usus halus karena kontras oral dapat menghambat penilaian
dinding usus pada CT prekontras, khususnya untuk hematoma intramural.
Kombinasi gambar aksial dan koronal membantu kita menemukan
obstruksi, dan menentukan apakah ada obstruksi lengkung usus tertutup
yang menunjukkan adanya ileus strangulasi. Penelitian menunjukkan
bahwa hernia internal bawaan dipaparkan dalam dua kelompok usia yang
berbeda yaitu neonatus dan anak-anak yang lebih besar. Selain itu, telah

12
ditunjukkan bahwa presentasi klinis dan jenis hernia internal pada
neonatus berbeda dibandingkan dengan yang ada pada anak yang lebih
besar. Pada data penelitian, 100% kasus neonatal terjadi hernia
transmesenterika dan 71% anak-anak yang lebih tua memiliki hernia
paraduodenal. Perbedaan ini belum pernah dilaporkan atau diakui dalam
literatur.

Gambar 8. CT-Scan Abdomen untuk mendiagnosis herniasi internal (A dan B) (21)

Temuan dasar dari herniasi internal sering terlihat dalam kasus pasca operasi
abdomen:
1. Adanya lengkung usus kecil yang tertutup: Formasi tertutup dapat
didefinisikan sebagai segmen usus kecil yang menunjukkan gambaran
paruh atau beak sign (Gbr. 9a). Lengkung yang tertutup dapat dikenali

13
melalui CT sebagai lengkung usus kecil berbentuk C, U-, atau W
dengan struktur pembuluh mesenterika yang menyatu pada satu titik
2. Distensi usus kecil proksimal kedalam loop dan kolaps usus bagian
distal: Ketika herniasi internal dan oklusi luminal berkembang,
peristaltik usus proksimal menyebabkan distensi usus kecil proksimal
(Gbr.9b)

Gambar 9. Dasar temuan Herniasi Internal menggunakan CT-Scan Abdomen (A dan


B) (21)

XI. PENATALAKSANAAN (22,23,24)


Manajemen bedah pada kasus hernia internal meliputi beberapa tindakan
yaitu pengurangan struktur herniasi, reseksi segmen usus iskemik dan
penutupan lubang hernia. Penatalaksanaan pada kasus herniasi internal pasca
by pass lambung laparoskopi Roux-e-Y meliputi eksplorasi laparoskopi awal,
lisis adhesi, dan penutupan defek mesenterika. Manajemen tatalaksana pada
kasus hernia paraduodenal kanan, tujuannya adalah untuk mengganti segmen
praarteri dan postarteri usus pada posisi yang seharusnya ditempati pada akhir
tahap pertama rotasi duodenum, jejunum dan sebagian besar ileum caecum.
Hal ini dilakukan dengan membagi perlekatan lateral colon di sisi kanan
dan memindahkannya ke sisi kiri abdomen. Dalam melakukan hal itu kantung
hernia terbuka lebar dan lubang kecil yang dilalui bagian terminal ileum
dihilangkan. Kantung hernia sekarang menjadi bagian dari rongga

14
peritoneum. Arteri mesenterika superior dan cabangnya ke caecum dan kolon
asenden terletak di dinding anterior kantung hernia.
Cedera pada pembuluh darah ini dapat terjadi jika reduksi hernia
dilakukan dengan membuka kantung di daerah ini. Pada hernia paraduodenal
kiri, reduksi secara manual usus kecil dari kantung hernia ke dalam rongga
peritoneum dapat dimungkinkan. Leher kantung harus dibuka dengan
sayatan ke daerah avaskular mesenterium kolon desendens, yang
memungkinkan usus kecil masuk kedalam rongga peritoneum.

XII. PROGNOSIS(23,24)
Pada kasus herniasi internal, prognosis ditentukan dengan seberapa
cepat terdiagnosis mengalami herniasi, dikarenakan herniasi tipe ini tidak
tampak dari luar. Selain melalui pemeriksaan fisik, diagnosis
menggunakan CT-Scan sangat membantu untuk menentukan obstruksi
pada usus sehingga dapat segera dilakukan manajemen surgery untuk
menangai hernia internal.

15
BAB III
KESIMPULAN

Herniasi internal pada neonatus diakibatkan karena defek kongenital


pembetukan mesenterium pada usus halus akibat kelainan genetik. Kelainan ini
menyebabkan munculnya suatu tonjolan viskus melalui foramen maupun fossa
retroperitoneal didalam rongga abdomen. Pada orang dewasa, herniasi internal
seringkali didapat akibat defek mesenterium pasca reseksi usus maupun pasca by
pass lambung laparoskopi Roux-e-Y . Pemeriksaan menggunakan CT-Scan sangat
diperlukan dan memberikan prognsis yang baik untuk mendiagnosis hernia
internal dalam menemukann obstruksi pada usus. Manajemen bedah pada kasus
hernia internal meliputi beberapa tindakan yaitu pengurangan struktur herniasi,
reseksi segmen usus iskemik dan penutupan lubang hernia.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Page MP, Ricca RL, Resnick AS, et al. Newborn and toddler intestinal
obstruction owing to congenital mesenteric defects. J Pediatri Surg
2008;43:755–8.
2. Mohinuddin S, Sakhuja P, Bermundo B, et al. Outcomes of full-term
infants with bilious vomiting: observational study of a retrieved cohort.
Arch Dis Child 2015;100:14–7.
3. Ghahremani GG. Internal abdominal hernias. Surg Clin North Am
1984;64:393–406.
4. Ghahremani GG, Meyers MA. Internal abdominal hernias. Curr Probl
Diagn Radiol 1975;5:1–30.
5. Martin LC, Merkle EM, Thompson WM. Review of internal hernias:
Radiographic and clinical findings. AJR Am J Roentgenol
2006;186:703-17.
6. Newsom BD, Kukora JS. Congenital and acquired internal hernias:
Unusual causes of small bowel obstruction. Am J Surg 1986;152:279-85.
7. Gatewood J. Intra-peritoneal hernias through mesenteric defects. West J
Surg 1934;42:191.
8. Drake R, Vogl A, Mitchell. 2015. Gray’s Anatomy for Students 3rd
edition. United Kingdom: Elsevier
9. Drake R, Vogl A, Mitchell. 2015. Gray’s Atlas of Human Anatomy 2rd
edition. United Kingdom: Elsevier
10. Moore K, Dalley A, Agur A. 2014. Moore Clinically Oriented Anatomy
7th edition. United States: Lippincott Williams and Wilkins
11. Netter, F. 2014. Atlas of Human Anatomy 6th edition. United States:
Elsevier
12. Freund H, Berlatzky Y. Small paraduodenal hernias. Arch Surg
1977;112:1180-3.
13. Ghahremani GG. Internal abdominal hernias. Surg Clin North Am
1984;64:393-406.

17
14. Blachar A, Federle MP. Internal hernia: An increasingly common cause of
small bowel obstruction. Semin Ultrasound CT MR 002;23:174-83.
15. Dowd MD, Barnett TM, Lelli J. Case 02-1993: A three-year-old boy with
acute-onset abdominal pain. Pediatr Emerg Care 1993;9:174-8.
16. Tang V, Daneman A, Navarro OM, Miller SF, Gerstle JT. Internal hernias
in children: Spectrum of clinical and imaging findings. Pediatr Radiol
2011;41:1559-68.
17. Janin Y, Stone AM, Wise L. Mesenteric hernia. Surg Gynecol Obstet
1980;150:747-54.
18. Merrot T, Anastasescu R, Pankevych T et al (2003) Small bowel
obstruction caused by congenital mesocolic hernia: case report. J Pediatr
Surg 38:E11–12
19. Ramachandran P, Sridharan S (2003) Strangulated left paraduodenal
hernia in an infant. Pediatr Surg Int 19:120–121
20. Moran JM, Salas J, Sanjuán S et al (2004) Paramesocolic hernias
consequences of delayed diagnosis. Report of three new cases. J Pediatr
Surg 39:112–116
21. Shinohara T, Okugawa K, Furuta C (2004) Volvulus of the small intestine
caused by right paraduodenal hernia: a case report. J Pediatr Surg 39:e8–9
22. Mboyo A, Goura E, Massicot R et al (2008) An exceptional cause of
intestinal obstruction in a 2-year-old boy: strangulated hernia of the ileum
through Winslow’s foramen. J Pediatr Surgery1–3
23. Fan HP, Yang AD, Chang YJ et al (2008) Clinical spectrum of internal
hernia: a surgical emergency. Surg Today 38:899– 904
24. Drewett M, Burge DM (2009) Late-onset volvulus without malrotation in
preterm infants. J Pediatr Surg 44:358–361

18

Anda mungkin juga menyukai