Anda di halaman 1dari 22

SARI PUSTAKA

FAKTOR RISIKO PNEUMONIA KOMUNITAS PADA LANSIA

Disusun Oleh :

Pratama Satrio Wibowo

1965050036

Pembimbing :

dr. Hildebrand Hanoch Watupongoh,Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 24 FEBRUARI – 2 MEI 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA

2020
FAKTOR RISIKO PNEUMONIA KOMUNITAS PADA LANSIA

Diajukan ke Fakultas Kedokteran


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Kristen Indonesia
Sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat
Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran

Disusun Oleh :

Pratama Satrio Wibowo

1965050036

Telah disetujui oleh Pembimbing


Maret 2020

(dr. Hildebrand Hanoch Watupongoh,Sp.PD)

Mengetahui,

(Dr. Frits R.W. Suling, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC)


Koordinator Pendidikan Departemen Penyakit Dalam
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang3,4


Prevalensi kejadian pneumonia di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 4,5%. Pada usia lanjut
prevalensi pneumonia menjadi lebih tinggi yakni 15,5%. Sampai saat ini pneumonia masih
merupakan 10 penyakit utama yang membutuhkan rawat inap di rumah sakit. Penyebab
pneumonia utamanya adalah bakteri, walaupun virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa
kimia maupun partikel dapat menjadi penyebabnya.4
Penyakit pneumonia dapat terjadi pada semua usia, namun manifestasi klinik terparah
muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis. Community-acquired pneumonia
(CAP) adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi yang didapat oleh pasien di luar rumah sakit
atau di komunitas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa CAP banyak disebabkan bakteri
Gram positif dan dapat pula bakteri atipik.4
Pneumonia komunitas atau community acquired pneumonia (CAP) merupakan salah satu
masalah kesehatan yang sering dijumpai dan mempunyai dampak yang signifikan di seluruh
dunia, terutama pada populasi usia lanjut. Insiden pneumonia komunitas dilaporkan meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia.3-5 Pada pasien usia ≥65 tahun yang dirawat di rumah sakit,
pneumonia merupakan diagnosis terbanyak ketiga. Angka ini menjadi semakin penting
mengingat bahwa diperkirakan sebanyak 20% dari penduduk dunia akan berusia lebih dari 65
tahun di tahun 2050.3
Menegakkan diagnosis pneumonia pada pasien usia lanjut masih merupakan tantangan
bagi para klinisi mengingat tampilan klinis yang tidak lengkap dan tidak spesifik. Gejala dan
tanda pneumonia yang khas sering tidak didapatkan pada pasien usia lanjut. Metlay, dkk.10 dan
Fernandez, dkk.11 yang melakukan studi pada pasien usia lanjut dengan pneumonia, melaporkan
bahwa gejala-gejala saluran pernapasan seperti batuk dan sesak napas lebih jarang dikeluhkan
pada kelompok usia yang lebih tua. Sementara itu, gejala berupa nyeri dada pleuritik dan
hemoptisis lebih banyak pada kelompok usia muda. Hasil temuan fisik yang konsisten dengan
diagnosis pneumonia komunitas sama sekali tidak ditemukan pada 20%-47% pasien usia lanjut.
Sesak napas dan ronki pada umumnya lebih sering ditemukan.3
Manifestasi klinis yang tidak khas seperti hilangnya nafsu makan, penurunan status
fungsional, inkontinensia urin dan jatuh bisa muncul sebagai penanda pneumonia pada pasien
usia lanjut. Menegakkan diagnosis suatu penyakit akibat infeksi bakteri, termasuk pneumonia
pada pasien usia lanjut seringkali sulit. Sebab, riwayat penyakit sulit didapat dan seringkali sulit
dipercaya akibat adanya sensory loss, gangguan kognisi dan isolasi sosial. Adanya komorbiditas
merancukan pemeriksaan fisik dan tandatanda utama pneumonia seringkali tidak muncul, seperti
demam, batuk produktif, dan tanda-tanda konsolidasi paru. Selain itu, parameter laboratorium
seperti tidak adanya peningkatan leukosit, serta gambaran radiologis yang sulit diinterpretasi
membuat penegakkan diagnosis pneumonia pada usia lanjut masih menjadi tantangan para
klinisi.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi1,2
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia Komunitas adalah pneumonia
yang terjadi akibat infeksi diluar RS.1
Pneumonia komunitas adalah infeksi pneumonia yang didapat di luar rumah sakit atau
fasilitas kesehatan. Untuk menentukan kriteria pasien yang dirawat atau dapat menjalani rawat
jalan dapat digunakan sistem skor CURB-65. Pada penilaian menggunakan CURB-65 terdapat 5
item penilaian di antaranya confusion (perubahan kesadaran), kadar ureum yang meningkat,
frekuensi pernapasan yang meningkat (≥30 kali/menit), tekanan darah sistolik <90 mmHg atau
diastolik ≤60 mmHg, dan usia (usia ≥65 tahun). Masing-masing mempunyai nilai satu. Apabila
didapatkan nilai 0 atau 1 pasiennya dapat berobat jalan, apabila didapatkan skor 2 dianjurkan
untuk dirawat. Jika skor 3 harus dirawat, sedangkan bila skor 4 atau 5 disarankan untuk dirawat
di ruangan intensif. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. 6
Pneumonia pada orang lanjut usia lebih dari 65 tahun yang berisiko lebih besar untuk
menderita pneumonia karena telah dijumpai penurunan fungsi organ termasuk fungsi imunitas,
dan disertai adanya komorbiditas lain. Sering pneumonia tidak disertai gejala yang jelas.
Pneumonia merupakan penyebab mortalitas nomor 5 pada lansia. Insiden pneumonia komunitas
yang di rawat inap adalah sebesar 18,3 per 1000 penduduk usia 65-69 tahun, yang meningkat
menjadi 52,3 per 1000 penduduk usia > 85 tahun, terutama pada wanita. Angka kematian
meningkat sesuai meningkatnya umur atau disertai adanya komorbiditas dan komplikasi.
Pneumonia komunitas pada lansia terutama terjadi pada 2 kelompok yaitu lansia yang
hidup di rumah dan yang hidup di rumah perawatan. Kelompok kedua ini bila ditinjau dari jenis
flora orofaring dan besarnya kontak dengan antibiotika dapat dianggap berada diantara
pneumonia komunitas dan pneumonia nasokomial.2
Pneumonia pada usia lanjut beberapa penelitian terdahulu menunjukkan Streptococcus
pneumonia sebagai penyebab tersering pneumonia komunitas pada usia lanjut, yaitu sekitar 36-
49%. Berbeda dengan penelitian Han et al. yang mendapatkan Pseudomonas aeruginosa sebagai
penyebab tersering pneumonia komunitas di China, yaitu sebesar 20,1%, diikuti Klebsiella
pneumonia 15,2%, Streptococcus pneumonia hanya ditemukan sebanyak 3,3%.2 Pneumonia
pada usia lanjut seringkali tidak menunjukkan gejala yang jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan tidak selalu ditemukan demam ataupun gejala pernapasan pada populasi ini.
Penelitian Fernandez-Sabe et al terhadap pasien pneumonia komunitas berusia 80 tahun ke atas
tidak menemukan keluhan batuk sebagai keluhan pasien saat masuk perawatan, sedangkan
demam tidak didapatkan pada 32% pasien.6 Zalacain et al mendapatkan perubahan status mental
sebagai keluhan utama pada 26% pasien. Selain perubahan status mental atau perilaku, usia
lanjut bisa datang dengan keluhan jatuh, gangguan status fungsional, dizziness, penurunan
kesadaran, kelemahan umum, anoreksia, dehidrasi atau inkontinensia. Manifestasi klinis yang
tidak biasa ini seringkali menyebabkan keterlambatan diagnosis pneumonia pada usia lanjut.6

2.2 Epidemiologi1
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di
seluruh dunia. Sekitar 80%dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi
saluran napas yang terjadi di masyrakat (pneumonia komunitas) atau didalam rumah sakit/pusat
perawatan (pneumonia nosokomial/PN atau pneumonia di pusat perawatan/ppp). Pneumonia
yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai
sekitar 15-20%.1
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi
pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit
lain seperti DM,payah jantung, penyakit arteri coroner, keganasan, penyakit syaraf kronik, dan
penyakit hati kronik. Factor predisposisi lain antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi
virus,DM keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan penururnan
kesadaran. Juga adanya tindakan invasive seperti infus, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan
ventilator. Perlu diteliti factor lingkungan khususnya tempat kediaman misalnya dirumah jompo,
penggunaan antibiotic (AB) dan obat suntik IV, serta keadaan alkoholik yang meningkatkan
kumungkinan terinfeksi kuman gram negative. Pasien-pasien pneumonia komunitas juga dapat
terinfeksi oleh berbagai jenis pathogen baru.1

2.3 Patogenesis1,2,
Proses patogenesi pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan (imunitas) Inang,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain
interaksi ini akan menentukan klasifikasi bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya
penyakit didiagnosis empiric, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari pasien.1
Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet
sering disebabkan streptococcus pneumonia. Melalui slang infus oleh staphylococcus aureus
sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh p.aeruginosa dan enterobacter. Pada masa
kini terlihat perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA akibat adanya perubahan keadaan
pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik. Polusi lingkungan, dan penggunaan
antibiotic yang tidak tepat yang menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Dijumpai
pengingkatan patogenensi/jenis kuman akibat adanya berbagai mekanisme, terutama oleh
S.Aureus, B.Catarrhalis, H.influenza dan Enterobacteriacae. Juga oleh berbagai bakteri enteric
gram negatif. 1
Gambaran interaksi dari ketiga factor tersebut tercemin pada kecenderungan terjadinya
infeksi oleh kuman tertentu oleh factor perubah (modifying factor), seperti terlihat pada table 2.1
Tabel 2.
Faktor perubah yang meningkatkan risiko infeksi oleh patogen tertentu pada
pneumonia komunitas.

Pneumokokkus yang resisten penisilin  Usia >65 tahun


dan obat lain  Pengobatan B-lactam dalam 3 bulan terakhir
 Alkoholisme
 Penyakit imunosupresif (termasuk terapi
menggunakan kortikosteroid)
 Penyakit penyerta yang multipel
 Kontak pada klinik lansia

Patogen gram negatif  Tinggal dirumah jompo


 Penyakit kardiopulmonal penyerta
 Penyakit penyerta yang jamak
 Baru selesai mendapatkan terapi antibiotika

Pseudomonas aeruginossa  Penyakit paru structural (bronchiectasis)


 Terapi kortikosteroid (>10mg prednisone/hari)
 Terapi antibiotic spectrum luas >7 hari pada
bulan sebelumnya
 Malnutrisi

Pada lansia terdapat penurunan fungsi organ paru termasuk penurunan sistim imun dan
adanya komorbiditas, hingga flu atau infeksi saluran nafas atas yang ringan dapat berlanjut
menjadi pneumonia. Pneumonia pada lansia kemudian dapat menyebabkan penyakit yang lebih
berat dan komplikasi seperti gagal respirasi sepsis dan syok.2
2.4 Faktor Risiko1,5
Faktor risiko terjadinya pneumonia adalah :1
1. Penyakit berbagai jenis ko morbid, yang menurut kekerapannya :
- Penyakit respirasi kronik
- Penyakit kronik dari jantung, paru, ginjal dan limpa
- Penyakit gangguan sistim imun
- Diabetes
- Penyakit higienis gigi dan periodontitis
- Fibrosis kistik
- Penyakit Azheimer
2. Alkoholik
3. Merokok
4. Gangguan menelan, atau penurunan kemampuan batuk
5. Riwayat pneumonia sebelumnya
6. Perawatan RS

Faktor risiko terjadinya mortalitas dalam 30 hari adalah adanya penyakit komorbid (penyakit
gagal jantung, penyakit serebrovaskular dan penyakit hati kronik), penghuni rumah jompo, skor
CURB 65 yang besar, terapi yang tidak efektif dan usia > 65 tahun.1
Selain usia diatas 65 tahun beberapa faktor predisposisi terjadinya Pneumonia pada usia lanjut
antara lain:5
l. Usia lebih dari 65 tahun
2. Komorbid seperti PPOK Diabetes, gagal jantung kongestif, malignancy,
kelainan neurology.
3. Peningkatan kolonisasi orofaring
4. Makro dan mikro aspirasi.
5. Gangguan transport mokosilier
6. Gangguan mekanisme pertahanan tubuh
7. Gangguan nutrisi.
8. Bertempat tinggal dalam panti jompo.
9. Baru selesai rawat inap di rumah sakit.
10. lntubasi endotrakheal/ nasogastrik.
11. Kesehatan umum yang buruk.
12. Perokok.
13. Pembedahan.

2.5 Manifestasi Klinik2


Gambaran klinis yang ditemukan sering dengan onset yang insidious, sedikit batuk dan
demam yang ringan, disertai dengan gangguan status mental atau bingung, dan lemah, umumnya
berbeda daripada gambaran klinis pada usia lebih muda. Kelainan fisik paru ringan, tidak sering
disertai nyeri dada, sputum yang purulent, demam tinggi ataupun sesak nafas. Lansia yang
mengalami hal tersebut perlu dicurigai dan diteliti lebih lanjut kemungkinannya menderita
pneumonia.2

2.6 Etiologi1,2,5
Diketahui berbagai patogen yang cenderung dijumpai pada faktor risiko teetentu
misalnya H.influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada ;lansia. Gram negatif pada
pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopulmonal/jamak,
atau pasca terapi antibiotika spectrum luas. Ps.aeruginosa pada pasien dengan bronkhiektasis,
terapi steroid (>10mg/hari), malnutrisi dan imunosupresi dengan disertai lekopeni.1
Pada pneumonia komunitas rawat jalan jenis patogen tidak diketahui pada 40% kasus.
Dilaporkan adanya Str.pneumoniae pada 9-20%, M.pneumoniae (13-37%) Clamydia
pneumonia (sp.17%).1
Patogen pada pneumonia komunitas rawat inap diluar ICU. Pada 20-70% tidak
diketahui penyebabnya str.pneumonia dijumpai pada 20-60%, H.influenza (3-10%), dan oleh
S.aureus, gram negatif enterik, M.pneumonia,C. pneumonia legionella dan virus sebesar sp
10%. Kejadian infeksi kuman atipikal mencapai 40-60%, infeksi patogen gram negatif bisa
mencapai 10% terutama pada pasien dengan komorbiditas penyakit lain seperti disebut di atas,
Ps.Aeuruginosa dilaporkan sebesar 4%.1
Patogen pada pneumonia komunitas Rawat Inap di ICU. sebanyak 10% dari
pneumonia komunitas dirawat di ICU, 50-6-% tidak diketahui penyebabnya sekitar 33%
disebabkan Str.pneumonia. di samping patogen yang didapatkan pada pasien rawat inap non
ICU, didapatkan peningkatan infeksi patogen. Gram negatif. Enterobactericae dijumpai 20%,
10-20% di antaramya oleh Ps.Aeruginosa terutaa pasien dengan bronkiektasis. 1
Pada rumah jompo lebih sering dijumpai S.aureus yang resisten methisilin
(Methycilline resistant S.aureus-MRSA) , bakteri gram negatif, M.tuberculosis dan virus
tertentu. (adenovirus, cymcytial virus (RSV) dan influenza. 1
Secara in vitro di negara barat dilaporkan adanya resisten pneumokokkus terhadap
penisilin (drug resistant Str. Pneumoniae/DRSP) sampai sebesar 40% kasus, yang biasanya
disertai juga resisten terhadap sefalosporin, makrolid dosisiklin, dan trimethoprim/
sulpametosakzol. Berbagai AB lain aktif terhadap DRSP ini yaitu fluoroquinilone
antipneumokokus yang baru (seperti gatifloksasin, levofloksasin, atau moksifloksasin), juga
ketolide, vankomisin atau linezolid. Patogen tertentu yang sering mengenai tiap kelompok di
USA dan sekaligus terapinya dapatr dilihat pada table 6, penelitian pneumonia komunitas
rawat inap di Asia misalnya Indonesia atau Malaysia mendapatkan patogen yang bukan
Str.pneumoniae sebagai penyebab tersering pneumonia komunitas, antara lain KL.neumoniae.
Pneumonia dapat disebabkan oleh virus dan bakteri, atau pneumonia virus yang
dilanjutkan oleh pneumonia bakteri. Infeksi dapat terjadi di panti wreda atau di rumah sakit,
dengan pathogen tersering adalah S.pneumonia (30-60%), H.Influenza (20%), dan M.catarhalis.
Dapat terjadi pneumonia aspirasi oleh campuran kuman aerob dan anaerob dari faring akibat
gangguan reflex menelan atau gangguan saraf motorik faring. Pada lansia di panti wreda, pasca
rawat inap di rumah sakit dengan pemberian antibiotika dijumpai peningkatan kolonisasi kuman
Gram negative. Bila terjadi aspirasi maka akan dijumpai pneumonia oleh pathogen.
K.pneumonia, E.coli,Enterobacteriacea lain dan P.aureginosa. Pada lansia dari panti wreda
pneumonia disebabkan oleh kuman Gram negative (20-40%), S.aureus (10%), dan M.pneumonia
menjadi penyebab pneumonia pada 9% kasus. Bakteri atipikal jarang menyebabkan pneumonia
pada lansia. 2
Abnormalitas sistim imun memiliki korelasi dengan pola mikroba yang dialami. Pada
keadaan abnormalitas fagosit sering ditemukan Staphylococcus, aerob gram negative, serta
Candida dan Aspergillus. Pada keadaan abnormalitas fagosit, pneumonia yang terjadi terutama
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. 5
Dari beberapa laporan penelitian, beberapa kuman patogen Pneumonia komuniti pada
keolompok usia tua antara lain :
- Streptococcus pneumonia
- Haemofilus influenza
- Enteric gram negative
- Staphylococcus aureus
- Anaerob
- Virus
- Mycoplasma pneumonia
- Chlamidia pneumonia
- Legionella pneumonia

Menurut American Thoracic Society, Komuniti Acquired Pneumonia pada usia lebih dari 60
tahun dan memiliki faktro komorbid pada umumnya disebabkan oleh anaerob, dan usia lebih dari
65 tahun merupakan faktor ko modifikasi risiko menderita Streptococcus pneumonia yang
resisten terhadap penicillin. Hingga kini sebanyak 18-30% etiologi komuniti pneumonia pada
usia tua disebabkan oleh streptococcus pneumona, selanjutnya H.Influenza gram negative,
anaerob dan virus. 5

2.7 Klasifikasi1
Klasifikasi ini membantu pelaksanaan terapi pneumonia secara empirik.
Stratifikasi pada pneumonia komunitas. PORT (Pneumonia Pantient Outcome
Research Team) mengajukan faktor risiko yang berkaitan dengan peningkatan angka
mortalitas atau komplikasi yang dapat terjadi. 1
Faktor risiko tersebut adalah : 1
1). Usia diatas 65 tahun.
2). Adanya infeksi pada paru yang multilober/nekrotikans. Pasca obstruktif, atau aspirasi.
3). Penyakit penyerta seperti PPOK, bronkhiektasis, keganasan, DM, gagal ginjal kronik,
gagal jantung, sirosis hepatic, penyakit serovaskular, alkoholik, malnutrisi, gangguan imun,
dan pasca splenektomi.
4). Manifestasi infeksi organ jamak atau komplikasi organ ekstrapulmoner.
5). Tanda fisik yang memprediksi mortalitas, peningkatan mobiditas, dan komplikasi, berupa :
Respirasi >30x/menit, tekanan diastolic <60 atau sistolik <90mmhg, nadi >125x/menit, suhu
<35c atau >40c, bingung atau penurunan kesadaran dan bukti adanya infeksi ekstraparu. Hasil
laboratorium: leokosit <4.000 atau > 30.000/mm3, PaO2 <60 mmHg atau PaCO2 >50 mmHg,
Kreatini >1,2 mg% atau BUN >20 mg%, gambaran foto thoraks terlihat lesi lobus jamak,
adanya rongga, perluasan yang cepat atau adanya efusi pleura, hematocrit <30% atau HB <9
gr%, adanya tanda sepsis atau disfungsi organ berupa asidosis metabolic atau koagulopati: pH
arterial <7,35.
Indikasi perawatan di RS. Hal-hal diatas merupakan dasar untuk perawatan di rumah
sakit. Pasien berindikasi dirawat di ICU menurut American Thoracic society adalah bila pasien
pneumoni komunitas sakit berat yaitu bila terdapat 1 dari 2 kriteria mayor atau 2 dari 3 kriteria
minor. Kriteria mayor adalah: kebutuhan akan ventilator dan syok septik, kriteria minor
berupa tensi sistolik <90mmHg, mengenai multilobar, PaO2/FI O2 ratio >250. Kriteria rawat
ICU dari British Thoracic Society adalah frekuensi napas >30x/menit, tensi diastolic <60
mmHg, BUN >19,1 mg/dl, dan adanya bingung (confusion). 1
Pasien dibagi atas 4 kelompok berdasarkan kepada tempat perawatan (rawat jalan,
rawat inap, perawatan di unit intensif/ICU), adanya penyakit penyerta kardiopulmonal–PKP
(PPOK, payah jantung); adanya “faktor perubah” (modifying factor-MF) yaitu faktor risiko
oleh pneumokokkus resisten, faktor risiko infeksi gram negatif (termasuk dirumah perawatan
rumah jompo), dan adanya faktor risiko P.Aeuruginosa-RPA (terutama pada rawat di ICU).
Pada cara pendekatan stratifikasi ini tempat terapi merupakan refleksi dari beratnya sakir
dengan keharusan rawat inap dan rawat ICU ditentukan berdasarkan kriteria tertentu. Secara
garis besar pasien dibagi atas Rawat jalan dan rawat inap. Rawat inap dibagi atas a). Sakit
berat sampai sedang, dengan atau tanpa risiko PKP atau “faktor perubah” dan b). Sakit berat
1
dengan atau tanpa disertai risiko P.Aeruginosa.
Stratifikasi berdasarkan faktor-faktor tersebut 4 kelompok pasien didefinisikan sebagai
berikut:
Kelompok I Rawat jalan yang tidak disertai riwayat penyakit kardiopulmonal
ataupun “faktor perubah”.
Kelompok II Rawat jalan yang disertai riwayat penyakit kardiopulmonal
dan/atau “faktor perubah” (faktor untuk DRSP atau bakteri Gram
negatif).
Kelompok III Rawat Inap RS non ICU, yang disertai riwayat penyakit
kardiopulmonal dan/atau “faktor perubah” (termasuk asal dari
rumah jompo).
Kelompok IV Rawat di ICU yang: a. tidak disertai risiko Ps.Aeruginosa–RPA, b.
disertai risiko Ps.Aeruginosa-RPA.

Untuk tiap kelompok diindentifikasi jenis patogen secara bertingkat yang paling sering
menjadi penyebab pneumonia. Patogen penyebab pada rumah jompo lebih sering disebabkan
oleh patogen seperti patogen seperti disebutkan pada uraian etiologi. 1

