Anda di halaman 1dari 31

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI THORAX PADA KASUS PNEUMONI DI

INSTALASI RADIOLOGI HOSPITAL NASIONAL GUIDE VALEDARES DILI

TIMOR LESTE

Proposal Karya Tulis Ilmiah

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan diploma III

Teknik Radiodiagnostik dan Radioterpi

Diajukan Oleh:

CRISTINA BENDITA LOURENCA PEREIRA

NIM : 011710054

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN

RADIOTERAPI BALI

(ATRO BALI)

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dibindang kedokteran semakin berkembang yaitu

dengan ditemukanya alat dan metode yang dapat digunakan untuk menegakkan

diagnose terhadap penderita dan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah

satunya adalah dengan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan radiografi

merupakan salah satu pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnose

suatu penyakit, dengan dilakukannya foto rontgen maka susunan anatomi

fisiologi dan kelainan orang tubuh dapat terlihat. Sala satu pemriksaan radiologi

yang sering di lakukan di rumah sakit adalah pemeriksaan thorax pada kasus

Pneumoni.

Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang paru, sehingga

menyebabkan kantug udara dalam paru meradang dan membengkak. Pneumonia

diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia

dan bukan pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding

dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang

spesifik untuk masing-masing derajat penyakit . Pneumonia paling banyak

disebabkan oleh bakteri dan virus. Patogen yang paling umum adalah

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzaetipe b (Hib), dan

Respiratory Syncytial Virus(RSV) (Tong, 2013).


Antibiotik merupakan obat untuk pneumonia yang disebabkan oleh

bakteri. Pengunaan antibiotik di rumah sakit harus mempertimbangkan

kesesuaian diagnosis, indikasi,regimen dosis, keamanan dan harga

(Depkes,2011). Pemberian antibiotik yang tidak rasional dapat memberikan

dampak negative, seperti menigkatkan efek samping dan toksisitas, serta

resistensi bakteri terhadap antibiotik. Jika kejadian resistensi antibiotic ini tidak

terdeteksi maka akan menibulkan keharapan penyakit dan menjadi sulit untuk

disembuhkan ( Nugroho et al, 2011).

Gejala penderita kelainan pneumonia akan mengalami flu, demam sakit

kepala, gelisah, dan batuk.(Muttaqin 2009). Penyakit ini menjadi penyebab

utama jutaan kematian pada semua kelompok (7% dari kematian total dunia)

setiap tahun. Angka ini paling besar terjadi pada anak-anak yang berusia kurang

dari 5 tahun dan dewasa yang berusia lebih dari 75 tahun (Langke, 2016).

Pemeriksaan radiografi thorax untuk mengakan duagnosa pada kelainan

Pneumonia dilakukan dengan proyeksi Posterioranterior dan Lateral chest.

(Merrill, 2013).Tujuan dari proyeksi posteroanterior untuk patologi pneumonia

adalah melihat keadaan dari keseluruhan paru-paru dan kelainan Pneumonia dari

arah Posteroanterior dan tujuan dari proyeksi Lateral chest adalah melihat paru-

paru pada kelainan Pnumonia dari arah lateral (Broder,2011)

Selama penulis melakukan Praktek di Hospital Nacional Guide

Valadares Dili Timor-Leste untuk pasien dengan kasus Pneumoni dilakukan

hanya menggunakan proyeksi PA untuk pasien yang kooperatif dan proyeksi AP

untuk pasien yang tidak kooperatif.


Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk membahas

dalam Proposal karya Tulis Ilmiah dengan judul “ TEKNIK PEMERIKSAAN

RADIOGRAFI THORAX PADA KASUS PNEUMONI DI INSTALASI

RADIOLOGI HOSPITAL NASIONAL GUIDE VALEDARES DILI TIMOR

LESTE.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis membuat rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana teknik pemeriksaan radiografi thorax pada kasus Pneumoni di

Instalasi Radiologi Hospital Naional Guide Valedares Dili Timor Leste?

2. Apa saja kelebihan dan kekurangan teknik pemeriksaan radiografi thorax pada

kasus Pneumoni di Instalasi Radiologi Hospital Naional Guide Valedares Dili

Timor Leste?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan proposal karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan radiografi thorax pada kasus Pneumoni di

Instalasi Radilogi Hospital Nasional Guide Valedares Dili Timor Leste?

