Bapak Teten, 50 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan sering sakit kepala sejak 6 bulan yang
lalu tetapi tidak ada keluhan sesak nafas, mudah lelah, ataupun nyeri dada.
Dokter menanyakan riwayat penyakit dahulu dan kebiasaan pasien. Pak Teten mengatakan bahwa
selama ini tidak pernah sakit berat, namun beliau adalah seorang perokok berat. Dokter melakukan
pemeriksaan dan didapatkan tekanan darah 180/98 mmHg, denyut nadi 90 kali per menit, frekuensi
nafas 20 kali permenit, dan afebris. Pada pemeriksaan toraks ditemukan kardiomegali, namun tidak
ada murmur, distensi JVP dan ronki. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan pembengkakan
berdenyut di perut pak Teten, kaki teraba hangat dan denyut arteri dorsalis pedis (+) dan edema
tungkai (-).
Menurut Dokter, Pak Teten menderita hipertensi stage 2. Dokter menganjurkan Pak Teten dirujuk ke
rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut dan terapi yang sesuai. Dokter menjelaskan bahwa
penyakit beliau bisa menimbulkan komplikasi dan kerusakan organ lain bila tidak ditangani dengan
baik. Mendengar penjelasan dokter, pak Teten khawatir apakah beliau akan mengalami nasib serupa
dengan ayahnya yang mengalami stroke atau kakaknya yang menderita pelebaran pembuluh darah
besar diperut. Pak Teten juga menanyakan apakah kondisi ini berhubungan dengan urat-urat kakinya
yang tampak melebar.
STEP 1 : TERMINOLOGI
1. Afebris : Tidak ada peningkatan suhu tubuh/tidak demam
2. Kardiomegali : Kondisi ketika ukuran jantung lebih besar dari ukuran normal, yaitu 55
persen lebih besar dari rongga dada
3. JVP : Tekanan vena jugularis atau Jugular Venous Pressure (JVP) adalah gambaran tekanan pada
atrium dextra dan tekanan diastolic pada ventrikel dextra karena menggambarkan volume
pengisian dan tekanan pada jantung bagian kanan.
4. Ronki : Disebut juga wheezing, merupakan suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang
terdengar di akhir ekspirasi.
5. Arteri Dorsalis Pedis : Arteri yang terletak pada permukaan punggung kaki yang merupakan
lanjutan dari A. Tibialis Anterior
6. Edema : Pembengkakan/penimbunan cairan dalam jaringan pada anggota tubuh akibat adanya
perpindahan cairan ke jaringan/interstisial.
7. Hipertensi Stage 2 : Tahap hipertensi paling tinggi dimana tekanan darah sudah lebih dari
140/90 mmHG atau bisa mencapai lebih dari 160/100 mmHG
8. Stroke : Kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau berkurang akibat
penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik).
9. Urat : Struktur bagian dalam tubuh yang menyerupai benang/tali, seperti urat nadi (pembuluh
darah), urat saraf, dll
HVK dimulai dengan peningkatan kontraktilitas miokard yang dipengaruhi oleh sistem saraf
adrenergik sebagai respond neurohumoral, kemudian diikuti dengan peningkatan aliran darah balik
vena karena vasokonstriksi di pembuluh darah perifer dan retensi cairan oleh ginjal. Bertambahnya
volume darah dalam vaskuler akan meningkatkan beban kerja jantung, kontraksi otot jantung akan
menurun karena suplai aliran darah yang menurun dari aliran koroner akibat arteriosklerosis dan
berkurangnya cadangan aliran pembuluh darah koroner. Proses perubahan di atas terjadi secara
simultan dalam perjalanan penyakit hipertensi dalam mewujudkan terjadinya payah jantung. Pada
hipertensi ringan curah jantung mulai meningkat, frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas
bertambah sedangkan tahanan perifer masih normal.
Peningkatan curah jantung oleh proses autoregulasi ini, yang menurut Lumbantobing (2008),
berkaitan dengan overaktivitas simpatis, akan menimbulkan peningkatan tonus pembuluh darah
perifer (Efendi, 2003), yang dalam Lumbantobing (2008), terjadi sebagai usaha kompensasi untuk
mencegah agar peningkatan tekanan (karena curah jantung yang meningkat tadi) tidak
disebarluaskan ke jaringan pembuluh darah kapiler, yang akan dapat mengganggu homeostasis sel
secara substansial. Bila berlangsung lama maka konstriksi otot polos pembuluh darah perifer ini akan
menginduksi perubahan struktural dengan penebalan dinding pembuluh darah arteriol yang akan
mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang irreversibel (Lumbantobing, 2008) sehingga pada
akhirnya kerja jantung menjadi bertambah berat.
