Anda di halaman 1dari 15

TOILET TRAINING PADA ANAK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


mata kuliah Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu: Ns. Herlina, M.Kep, Sp.Kep.An

Disusun Oleh:

Anasya Firmansyah 1810711024

Ahmad Nursalam 1810711053

Dina Krismayanti 1810711103

Vernanda Erlita 1810711108

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Selawat serta salam kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing kita dari zaman jahiliyah hingga saat ini.

Makalah yang berjudul Toilet Training Pada Anak ini ditulis untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Keperawatan Anak I. Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang
Pengertian Toilet Training, Tahapan Toilet Training, Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
selama Toilet Training, Cara Orang Tua dalam Melatih Anak untuk Toilet Training, Dampak
Latihan Toilet Trainig, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Toilet Training,Perilaku-Perilaku
Toddler yang Siap Diajarkan Untuk Toilet Training.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun makalah menyampaikan rasa
hormat dan ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kami, mengharapkan kritikk dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan makalah kami.

Jakarta, 10 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 4
1.2Rumusan masalah 6
1.3Tujuan 6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toilet Training 7


2.2 Tahapan Toilet Training 7
2.3 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan selama Toilet Training 9
2.4 Cara Orang Tua dalam Melatih Anak untuk Toilet Training 9
2.5 Dampak Latihan Toilet Training 10
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Toilet Training 10
2.7 Perilaku-Perilaku Toddler yang Siap Diajarkan Untuk Toilet Training 11

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan 13
3.2 Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Toilet training merupakan salah satu tugas utama anak pada usia toddler. Anak usia
toddler harus mampu mengenali rasa untuk mengeluarkan dan menahan eliminasi serta
mampu mengkomunikasikan sensasi BAK dan BAB kepada orangtua (Alexandra, 2008;
Klijn, 2006). Pada tahap usia toddler anak menghadapi konflik antara tuntutan orangtua
dengan keinginan dan kemampuan fisik anak. Orang tua menuntut anak untuk
mengendalikan keinginan BAK dan BAB serta melakukan buang air pada tempatnya,
sementara anak ingin mengeluarkan begitu terasa ingin BAK dan BAB (Chung, 2007; Carol,
2009). Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil atau buang air besar. Toilet training secara
umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian
pada anak (Keen, 2007; Wald, 2009). Fase ini biasanya pada anak usia 18 – 24 bulan. Dalam
melakukan toilet training, anak membutuhkan persiapan fisik, psikologis maupun
intelektualnya. Dari persiapan tersebut anak dapat mengontrol buang air besar dan buang air
kecil secara mandiri.

Kegagalan dalam mengontrol proses berkemih dapat mengakibatkan mengompol


pada anak. Mengompol merupakan gangguan dalam pengeluaran urine yang tidak bisa
dikendalikan pada waktu siang atau malam hari pada anak yang berumur lebih dari empat
tahun tanpa ada kelainan fisik maupun penyakit organik (Horn, 2006; Kroeger, 2010). Pada
anak umur empat tahun kondisi sfingter eksternavesika urinaria sudah mampu dikontrol
akan tetapi pada usia tersebut belum bisa mengendalikan buang air kecil. Hal tersebut
disebabkan oleh salah satu faktor yaitu kegagalan dalam toilet training. Keadaan demikian
apabila berlangsung lama dan panjang akan mengganggu tugas perkembangan anak.
Keberhasilan toilet training tidak hanya dari kemampuan fisik, psikologis dan emosi anak itu
sendri tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku orang tua atau ibu untuk mengajarkan toilet
training secara baik dan benar, sehingga anak dapat melakukan dengan baik dan benar
hingga besar kelak (Warner, 2007; Barone, 2009).

