Anda di halaman 1dari 17

A.

Pengertian
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent (Irwana, 2009).
Cidera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cidera kepala
paling sering dan penyakit neurologik yang paling serius di antara penyakit neurologik,
dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Lebih dari
setengah dari semua pasien cidera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cidera
bagian tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada pasien cidera kepala biasanya
karena cidera tubuh bagian lainnya (Ariani, 2012).
Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan
hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000).
Cedera kepala ringan adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari
10 menit akibat dari trauma kepala yang tidak disertai muntah, tampak pucat (Haryono,
2005).
Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurology atau menurunnya
kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer,2002). Cedera kepala ringan
adalah trauma kepala dengan GCS:15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran,
mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer,2000).
Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya
kesadaran sementara (Corwin,2000)
Jadi cedera kepala ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda
tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau menurunya
kesadaran sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainnya.
B. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, dan
cedera olah raga, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru. Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab terbesar kematian dan kecacatan utama pada usia
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping
penanganan dilokasi kejadian dan transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan
tindakan awal diruang gawat darurat sangat menentukan pelaksanaan dan prognosis
selanjutnya (Corwin, 2000).

1
C. Klasifikasi
Klasifikasi cedera kepala dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Menurut jenis luka atau cedera
a. Cedera kepala terbuka, trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup, dapat disamakan pada pasien dengan gagar otak ringan
dengan edema serebral yang luas
2. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Gaslow Coma Scale)
a. Cedera kepala ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit
atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada
kontusio cerebral maupun hematoma
b. Cedera kepala sedang: (CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera kepala berat (CKB)
d. GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau
hematoma intracranial.
3. Menurut aktif tidaknya kepala

2
a. Akselerasi
Kepala diam, benda aktif mendekati kepala benda
b. Deselerasi
Kepala aktif mendekati kepala benda
D. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan
gangguan biokimia otak seperti  penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas
vaskuler, patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala
primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampat
kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala
primer, misalnya akibat dari hipoksemia,iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral
menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma, berkumpulnya antara
periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat berkumpulnya darah
pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah
berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.
Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan
autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan
berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007).
Infeksi, fraktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran meningen
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan
ini memiiki potensi menyebar ke sistem saraf yang lain (Gustiawan 2010). PC  yang
tinggi dan P  yang rendah akan memberikan prognosis yang kurang baik, oleh karenanya
perlu dikontrol P  tetap > 90 mmHg, Sa  > 95% dan PC  30 – 50 mmHg.atau mengetahui
adanya masalah ventilasi perfusi atau oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
Berdasarkan kerusakan jaringan otak : komusio serebri (gegar otak) merupakan
gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak, terjadi hingga
kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa amnesia, mual muntah dan nyeri kepala,
kontusio serebri (memar) : gangguan kerusakan neurologik disertai kerusakan jaringan
otak tetapi kontinuitas jaringan otak masih utuh, hingga kesadaran lebih dari 10, kenfusio

3
serebri : gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur
tengkorak, massa otak terkelupas keluar dari rongga intrakranial.
E. Manifestasi Klinik

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan
dilakukan menurut prioritas, yang ideal penatalaksanaan tersebut dilakukan oleh tim yang
terdiri dari perawat yang terlatih dan dokter spesialis saraf dan bedah saraf, radiologi,
anastesi, dan rehabilitasi medik. Klien dengan cedera kepala harus dipantau terus dari
tempat kecelakaan, selama transportasi : di ruang gawat darurat, unit radiology, ruang
perawatan dan unit ICU sebab sewaktu-waktu dapat berubah akibat aspirasi, hipotensi,
kejang dan sebagainya. Menurut prioritas tindakan pada cedera kepala ditentukan
berdasarkan beratnya cedera yang didasarkan atas kesadaran pada saat diperiksa.
1. Klien dalam keadaan sadar ( GCS : 15 )
a. Cedera kepala simpleks ( simple head injury )
Klien mengalami cedera kepala tanpa diikuti dengan gangguan kesadaran, amnesia
maupun gangguan kesadaran lainya. Pada klien demikian dilakukan perawatan luka,
periksa radiologi hanya atas indikasi, kepada kelurga diminta untuk mengobservasi
kesadaran.
b. Kesadaran terganggu sesaat
Klien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan saat
diperiksa sudah sadar kembali, maka dilakukan pemeriksaan foto kepala dan
penatalaksanaan selanjutnya seperti cedera kepala simpleks.
2. Klien dengan kesadaran menurun
Cedera kepala ringan atau minor head injury (GCS : 14-15). Kesadaran disorientasi
atau not abay comand tanpa disertai defisit fokal serebral. Setelah pemeriksaan fisik
dilakukan perawatan luka, dilakukan foto kepala, CT Scan Kepala dilakukan jika
dicurigai adanya hematoma intrakranial, misalnya ada interval lusid, pada follow up
kesadaran semakin menurun atau timbul lateralisasi, observasi kesadaran, pupil,
gejala fokal serebral disamping tanda-tanda vital. Klien cedera kepala biasanya