2.8 Penatalaksanaan1,2,5
Indikasi perawatan
Antibiotic empirik. Pasien pada awalnya diberikan terapi empirik yang ditunjukan pada
patogen yang paling mungkin menjadi penyebab seperti tercantum pada bagan 1. Bila telah ada
hasil kultur dilakukan penyesuaian obat. Di luar negeri terhadap semua pasien dianjurkan
kemungkinan terapi patogen atipik yang berdasarkan faktor risikonya disertai/tanpa AB lain.
Pada pasien rawat inap AB harus diberikan 8 jam pertama di rawat di RS. Stratifikasi kelompok
ini menjadi dasar dari pengarahan pemberian terapi pada pneumonia komunitas.(Tabel 2) 1
Pada prinsipnya terapi utama pneumonia adalah pemberian antibiotika (AB) terrtentu
terhadap kuman tertentu pada sesuatu tipe dari ISNBA baik pneumonia ataupun bentuk lain, dam
AB ini dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebab termaksud. Berdasarkan
perbedaan tempat perawatan (rawat jalan, rawat ruang umum dan di ruang intensif), adanya
penyakit kardiopulmonal dan “faktor perubah” (modifying factor) maka pneumonia komunitas
terbagi atas 4 grup dengan kuman penyebab yang berbeda. Pada tabel 3 terlihat grup-grup
termaksud dan antibiotika yang dianjurkan untuk diberikan. 1
Faktor-faktor yang Dipertimbangkan pada pemilihan AB: 1
Faktor pasien. Yaitu urgensi/cara pemberian obat berdasarkan tingkat berat sakit ISNBA
dan keadaan umur/kesadaran, mekanisme imunologis, umur, defisiensi genet k/organ, kehamilan,
alergi. Pasien berobat jalan dapat diberikan obat oral, pasien sakit berat diberikan obat intravena.
Faktor Antibiotik. Tidak mungkin mendapatkan 1 jenis antibiotic yang ampuh untuk
semua jenis kuman. Karena itu penting dipahami berbagai aspek tentang AB untuk efisiensi
pemakaian AB. Secara praktis dipilih AB yang ampuh dan secara empirik telah terbukti
merupakan obat pilihan utama dalam mengatasi kuman penyebab yang paling mungkin pada
pneumonia atau bentuk lain ISNBA berdasarkan data antibiogram mikrobiologi dalam 6-12
bulan terakhir. Efektivitas AB tergantung kepada kepekaan kuman terhadap AB ini, penetrasinya
ke tempat lesi infeksi, toksisitas, interaksi dengan obat lain dan reaksi pasien misalnya alergi atau
intoleransi. 1
Faktor farmakologis. Farmakokinetik AB mempertimbangkan proses bakterisidal
dengan Kadar Hambat Minimal (MIC) yang sama dengan Kadar Bakterisidal Minimal (KBM),
dan bakteriostatik dengan KBM yang jauh lebih tinggi daripada KHM. Untuk mencapai
efektivitas optimal, obat yang tergolong mempunyai sifat dose dependent (misalnya
sefalosporin) perlu diberikan dalam 3-4 pemberian/hari sedangkan golongan concentration
dependent (misalnya aminoglikosida, kuinolon) cukup 1-2 kali sehari namun dengan dosis yang
lebih besar. Farmakodinamik menilai kemampuan AB untuk melakukan penetrasi ke lokasi
infeksi di jaringan dan keampuhannya AB hingga obat ini ampuh untuk dipakai terhadap patogen
penyebab. Obat dengan kadar intraseluller yang tinggi seperti makrolid akan lebih efektif dalam
membunuh kuman intraseluller. AB dengan Cmax/MIC Rasio >8-10, atau AUC: MIC Ratio
yang semakin >25 semakin efektif dan bila AUC: MIC ratio di atas 100 akan dapat menekan
terjadinya perkembangan resistensi patogen. Hal ini penting terutama pada pengobatan pasien
dengan imunokompromais. 1
Cara Pemilihan Antibiotik
Pilihan antibiotik dapat berupa:
a. AB tunggal. Dipilih yang paling cocok diberikan pada pasien PK yang asalnya sehan dan
gambaran klinisnya sigestif disebabkan oleh tipe kuman tertentu yang sensitif;
b. Kombinasi AB.
Diberikan dengan maksud untuk mencakup spectrum kuman-kuman yang dicurigai, untuk
meningkatkan aktivitas spectrum dan pada infeksi jamak. Bila perlu diusahakan pula perbaikan
penetrasi obat, misalnya drainase sputum pada bronkiektasis terinfeksi. Bila telah didapat hasil
kultur dan tes kepekaan maka hasil ini dapat dijadikan pertimbangan untuk memberikan AB
yang lebih terarah atau monoterapi. 1
Dalam rangka pemberian terapi pneumonia komunitas dimaksudkan stratifikasi atau 4
kelompok berdasarkan kepada tempat perawatan (rawat jalan, rawat inap biasa atau ICU),
adanya penyakit penyerta kardiopulmonal (PPOK penyakit jantung kongestif), dan berdasarkan
“faktor perubah” (modifying factor) yang mencakup adanya faktor risiko terhadap
pneumokokkus resisten, infeksi patogen gram negative dan infeksi Ps. Aeruginosa.
Kelompok I. Pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit jantung paru, dengan atau tanpa
adanya “faktor perubah: (faktor risiko untuk Str. Pneumonia resisten AB. Atau Gram negatif.
Kelompok II. Pasien berobat jalan dengan penyakit jantung paru, dengan/tanpa “faktor
perubah”. Kelompok IIIa. Pasien rawat RS diluar ICU, yang menderita penyakit jantung paru
dan/atau “faktor perubah”. RS.
Kelompok IIIB. Pasien tidak disertai penyakit jantung paru atau faktor perubah lainnya.
Kelompok IV. Pasien dirawat di ICU
a. tanpa risiko untuk Ps. Aeruginosa dan
b. dengan risiko terhadap Ps. Aeruginicoca.
Pada pendekatan stratifikasi ini acuan terapi adalah cerminan dari beratnya sakit, indikasi rawat
inap atau rawat ICU. (lihat tabel 3). Pada prinsipnya sistim ini menunjukan patogen yang umum
dijumpai secara berurutan. Kelompok I. pasien Rawat jalan tanpa riwayat penyakit
kardiopulmonal dan “faktor perubah”. 1
AB yang diberikan adalah AB dengan spektrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur
diubah menjadi AB spektrum sempit. Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya
penyakit penyerta dan atau bakteriemi, beratnya penyakit pada onset terapi dan perjalanan
penyakit pasien. umumnya terapi diberikan selama 7-10 hari. Untuk infeksi M. pneumonia dan
C. pneumonia selama 10-14 hari, sedangkan pada pasien dengan terapi steroid jangka panjang
selama 14 hari atau lebih. 1
Pada terapi pneumonia komunitas rawat inap. Proses perbaikan akan terlihat 3 tahap yaitu
tahap 1. Pada saat pemberian AB IV selama 3 hari akan terlihat pasien stabil secara klinik;
kemudian terloihat perbaikan keluhan dan tanda fisik serta nilai laboratorium. Pada fase ke 3
terllihat penyembuhan dan resolusi penyakit. Keterlambatan perbaikan klinik dapat disebabkan
patogen yang resisten atau bakteriemi. Di samping itu faktor inang berupa usia tua, penyakit
penyerta jamak atau progresifitas penyakit. Dapat pula disebabkan oleh alkoholik, pneumoni
multtilober, atau empyema. Bila keadaan klinik membaik dengan berkurangnya batuk, afebrile
dalam 2 x 8 jam berturutan, lekositoris menurun dan fungsi saluran cerna membaik, maka
dilakukan alih terapi ke AB per oral yang dianggap cocok dengan patogen penyebabnya.
Kepulangan pasien dari rawat inap tergantung juga kepada kondisi pasien dan adanya penyakit
penyerta. 1
Bila belum ada respons yang baik dalam 72 jam (terjadi pada 10% pasien). lakukan
evaluasi terhadap adanya kemungkinan patogen yang resisten, komplikasi atau penyakitnya
bukan pneumonia. Reevaluasi ditunjukan kepada faktor predisposisi dari terjadinya infeksi. 1
Telah diketahui bahwa kuman penyebabnya berbeda pada pneumonia komunitas dengan
pneumonia nosocomial, dan antara satu kasus dengan kasus lainnya. Dengan demikian tidak ada
patokan tetap dalam pemilihan jenis AB. Berdasarkan pengetahuan dan perkiraan jenis kuman
penyebabnya tingkat berat sakit pneumonia komunitas atau pneumonia nosocomial dapat dipilih
terapi awal jenis AB, yang kemudian diikuti pemberian AB lanjutan dengan mempertimbangkan
hasil bakteriologi dan respons klinis. 1
Ketentuan untuk memberikan makrolid pada pasien pneumonia komunitas berat di daerah
Asia perlu diteliti lebih lanjut. Penelitian di Malaysia terhadap pasien pneumonia komunitas
yang diberikan makrolid dan tidak diberikan makrolid tidak didapat perbedaan manfaat yang
bermakna khususnya mengenai, mortalitas, penggunaan ventilator, ataupun lamanya rawat inap.
Hal ini berkaitan dengan perbedaan jenis dan kepekaan patogen penyebab pneumonia komunitas.
1

Tabel 3
Stratifikasi untuk terapi

Tatalaksana empiric community acquired pneumonia pada usia lanjut harus


dipertimbangkan pemberian antibiotika yang memiliki spectrum terhadap pneumococci dan
H.influenza, antibiotika amoksisilin clavulanat serta sefalosforin generasi 2 dapat
dipertimbangkan sebagai monoterapi selama tidak ada penyakit penyerta. Bila terdapat faktor
risiko antibiotika kombinasi anti pseudomonas perlu dipertimbangkan. Selain itu pada kelompok
usia lanjut, risiko aspirasi merupakan faktor yang dominan oleh karena itu kemungkinan infeksi
anaerob merupakan penyebab yang sering ditemukan. Beberapa kajian terbaru menunjukkan
Moxifloxacin merupakan Fluoroquinolon yang juga memiliki spectrum luas dan efektif terhadap
bakteri gram positif, gram negative dan pathogen atypical di sistim respirasi. 5

Pneumonia akibat virus diberikan terapi suportif dengan istirahat, pemberian cukup
cairan dan nutrisi yang baik. Diamati terhadap terjadinya komplikasi pneumonia bakteri
sekunder. Pada pneumonia lansia karena bakteri yang berat sering diperlukan perawatan ICU
dan ventilator. Karena itu sebaiknya dilakukan terapi yang lebih agresif. 2
Pada pneumonia bakteri dilakukan tatalaksana seperti pneumonia bakteri lainnya dengan
memberikan terapi antibiotika empiric terhadap bakteri penyebab, seperti pneumonia komunitas
atau pneumonia nosocomial. 2
Terapi awal untuk pneumonia diberikan secara empiris. Pemilihan antibiotika empiris
pada usia lanjut dipengaruhi oleh derajat kerentaan (frailty), sumber infeksi, adanya faktor risiko
infeksi terhadap mikroorganisme resisten, serta tingkat keparahan pneumonia. Pasien tanpa atau
dengan frailty memiliki pilihan antibiotika awal yang berbeda. Untuk menilai status frailty dapat
digunakan instrumen clinical frailty scale (CFS). Instrumen ini dapat dipakai untuk mendeteksi
usia lanjut yang berisiko tinggi mengalami komplikasi dan pemanjangan lama rawat.8 Pilihan
antibiotika berbeda bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. Dosis pertama antibiotika harus
diberikan segera. Besarnya dosis dan frekuensi pemberian disesuaikan dengan berat badan dan
fungsi ginjal. Potensi interaksi obat juga harus diperhitungkan.6
Tabel 4
Pilihan antiotika pada pneumonia komunitas usia lanjut

2.9 Pencegahan1,2
Di luar negeri dianjurkan pemberian vaksinasi influenza dan pneumokokus pada orang
dengan risiko tinggi, dengan gangguan imunologis, penyakit berat termasuk penyakit paru
kronik, hati, ginjal, fan jantung. Di samping itu vaksinasi juga perlu diberikan untuk penghuni
rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik, dan usia di atas 65 tahun. 1
Selain itu pencegahan pneumonia pada lansia yang dapat dilakukan adalah : 2
- Vaksinasi pneumokokus atau influenza merupakan upaya pencegahan utama
- Menghentikan merokok yang merupakan pencetus pada 1/3 kasus
- Mencegah tidak selalu berbaring di tempat tidur, tidur dalam posisi duduk
- Incentive spirometer, bila terkena pneumonia
- Cuci tangan
- Kebiasaan hidup sehat: olahraga, cukup istirahat, makan yang bergizi
- Menghindari paparan oleh influenza atau infeksi pernapasan
- Higieni gigi geligi

2.10 Prognosis1,2
Kejadian pneumonia komunitas di USA adalah 3,4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di
antaranya perlu dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus
adalah sebesar 5%. Namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk.
Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no.6 dengan kejadian
sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP yang
dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan “FAKTOR
PERUBAH” yang ada pada pasien. 1
Prognosis tidak baik, semakin usia semakin tinggi mortalitas. Predictor mortalitas dari
pneumonia komunitas pada lansia adalah seperti pada tabel 5 berikut : 1

Tabel 5.
Prediktor Mortalitas dari Pneumonia Komunitas
- Terbaring di tempat tidur sebelum terkena pneumonia
- Suhu <37C
- Gangguan menelan
- Respirasi >30x/menit
- Kadar kreatinin > 1,14mg%
- Foto thoraks menunjukkan infiltrate pada >3 lobus: perluasan infiltrate secara cepat
- Penggunaan imunosupresi
- Gagal ginjal kronik

BAB III
KESIMPULAN

Usia lanjut merupakan salah satu faktor yang meningkatkan kerentanan terjadi infeksi pada
saluran nafas bawah, hal ini dikaitkan dengan mekanisme pertahanan tubuh diantaranya
gangguan mukosilier, gangguan reflek, imunologi dan sistim kardiopulmoner. Dan juga terdapat
faktor risiko terjadinya mortalitas dalam 30 hari adalah adanya penyakit komorbid (penyakit
gagal jantung, penyakit serebrovaskular dan penyakit hati kronik), penghuni rumah jompo, skor
CURB 65 yang besar, terapi yang tidak efektif dan usia > 65 tahun.1
Berbeda dengan pneumonia pada umumnya, manifestasi klinis pneumonia pada usia lanjut
tidak khas. Pada umumnya etiologi pneumonia komuniti pada usia tua disebabkan oleh
streptococcus pneumonia, serta H.influenza,. pemilihan antibiotika secara empiric berdasarkan
5
pada usia, ko morbid, severity. Pemilihan antibiotika pada pasien pneumonia berusia lanjut
tergantung kepada jenis pneumonia, berat ringannya pneumonia, dan status frailty.6
DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan Z. Pneumonia. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ke-6. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2006. Hal. 1608-1619
2. Dahlan Z. Pneumonia Bentuk Khusus. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ke-6.
Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;2006. Hal. 1622-1623
3. Sari EF, et al. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, vol. 3, No.4 : Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Diagnosis Pneumonia pada Pasien Usia Lanjut. Desember 2016
4. Sari IP, et al. Perbandingan Pola Terapi Antibiotik pada Community-Acquired
Pneumonia (CAP) di Rumah Sakit Tipe A dan B. Volume 7 Nomor 4. Desember 2017
5. Mulyadi, Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, vol. 10 No. 2 : Community Acquired
Pneumonia pada Usia Lanjut. Agustus 2010
6. Mulyana R. Jurnal Kesehatan Andalas : Terapi Antibiotika pada Pneumonia Usia Lanjut.
2019

Anda mungkin juga menyukai