Anda di halaman 1dari 4

Sosialisasi Pemberantasan Korupsi

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Tabik pun…

Yang terhormat dosen mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi dan rekan – rekan yang
kami hormati.
Hari ini kita akan mengikuti sosialisasi pemberantasan korupsi dengan tema “Pemberantasan
Korupsi Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik” .

Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia sudah melahirkan 205 daerah baru, yang terdiri dari 7
provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Jika dirata-rata, setiap tahun ada 20 daerah otonomi baru.
Namun, harapan munculnya daerah baru yang menyejahterakan masyarakat belum sesuai dengan
visi dan target, malah sebaliknya menyeburkan praktek tindak pidana korupsi.

Menurut kajian Indonesian Corruption Watch (ICW), setidaknya ada lima celah anggaran selama
ini yang menjadi target korupsi di daerah yakni; anggaran APBD, anggaran pemekaran daerah,
ang¬garan pemilihan kepala daerah, anggaran penanggulangan ben¬cana, dan anggaran
kunjungan kerja.

Maraknya praktek korupsi di daerah tidak hanya berdampak pada meruginya hak-hak ekonomi
rakyat, namun secara nasional memberikan pengaruh yang signifikan terhadap citra Indonesia di
mata dunia internasional. Pada tahun 2010, survey bisnis dari Political and Economic Risk
Consultancy (PERC) menempatkan Indonesia pada urutan teratas dari 16 negara tujuan investasi
sebagai negara yang paling korup dengan skor 9,07 dari nilai 10.

Akibat maraknya praktek suap, birokrasi yang tidak bersih, budaya pungutan liar membuat
kemudahan bisnis di Indonesia cukup rendah.
Sebelumnya pada tahun 2009, indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan Transparancy
Internasional menempatkan Indonesia pada ranking 111 dari 180 negara. Posisi tersebut berada
sejajar dengan negara-negara berkembang, seperti Algeria, Djibouti, Mesir, Kiribati, Mali,
Solomon, dan Togo.

Dari sektor atau organisasi yang disurvei dalam Global Corruption Barometer 2009 tersebut,
institusi parlemen (DPR) dianggap sebagai lembaga yang paling korup oleh masyarakat 47%,
disusul instansi penegak hukum (Kejaksaan) 20%, birokrasi pemerintahan 19%, partai politik
11%, sektor swasta 3%, dan media 1%.

Saudara-saudara yang terhormat,


Korupsi sebagai tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang melawan hukum sebetulnya tidak
hanya membahayakan individu ataupun organisasi saja, namun dapat merugikan negara,
melanggar hak asasi manusia, mengancam stabilitas dan keamanan masyarakat, melemahkan
institusi, merusak nilai-nilai demokrasi dan keadilan, membahayakan pembangunan
berkelanjutan, mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, menyebabkan inefisiensi dan pemborosan
dalam ekonomi.

Dalam kondisi yang lebih ekstrem, korupsi dapat menyebabkan kehancuran ekonomi,
penderitaan dan kesengsaraan. Banyak negara miskin dan berkembang terseok-seok, seperti
Nigeria, Somalia, Haiti, Sudan, Myanmar, Afghanistan akibat maraknya praktek korupsi yang
melahirkan kemiskinan, kemelaratan, dan penderitaan yang berkepanjangan.

Korupsi bahkan bisa menjadi salah satu faktor penyebab negara gagal (failed state). Hal ini
sejalan dengan studi dari World Economic Forum dan Universitas Harvard pada tahun 2002
tentang negara gagal dimana dari 59 negara, Indonesia termasuk karakteristik negara gagal
karena tingginya angka kriminalitas dan kekerasan, korupsi yang merajalela, serta suasana
ketidakpastian yang tinggi.

Christiaan Poortman dari Transparancy International menjelaskan bagaimana korupsi bisa


berpengaruh pada tingkat kematian anak dan rendahnya tingkat pendidikan. Misalnya orangtua
tidak mampu membayar obat-obatan dan tidak mampu menyekolahkan anaknya karena obat-
obatan itu dibeli dengan harga terlalu mahal dan biaya pendidikan yang tinggi akibat terjadi
korupsi terhadap uang negara. Hanya orang-orang kaya yang bisa menikmati pelayanan
kesehatan dan pendidikan yang berkualitas. Akibatnya kemiskinan dan kemelaratan menjadi
makin tinggi.

Saudara-saudara yang terhormat,


Beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, dan Hongkong yang memberlakukan 'sistem
pembuktian terbalik' serta Cina yang menerapkan hukum mati bagi para koruptor begitu sukses
dalam memberantas korupsi. Sementara pemberantasan korupsi di Indonesia masih memerlukan
upaya yang lebih keras lagi.

Langkah pencegahan agar korupsi semakin tidak meluas ke depan diperlukan perbaikan terhadap
faktor-faktor penyebabnya. Karena sejatinya korupsi tidak saja disebabkan oleh lemahnya aturan
hukum, melainkan juga disebabkan oleh berbagai faktor, seperti, besaran gaji yang tidak
mencukupi, administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes, mental penyelenggara negara
yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, budaya dan lingkungan kerja yang korup,
tingkat kesejahteraan yang rendah, maupun rendahnya tanggung jawab dari para pemangku
jabatan.

Dalam konteks pelayanan publik, prosedur dan proses panjang yang berbelit-belit dan
overlapping tugas dan kewenangan menyebabkan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi
tidak efektif. Selain itu, muncul paradigma yang menganggap bahwa tindakan menyuap
merupakan cara yang sudah biasa dan lazim dilakukan untuk memudahkan suatu urusan. Suap
seolah-olah menjadi jalan pintas untuk memudahkan dan memperlancar suatu urusan.

Untuk itulah, diperlukan berbagai upaya pemberantasan korupsi yang sistematis, koordinatif,
mulai dari reformasi aturan hukum (UU, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Daerah), reformasi
birokrasi, reformasi pelayanan public.

Pengawasan masyarakat (social control) terhadap penyelenggaraan pelayanan publik juga


merupakan salah satu faktor eksternal yang sangat penting untuk mencegah praktek suap dan
korupsi. Karena pencegahan korupsi tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada lembaga penegak
hukum, institusi pemerintahan, dan institusi legislatif, melainkan juga memerlukan partisipasi
aktif dari masyarakat dan media.

Pendidikan antikorupsi harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan nasional sebagai upaya
pencegahan korupsi jangka panjang. Pendidikan antikorupsi akan membekali anak-anak usia
sekolah tentang bahaya tindak pidana korupsi baik bagi diri sendiri, keluarga, lingkungan sosial,
masyarakat, bangsa, dan negara.

Sebagai penutup sambutan ini, saya ingin menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi
kepada KPK yang telah menyelenggarakan seminar pemberantasan korupsi ini. Semoga seminar
ini dapat membawa manfaat yang positif dalam rangka menyosialisasikan gerakan antikorupsi
secara nasional yang juga didukung oleh pemerintah daerah.

Demikianlah sosialisasi yang dapat kami sampaikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
meridhoi usaha kita untuk menjadikan negeri ini bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme.

Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.

Anda mungkin juga menyukai