2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teknik pemeriksaan radiografi

thorax pada kasus Pneumoni di Instalasi Radilogi Hospital Nasional Guide

Valedares Dili Timor Leste?

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan proposal karya tulis ilmiah ini adalah

sebagai berikut :

1.4.1 Bagi Institusi Rumah Sakit

Memberikan masukan dan saran-saran yang berguna bagi rumah sakit, dalam hal

ini instalasi radilogi umumnya dan radiographer pada khususnya mengenai

pemeriksaan radiografi thorax pada kasus Pneumoni.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber pustaka bagi mahasiswa Akademi Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi bali (ATRO Bali).

1.4.3 Bagi Penulis

Menambah dan memperdalam pengetahuan penulis tentang pemeriksaan

radiografi thorax pada kasus Pneumoni.

1.5 Keaslian Penelitian

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjuan Teori

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Thorax

Thorax atau rongga dada adalah bagian tubuh yang berbentuk kerucut,

terlentak diantara leher dan abdomen. Rangka dingding thorax dimanakan

cavea thoracis, di bentuk oleh : columna vetebralis (belakang), costae dan

spatium intercostale (samping), sternum dan cartilage costalis (depan).

Bagian atas thorax berhunbungan dengan leher dan di bagian bawa

dipisahkan dari abdomen oleh diafrgma. Cavea thoracis melindungi paru dan

jantung, merupakan tempat perletakan otot otot thorax, extemitas superior,

abdomen dan punggung. Cavatis thoracis (rongga thorax) dibagi : bagian

tengah disebut mediastinum, dan bagian lateral tempat paru dan pleura. Paru

diliputi oleh selapis membrane tipis yang disebut pleura visceralis yang

beralih di halus pulmonalis menjadi pleura parietalis dan menuju ke

permukaan dalam dinding thorax (Merrill, 2016).

Gambar 2.1 Anatomi Rangka Dada (Bontranger, 2018)

Keterangan :
1. Veterbra thorakal I 7. Sternum

2. Klavicula 8. Kosta

3. Acromion 9. vertebra servikal VI

4. Prosesus korakoideus 10. Vertebra thorakal XII

5. Kavitas glenoidalis 11. Vertebra lumbal I

6. Scapula

2.1.1.1 Saluran Pernafasan pada Thorax

a. Laring

Laring terletak di depan bagian terendah faring yang

memisahkanya dari columna vertebra, berjalan dari faring sampai

ketinggin vertebra servikalis dan masuk ke dalam di bawahnya. Laring

terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat oleh ligament dan

membrane yang terbesar di antaranya ialah tulang rawan tiroid dan di

sebelah di sebelah depannya terdapat benjolan subkutanesu yang dikenal

sebagai jakun, yaitu di sebelah depan leher. Laring terdiri atas dua

lempeng atau lamina bersambung di garis tengah. Di tepi atas terdapat

lekukan berbetuk V.

Laring terdiri dari lima tulang rawan antara lain : 1 bauh kartilago

tiroid, 2 buah kartilago arytenoid, 1 buah kartilago krikoid, dan 1 buah

kartilago epiglottis. Pada puncak tulang rawan tiroid terdapar epiglotis,

yang berupa Kantun tulang rawan dan membantu menutup laring

sewaktu orang menelan, laring dilapisi oleh selaput lendir kecuali pita
suara dan bagian epiglottis dilapisi oleh epitelium berlapis ( Pearce,

2009).

Gambar 2.2 Anatomi Laring (Bontranger, 2018)

Keterangan :

1. Epiglotis

2. Tulang Hyoid

3. Membran Thyrohyoid

4. Ligmen Krikothyroid

5. Cartilago Thyroid

6. Muskulus Krikothyroid

7. Cartilago Krikorthyroid

8. Trakhea

2.1.1.2 Trakhea

Trakhea atau batang tenggorok mempunyai panjang kira-kira 9cm.

trachea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis

kelima dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronchus. Trachea

tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang

rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran di sebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa

jaringan otot. Trakhea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas

epitelium bersilia dan sel cangkir (Pearce, 2009).