4
disertai dengan cedera multipel fraktur, oleh karena itu selain disamping kelainan
serebral juga bisa disertai dengan kelainan sistemik.
Menurut Satyanegara (2010) indikasi rawat inap pada penderita dengan cedera kepala
ringan adalah:
a. Amnesia antegrade/pascatraumatik
b. Adanya keluhan nyeri kepala mulai dari derajat yang moderat sampai berat
c. Adanya riwayat penurunan kesadaran/pingsan
d. Intoksikasi alkohol atau obat-obatan
e. Adanya fraktur tulang tengkorak
f. Adanya kebocoran likuor serebro-spinalis (ototore/rinorre)
g. Cedera berat bagian tubuh lain
h. Indikasi sosial (tidak ada keluarga/ pendamping di rumah)
Indikasi untuk tindakan operatif pada kasus cedera kepala ditentukan oleh kondisi klinis
pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan
panduan sebagai berikut :
a.Volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau
lebih dari 20 cc di daerah infratentorial
b. Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala
dan tanda fokal neurologis semakin berat
c.Terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat
d. Pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
e.Terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmhg.
f. Terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang ct scan
g. Terjadi gejala akan terjadi herniasi otak
h. Terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan : untuk mengidentifikasi adanya SOL hemografi, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan.
2. Angiografiserebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti kelainan
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma.
3. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya petologis.

5
4. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur)
5. BAER ( Brain Auditori Evoker Respon ) : menentukan fungsi korteks dan batang
otak.
6. PET ( Position Emission Yomography ) menunjukan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak.
7. Fungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perubahan sub araknoid.
8. Kimia atau elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK atau perubahan status mental.
H. Asuhan Keperawatan
1. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian pada cedera kepala ringan, meliputi:
a. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera,
riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan
keluarga.
b. Pemeriksaan fisik head to toe
c. Keadaan umum (tingkat kesadaran dan kondisi umum klien).
d. Pemeriksaan persistem dan pemeriksaan fungsional
1) Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera: penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa).
2) Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu dan tempat).
3) Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan
nafas).
4) Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi).
5) Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/ minum,
peristaltik, eliminasi).
6) Sistem integumen (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi).
7) Sistem reproduksi.
8) Sistem perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAB)
9) Pola Makan / cairan.

6
Gejala: mual, muntah, dan mengalami perubahan selera. Tanda: muntah
kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur
keluar,disfagia).
10) Aktifitas / istirahat
Gejala: merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan. Tanda: perubahan
kesadaran, letargie, hemiparese, kuadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap,
masalah keseimbangan, kehilangan tonus otot dan tonus spatik.
11) Sirkulasi
Gejala: normal atau perubahan tekanan darah. Tanda: perubahan frekuensi
jantung (bradikaria, takikardia yang diselingi disritmia).
12) Integritas ego
Gejala: perubahan tingkah laku kepribadian (terang atau dramatis). Tanda:
cemas mudah tersinggung, delirium,agitasi, bingung, depresi dan impulsive.
13) Eliminasi
Gejala: inkontinensia kandung kemih/usus atau megalami gangguan fungsi,
14) Neurosensori
Gejala: kehilangan kesadaran, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinnitus, kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti
ketajamannya,  diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia.
Tanda: perubahan status mental (oreintasi, kewaspadaan, perhatian /konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memori). Perubahan
pupil (respon terhadap cahaya simetris), Ketidakmampuan kehilangan
pengideraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak
simetris, gengaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak ada atau
lemah, apaksia, hemiparese, postur dekortikasi atau deselebrasi, kejang sangat
sensitivitas terhadap sentuhan dan gerakan.
15) Nyeri dan kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas dengan lokasi yang berbeda bisaanya
sama.
Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.

7
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cidera fisik: post traumatik.
b. Hambatan mobilitas fisik b.d ketidaknyamanan
c. Ketidakefektian pembersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas.
d. Defisit perawatan diri total b.d hambatan mobilitas fisik
e. Kerusakan integritas kulit: luka lecet dan luka robek b.d faktor mekanik

8
I. ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Perfusi jaringan tidak Monitor Tekanan Intra Karnial
efektif  ( spesifik serebral) b/d 1.   Status sirkulasi 1.   Catat perubahan respon klien terhadap
aliran arteri dan atau vena 2.   Perfusi jaringan serebral stimulus/rangsangan
terputus, 2.   Monitor TIK klien dan respon neurologis
dengan batasan karakteristik : setelah dilakukan tindakan terhadap aktivitas
  Perubahan respon keperawatan selama…× 24 3.   Monitor intake dan output
motoric jam, klien mampu mencapai 4.   Pasang restrain, jika perlu
  Perubahan status 1.   Status sirkulasi dengan 5.   Monitor suhu dan angka leukosit
mental indikator 6.   Kaji adanya kaku kuduk
  Perubahan respon pupil  Tekanan darah sistolik 7.   Kelolan pemberian antibiotic
  Amnesia retrograde dan distolik dalam 8.   Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-
(gangguan memori) rentang yg diharapkan 400 dengan leher dalam posisi netral
 Tidak ada ortostatik 9.   Meminimalkan stimulus dari lingkungan
hipotensi 10.    Beri jarak antara tindakan keperawatan
 Tidak ada tanda-tanda untuk meminimalkan peningkatan TIK
PTIK 11.    Kelola obat-obat untuk
2.    Perfusi jaringan mempertahankan TIK dalam batas
serebral, dengan spesifik
indikator
 Klien mampu Monitoring Neurologis
berkomunikasi dengan 1.   Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan
jelas dan sesuai bentuk pupil
kemampuan 2.   Monitoring tingkat kesadaran klien
 Klien menunjukan 3.   Monitoring tanda-tanda vital
perhatian, kosentrasi 4.   Monitoring keluhan nyeri kepala, mual,
dan orientasi dan muntah
 Klien mampu 5.   Monitoring respon klien terhadap
memproses informasi pengobatan

9
 Klien mampu membuat 6.   Hindari aktivitas jika TIK meningkat
keputusan dengan benar 7.   Observasi kondisi fisik klien
 Tingkat kesadaran klien
membaik Terapi Oksigen
   1.   Bersihkan jalan nafas dari secret
2.   Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3.   Berikan oksigen sesuai instruksi
4.   Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan
humidifiler
5.   Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6.   Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7.   Monitor respon klien terhadap pemberian
oksigen
8.   Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas dan tidur
2 Nyeri akut b/d agen injury NOC Manajemen nyeri
fisik, 1.   Nyeri terkontrol 1.   Kaji keluhan nyeri, lokasi, karekteristik,
Dengan batasan karakteristik: 2.   Tingkat nyeri onset/durasi, frekuensi, kualitas dan
  Laporan nyeri kepala 3.   Tingkat kenyamanan beratnya nyeri
secara verbal atau non 2.   Observasi respon ketidaknyaman secara
verbal setelah dilakukan asuhan verbal dan non verbal
  Respon autonomy keperawatan selama…× 24 3.   Pastikan klien menerima perawatan
(perubahan vital sign, jam, klien dapat: analgetik dng tepat
dilatasi pupil) 4.   Gunakan strategi komunikasi yang
  Tingkahlaku 1.   Mengontrol nyeri efektif u/ mengetahui respon penerimaan
ekspresif (gelisah, dengan indikator klien terhadap nyeri
menangis, merintih)  Mengenal faktor-faktor 5.   Evaluasi keefetifan penggunaan control
  Fakta dari observasi penyebab nyeri
  Gangguan tidur (mata  Mengenal onset nyeri 6.   Monitoring perubahan nyeri baik actual
sayu,menyeringai, dll)  Tindakan pertolongan maupun potensial

