Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN HUKUM DAN ADMINISTRASI PERENCANAAN

KONSERVASI LAHAN GUNUNG RINJANI

DISUSUN OLEH :

ELVIRA RISNA DAMAYANTHI (1824052)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

1. Letak dan Luas


Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu dari 20 Taman Nasional Model di
Indonesia. Fungsi pokoknya sesuai U ndang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang “Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya”, yaitu: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan, (2)
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan (3) pemanfaatan secara
Iestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) berada di
Pulau Lombok.
Propinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116021’30”–116034’15” Bujur
Timur dan 8018’18”–8032’19” Lintang Selatan. Kawasan ini ditetapkan statusnya sebagai taman
nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 280/Kpts-VI/1997 Tanggal 23 Mei
1997 dengan luas definitif 41.330 ha. Pada awalnya TNGR merupakan kawasan Suaka Margasatwa
yang ditetapkan Gubernur Hindia Belanda berdasarkan Surat Keputusan Nomor 15 Staatsblad Nomor 77
tanggal 12 Maret 1941 (Balai TNGR, 2006a).
Secara administratif TNGR termasuk dalam tiga wilayah kabupaten di Pulau Lombok Propinsi Nusa
Tenggara Barat, yaitu Kabupaten Lombok Barat (± 12.357,67 ha), Kabupaten Lombok Tengah (±
6.819,45 ha), dan Kabupaten Lombok Timur (± 22.152,88 ha). Dari ke tiga kabupaten tersebut terdapat
11 kecamatan dan 37 desa yang berbatasan dengan TNGR (Lampiran 4). Batas kawasan TNGR dengan
daerah sekitarnya adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Hutan Produksi
(Kecamatan Bayan)
Sebelah Timur : Hutan Lindung dan Tanah Milik Masyarakat
(Kecamatan Sembalun dan Swela)
Sebelah Selatan : Tanah Milik Masyarakat
(Kecamatan Wanasaba, Aikmel, Sikur, Montong Gading,
Kopang, dan Batukliang Utara)
Sebelah Barat : Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung
(Kecamatan Kayangan dan Gangga)

Kawasan TNGR merupakan daerah yang bergunung-gunung dengan ketinggian beragam, mulai dari
550m dpl sampai 3.726 m dpl (Puncak Rinjani) dengan tingkat kemiringan yang bervariasi. Tingkat
kelerengannya mulai dari sedang (0-25%) dengan luas 16.678 ha, berat (25-40%) seluas 15.882 ha dan
kelerengan berat sekali (> 40%) dengan luas 7.645 ha. Daerah yang relatif landai terdapat di bagian
selatan dan timur laut, dengan ketinggian 1.800 – 2.000 m dpl (Lampiran 5). Di sekitar Gunung Rinjani
terdapatGunung Pelawangan (2.658 m dpl), Gunung Daya (2.914 m dpl), Gunung Sangkareang (2.914 m
dpl),Gunung Buangmangge (2.895 m dpl), Gunung Kondo (2.947 m dpl) dan Gunung Manuk (2.351
mdpl). Gunung-gunung tersebut terpisah oleh jurang yang dalam dan lembah yang luas dengan
kelerengan terjal berbatu (Balai TNGR 2006a).
Di lembah sebelah barat Gunung Rinjani terdapat Danau Segara Anak (pada ketinggian 2.010 m
dpl),yang airnya berbau belerang dengan suhu yang berbeda antara satu tempat dengan tempat
lainnya,mulai dari yang dingin, sedang, hangat sampai panas. Luas danau tersebut sekitar 1.126 hektar
dengan kedalaman antara 160 - 230 meter. Di tengah-tengah danau ini muncul Gunung
Baru (2.376 m dpl) yang masih aktif dan cenderung terus berkembang. Komplek Gunung Rinjani
merupakan daerah tangkapan air yang potensial bagi daerah sekitarnya, sehingga kawasan tersebut
mempunyai fungsi hidrologi yang sangat penting bagi daerah sekitarnya. Sekitar 90 % sungai di Pulau
Lombok berhulu di TNGR. Danau Segara Anak juga merupakan salah satu sumber mata air, penting bagi
daerah sekitar komplek Gunung Rinjani. Salah satu sungai yang berhulu di TNGR adalah Sungai
Kaliputih yang mengalir ke arah utara. Air dari sungai ini berwarna putih yang disebabkan oleh
pertemuan air panas yang mengandung belerang (sumber air panas berada di sebelah Utara danau) dengan
air yang mengalir dari danau. Sungai-sungai lainnya adalah Amor-Amor, Lekok Reak, dan Jurit yang
bermuara ke arah Laut Jawa. Sedangkan sungai-sungai yang bermuara ke Samudra Hindia antara lain:
Sungai Lenek dan Teratak; serta Sungai Marongge, Jaga, Belek, Terutuk dan Gerengengan bermuara ke
selat Alas. Posisi dan luas masing-masing Sub DAS dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Disamping itu
terdapat mata air panas di kawasan TNGR antara lain Goa Susu, Goa Taman, Goa Payung, Hulu Kali
Putih, Sebau dan mata air di kaki Gunung Baru yang dipercaya oleh masyarakat setempat dapat
digunakan untuk menguji Senjata Pusaka. Di kaki Gunung Rinjani juga terdapat mata air dan air terjun
seperti di Otak Kokok (Resort Joben), Air Terjun Jeruk Manis (Resort Kembang Kuning), serta di luar
kawasan TNGR antara lain Air Terjun Sindang Gile (sekitar Resort Senaru), Air Terjun Benang Setukel
dan Benang Kelambu (sekitar Resort Aik Berik), dan Air Terjun Tiu Teja (sekitar Resort Santong).