Gambar 2.3 Anatomi Trakhea (Bontranger, 2018)

Keterangan :

1. Cartilage

2. Ligament cricothroid medial

3. Cartilago cricoid

4. Connective tissue sheath

5. Ligament anular

6. Cartilage trakeal

7. Mukosa dinding trakeal posterior

2.1.1.3 Bronchus
Merupakan lanjutan dari trachea, terdiri dari 2 bagian : bronkus

kanan dan kiri. Bronkus tersebut berjalan kebawah dan kesamping

menuju ke paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar dan lebih

letaknya dari yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan

bronkus kanan bercabang menjadi bronkus ke lobus atas sebelum

memasuki hilus dan begitu masuk hilus terbagi menjadi lobus medial dan

inferior. Bronkus kanan dan terbagi menjadi bronkus lobus superior dan

inferior (Pearce, 2009).

Gambar 2.4Anatomi Bronkus (Bontranger, 2018)

Keteragan :

1. Trakea

2. Bronkus principalis

3. Bronkus segmentalis

2.1.1.4 Paru-Paru

Merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru mengisi rongga

dada, terlatak di sebelah kanan dan kiri, di tengah dipisahkan oleh

jantung beserta pembuluh dara mediastrium. Paru-paru adalah organ yang

berbentuk kerucut dengan apex di atas dan muncul sedikit lebih tinggi

dari klavikula. Pangkal paru-paru terletak di atas rongga thorax, di atas


diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang membuat paru-

paru, sisi belakang yang menyentuh berupa cincin tulang rawan yang

diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di

sebelah belakang trachea, selain itu juga membuat jaringan otot

(Sherwood, 2010)

Gambar 2.5 Anatomi Paru-Paru (Bontranger, 2018)

2.2 Patologi Pneumonia

2.2.1 Definisi

TBC adalah suatu penyakit yang diketahui banyak manginfeksi

manusia yang disebab oleh Mycobacterium tuberculosis kompleks.

Penyakit ini biasanya menginfeksi paru. Transmisi penyakit biasanya

melalui saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh pasien

yang terinfeksi TB paru ( Richard, 2010).

2.2.2 Patogenesis TBC

Kebanyakan infeksi TBC terjadi melalui uadara, yaitu melalui

inhalasi droplet saluran nafas yang mengandung kuman-kuman basi

tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang

mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang


terdiri dari satu sampe tiga basil. Setelah berada dalam ruangan alveolus,

biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau dibagian atas lobus bawah,

basil tuberkel membangkitkn reaksi perandangan. Leukosit

polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri

tersebut, namun tidak membunuh organisme tersebut. Bakteri terus

difagositatau berkembang baik di dalam sel, basil juga menyebar melalui

getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang

mengadakan infiltrasi menjadi lebih pangjang dan sebagian bersatu

sehingga membentuksel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.

Reaksi ini biasanya membutuhakan waktu 10 sampe 20 hari ( Price,

Standrige, 2010).

Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk

sarang tuberkulosi pneumoni kecil dan disebut sarang primer. Dari

sarang primer akan timbal peradangan saluran getah bening menuju hilus

dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus. Semua proses

ini memakan waktu 3-8 minggu.(Amin, dan Bahar 2009) Kompleks

primer ini selanjutnya dapat menjadi :

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis

fibrotic, klasifikasi di hilus dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman

yang dormant.

c. Berkomplikasi dan menyebar


Kuman yang dormant akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. TBC

sekunder dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru.

Serang dini ini mula-mula juga berbentuk tuberkel yakni suatu granuloma

yang dikeliling oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang

dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan

jaringan ikat sekitar dan bagian tengahnya menghalami nekrosis menjadi

lembek membentuk perkejuan. Bila jaringan perkejuan dibantukkan, akan

menimbulkan kavitas. (Amin dan Bahar, 2009).

2.2.3 Klasifikasi TBC

Adapun klasifikasi TBC menurut The American Thoracic Society,2009)

di abagi menjadi 6 klasifikasi yaitu :

1. Kalsifikasi 0 : Tidak perna terinfeki, tidak ada kontak, tidak menderita

TBC.

2. Kalsifikasi I : Tidak perna terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak

menderita TBC.

3. Klasifikasi II : Terinfeksi TBC (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala

TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negative).

4. Klasifikasi III : Sedang menderita TBC

5. Klasifikasi IV : Perna TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif.

6. Klasifikasi V : Dicurigai TBC

2.2.4 Gejala-gejala TBC


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu

dahak bercampur darah, batukdarah, sesak nafas, badan lemas, nafsu

makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari

tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala

tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti

bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap

orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap

sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Depkes, 2010).