50% anak yang berumur empat tahun masih mempunyai kebiasaan mengompol. Hal
ini sesuai dengan penelitian Kurniawati (2008) yang menyebutkan bahwa dari 56% anak pra
sekolah masih sering mengompol, 36% jarang mengompol dan 8% jarang sekali
mengompol.Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 9 Februari 2013 di posyandu
Mojosari desa Polokarto diketahui bahwa 7 responden dari 11 ibu masih memiliki kebiasaan
yang kurang tepat dalam menghadapi anak yang dalam melatih anak melakukan buang air,
misalnya ibu terlihat kurang tanggap jika anaknya buang air, marah dan membentak anak
saat anak tidak dapat melakukan buang air pada tempatnya. Kebiasaan ibu yang kurang tepat

4
disebabkan karena ibu belum mengerti tentang cara toilet training. Salah satu upaya untuk
memberikan informasi tentang toilet training yaitu dengan cara penyuluhan kesehatan.

Toilet training adalah cara untuk melatih anak buang air besar dan buang air kecil
pada tempatnya (toilet). Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak
yang sudah memasuki fase kemandirian pada anak. Suksesnya toilet training tergantung
pada anak dan keluarga, seperti kesiapan fisik dan kesiapan intelektual. Toilet training
merupakan aspek penting dalam perkembangan anak pada masa usia toddler dan harus
mendapat perhatian orangtua dalam berkemih dan defekasi. Toilet training menjadi awal
terbentuknya kemandirian anak secara nyata. Tahapan toilet training adalah sebagai berikut:
pembuatan jadwal harian kebiasan buang air besar dan kecil antara anak dan orangtua,
pembuatan alat bantu visual misalnya: foto, gambar atau gambar bertulisan urutan kegiatan
yang dapat diletakkan di kamar mandi atau di tempat yang mudah dilihat, membiasakan
anak menggunakan toilet untuk buang air, memberikan contoh atau menjadi model yang
baik untuk anak mengenai cara buang air dan cara menggunakan toilet, tidak memaksa anak
saat buang air atau menggunakan toilet, memberikan rasa nyaman selama proses latihan,
memberikan penguatan saat anak melakukan tugas perkembangannya dengan benar. Teknik
yang dapat dilakukan orang tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan kecil,
diantaranya: teknik lisan dan teknik modeling.

Usia toddler adalah periode usia 12 sampai 36 bulan. Masa ini adalah masa
eksplorasi lingkungan dimana anak berusaha mencari tahu semua yang terjadi dan
bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku temperatum, negativisme dan keras
kepala. Pertumbuhan anak pada masa toddler (1-3 tahun) relatif lebih lambat dibandingkan
dengan masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berjalan lebih cepat. Anak pada usia
toddler sering mengalami penurunan nafsu makan sehingga tampak langsing dan berotot
serta anak mulai belajar berjalan. Perhatian anak terhadap lingkungan menjadi lebih besar
dibandingan dengan masa sebelumnya, anak lebih banyak berinteraksi dengan keluarganya.
Anak lebih banyak menyelidiki benda disekitarnya dan meniru apa yang diperbuat oleh
orang lain. Anak memiliki sifat egosentris yaitu mempunyai sifat keakuan yang kuat
sehingga segala sesuatu yang disukainya dianggap sebagai miliknya. Anak usia toddler
mengalami tiga fase yaitu : fase autonomi (anak dapat mengambil inisiatif sendiri dan
mampu melakukan semuanya sendiri, namun lebih pada menunjukkan keinginannya sendiri
menolak sesuatu yang tidak dikehendaki dan mencoba sesuatu yang diinginkan), fase anal
(anak memasuki masa toilet training), fase praoperasional (anak mulai mampu membuat
penilaian sederhana terhadap objek dan kejadian di sekitarnya.

Penyuluhan kesehatan kepada orangtua khususnya ibu tentang toilet training akan
mempengaruhi pengetahuan orangtua tentang toilet training. Setelah orang tua mengetahui
tentang toilet training diharapkan dapat menimbulkan sikap positif atau kesadaran yang
mampu mendorong untuk berperilaku dan akhirnya menyebabkan orangtua untuk
berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Penyuluhan adalah suatu kegiatan

5
atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat dengan harapan
adanya pesan tersebut masyarakat dapat memperolehpengetahuan. Akhirnya dari
pengetahuan itu diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku yang lebih baik. Proses
perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak semata-mata karena adanya
penambahan pengetahuan saja, namun diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan
sekaligus sikap mantap yang menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif
dan menguntungkan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa Pengertian Toilet Training?
b. Apa sajakah Tahapan Toilet Training?
c. Apakah Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training?
d. Bagaimana Cara Orang Tua dalam Melatih Anak untuk Toilet Training?
e. Apa Dampak Latihan Toilet Training?
f. Apa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Toilet Training?
g. Apa sajakah Perilaku-Perilaku Toddler yang Siap Diajarkan Untuk Toilet Training?