Supaya volume sekuncup tetap stabil, peningkatan beban tekan ini akan meningkatkan tegangan
dinding (stres dinding). Sehingga untuk mengurangi tegangan dinding ini, sesuai dengan Persamaan
Laplace, terjadi peningkatan ketebalan dinding jantung sebagai kompensasi yang dikenal dengan
hipertrofi konsentris yang ditandai dengan sintesis sarkomer-sarkomer baru yang berjalan sejajar
dengan sarkomer lama yang menyebabkan peningkatan tebal dinding tanpa adanya dilatasi ruang
untuk membantu memelihara kekuatan kontraksi ventrikel. Ciri hipertrofi konsentris ini berupa
penebalan dinding otot jantung, pertambahan massa jantung, volume akhir-diastol masih normal
atau sedikit meningkat, dan rasio massa terhadap volume meningkat. Hipertrofi konsentris ini akan
berlanjut dengan hipertrofi eksentrik sebagai respon terhadap beban volume yang ditandai dengan
sintesis sarkomer-sarkomer baru secara seri dengan sarkomer lama yang membuat radius ruang
ventrikel membesar. Ciri hipertrofi eksentrik ini berupa penambahan massa dan volume jantung
tetapi ketebalan dinding tidak berubah (Efendi, 2003).
Hipertrofi dan dilatasi jantung ini membutuhkan suplai darah yang lebih banyak dan seperti yang
sudah dibahas terdahulu, miokardium yang terlalu teregang justru akan menyebabkan kekuatan
kontraksi menurun, hal ini mengakibatkan suplai darah tidak mampu menyetarakan massa otot
jantung yang meningkat sehingga akan berujung pada komplikasi jantung lainnya seperti penyakit
infark miokardium yang diakhiri dengan gagal jantung. Jadi, dapat dilihat bahwa HVK yang
disebabkan oleh hipertensi akan mempermudah berbagai macam komplikasi jantung akibat
hipertensi, termasuk gagal jantung kongestif, aritmia ventrikel, iskemi miokard dan mati mendadak
(Massie, 2002).
Normal
Tekanan darah kurang atau sama dengan 120/80 mmHg. Terkadang sedikit lebih tinggi.
Dianggap normal jika tidak ada faktor risiko penyakit kardiovaskular dan atau tanda-tanda awal
yang menunjukkan penyakit kardiovaskular.
Tingkat 1 atau Prahipertensi
Tekanan darah di atas 120/80 mmHg sampai 139/89 mmHg. Dianggap prahipertensi jika
ditambah dengan tanda-tanda adanya gangguan pada jantung dan arteri kecil. Pada kondisi ini,
terdapat beberapa faktor risiko penyakit kardiovaskular dan sudah muncul tanda-tanda awal
pada penyakit, tetapi belum terjadi kerusakan organ.
Tingkat 2 atau Hipertensi Tahap 1
Tekanan darah sudah mencapai 140/90 mmHG atau lebih. Bahkan, tekanan darah dapat lebih
tinggi lagi jika ditambah dengan adanya tekanan secara psikologis maupun fisiologis. Ada
kemungkinan muncul tanda-tanda kerusakan pada organ.
Tingkat 3 atau Hipertensi tahap 2
Merupakan tahap paling tinggi klasifikasi hipertensi. Tekanan darah sudah lebih dari 140/90
mmHG, bisa mencapai lebih dari 160/100 mmHG. Pada tahap ini kerusakan organ tubuh sudah
tampak, dan kemungkinan sudah terjadi penyakit kardiovaskular yang dapat memperburuk
kondisi tubuh.
8. Apa saja tindakan terapi yang sesuai untuk keluhan Pak Teten?
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfakmakologis dan farmakologis. Terpai
nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan
tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko penyakit penyerta lainnya. Modifikasi gaya
hidup berupa penurunan berat badan (target indeks massa tubuh dalam batas normal untuk Asia-
Pasifik yaitu 18,5-22,9 kg/m2 ), kontrol diet berdasarkan DASH mencakup konsumsi buah-buahan,
sayur-sayuran, serta produk susu rendah lemak jenuh/lemak total, penurunan asupan garam dimana
konsumsi NaCl yang disarankan adalah < 6 g/hari. Beberapa hal lain yang disarankan adalah target
aktivitas fisik minimal 30 menit/hari dilakukan paling tidak 3 hari dalam seminggu serta pembatasan
konsumsi alkohol. Terapi farmakologi bertujuan untuk mengontrol tekanan darah hingga mencapai
tujuan terapi pengobatan. Berdasarkan JNC VIII pilihan antihipertensi didasarkan pada ada atau
tidaknya usia, ras, serta ada atau tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila terapi antihipertensi sudah
dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat pengaturan dosis setiap bulan hingga target
tekanan darah tercapai. Perlu dilakukan pemantauan tekanan darah, LFG dan elektrolit.