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka

gejala lokal ialah gejala respiratori.

1.Gejala respiratori

Gejala respiratori sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala

sampai gejala yang cukup berat bergantung dari luas lesi.

Gejala respiratorik terdiri dari :

a.Batuk produktif ≥2 minggu.

b.Batuk darah

c.Sesak nafas

d.Nyeri dada
2.Gejala sistemik

Gejala sistemik yang timbul dapat berupa :

a.Demam

b.Keringat malam.

c.Anoreks ia

d.Berat badan menurun (PDPI, 2011)

2.3 Teknik Radiografi Thorax

2.3.1 Pengertian

Teknik radiografi thorax adalah pemeriksaan secara radiografi

yang memperlihatkan struktur anatomis dan kelainan-kelainan yang terjadi

pada rongga thorax untuk membantu meneggakan diagnose (Merrill, 2016).

2.3.2 Persiapan alat dan Bahan

Adapun persiapan yang diperlukan pada pemeriksaan thorax

adalah pesawat sinar-X, kaset ukuran 35 x 35 cm , marker R/L, baju

pasien, apron dan computer radilogi (CR).

2.3.3 Persiapan Pasien

Persiapan pasien untuk pemeriksaan radiografi thorax yaitu

melepaskan semua benda opaque dari daerah dada dan leher, termasuk

baju dengan kancing, logam, atau benda lainya yang dapat ditampilkkan

pada radiograf sebagai bayangan. Untuk menyakinkan semua benda

opaque dilepaskan dari daerah dada, prosedur umum yang dilakukan

adalahh menyuruh pasien untuk melepas pakaian, termasuk bra, kalung,

atau obyek lain sekitar leher, jalinan rambut panjang atau diikat bersamaan
karet atau pengikat rambut lainya bisa menyebabkan bayangan yang

mencurigakan pada radiograf. Saluran oksigen atau pacemaker wires harus

dipindahkan secara hati-hati ke sisi dada jika memungkinkan ( Merrill,

2016).

2.3.4 Proyeksi pada Teknik Radiografi Thorax

Menurut Merrill, 2016, proyeksi yang digunakan pada teknik

radiografi thorax untuk menegakkan diagnosa Pneumonia adalah : PA dan

Lateral Chest.

2.3.4.1 Proyeksi PA (Merrill, 2016)

1. Posisi pasien

a. Pasien berdiri tegak dengan kedua kaki dibuka lebar, dan berat

tubuh bertumpu pada kedua kaki.

b. Dagu diangkat, diletakkan di atas kaset.

c. Tangan di bawah pinggang, telapak tangan mengahadap ke luar,

dan siku ditekuk.

d. Bahu dirotasikan berlawan depan kaset agar scapula terodorong

ke lateral sehingga pada daerah paru terbebas dari scapula .selain

itu bahu didorong turun agar klavikula berada bawah apek.

2. Posisi obyek

a. Atur pertengahan midsagittal palne (MSP) pada peretngahan

kaset dan berjarak sama dengan melihat batas thorax lateral dan

sisi luar kaset.

b. Pastikan tidak ada rotasi


3. Central ray

Tegak lurus terhadap kaset dan berada di tengah kaset .

4. CR berada pada thorakal ke 7 (T7), 7-8 inci atau 17-20 cm di bawah

angulus scapula.

5. FFD

75 inci (150 cm)

6. Atur kolimasi sesuai dengan obyek yang diperiksa.

Pastikan posisi sudah benar eksposi dilakukan pada saat inspirasi

penuh dan tahan nafas.

Gambar 2.6 Posisi pasien PA (Merrill, 2016)

7. Kriteria Radiografi

a. Struktur yang tampak : kedua paru masuk dari apex sehingga

sudut costeophrenicus dan udara terisi pada trachea dari thorakal

ke -1 (T1) hinggs ke bawah.daerah hilum, jantung, pembuluh dara

besar, dan tulang-tulang thorax dapat ditunjukkan.

b. Posisi dagu cukup terankat untuk mencegah superimposisi dengan

apex, bahu cukup berotasi untuk mencegah scapula

superimposisisdengan paru-paru, banyangan dada lebih besar


terutama pada daerah paru lateral, kedua SC joint sternum

clavukar joint berjarak sama dari pertengahan spine, jarak antara

bats ke columna vertebra sama dengan jarak atas dengan jarak

bawah.