1.3 Tujuan Masalah


a. Untuk mengetahui dan memahami Pengertian Toilet Training.
b. Untuk mempelajari Tahapan Toilet Training.
c. Untuk mengetahui Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training.
d. Untuk mempelajari dan memahami Cara Orang Tua dalam Melatih Anak untuk Toilet
Training.
e. Untuk memahami Dampak Latihan Toilet Training.
f. Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Toilet Training.
g. Untuk mempelajari Perilaku-Perilaku Toddler yang Siap Diajarkan Untuk Toilet
Training.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toilet Training


Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol buang
air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) (Hidayat, 2008). Toilet training merupakan
proses pengajaran untuk mengontrol BAB dan BAK secara benar dan teratur. Berdasarkan
pengertian di atas maka toilet training adalah sebuah usaha pembiasaan mengontrol BAB dan
BAK secara benar dan teratur.
Latihan BAB dan BAK termasuk dalam perkembangan psikomotorik karena latihan
tersebut membutuhkan kematangan otot-otot pada daerah pembuangan kotoran (anus dan
saluran kemih). Latihan tersebut hendaknya dimulai pada waktu anak berusia 15 bulan dan
kurang bijaksana bila anak pada usia kurang dari 15 bulan dilatih karena dapat menimbulkan
pengalaman-pengalaman traumatik. Toilet training merupakan latihan moral yang pertama
kali diterima anak dan sangat berpengaruh pada perkembangan moral anak selanjutnya
(Suherman, 2010).

2.2 Tahapan Toilet Training

Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan seperti


membiasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang air dengan membiasakan anak
masuk ke dalam WC anak akan lebih cepat adaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk duduk di
toilet mekipun dengan pakaian lengkap dan jelaskan kepada anak kegunaan toilet. Lakukan
secara rutin kepada anak ketika anak terlihat ingin buang air.

Anak dibiarkan duduk di toilet pada waktu-waktu tertentu setiap hari terutama 20
menit setelah bangun tidur dan setelah makan, ini bertujuan agar anak dibiasakan dengan
jadwal buang airnya. Anak sesekali enkopresis (mengompol) dalam masa toilet training itu
merupakan hal yang normal. Anak apabila berhasil melakukan toilet training maka orang tua
dapat memberikan pujian dan jangan menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan
dengan baik (Pambudi, 2006).

Prinsip dalam melaksanakan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat kesiapan
anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri :

7
a. Melihat kesiapan anak
Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu yang tepat bagi
orang tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya tidak ada patokan umur anak yang
tepat dan baku untuk toilet training karena setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal
fisik dan proses biologisnya. Orang tua harus mengetahui kapan waktu yang tepat bagi
anak untuk dilatih buang air dengan benar. Para ahli menganjurkan untuk melihat
beberapa tanda kesiapan anak itu sendiri, anak harus memiliki kesiapan terlebih dahulu
sebelum menjalankan toilet training. Bukan orang tua yang menentukan kapan anak
harus memulai proses toilet training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda
kesiapan toilet training. Hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang tidak
diinginkan seperti pemaksaan dari orang tua atau anak trauma melihat toilet.

b. Persiapan dan perencanaan


Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan toilet training yaitu :
1) Gunakan istilah yang mudah dimengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku
BAB dan BAK.
2) Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet pada anak sebab pada usia ini
anak cepat meniru tingkah laku orang tua.
3) Orang tua hendaknya segera mungkin mengganti celana anak apabila basah karena
enkopresis (mengompol) atau terkena kotoran, sehingga anak akan merasa risih bila
memakai celana yang basah dan kotor.
4) OrangOrang tua meminta pada anak untuk memberitahu atau menunjukkan bahasa
tubuhnya apabila anak ingin BAB atau BAK dan bila anak mampu mengendalikan
dorongan buang air maka jangan lupa berikan pujian pada anak (Zaivera, 2008).