2. Zonasi Pemanfaatan
Taman Nasional Gunung Rinjani Secara keseluruhan luas Hutan Rinjani adalah 124.894 ha dan
ditetapkan sebagai kawasan hutan dalam berbagai fungsi, yaitu: hutan lindung (59.304,50 ha), hutan
produksi tetap (11.550,74 ha), hutan produksi terbatas (9.194,66 ha), Taman Nasional Gunung Rinjani
(41.330 ha), taman wisata alam (359,10 ha) dan taman hutan raya (3.155,00 ha). Penetapan kawasan
hutan tersebut didasarkan hasil pengukuhan dan tata batas hutan yang dilaksanakan sejak tahun 1930
sehingga secara yuridis formal mempunyai landasan hukum yang kuat (Dinas Kehutanan NTB 1997).
Pasal 1 ayat (14) UU No 5 Tahun 1990 tentang “Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya” menegaskan bahwa taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Selanjutnya Peraturan Menteri
Kehutanan No P.56/Menhut-II/2006 tentang “Pedoman Zonasi Taman Nasional”, pada pasal 1 ayat (4)
sampai (10) menjelaskan batasan (pengertian) zona taman nasional dan selanjutnya fungsi dari masing-
masing zona tersebut dijelaskan pada pasal 6 huruf (a) sampai (g) sebagai berikut:
 Zona inti
adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli
dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi; berfungsi untuk perlindungan
ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan
perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan penunjang budidaya

 Zona rimba
(untuk wilayah perairan laut disebut zona perlindungan bahari) adalah bagian taman nasional yang
karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona
pemanfaatan; berfungsi untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan
alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan
menunjang budidaya serta mendukung zona inti.

 Zona pemanfaatan
adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya, terutama dinamfaatkan untuk
pengembangan pariwisatalam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan
yang menunjang pemanfatan, kegiatan penunjang budidaya.

 Zona tradisional
adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh
masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam.
 Zona rehabilitasi
adalah bagian dari taman nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan
kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan sehingga menjadi
atau mendekati kondisi ekosistem alamiahnya.