c. Kolimasi dan CR garis kolimasi sama antara garis atas dan bawah

dengan pertengahan lapangan kolimasi berada pada daerah T1

untuk pasien pada umunya. Inspirasi penuh tanpa adanya

pergerakan, sedikitnya tergambar 10 iga posterior pada umunya

11 diafragma, tidak ada gerakan terlihat jelas dari garis tepi iga

yang tajam, diafgrama, dan perbatasan jantung yang sama

baiknya dengan paru-paru yang menandai daerah hilum dan

seluruh paru-paru.

d. Kriteria eksposi skala kontras cukup ditandai dengan gambaran

vascular yang baik di dalam pari-paru, garis besra pada sedikit

pertengahan dan thorakal atas dan iga posterior terlihat hingga

jantung dan struktur mendiastinum.

Gambar 2.7 Radiografi proyeksi PA (Merrill, 2016)


2.3.4.2 Proyeksi Lateral

1. Posisi lateral

a. Pasien berdiri, bagian lateral kiri menempel kaset, lateral kanan

dibuat jika ada permintaan dokter.

b. Berat tubuh bertumpu pada kedua kaki.

c. Tangan dinaikkan di atas kepala dan dagu mengadah.

2. Posisi obyek

a. Bagian anterior dan posterior tubuh pada pertengahan kaset dan

CR.

b. Pasien true lateral coronal palne tegak lurus terhadap kaset dan

midsagittal plane sejajar terhadap kaset.

3. Central ray

Tegak lurus terhadap kaset

4. Central point

Pada pertengahann thorax setara thorakal ke-7 (T7), 3-4 inci atau 8-

10 di bawah jugular notch.

5. FFD

72 inci (180 cm)

6. Atur kolimasi sesuai dengan obyek yang diperiksa

Pastikan posisi sudah benar lakukan ekspose pada saat inspirasi dan

tahan nafas.
Gambar 2.8 Posisi pasien lateral (Merrill,2016)

7. Kriteria Radiografi

a. Struktur yang tampak seluruh paru masuk dari apex hingga sudut

costophrenicus dan dari sternum anterior hingga iga posterior dan

thorax anterior.

b. Posisi dagu dan lengan cukup terangkat untuk mencegah soft

tissue yang berlebihan dari superimposisi apek, tidak ada rotasi

dimana iga posterior dan sudut costphrenicu berada pada sisi luar

dari kaset karena sinar divergen.

c. Kolimasi dan CR batas kolimasi sama antaranya atas dan yang

bawah, daerah hilum halus berada kira-kira pada pertengahan

kaset.

d. Kriteria eksposi tidaka ada gerakan dimana terlihat jelas garis

yang tajam antara diafgrama dan paru-paru, harus menggunakan

eksposi dan kontras cukup agar dapat menggambarkan garis iga

dan paru-apru hingga bayangan jantung dan paru-apru bagian atas

tanpa adanya overexposure pada bagian lain dari paru-paru.


Gambar 2.9 Radiograf proyeksi lateral (Merrill,2016).

2.3.4.3 Proyeksi AP Lordotik

1. Posisi pasien

a. Posisikan pasien Erect dengan menghadap tube dan beri jarak/ 30

cm dari IR.

b. Lalu pasien di instruksi doyang ke belakang dengan bagian bahu

menempel IR.

2. Posis obyek

a. MSP (mad sagittal plane) pada pertengahan kaset.

b. Atur jarak 2 inchi dari batas kaset ke bahu saat posisi lordotik.

3. Central point

Bagian kaset harus 3 inchi atau 7-8 cm atas bahu pasien, dimana

pasien disudutkan dengan bucky sekitar 15-300.

4. Central ray

Tegak lurus terhadap kaset menuju pertengahan sternum 3-4 inchi

atau 9cm di bawa jugular notch.

5. FFD

72 nci (180cm)
6. Atur kolimasi sesuai dengan obyek yang diperiksa pastikan posisi

sudah benar lalu eksposi dilakukan pada saat pasien inspirasi dan

tahan nafas.