Jenis obat antihipertensi: 4
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing), sehingga
volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan
berefek pada turunnya tekanan darah. Contoh obat-obatan ini adalah: Bendroflumethiazide,
chlorthizlidone, hydrochlorothiazide, dan indapamide.
2. ACE-Inhibitor
Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat
meningkatkan tekanan darah). Efek samping yang sering timbul adalah batuk kering, pusing
sakit kepala dan lemas. Contoh obat yang tergolong jenis ini adalah Catopril, enalapril, dan
lisinopril.
3. Calsium channel blocker
Golongan obat ini berkerja menurunkan menurunkan daya pompa jantung dengan
menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Contoh obat yang tergolong jenis obat ini
adalah amlodipine, diltiazem dan nitrendipine.
4. ARB (angiotensin II receptor blockers)
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptornya yang
mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk golongan ini adalah
eprosartan, candesartan, dan losartan.
5. Beta blocker
Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis obat
ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti
asma bronchial. Contoh obat yang tergolong ke dalam beta blocker adalah atenolol, bisoprolol,
dan beta metoprolol.
Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam yang berasal
dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah.
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah yang menyebabkan
turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). Stroke
dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke
daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma
Infark miokardium
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup
oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui
pembuluh tersebut. Akibat hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark. Demikian juga, hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran listrik
melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan peningkatan risiko pembentukan
bekuan (Corwin, 2005)
Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari
berbagai penyebab, salah satunya pada bagian yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme
terjadinya hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan air atau sistem
renin angiotensin aldosteron (RAA) (Chung, 1995). Menurut Arief mansjoer (2001) hipertensi
berisiko 4 kali lebih besar terhadap kejadian gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang yang tidak
mengalami hipertensi (Mansjoer, 2001).
10. Apa hubungan penyakit ayah Pak Teten (stroke) dan kakaknya (pelebaran pembuluh
darah pada perut) dengan penyakit yang diderita pak Pepen saat ini?
Ayah Pak Teten : Memiliki komplikasi lebih lanjut dari hipertensi yaitu stroke
Stroke dapat diakibatkan oleh karena adanya aneurisma kranial/otak
Arteri intrakranial lebih rentan daripada arteri ekstrakranial untuk mengalami aneurisma karena
dindingnya lebih tipis, mengandung lebih sedikit elastin pada tunika media dan adventisia
Tekanan darah yang tinggi serta denyut nadi yang cepat menyebabkan turbulensi aliran darah
sehingga menghasilkan getaran pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya mengakibatkan
kelemahan integritas struktur pembuluh darah dan akhirnya menyebabkan perkembangan
aneurisma
Aneurisma dapat ruptur kapan saja tetapi terutama pada saat tekanan darah atau aliran darah
meningkat. Ruptur sering terjadi saat melakukan aktivitas berat seperti mengangkat beban,
latihan, berhubungan badan, defekasi dan melakukan pekerjaan berat.
Walaupun begitu aneurisma juga dapat ruptur pada saat sedang beristirahat atau tidur.
Semakin besar ukuran aneurisma maka semakin besar kemungkinannya untuk ruptur.
Aneurisma yang berdiameter lebih dari 10 mm lebih besar kemungkinannya untuk ruptur
daripada aneurisma yang berdiameter lebih kecil
Apabila rupture terjadi akan berlanjut menjadi stroke hemoragik yang akan mengakibatkan
jaringan otak kekurangan suplai darah sehingga muncul gejala2 klinis, seperti : penglihatan
kabur/ganda, mual/muntah proyektil, lumpuh pada satu/lebih anggota tubuh, sulit berjalan,
sulit berbicara, dll.
Kakak : Komplikasi hipertensi berupa aneurisma aorta abdominalis -> mekanismenya hampir
sama dengan di otak -> penyakit keturunan di mana terjadi pelebaran pembuluh darah
aorta karena kelemahan dinding aorta yang terletak di bawah daerah ginjal
Aneurisma dapat menyebabkan malperfusi (gangguan aliran darah) yang menimbulkan
nyeri iskemi usus sehingga terasa nyeri di perut, iskemi ginjal sehingga terasa nyeri di
pinggang yang disertai mual dan muntah, serta gangguan anggota gerak bawah yang
menyebabkan penyusutan jaringan pada tungkai kaki, terasa dingin atau nyeri di jari
kaki sepanjang waktu, dan timbul perubahan warna kulit menjadi kebiruan, bahkan
kehitaman pada sebagian jari kaki atau ruas jari kaki.
Gejala yang mungkin timbul : Nyeri di perut/samping perut yang dapat semakin parah seiring
berkembangnya aneurisma, sakit punggung, terdapat bejolan di perut yg teraba dan berdenyut.