 Zona religi,budaya dan sejarah


adalah bagian dari taman nasionai yang didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan
budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-
nilai budaya atau sejarah; berfungsi untuk memperlihatkan dan melindungi nilai-nilai hasiI karya,
budaya, sejarah, arkeologi maupun keagamaan, sebagai wahana penelitian; pendidikan dan wisata alam
sejarah, arkeologi dan religius.

 Zona khusus
adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat
kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut
ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.
Berkenaan dengan kepentingan pengelolaan sebagai Taman Nasional di Indonesia, kawasan Taman
Nasional Gunung Rinjani (TNGR) dibagi menjadi beberapa zona pemanfaatan. Pembagian zona ini
ditetapkan berdasarkan SK Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK
99/IV/Set-3/2005 tanggal 26 September 2005 tentang “Penataan Zona pada Taman Nasional Gunung
Rinjani”

3. Vegetasi Taman Nasional Gunung Rinjani


Beberapa tipe ekosistem dan vegetasi yang terdapat di TNGR adalah hutan hujan tropis pegunungan
yang masih berbentuk hutan primer, hutan cemara dan vegetasi sub alpin, hutan sekunder, dan savana.
Penyebaran ekosistem dan vegetasi TNGR (Kanwil Kehutanan Propinsi NTB 1997) adalah sebagai
berikut:
a. Hutan Hujan Tropis
Jenis-jenis vegetasi yang tumbuh pada hutan hujan tropis pegunungan di
TNGR antara lain Bajur (Pterospermum javanicum), Kukun (Sebrutenia ovata), Cemara Gunung
(Casuaria trifolia), Garu (Disoxylum sp), Benuang (Duabanga mollucana), Kemiri (Aleurites mollucaca),
Beringin (Ficus superba), Suren (Toona sureni) dan beberapa jenis perdu, liana, anggrek dan paku-
pakuan. Luas hutan primer ini sekitar 45,11% dari luas TNGR dan menyebar terutama di bagian
Selatan dan Barat Laut; sampai pada ketinggian sekitar 2.000 m dpl.

b. Hutan Sekunder
Hutan sekunder terdapat di bagian TNGR yang berdekatan dengan
pemukiman atau berbatasan dengan tanah milik masyarakat. Jenis tumbuhan
yang dominan adalah Akasia (Accacia diccurens), Bajur (Pterospermum javanicum), Terep
(Artocarpus elastica), Garu (Disoxylum sp), dan Dadap (Erytrina trifolia). Beberapa jenis tumbuhan lain
juga banyak dijumpai antara lain Ficus sp, Schleichera sp
dan Leguminosa. Luas hutan ini sekitar 15,8% dari luas TNGR; terutama ditemukan di bagian
selatan TNGR (Lombok Timur) dan daerah Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Barat.

c. Vegetasi Savana dan Tanah Tandus


Padang rumput/savana terbentuk karena alam, tetapi pada beberapa tempat terjadi akibat
penggundulan hutan; kebanyakan ditumbuhi oleh jenis alang-alang (Imperata cylindrica). Padang rumput
savanna terdapat di bagian Timur Laut kawasan TNGR, yakni di daerah Sembalun sampai daerah
Pelawangan dan sekitar Danau Segara Anak. Luas savana ini sekitar 25,2% dari luas TNGR. Daerah
tandus berada di bagian puncak Gunung Rinjani, Gunung Baru, Gunung Sangkareang, dan seputar tebing
kaldera yang mengelilingi Danau Segara Anak dengan luas sekitar 7% dari luas TNGR.

d. Hutan Tanaman
Akibat terjadinya penggundulan dan seringnya pembakaran hutan untuk perladangan liar ataupun
padang penggembalaan oleh penduduk, di beberapa tempat terutama di bagian Selatan dan Timur
kawasan TNGR telah dilakukan reboisasi dengan beberapa jenis tanaman seperti Albisia (A
lbizzia falcala), Bajur (Pterospermum javanicum), Mahoni (Swietenia macrophylla), Durian (
Durio zibethinus), Sonokeling (Dalbergia latifolia), dan Akasia (Accacia diccurens).
Luas hutan tanaman ini relatif kecil (± 1.200 ha) atau kurang dari 3% TNGR.