Gambar 2.10 posisi pasien AP Lordotik (Merrill, 2016)

7. Kriteria radiograf

a. Struktur yang tampak : seluruh lapangan paru dan clavikula tidak

menghalangi lapangan paru.

b. Posisi : clavicula tampak horizontal dan berada di atas atau

superior apeks paru dengan bagian medial clavicula superimposisi

dengan tulang iga pertama. Tulang iga tampak mengalami

distrorsi dengan bagian belakang tulang iga tampak horizontal

yang superimposisi dengan tulang iga bagian depan (anterior).

c. Kolimasi dan CR : batas kolimasi sama antara yang diatas dan

yang dibawa, pertengahan sternum berada kira-kira pada

pertengahan kaset.

d. Krireria gambar : tidak ada gerakan , clavicula terlihat apex paru-

paru. Bagian distal clavicula terlihat pada bagian sternum simetris

terhadap CV, cervicalis. Apex paru-paru tercakup. Clavicula


tampak horizontal dengan bagian akhir media nya overlap dengan

iga ke 1 atau 2 saja. Iga mengalami distorsi dengan bagian

anterior dan posterior nya saling superposisi.

Gambar 2.11 Radiografi proyeksi AP lordotik (Merrill, 2016)

2.5 Proteksi Radiasi

2.5.1 Proteksi Radiasi Secara Umum

Proteksi radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan disebut Keselamatan Radiasi yaitu tindakan yang

dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat, dan

lingkungan hidup dari bahaya Radiasi (BAPETEN, 2011).

Dalam memanfaatkan teknologi nuklir, faktor keselamatan

manusia menjadi prioritas utama. Program proteksi radiasi bertujuan

untuk melindungi para pekerja radiasi serta masyarakat dari bahaya

radiasi. Untuk mencapai tujuan proteksi radiasi tersebut, ada tiga cara

pengendalian paparan radiasi. Berdasarkan BAPETEN, 2011

menjelaskan bahwa ada tiga cara pengendalian tingkat pemaparan radiasi

adalah sebagai berikut.


1. Waktu

Akumulasi dosis yang diterima pekerja radiasi yang mempunyai

lajus dosis tertentu sebanding dengan lamanya pekerja radiasi berada di

daerah radiasi. Pemeparan dapat diatur dengan waktu melalui cara :

a. Pembatasan waktu berkas yang diarahkan ke ruang tertentu.

b. Pembatasan ruang yang dipakai.

2. Jarak

Paparan radiasi semakin berkurang dengan bertambahnya jarak

dari sumber radiasi.

1. Perisai

Banyaknya perisai yang diperlukan tergantung pada tipe

radiasi, aktivitas sumber, dan laju dosis. Perisai ini dibuat dari timbal

atau beton. Ada 2 jenis perisai yaitu:

a. Perisai primer yaitu terhadap radiasi primer (sinar guna). Misalnya

tempat tabung sinar-X dan kaca timbal pada tabirfluoroscopy.

b. Perisai sekunder yaitu proteksi terhadap radiasi sekunder (sinar

bocor dan sinar hambur). Misalnya tabir sarat timbale pada tabir

fluoroscopy dan perisai yang dapat dipindahkan (apron, kacamata

Pb, sarung tangan Pb).

2.5.2 Proteksi Radiasi Pada Pasien Pemeriksaan Ossa Pedis

Menurut Bontranger (2018), proteksi radiasi yang dapat

dilakukan pada saat pemeriksaan ossa pedis adalah dengan

menggunakan kolimasi sesuai dengan area pemeriksaan,


penggunaan faktor eksposi yang tepat, dan mengurangi bahkan

mencegah terjadinya pengulangan. Untuk mengurangi radiasi

hambur pada organ yang memiliki radiosensitivitas yang tinggi

dapat digunakan pelindung berbahan dasar Pb seperti gonad

shield untuk alat reproduksi (testis dan ovarium), dan lead apron

untuk bagian mammae.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

3.1.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam Penulisan Proposal Karya

Tulis Ilmiah ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan

pendekatan studi kasus pada teknik pemeriksaan Thorax dengan kasus

Tuberculosis (TBC) di Instalasi Radiologi Hospital Referal Baucau.

3.1.2 Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan data dalam Penulisan Proposal Karya Tulis

Ilmiah ini adalah di Instalasi Radiologi Hospital Referal Baucau.

3.1.3 Waktu pengambilan data

Waktu pengambilan data data Proposal Karya Tulis Ilmiah ini

adalah April sampai Agustus 2019.