c. Toilet training
Ketika orang tua sudah melakukan 2 langkah di atas maka masuk ke langkah
selanjutnya yaitu toilet training. Proses toilet training ada beberapa hal yang perlu
dilakukan yaitu :
1) Membuat jadwal untuk anak
Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu
dengan tepat kapan anaknya bisa BAB atau BAK. Orang tua bisa memilih waktu
selama 4 kali dalam sehari untuk melatih anak yaitu pagi, siang, sore, dan malam
bila orang tua tidak mengetahui jadwal yang pasti BAB atau BAK anak.
2) Melatih anak untuk duduk di pispotnya
Orang tua sebaiknya tidak menumpuk impian bahwa anak akan segera
menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan buang air di situ. Awalnya anak
dibiasakan dulu untuk duduk di pispotnya dan ceritakan padanya bahwa pispot itu
digunakan sebagai tempat membuang kotoran. Orang tua bisa memulai
memberikan rewardnya ketika anak bisa duduk di pispotnya selama 2 – 3 menit

8
misalnya ketika anak bisa menggunakan pispotnya untuk BAK maka reward yang
diberikan oleh orang tua harus lebih bermakna daripada yang sebelumnya.
3) Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan yang diperlihatkan
oleh anak
Misalnya anak hari ini pukul 09.00 pagi anak BAK di popoknya maka
esok harinya orang tua sebaiknya membawa anak ke pispotnya pada pukul 08.30
atau bila orang tua melihat bahwa beberapa jam setelah BAK yang terakhir anak
tetap kering, bawalah anak ke pispot untuk BAK. Hal yang terpenting adalah orang
tua harus menjadi pihak yang pro aktif membawa anak ke pispotnya jangan terlalu
berharap anak akan langsung mengatakan pada orang tua ketika anak ingin BAB
atau BAK.
4) Buatlah bagan untuk anak supaya anak bisa melihat sejauh mana kemajuan yang
bisa dicapainya dengan stiker yang lucu dan warna-warni, orang tua bisa meminta
anaknya untuk menempelkan stiker tersebut di bagan itu. Anak akan tahu bahwa
sudah banyak kemajuan yang anak buat dan orang tua bisa mengatakan padanya
orang tua bangga dengan usaha yang telah dilakukan anak (Sears, dkk, 2006).
Berdasarkan dari uraian tentang tahapan melatih toilet training, orang tua
selayaknya melihat kesiapan anak untuk toilet training. Membiasakan anak
menggunakan toilet untuk buang air agar anak beradaptasi terlebih dahulu dan orang tua
dapat memperhatikan penggunaan toilet untuk menarik perhatian anak terhadap toilet.
Meminta pada anak untuk memberitahukan bahasa tubuhnya apabila anak ingin buang
air. Bila anak berhasil melakukan buang air dengan benar berikan pujian pada anak.

2.3 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training

Menurut Hidayat (2005), hal-hal yang harus diperhatikan dalam toilet training adalah
sebagai berikut :

a) Hindari pemakaian popok sekali pakai


b) Ajari anak untuk menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan buang air kecil dan
buang air besar.
c) Motivasi anak untuk melakukakn rutinitas ke kamar mandi seperti cuci tangan dan kaki
sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur.
d) Jangan marahi anak saat anak melakukan toilet training.

2.4 Cara Orang Tua dalam Melatih Anak untuk Toilet Training

Menurut Hidayat (2008) banyak cara yang dapat digunakan oleh orang tua dalam melatih
anak untuk BAB dan BAK, diantaranya :

a) Teknik Lisan

9
Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan instruksi dengan
kata-kata sebelum atau sesudah buang air besar. Cara ini kadang-kadang hal biasa yang
dilakukan pada orang tua, akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa tenik lisan ini
mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk BAK atau
BAB, dengan lisan ini persiapan psikologi pada anak akan semakin matang dan pada
akhirnya anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil.

b) Teknik Modeling
Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan BAK dan BAB dengan
cara meniru untuk buang air kecil dan buang air besar atau memberi contoh. Dampak
yang jelek pada cara ini adalah apabila contoh yang di berikan salah, akhirnya anak juga
mempunyai kebiasaan yang salah.