10
non farmakologi 7.   Sediakan lingkungan yang nyaman
 Menggunakan analgetik 8.   Kurangi faktor-faktor yang dapat
 Melaporkan gejala- menamba ungkapan  nyeri
gejala nyeri kpd tim kes 9.   Ajarkan penggunaan teknik relaksasi
 Nyeri terkontrol sebelum atau sesudah nyeri berlangsung
2.   Menunjukan tingkat 10.  Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
nyeri untuk memilih tindakan selain obat untuk
Dengan indikator : meringankan nyeri
 Melaporkan nyeri 11.  Tingkatkan istrahat yang adekuat untuk
 Frekuensi nyeri meringankan nyeri
 Lamanya episode nyeri
 Ekspresi nyeri; wajah Manajemen pengobatan
 Perubahan respirasi rate 1.      Tentukan obat yg dibutuhkan klien dan
 Perubahan tekanan darah cara mengelola sesuai dengan
 Kehilangan nafsu makan anjuran/dosis
3.   Tingkat kenyaman, 2.      Monitor efek teraupetik dan pengobatan
Dengan indicator: 3.      Monitor tanda, gejala dan efek samping
 Klien melaporkan obat
kebutuhan tidur dan 4.      Monitor interaksi obat
istrahat tercukupi 5.      Ajarkan pada    klien/keluarga cara
mengatasi efek samping pengobatan
6.      Jelaskan manfaat pengobatan yang dapat
mempengaruhi gayahidup klien.

Pengelolaan analgetik
1.   Periksa perintah medis tentang obat,
dosis & frekuensi obat analgetik
2.   Periksa riwayat alergi klien
3.   Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya
nyeri
4.   Pilih cara pemberian IV atau IM u/

11
pengobatan, jika mungkin
5.   Monitor vital sign sebelum dan sesuda
pemberian analgetik
6.   Kelolah jadwal pemberian analgetik yang
sesuai
7.   Evaluasi efektifitas dosis analgetik
observasi tanda gejala efek samping,
missal depresi pernapasan, mual, muntah,
mulut kering, & konstipasi
8.   Kolaborasi dng dokter untuk obat dosis
& cara pemberian yg di indikasikan
9.   Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
kualitas, dan keparahan sebelum
pengobatan
10.  Berikan obat dengan prinsip 5 benar
11.  Dokumentasikan respon dari analgetik
dan efek yang tidak diinginkan
3 Pola nafas tak efektif b/d NOC Outcome NIC : manajemen jalan nafas
hipoventilasi  Status respirasi : 1.   Monitor status respirasi dan oksigenasi
pertukaran gas 2.   Bersihkan jalan napas
 Status respirasi : 3.   Auskultasi suara pernapasan
kepatenan jalan nafas 4.   Berikan oksigen sesuai program
 Status respirasi : NIC : suctioning air way
ventilasi 1.      Observasi secret yg keluar
 Control aspirasi 2.      Auskultasi sebelum dan sesudah
melakukan suction
Clien Outcome : 3.      Gunakan peralatan steril pada saat
 Jalan napas paten melakukan suction
 Secret dapat di 4.      Informasikan pada klien dan keluarga
keluarkan tentang tindakan suction 
 Suara nafas bersih

12
4 Kerusakan integritas kulit b/d NOC Outcome : NIC : perawatan luka dan pertahanan kulit
imobilitas yg lama  Integritas kulit 1.   Observasi lokasi terjadinya kerusakan
integritas kulit
Clien Outcome : 2.   Kaji faktor resiko kerusakan integritas
 Integritas kulit utuh kulit
3.   Lakukan perawatan luka
4.   Monitor status nutrisi
5.   Atur posisi klien tiap 1 jam sekali
6.   Pertahankan kebersihan alat tenun

5 Defisit self care b/d NOC : NIC:membantu perawatan diri klien mandi dan
kelemahan fisik dan nyeri Perawatan diri: (mandi, makan, toileting
toileting, berpakaian) Aktifitas :
setelah dilakukan asuhan 1.   Tempatkan alat-alat mandi di tempat
keperawatan selama…× 24 yang mudah dikenali dan mudah
jam, klien mengerti cara dijangkau klien
memenuhi ADL secara 2.   Libatkan klien dan damping
bertahap sesuai kemampuan 3.   Berikan bantuan selama klien masih
dengan kriteria: mampu mengerjakan sendiri
 Mengerti secara
sederhana cara mandi, NIC: ADL berpakaian
makan, toileting, dan Aktifitas:
berpakaian serta mau 1.   Informasikan pada klien dalam memilih
mencoba secara aman pakaian selama perawatan
tanpa cemas 2.   Sediakan pakaian di tempat yang mudah
 Klien mau berpartipasi di jangkau
Dng senang hati tanpa keluhan 3.   Bantu berpakaian yg sesuai
dlm memenuhi ADL 4.   Jaga privky klien
5.   Berikan pakaian pribadi yg digemari dan

13
sesuai

NIC: ADL makan


1.   Anjurkan duduk dan
2.   berdoa bersama teman
3.   Damping saat makan
4.   Bantu jika klien belum mampu dan beri
contoh
5.   Beri rasa nyaman saat makan
6 Resiko tinggi infeksi b/d NOC Outcome : NIC : kontol infeksi
trauma/laserasi kulit kepala  Status imunologi 1.   Pertahankan kebersihan lingkungan
 Control infeksi 2.   Batasi pengunjung
 Control resiko 3.   Anjurkan dan ajarkan pada keluarga
untuk cuci tangan sebelum dan sesudah
Clien Outcome : kontak dengan klien
 Bebas dari tanda-tanda 4.   Gunakan teknik septik dan aseptic dan
infeksi perawatan klien
 Angka leukosit dalam 5.   Pertahankan intake nutrisi yg adekuat
batas normal 6.   Kaji adanya tanda-tanda infeksi
 Vital sign dalam batas 7.   Monitor vital sign
normal 8.   Kelola terapi antibiotik

NIC : pencegahan infeksi


1.   Monitor vital sign
2.   Monitor tanda-tanda infeksi
3.   Monitor hasil laboratorium
4.   Manajemen lingkungan
5.   Manajeman pengobatan
7 PK: peningkatan TIK b/d setelah dilakukan asuhan 1.   Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
proses desak ruang akibat keperawatan selama…× 24  Kaji respon membuka mata, respon
penumpukan cairan/darah di jam, dapat mencegah atau motoric dan verbal, (GCS)

14
dalam otak meminimalkan komplikasi dari  Kaji perubahan tanda-tanda vital
Batasan karakteristik : peningkatan TIK, dengan  Kaji respon pupil
 Penurunan kesadaran kriteria:  Catat gejala dan tanda-tanda: muntah,
(gelisa, disorientasi)  Kesadaran stabil sakit kepala, lethargi, gelisah, nafas
 Perubahan motoric dan (orientasi baik) keras, gerakan tak bertujuan, perubahan
persepsi sensasi  Pupil isokor, diameter mental
 Perubahan tanda vital 1mm 2.Tinggikan kepala 30-40 derajat jika tidak
(TD meningkat, nadi  Reflek baik ada kontra indikasi
kuat dan lambat)  Tidak mual 3.Hindari situasi atau manuver sebagai
 Pupil melebar, reflek  Tidak muntah berikut :
pupil menurun  Masase karotis
 Muntah  Fleksi dan rotasi leher berlebihan
 Klien mengeluh mual  Stimulasi anal dengan jari, menahan nafas
 Klien mengeluh dan mengejan
pandangan kabur dan  Perubahan posisi yg cepat
diplopia
4.   Ajarkan klien untuk ekspirasi selama
perubahan posisi
5.   Konsul dengan dokter untuk pemberian
pelunak feses, jika perlu
6.   Pertahankan lingkungan yg tenang
7.   Hindarikan pelaksanaan urutan aktivitas
yg dapat meningkatkan TIK
8.   Batasi waktu penghisapan pada tiap
waktu hingga 10 detik
9.   Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien
sebelum dan sesudah penghisapan
10.   Konsultasi dng dokter untuk pemberian
lidokain profilaktik sebelum penghisapan
11.   Pertahankan ventilasi optimal melalui
posisi yang sesuai dengan penghisapan

15
yg teratur
12.   Jika diindikasik, lakukan protocol atau
kolaborasi dng dokter untuk terapi obat
yg mungkin termasuk sebagai berikut:
 Sedasi, barbiturat (menurunkan laju
metabolisme serebral)
 Antikonvulsan (mencegah kejang)
 Diuretic osmotic (menurunkan edema
serebral)
 Diuretic non osmotic (mengurangi edema
serebral)

16
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, I. 2012. Keperawatan Dewasa II Cidera Kepala. Stikes Ngudi Waluyo. Ungaran. Dalam
http://www.scribd.com.

Bulechek, et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Elsevier: Mocomedia

Irwana, O. 2009. Cidera Kepala. Fakultas Kesehatan Universitas Riau. Riau. Dalam
http://www.yayanakhyar.co.nr

Moorhead, et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Elsevier: Mocomedia

NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10. Jakarta: EGC

Nurarif dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa
Nanda, NIC NOC dalam Berbagai Kasus. Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction

17

Anda mungkin juga menyukai