e. Hutan Cemara
Hutan alam Cemara Gunung (Casuarina junghuniana) yang homogen ditemukan di bagian tengah
pegunungan Rinjani terutama di bagian Timur Laut menghadap ke arah Desa Sembalun dari ketingguan
2.000 – 2.600 m dpl. Hutan ini juga terdapat di sekitar danau Segara Anak terutama pada `daerah-daerah
cekungan dimana kondisi tanah lebih tebal dibanding dengan tanah di kelerengan. Luas hutan ini
sekitar 500 ha atau ± 3% dari luas TNGR. Cemara-cemara di Pantai Segara Anak dan sekitar Gunung
Baru banyak yang mati akibat luapan air panas dan materi batuan vulkanik letusan Gunung Baru pada
tahun
1994.

f. Vegetasi Sub Alpin


Vegetasi sub alpin ditemukan pada ketinggian di atas 2.000 m dpl. Jenis tumbuhan yang banyak
ditemukan di tempat ini adalah Edelweis, Cemara Gunung (Casuarina junghuniana), dan berbagai jenis
rumput. Tumbuhan tersebut pada umumnya relatif lebih kerdil dan daun lebih tebal dibandingkan
dengan vegetasi di hutan yang letaknya lebih rendah. Vegetasi sub alpin ini bisa dilihat sepanjang
jalur pendakian terutama sekitar Pelawangan dan Danau Segara Anak.

4. Konservasi Di Taman Nasional Gunung Rinjani


Taman Nasional Gunung Rinjani adalah taman nasional yang sangat cocok untuk dijadikan wahana
wisata alam bagi anda yang menyukai tantangan. Taman Nasional yang biasa dikenal dengan singkatan
TNGR ini memiliki daya tarik tertinggi dari objek kaldera dan Danau Segara Anak dengan anak
gunungnya yang sangat menakjubkan.
Meskipun demikian, konservasi sangat penting dilakukan di wilayah TNGR karena wilayah ini
berpotensi memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi mengingat wilayah ini berada di sebelah
barat garis Wallace.
Salah satu bentuk pengelolaan kawasan konservasi yang didorong oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan
konservasi yaitu pengembangan Model Desa Konservasi (MDK), Program ini bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi melalui berbagai
program pemberdayaan kelompok masyarakat. Secara konseptual model desa konservasi merupakan desa
yang dijadikan model dalam upaya memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar hutan konservasi
dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, budaya, serta aspek lainnya dan akan menjadi contoh
dalam pemberdayaan di tempat lain (PERMENHUT No 29 Tahun 2013).
Program MDK pada tahap awal dilaksanakan selama periode 2005 sampai dengan 2009. Pada awal
tahun 2005, masing-masing unit pelaksana teknis Ditjen PHKA diberikan mandat untuk membangun
sebanyak 2 Unit MDK. Hingga tahun 2009 tercatat sebanyak 133 MDK telah dibangun di seluruh UPT
Ditjen PHKA termasuk di wilayah Taman Nasional Gunung Rinjani (Direktorat PJLWA KEMENHUT
2009).
Bentuk intervensi yang dilakukan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) dalam kerangka
pelaksanaan MDK yaitu dengan memberikan sejumlah bantuan kepada kelompok masyarakat, dengan
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui gerakan pemberdayaan, sehingga dapat
mengurangi konflik dan tindakan pelanggaran kehutanan di kawasan taman nasional tersebut. Namun
demikian, sampai saat ini program MDK yang dijalankan oleh BTNGR belum berjalan optimal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat dan laporan pelaksanaan evaluasi MDK tahun
2012 di TNGR menunjukkan bahwa saat ini kondisi pelaksanaan MDK sudah tidak lagi berjalan efektif.
Beberapa bantuan peralatan yang diberikan sebagai bentuk upaya pemberdayaan saat ini sudah tidak lagi
dapat digunakan karena mengalami kerusakan, dan kelembagaan yang ditunjuk untuk mengawal
pelaksanaan MDK juga sudah tidak lagi berfungsi.
Secara konseptual, kelembagaan merupakan mekanisme, aturan main, norma, larangan, dan aturan
yang mengatur dan mengontrol perilaku individu di masyarakat atau organisasi (Schmid 1987; North
1990; Kasper & Streit 1998; Mackay 1998; Ostrom 2005). Kelembagaan dibangun untuk mengurangi
ketidakpastian terhadap kontrol atas sumberdaya dan untuk menekan perilaku oportunistik dan
membahayakan sehingga perilaku manusia dalam memaksimalkan kesejahteraannya lebih dapat
diprediksi (Kasper dan Streit 1998). Namun demikian, masalah kritis dalam merancang sebuah
kelembagaan, termasuk kelembagaan pengelolaan hutan, adalah isu keberlanjutan kelembagaan
(Adiwibowo et al. 2013).
Rancangan kelembagaan seringkali tidak menjadi aturan yang dijalankan oleh para pihak dalam
berinteraksi. Penelitian ini bertujuan untuk v menelaah dan mengevaluasi MDK di TNGR dari perspektif
kelembagaan (situasi, struktur dan kinerja) serta peran pemangku kepentingan dalam pelaksanaan MDK
di TNGR, dan merumuskan strategi kelembagaan MDK yang berkelanjutan dan adaptif dengan
kehidupan masyarakat.
Dalam penelitian ini dikembangkan kerangka kerja yang berlandaskan pada teori dampak institusi
yang diadopsi dari Schmid (1987;2004) dengan mengacu pada tiga komponen utama yaitu situasi,
struktur dan kinerja kelembagaan. Situasi sebagai sumber interdependensi masyarakat terhadap
sumberdaya TNGR dianalisis menggunakan analisis preferensi (Sheil & Liswanti 2006) dan karakteristik
masyarakat yang meliputi sejarah, hak dan penghidupan masyarakat (Mahmud et al 2015).
Analisis struktur kelembagaan meliputi aturan formal yang digunakan dan pilihan tindakan
masyarakat di TNGR dengan menggunakan teori multiple levels of rule making (Ostrom 1990; Hess &
Ostrom 2007). Kinerja pelaksanaan MDK di TNGR dianalisis menggunakan prinsip kelembagaan yang
bertahan lama (Ostrom 1990). Hasil penelitian mendeskripsikan bahwa secara spesifik masyarakat yang
menjadi sasaran program MDK telah lama menempati wilayah yang saat ini diklaim sebagai TNGR, di
sisi lain perbedaan intervensi program dengan karakteristik masyarakat mempertegas adanya situasi
inkompatibilitas pengelolaan MDK di TNGR.
Pengaturan pada level konstitusional tidak menjamin efektifitas pelaksanaan program di lapangan,
jika struktur yang dibangun tidak sesuai dengan karakteristik setempat dan tidak berjalan simultan pada
semua level pengaturan (konstitusional, kolektif maupun operasional). Hal tersebut berimplikasi pada
tidak optimalnya kinerja pelaksanaan prorgram MDK di TNGR.
Gagalnya pengembangan MDK di TNGR juga tidak lepas dari lemahnya peran para pihak dalam
pelaksanaan program tersebut, selama ini pihak TNGR bertindak sebagai figur sentral dalam pelaksanaan
MDK, ruang-ruang kolaborasi yang semestinya tersedia tidak termanfaatkan dengan baik melalui proses
komunikasi dan koordinasi yang intensif. Selama ini proses kolaborasi yang dibangun cenderung bersifat
eksklusif antara pengelola taman nasional dengan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program.
Dibutuhkan penataan struktur kelembagaan dan peran pemangku kepentingan yang mencakup perubahan
unsur-unsur kelembagaan (Batas Juridiksi, Property Right dan Aturan Representatif) untuk meminimalisir
dampak yang ditimbulkan dari situasi yang sudah terjadi selama ini dalam pengelolaan TNGR.

Anda mungkin juga menyukai