2.5 Dampak Latihan Toilet Training


Penyebab umum dari kegagalan Toilet Training adalah dengan adanya peraturan
ketat dari orang tua kepada anak yang dapat mengganggu kepribadian anak yang cenderung
bersifat retentive dan keras kepala. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan pada
anak, maka anak akan memiliki sikap eksprensif, lebih tega, cenderung ceroboh, emosional,
dll.
Sesuai pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa toilet training mempunyai
pengaruh pada tahap perkembangan dan kepribadian anak selanjutnya.

2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Toilet Training


a. Motivasi Orang Tua
Dengan motivasi yang baik untuk melakukan stimulasi toilet training, maka
semakin besar tingkat keberhasilannya. Motivasi dari orang tua dapat timbul karena
adanya faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor instrinsik sendiri yaitu seperti keadaan mental, pengetahuan sikap dan
kematangan usia si orang tua. Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu berupa sarana, prasarana
dan lingkungan.

b. Kesiapan Anak
1. Kesiapan fisik
Yang dijadikan indikator disini adalah anak mampu duduk dan berdiri.
Pengkajian fisik anak yang harus diperhatikan disini ada dua macam yaitu
kemampuan motorik kasar dan kemampuan motorik halus.
Kemampuan motorik ini harus diperhatikan oleh orang tua karena
keberhasilan atau kegagalan dari buang air dapat dilihat dari kesiapan fisik si anak.

10
Selain itu, yang harus diperhatikan adalah pola buang air besar yang sudah teratur,
tidak mengompol saat tidur.
2. Kesiapan psikologis
Indikator dari kesiapan ini adalah adanya rasa nyaman sehingga anak mampu
mengontrol saat merangsang BAB dan BAK. Pengkajian psikologi yang dapat
dilakukan adalah dengan gambaran anak tidak rewel saat buang air besar, tidak
menangis saat buang air besar maupun buang air kecil, anak sabar dan ingin
melakukannya sendiri.

3. Kesiapan intelektual
Pengkajian disini yaitu kemampuan anak untuk mengerti tentang buang air
besar dan buang air kecil, kemampuan mengkomunikasikan tentang buang air besar
ataupun buang air kecil, anak menyadari timbulnya rasa ingin buang air dan
mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru perilaku yang tepat dan etika saat
buang air pada tempatnya.

2.7 Perilaku-Perilaku Toddler yang Siap Diajarkan Untuk Toilet Training


Ketika milenisasi medulla spinalis tercapai di sekitar usia 2 tahun, toddler mampu
melatih control sfingter secara volunteer. Anak perempuan mungkin siap untuk diajarkan ke
toilet lebih dini di banding anak laki-laki, toddler siap untuk diajarkan ke toilet ketika:
a. Defekasi terjadi pada jadwal yang cukup teratur
b. Toddler mengekspresikan pengetahuan tentang kebutuhan untuk defekasi atau berkemih.
Ini mungkin diekspresikan melalui verbalisasi, perubahan aktivitas, atau gesture tubuh
seperti:
1) Melihat ke popok atau mengambil popok
2) Berjongkok
3) Menyilangkan tungkai
4) Menyeringai atau mengejan
5) Bersembunyi ke belakang pintu atau depan jika defekasi
6) Popok tidak selalu basah (ini mengindikasikan kemampuan untuk menahan urine
dalam periode waktu tertentu)
7) Toddler berkeinginan untuk mengikuti instruksi
8) Toddler berjalan dengan baik seorang diri dan mampu menurunkan celananya
9) Toddler mengikuti pemberi asuhan ke kamar mandi
10) Toddler menaiki potty chair atau toilet (AAP, 2011c).
Orang tua harus melakukan pengajaran ke toilet dengan sikap tenang, positif, dan
tdak mengancam. Pada awalnya toddler mungkin harus mengobservasi anggota keluarga
dengan jenis kelamin sama menggunakan toilet. Mulai dengan toddler berpakaian lengkap
yang didudukkan di atas kursi eliminasi (potty chair) atau toilet sementara orang tua atau
pengasuh berbicara tentang kegunaan toilet dan kapan digunakannya. Toddler akan merasa
11
paling nyaman dengan potty chair tidak tersedia, menghadap ke arah tangki toilet dapat
membuat toddler merasa lebih aman, karena bokong masih berada di depan kursi dan bukan
tenggelam ke lubang tempat duduk toilet. Setelah satu minggu lebih, lepaskan popok yang
kotor dan buang isisnya ke dalam toilet. Selanjutnya upayakan mendudukan toddler ke potty
chair atau ke toilet tanpa memakai celana atau popok. Todler dapat memperoleh manfaat dari
melihat pemberi asuhan atau teman menggunakan toilet. Penggunaan potty chair harus
didemonstrasikan dengan boneka bayi yang basah atau ngompol.
Orang tua harus selalu memberikan pujian lembut dan jangan memberikan celaan.
Biasanya waktu yang tepat untuk mencapai kesuksesan defekasi di toilet adalah setelah
makan. Ketika toddler mencapai keberhasilan untuk defekasi control kandung kemih berhasil
kemudian. Mungkin memerlukan waktu beberapa bulan sebelum control kandung kemih di
malam hari dicapai, dan toddler mungkin masih memerlukan popok di malam hari. Orang tua
harus menggunakan kata yang sesuai untuk bagan tubuh, berkemih, dan defekasi, kemudian
menggunakan kata-kata tersebut secara konsisten sehingga toddler memahami apa yang harus
dikatakan dan dilakukan (AAP, 2011c).
Setelah beberapa minggu berhasil melaksanakan eliminasi ke toilet (toileting),
toddler dapat mulai menggunakan celana untuk melatih eliminasi (training pants). Ketika
toddler eliminasi di celana dan tidak sempat eliminasi ke toilet, segera ingatkan mereka
tentang ke toilet dan bantu mereka membersihkannya. Toddler jangan pernah dihukum karena
tidak sengaja “eliminasi di celana” baik defekasi maupun berkemih.
Dengan begitu banyak perhatian difokuskan pada genitalia selama pengajaran ke
toilet dan frekuensi eliminasi tanpa menggunakan popok, merupakan hal yang alami bagi
toddler untuk lebih focus pada genitelia mereka sendiri. Anak laki-laki dan perempuan akan
mengeksplorasi genitelia mereka dan menemukan timbulnya sensasi yang menyenangkan.
Masturbasi pada toddler sering sekali menyebabkan ketidaknyamanan hebat pada orang tua.
Orang tua tidak boleh memberikan perhatian pada aktivitas, karena hal tersebut dapat
meningkatkan frekuensinya. Orang tua harus dengan tenang menjelaskan kpada toddler
bahwa ini adalah aktivitas yang hanya dilakukan secara pribadi (Feigelman, 2007b). jika
toddler mengalami masturbasi secara berlebihan atau menolak untuk berhanti melakukannya
di depan umum, ada stressor tambahan dalam kehidupan toddler yang harus dieksplorasi.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol
buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) (Hidayat, 2008). Toilet training
merupakan proses pengajaran untuk mengontrol BAB dan BAK secara benar dan teratur.
Berdasarkan pengertian di atas maka toilet training adalah sebuah usaha pembiasaan
mengontrol BAB dan BAK secara benar dan teratur.
Prinsip dalam melaksanakan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat kesiapan
anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri. Melihat kesiapan anak
adalah salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu yang tepat
bagi orang tua untuk melatih toilet training. Persiapan dan perencanaan, ada 4 aspek
dalam tahap persiapan dan perencanaan toilet training yaitu gunakan istilah yang mudah
dimengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku BAB dan BAK, orang tua dapat
memperlihatkan penggunaan toilet pada anak sebab pada usia ini anak cepat meniru
tingkah laku orang tua, orang tua hendaknya segera mungkin mengganti celana anak
apabila basah karena enkopresis (mengompol) atau terkena kotoran, sehingga anak akan
merasa risih bila memakai celana yang basah dan kotor, orang tua meminta pada anak
untuk memberitahu atau menunjukkan bahasa tubuhnya apabila anak ingin BAB atau
BAK dan bila anak mampu mengendalikan dorongan buang air maka jangan lupa berikan
pujian pada anak (Zaivera, 2008). Dan terakhir Toilet training, proses toilet training ada
beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu Membuat jadwal untuk anak , Melatih anak
untuk duduk di pispotnya, Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan
yang diperlihatkan oleh anak, dan buatlah bagan untuk anak supaya anak bisa melihat
sejauh mana kemajuan yang bisa dicapainya dengan stiker yang lucu dan warna-warni,
orang tua bisa meminta anaknya untuk menempelkan stiker tersebut di bagan itu. Anak
akan tahu bahwa sudah banyak kemajuan yang anak buat dan orang tua bisa mengatakan
padanya orang tua bangga dengan usaha yang telah dilakukan anak (Sears, dkk, 2006).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam toilet training adalah sebagai berikut :
Hindari pemakaian popok sekali pakai, Ajari anak untuk menggunakan kata-kata yang
berhubungan dengan buang air kecil dan buang air besar, Motivasi anak untuk
melakukakn rutinitas ke kamar mandi seperti cuci tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci
muka disaat bangun tidur, Jangan marahi anak saat anak melakukan toilet training.
Cara yang dapat digunakan oleh orang tua dalam melatih anak untuk BAB dan
BAK, diantaranya :Teknik Lisan merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara
memberikan instruksi dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air besar. Dan
Teknik Modeling merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan BAK dan BAB
dengan cara meniru untuk buang air kecil dan buang air besar atau memberi contoh.

13
Penyebab umum dari kegagalan Toilet Training adalah dengan adanya peraturan
ketat dari orang tua kepada anak yang dapat mengganggu kepribadian anak yang
cenderung bersifat retentive dan keras kepala. Bila orang tua santai dalam memberikan
aturan pada anak, maka anak akan memiliki sikap eksprensif, lebih tega, cenderung
ceroboh, emosional, dll.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Toilet Training adalah Motivasi Orang Tua dan
Kesiapan Anak. Kesiapan anak terbagi menjadi Kesiapan fisik, Kesiapan psikologis, dan
Kesiapan intelektual.
Toddler siap untuk diajarkan ke toilet ketika Defekasi terjadi pada jadwal yang
cukup teratur dan Toddler mengekspresikan pengetahuan tentang kebutuhan untuk
defekasi atau berkemih. Ini mungkin diekspresikan melalui verbalisasi, perubahan
aktivitas, atau gesture tubuh seperti, Melihat ke popok atau mengambil popok,
Berjongkok, Menyilangkan tungkai, Menyeringai atau mengejan, Bersembunyi ke
belakang pintu atau depan jika defekasi, Popok tidak selalu basah (ini mengindikasikan
kemampuan untuk menahan urine dalam periode waktu tertentu), Toddler berkeinginan
untuk mengikuti instruksi, Toddler berjalan dengan baik seorang diri dan mampu
menurunkan celananya, Toddler mengikuti pemberi asuhan ke kamar mandi, Toddler
menaiki potty chair atau toilet (AAP, 2011c).

3.2 Saran
Diharapkan pembaca dapat memahami isi makalah kami dan memperluas
wawasan dari berbagai sumber lain karena makalah ini jauh dari kesempurnaan. Kami
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk kemajuan makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Kyle, Terri & Carman, Susan. 2013. “Buku Ajar Keperawatan Pediatri”. Edisi 2. Vol 1.
Jakarta: EGC.
Musfiroh, mujahidatul & Wisudaningtyas, B. L. 2014. “Penyuluhan Terhadap Sikap Ibu
Dalam
Memberikan Toilet Training Pada Anak”. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.2. Hal:
157-166. Diakses: 10 Februari 2020. Link:
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kesmas.
Rahmawati, Dian.2015. “Toilet Training”. Keperawatan UMP. Diakses: 10 Februari 2020.
Link: http://respiratory.ump.ac.id

15

Anda mungkin juga menyukai