3.2 Populasi dan sampel penelitian

3.2. 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pemeriksaan

Thorax dengan kasus Tuberculosis, radiografer dan dokter radiolog di

Instalasi Radilogi Hospital Referal Baucau

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah tiga orang pasien

pemeriksaan Thorax dengan kasus Tuberculosis, tigaorang Radiografer


minimal bekerja lima tahun, tiga dokter spesialis radiologi, dan satu

dokter pengirim di HospitalReferal Baucau.

3.2.3 Subyek Penelitian

Dua orang dokter radiolog di Instalasi Radiologi Hospital

Nacional Guido valadares serta dokte pengirim pada pemeriksaan

Thorax pada kasus Tuberculosis.

3.3 Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Observasi

Penulis melakukan pengamatan secara langsung dalam

keseluruhan proses pelaksanaan pemeriksaan Thoraxdengan kasus

Tuberculosis di Instalasi Radiologi Hospital Referal BaucauWawancara

Mendalam

Penulis melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang

berhubungan dengan Penyusunan Proposal karya tulis ini diantaranya

dokter radiologi, radiografer dan pasien.

3.3.2 Dokumentasi

Penulis mendokumentasikan hasil pemeriksaan baik radiograf

maupun hasil pembacanya serta documen-dokumen penting dalam

penelitian ini.
3.4 Alat Pengumpulan Data

Adapun peralatan yang digunakan dalam pengambilan data selama

melakukan penelitian ini yaitu :

a. Alat tulis

b. Alat perekam

c. Kamera

d. Pedoman wawancara

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data.

Analisis dimulai dengan melakukan pengolahan data yang diperoleh

melalui observasi dan pengamatan secara langsung terhadap jalannya pemeriksaa

Thorax pada kasus Tuberculosis di Instalasi Radiologi Hospital Referal Baucau.

Disamping data yang diperoleh melalui observasi, penulis juga melakuka

pengolahan data yang diperoleh melalui wawancara yang mendalam dengan

pasien dengan kasus Tuberculosis, radiografer dan radiolog, berkenaan dengan

subyek masalah yang penulis ambil dan penulis juga melakukan dokumentasi

dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang mendukung data berupa

radiograf, lembar permitaan foto, lembar pembacaan radiograf . Setelah penulis

mengumpulkan data kemudian semua data diolah menggunakan koding terbuka,

yaitu pengambilan data dari observasi dan wawancara terhadap responden dengan

menganalisa dan mengelompokkan hasil wawancara dengan dengan radiographer,

pasien dan radiolog.


Selanjutnya penulis mengkaji data-data yang ada dengan literatur yang

digunakan untuk membahas sesuai dengan permasalahan yang ada sehingga dapat

diambil kesimpulan.
3.6 Alur Penelitian

Studi Kasus
Teknik pemeriksaan Thorax dengan kasus
TuberculosisDi Instalasi Radiologi HospitalReferal
Baucau.

Pelaksanaan Pelaksanaan di Instalsai


Radiologi Hospital
Literatur Referal Baucau

Merrill, 2016, Rumusan masalah


BoBOBontrang 1. Bagaimana teknik pemeriksaan radiografiThorax
pada kasusTuberculosis di Instalasi Radiologi Hospita;
Referal Baucau?
2. Apa kelebihan dan kekurangan Teknik Pemeriksaan
Thorax   pada kasus Tuberculosisdi Instalasi
RadiologiReferal Baucau?

Pengumpulan data

1. Observasi
2. Wawancara
3. Dokumentasi

Pengolahan dan Analisis data

Hasil danPembahasan

Kesimpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA
ATRO Bali 2018. Pedoman Penulis Tugas Akhir Akadeemi Teknik

Radiodiagnostik dan Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali, ATRO Bali,

Denpasar.

Bontragers, 2018. Texbook Of Radiographic Postionung and Related Anatomi

NinthyEdition.

BAPETEN.2011 Pendidikan dan Pelatihan Petugas Proteksi radiasi Bidang

Radiodiagnosatik.

Merrill’s, 2016 Atlas of Radiographic Positioning and Procedures, Thirteenth Edition.

Bahar, A, 2012. Tuberculosis dan ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Pearce, C, 2009 Anatomi Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta.

Sherwood, 2010. Clinical Anatomy for Medical Students. Data Reproduction Corp,

Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai