Anda di halaman 1dari 24

HIV-AIDS

BAB I

A. DEFINISI

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Disebut


human (manusia) karena virus ini hanya dapat menginfeksi manusia, immuno-
deficiency karena efek virus ini adalah menurunkan kemampuan sistem kekebalan
tubuh, dan termasuk golongan virus karena salah satu karakteristiknya adalah tidak
mampu mereproduksi diri sendiri, melainkan memanfaatkan sel-sel tubuh. Virus HIV
menyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan turunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah terserang penyakit. Virus ini merupakan penyebab penyakit AIDS.

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrom.


Acquired berarti didapat, Immuno berarti sistem kekebalan tubuh, Deficiency berarti
kekurangan, Syndrom berarto kumpulan gejala.  AIDS disebabkan virus HIV  yang
merusak sistem kekebalan tubuh. Itu sebabnya, tubuh menjadi mudah terserang
penyakit-penyakit lain yang dapat berakibat fatal. Misalnya, infeksi akibat virus,
cacing, jamur, protozoa dan basi (Wandoyo G. 2007)

HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam


tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia.
Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang
bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada
akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan
sekalipun. AIDS termasuk PMS, karena salah satu penularannya adalah melalui
hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi  HIV.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak
Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah
putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka
ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya
adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa.

B. ETIOLOGI
1. Virus HIV dapat ditemukan di cairan tubuh, seperti darah, sperma, cairan vagina dan
air susu ibu. Akan tetapi, virus ini tidak dapat menular melalui cairan tubuh seperti
ludah, keringat, tinja, urine dan air mata.
2. Virus HIV ditularkan melalui hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum
suntik secara bersama-sama, dan dari ibu ke bayinya.
a.  Hubungan seksual
HIV dapat menular melalui hubungan seksual yang tidak aman. Penularan ini terjadi
melalui sperma dan cairan vagina. Resiko penularan dapat dikurangi dengan
menggunakan kondom. Meskipun kedua pelaku seks sudah positif HIV,
mereka harus tetap memakai kondom. Jika tidak, ada kemungkian terjadinya infeksi
ulang dengan tipe HIV yang berbeda serta infeksi penyakit menular lainnya.

b.  Transfusi darah


Kemungkinan penularan melalui darah dan produk darah yang tercemar virus HIV
sangatlah besar, yaitu lebih dari 90%. Oleh karena itu, untuk menjaga agar darah
bebas dari HIV dan virus lainnya, calon pendonor darah dan darah yang tersedia
harus diperiksa terlebih dahulu.

c. Berbagi jarum atau infus yang tercemar


Pemakaian ulang atau berbagi jarum dan infuse sangat beresiko menularkan HIV.
Resiko penularan ini dapat dikurangi dengan menggunakan jarum atau infuse baru
atau sekali pakai. Selain itu, penularan juga dapat dicegah dengan mensterilisasi
jarum atau infuse sebelum digunakan.

d.  Penularan dari ibu ke bayi


Virus HIV dapat menular bayi dari seorang ibu yang mengidap HIV saat kehamilan,
persalinan, dan ketika menyususi. Secara umum, resiko penularan dari ibu ke bayi
pada masa kehamilan dan persalinan adalah sebesar 15-30%. Semakin besar jumlah
virus HIV pada tubuh ibu hamil, semakin besar pula kemungkinan penularan ke anak
yang sedang dikandung. Walaupun begitu, tidak berarti semua bayi yang lahir dari
ibu positif HIV telah terinfeksi HIV. Status HIV bayi bisa terlihat saat ia berusia 15
bulan.
3. Kemungkinan penularan virus HIV melalui ciuman bibir sangatlah kecil. Akan tetapi,
resiko ini akan meningkat tajam jika terdapat luka disekitar bibir atau di dalam rongga
mulut.

4. Sebaliknya, penularan melalui tindik dan tato sangat mungkin terjadi, terutama jika
jarum yang digunakan tercemar virus HIV, tidak steril, serta dipakai bersama-sama.
Selain itu, segala jenis pemotongan yang menggunakan benda tidak steril seperti pisau
cukur atau pisau juga dapat menularkan HIV. Itu sebabnya, berbagi pisau cukur
sangatlah tidak dianjurkan, kecuali pisau sudah disterilkan setiap selesai digunakan.
Pada intinya, semua peralatan yang digunakan menembus kulit seharusnya hanya
digunakan satu kali. Kemudian, sebaiknya peralatan tersebut dimusnahkan atau
disterilkan.

5. Virus HIV tidak dapat menular melalui udara, makanan, minuman, ataupun sentuhan.
Bahkan, perlu kalian ingat, virus ini cepat mati jika berada diluar tubuh. Karena itu,
hidup bersama orang HIV positif bukanlah hal yang perlu ditakuti. Dengan demikin,
dapat disimpulkan bahwa virus HIV tidak menular melalui kontak biasa seperti berikut:
a. Bersalaman
b. Berpelukan
c. Berciuman
d. Batuk
e. Bersin
f. Gigitan nyamuk.
g. Bekerja, bersekolah, makan, dan berkendaraan bersama
h. Memakai fasilitas umum, misalnya kolam renang, WC umum, telepon umum,
sauna dan sebagainya.
i. Memakai tempat tidur atau peralatan rumah tangga bersama

C. PATOFISIOLOGI
HIV merupakan retrovirus yang ditransmisikan dalam darah, sperma, cairan
vagina, dan ASI. Cara penularan yaitu secara; seksual hubungan seksual,
kontak dengan darah atau produk darah, eksposur perinatal, dan menyusui.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga
kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
1. Transmisi Seksual 
        Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun
Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi
dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya.
Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah
pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow
(1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung
naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang
yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan
kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV. 
a.            Homoseksual 
Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko
tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima
ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan
mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran
pada saat berhubungan secara anogenital. 
            b.            Heteroseksual
     Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan
heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur
seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan
berganti-ganti. 

2. Transmisi Non Seksual


 a. Transmisi Parenral 
 Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang
telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang
menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat
juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa
disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari
1%. 
          b.      Transmisi Transplasental 
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko
sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu
menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko
rendah.

3. PENULARAN HIV DARI WANITA KEPADA BAYINYA


Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang tidak aman
(biseksual atau hommoseksual), pemakaian narkoba injeksi dengan jarum
bergantian bersama  penggidap HIV, tertular melalui darah dan produk darah,
penggunaan alat kesehatan yang tidak steril, serta alat untuk menorah
kulit.   Penularan HIV dari ibu ke bayi dan anak bisa melalui darah, penularan
melalui hubungan seks. Penularan dari ibu ke anak karena wanita yang
menderita HIV atau AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun)
sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan (in
utero).
     Penularan juga terjadi pada proses persalinan melalui transfuse
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dan darah
atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses persalinan
semakin besar resiko, sehingga lama persalinan bisa dicegah dengan operasi
section caesarea. Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui
ASI, resiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10%.
Kasus HIV-AIDS disebabkan oleh heteroseksual. Virus ini hanya dapat
ditularkan melalui kontak langsung dengan darah, semen, dan sekret vagina.
Dan sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual. HIV
tergolong netrovirus yang memiliki materi genetik RNA. Bilamana virus
masuk kedalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA diubah menjadi
DNA oleh enzim reverse transcriptase. DNA provirus tersebut diintegrasikan
kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen
virus.

a. PERIODE PRENATAL
Insiden HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (ACOG, 1992a).
Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeeriksaan laboratorium harus
meregleksikan perkiraan ini jika wanita dan bayi baru lahir akan menerima
perawatan yang tepat. Individu yang berada pada kategori infeksi HIV
meliputi:
1. wanita dan pasangan dari daerah geografi tempat HIV umum terjadi
2.  wanita dan pasangan yang menggunakan obat-obatan intravena
3.  wanita dengan PMS persisten dan PMS rekuren
4.  setiap wanita yang yakin bahwa ia mungkin terpapar HIV.
Informasi tentang HIV dan ketersediaan pemeriksaan HIV harus ditawarkan
kepada wanita berisiko tinggi pada saat pertama kali mereka datang ke
perawatan prenatal. Hasil negative pada pemeriksaan HIV prenatal pertama
bukan suatu garansi bahwa titer selanjutnya akan negative.
Pemeriksaan prenatal juga dapat menunjukkan adanya gonrorea, C. trachomatis,
hepatitis B, Micobacterium tuberculosis, kandidiasis (infeksi orofaring atau infeksi
vaginal kronis), sitomegalovirus (CMV), dan toksoplasmosis. Sekitar setengah
jumlah penderita AIDS mengalami peningkatan titer.
Beberapa ketidaknyamanan prenatal (mis., keletihan, anoreksia, dan penurunan
berat badan. Menyerupai tanda dan gejala infeksi HIV. Diagnosis banding semua
keluhan akibat kehamilan dan gejala infeksi dibenarkan. Tanda-tanda utama
perburukan infeksi HIV meliputi penurunan berat badan, lebih dari 10% berat
badan sebelum hamil, diare kronis selama lebih dari satu bulan, dan demam
(intermiten atau konstan) selama lebih dari satu bulan. Untuk menyokong sistem
imun wanita hamil, konseling diberikan, mencakup nutrisi optimum, tidur,
istirahat, latihan fisik, dan reduksi stress. Apabila infeksi HIV didiagnosis, wanita
diberi penjelasan tentang teknik berhubungan seksual yang lebih aman.
Penggunaan kondom dan spermisida 9 non-oksinol dianjurkan untuk
meminimalkan pemaparan HIV lebih jauh jika pasangan wanita tersebut
merupakan sumber infeksi. Hubungan seksual orogenital tidak dianjurkan. Hal
yang sama penting ialah merujuk wanita tersebut menjalani rehabilitasi untuk
menghentikan penyalahgunaan substansi. Terapi farmakologi untuk infeksi HIV
berkembang dengan pesat sejak virus tersebut ditemukan. Obat primer yang
disetujui untuk terapi infeksi HIV adalah 3’azido-3’-deoksitimidin (zidovudin,
AZT [Retrivirl]). Walaupun obat ini menjanjikan hasil yang baik bagi terapi infeksi
HIV, penggunaannya dalam kehamilan dibatasi karena adanya potensi efek
mutagenic atau toksik potensial pada janin. Azitomidin saat ini dipelajari pada
beberapa penelitian terkendali pada wanita hamil, yang memiliki hitung sel T-
helper kurang dari 400 sel/mm3dan terbukti secara signifikan mengurangi risiko
transmisi HIV dari wanita terinfeksi ke janinnya.
b. PERIODE INTRAPARTUM
       Perawatan wanita bersalin tidak secara sustansial berubah karena infeksi
asimptomatik HIV. Model kelahiran yang akan dilakukan didasarkan hanya
pada pertimbangan obstetric karena virus menembus plasenta pada tahap awal
kehamilan. Focus utama adalah mencegah persebaran nosokomial HIV dan
melindungi tenaga keperawatan kesehatan. Risiko tranmisi HIV dianggap
rendah selama proses kelahiran per vaginam terlepas dari kenyataan bahwa
bayi terpapar pada darah, cairan amniotic, dan sekresi vagina ibunya.
            Pemantauan janin secara elektronik dan eksternal lebih dipilih jika
pemantauan diperlukan. Ada kemungkinan inokulasi virus ke neonates jika
pengambilan sampel darah dilakukan pada kulit kepala janin atau elektroda
dipasang pada kulit kepala janin. Selain itu, individu yang melakukan salah
satu prosedur ini berisiko tertusuk jarum pada jarinya.

c. PERIODE PASCAPARTUM
            Hanya sedikit diketahui tentang kondisi klinis wanita yang terinfeksi
HIV selama periode pascapartum. Walaupun periode pascapartum awal tidak
signifikan, follow-up yang lebih lama menunjukkan frekuensi penyakit klinis
yang tinggi pada ibu yang anaknya menderita penyakit. Konseling tentang
pengalihan pengasuhan anak dibutuhkan jika orang tua tidak lagi mampu
merawat diri mereka. Terlepas dari apakah infeksi terdiagnosis, roses
keperawatan diterapkan dengan cara yang peka terhadap latar belakang
budaya individu dan dengan menjunjung nilai kemanusiaan. Infeksi HIV
merupakan suatu peristiwa biologi, bukan suatu komentarmoral. Sangat
penting untuk diingat, ditiru, dan diajarkan bahwa reaksi (pribadi) terhadap
gaya hidup, praktik, atau perilaku tidak boleh mempengaruhi kemampuan
perawat dalam member perawatan kesehatan yang efektif, penuh kasih sayang,
dan obyektif kepada semua individu.
            Bayi baru lahir dapat bersama ibunya, tetapi tidak boleh disusui.
Tindakan kewaspadaan universal harus diterapkan, baaik untuk ibu maupun
bayinya, sebagaimana yang dilakukan pada semua pasien. Wanita dan bayinya
dirujuk ke tenaga kesehatan yang berpengalaman dalam terapi AIDS dan
kondisi terkait.
D. MANIFESTASI KLINIK
Berdasarkan gambaran klinik WHO 2006: 1.
 
Tanpa gejala : Fase klinik 1 
 
Ringan : Fase klinik 2
 
Lanjut : Fase klinik 3 
 
Parah : Fase klinik 4 

Keterangan fase klinik HIV 
- Fase klinik 1. 
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfe) menetap dan menyeluruh. 
- Fase klinik 2. 
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. ISPA (sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis) berulan
g, herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut  berulang, popular prurutic eruption, seborrh
oic dermatitis, infeksi jamur pada kuku.
- Fase klinik 3. 
Penurunan BB (>10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab selama >1 bulan, demam menet
ap (intermiten atau tetap >1 bulan), kandidiasis oral menetap, TB paru (baru), plak putih pada 
mulut, infeksi bakeri berat mmisalnya: pneumonia, empyema, meningitis, bakteremia, gangg
uan inflamasi berat pad apelvik, acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis atau period
ontitia, anemia yang penyebabnya tidak diketahui (<8 g/dl), neutropenia (<0,5X109/l) dan ata
u trombositopenia kronil (<50X109/l).
- Fase klinik 4. 
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocystis  pneumonia, pneumonia bakeri 
berulang, infeksi herpes simplex kronik (orolabial, genital atau anorektl >1bulan), Oesophage
al candidiasis, TBC ekstrapulmonal, cytomegalovirus, toksoplasma di SSP, HIV encephalopa
ty, mengitis, infektion progresive multivocal, lympoma, invasive cervical carsinoma, leukoen
cephalopathy.

F. KOMPLIKASI
a. oral  Lesi 
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human I
mmunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, k
eletihan dan cacat.  

b.  Neurologik 
1.kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV
)  pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, 
disfasia, dan isolasi social.
 2.Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan ele
ktrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total /  p
arsial. 
3.Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
 4. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (H
IV)

  c.Gastrointestinal
1.Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Ka
posi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
 2.Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Denga
n anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis. 
3.Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akib
at infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare. 

d.RespirasiInfeksi
 karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyl
oides dengan efek nafas pendek ,batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, dan gagal nafas. 

e.DermatologikLesi  kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena x
erosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infe
ksi skunder dan sepsis. 

f.Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan 
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nye
ri
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi AZT (Azidotimidin)
2. Terapi Antiviral Baru
3. Vaksin dan Rekontruksi Virus
4. Menghindari Infeksi lain
5. Rehabilitasi
6. Pendidikan

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG HIV-AIDS
1. Tes TLC
Jumlah normal sel CD4 pada orang sehat berkisar antara 500-1.000. setelah  terinfeksi
HIV, jumlah ini biasanya menurun terus-menerus. Jadi, jumlah sel ini mencerminkan
kesehatan sistem kekebalan tubuh seseorang. Semakin rendah jumlah CD4 seseorang ,
berarti semakin rusak sistem kekebalan tubuhnya. Jika jumlah sel CD4 kurang dari 200, ini
menunjukan sistem kekebalan tubuh sudah cukup rusak sehingga infeksi oportunistik
dapat menyerang tubuh. Ini berarti orang tersebut sudah mencapai masa AIDS. Agar
sistem kekebalan tubuh tetap sehat, biasanya digunakan obat ARV.
Seperti jumlah CD4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh sesorang, semakin rendah
jumalah TLC-nya. Pada orang sehat, TLC normal adalah sekitar 2000. Jumlah TLC 1.000
– 1.250 serupa dengan jumlah sekitar 200 sel CD4. Penderita HIV positif dianjurkan untuk
memeriksakan jumlah CD4 atau TLC setiap enam bulan. Namun, perlu diingat bahwa
kadar ini hanya sebagian dari cara melihat kesehatan seseorang. Gambaran yang utuh
dapat dilihat dari gejala yang timbul, kondisi pikiran, mutu hidup, serta berbagai tes
penunjang. 

2. Viral Load
ODHA juga dapat melakukan tes viral load. Tidak seperti CD4 atau TLC, semakin
rendah jumlah viral load, berarti semakin baik kondisi kekebalan tubuh seseorang. Tes
viral load juga tersedia luas di Indonesia dan harganya relative mahal. Namun, tes ini tidak
begitu penting dan hanya bermanfaat jika penderita memakai obat ARV. Tes ini dilakukan
untuk mengukur jumlah HIV dalam darah (kopi/mL). Terdapat dua jenis tes viral load:
polymerase chain reaction (PCR) atau branched DNA (b-DNA). Dari ringkasan hasil tes
anda dapat mengetahui jenis tes yang digunakan. Walaupun kedua tes ini memberikan
kesimpulan yang hampir sama, hasil tes dari dua jenis tes laboratorium ini tidak sebanding.
Karenanya, walaupun hasil kedua tes tersebut pada dasarnya memberikan informasi yang
sama, sangatlah penting untuk hanya menggunakan salah satu agar memberikan
perbandingan yang konsisten. Tujuan dari tes ini adalah untuk mencapai atau sedekat
mungkin mencapai tingkat tidak terdeteksi. Untuk tes viral load PCR, angka yang
dianggap tidak terdeteksi adalah kurang dari 50 kopi HIV dalam darah, dan untuk tes viral
load b-DNA, angka ini adalah kurang dari 400 kopi HIV dalam darah. Anda disarankan
untuk melakukan tes viral load setiap tiga bulan. Butuh waktu antara empat hingga tujuh
hari bagi laboratorium untuk memproses hasil tes ini.
 
3. Tes antibodi HIV
Ada tiga buah tes untuk memastikan adanya antibodi terhadap HIV dan membantu
mendiagnosis infeksi HIV. Tes enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
mengindentifikasi antibodi yang secara spesifik ditunjukan kepada virus HIV. Tes ELISA
tidak menegakkan diagnosis penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan bahwa seseorang
pernah terkena atau terinfeksi oleh virus HIV. Orang yang darahnya mengandung antibodi
untuk HIV disebut sebagai orang yang seropositif.
Pemeriksaan Western blot assay merupakan tes lainnya yang dapat mengenali antibodi
HIV dan digunakan untuk memastikan seropositivitas seperti yang teridentifikasi melalui
prosedur ELISA.
Indirect immunofluorescence assay (IFA) kini sedang digunakan oleh sebagian dokter
sebagai pengganti pemeriksaan Western blot untuk memastikan seropositivitas. Tes lainnya
yaitu radioimmunoprecipitation assay (RIPA), lebih mendeteksi protein HIV
ketimbang antibody.

4. Jumlah CD4
Tes ini mengukur jumlah sel CD4 (T sel) dalam tubuh anda, berdasarkan kesehatan sistim
kekebalan tubuh anda. Fokus dari tes ini adalah untuk mengukur jumlah CD4 absolut. Jumlah
CD4 absolut adalah jumlah sel CD4 yang ada dalam sistim kekebalan tubuh anda. Sel CD4
merupakan bagian dari sistim kekebalan tubuh yang bertugas untuk melawan infeksi dan juga
merupakan sel-sel yang secara langsung menjadi sasaran HIV. Dalam perkembangannya,
HIV mengambil alih sel CD4, memanfaatkan sel-sel ini untuk bereplikasi, dan dalam proses
tersebut membunuh sel CD4 yang asli. Hal inilah mengapa tes jumlah CD4 menjadi indikator
yang berguna untuk menentukan kesehatan sistim kekebalan tubuh. Semakin banyak jumlah
sel CD4, semakin kuat sistim kekebalan tubuh anda. Biasanya seseorang yang hidup dengan
HIV dianjurkan untuk memonitor jumlah CD4 mereka untuk memastikan jumlahnya di atas
200. Namun bila jumlah CD4 anda di bawah 200, anda dianjurkan untuk bekerjasama dengan
dokter untuk memulai rejimen pengobatan atau melakukan perbaikan dalam rejimen obat
yang kini anda konsumsi. Dengan tes jumlah CD4, anda dianjurkan untuk melakukan tes
begitu anda dites positif HIV, kemudian secara berkala tiap tiga hingga enam bulan. Biasanya
laboratorium butuh waktu dua minggu untuk memproses tes ini.
 
5. CD4 (cluster diferensiasi 4) 
Adalah glikoprotein diekspresikan pada permukaan sel T pembantu, monosit, makrofag, dan
sel dendritik. Hal ini ditemukan pada tahun 1970-an dan pada awalnya dikenal sebagai leu-3
dan T4 (setelah antibodi monoklonal OKT4 yang bereaksi dengan itu) sebelum diangkat CD4
pada 1984 [2] Pada manusia, protein CD4 dikodekan oleh gen CD4.
 
 
6. Tes darah lengkap
Tes ini mengukur tiap komponen dalam darah. Tes darah lengkap sangat penting karena
beberapa jenis obat-obatan dapat menyebabkan rendahnya jumlah darah merah atau darah
putih, yang kemudian dapat menyebabkan anemia atau kelainan darah lain. Tes ini mengukur
jumlah sel darah putih, hemoglobin, hematocrit dan platelet dalam darah. Dengan
menggunakan tes ini, jumlah sel darah putih yang tinggi dapat berarti tubuh melakukan
perlawanan terhadap infeksi yang mungkin tidak terdeteksi; jumlah sel darah merah yang
rendah dengan hemoglobin dan hematocrit bisa jadi merupakan anemia akibat konsumsi obat
HIV; dan jumlah platelet yang rendah dapat mempengaruhi pembekuan darah. Tes ini
berbeda dengan tes viral load atau tes jumlah CD4 karena tidak secara langsung
memperlihatkan perkembangan berkenaan dengan HIV, tetapi tetap membantu dengan
memonitor kesehatan keseluruhan seseorang. Dengan tes darah lengkap dianjurkan anda
melakukan tes tiap tiga bulan bila anda dalam rejimen pengobatan. Bila anda tidak
mengkonsumsi obat-obatan HIV, tes ini seharusnya menjadi bagian dari tes fisik tahunan
anda. Tes ini butuh satu hari untuk diproses laboratorium.
 
7. Skrining kimia darah
Tes ini merupakan skrining umum untuk mengukur apakah organ-organ tubuh anda (jantung,
hati, ginjal, pankreas), otot dan tulang, bekerja dengan benar dengan mengukur kimia-kimia
tertentu dalam darah. Tes ini penting untuk mendeteksi infeksi atau efek samping obat. Salah
satu fokus terpenting dalam tes ini adalah monitor ensim hati. Hati merupakan organ tubuh
penting karena hati membantu memproses obat-obatan, dan karena obat-obatan ini menuntut
lebih banyak dari hati anda, ada kemungkinan terjadi toksisitas hati yang dapat
mempengaruhi kesehatan umum anda. Albumin, alkalin, fosfat dan bilirubin juga perlu
dimonitor untuk memastikan hati anda bekerja dengan baik. Fokus penting lain adalah untuk
memonitor tingkat lipid jantung anda. Tes ini membantu memonitor kolesterol LDL
(kolesterol jahat), kolesterol HDL (kolesterol sehat) serta trigliserida. Mengenal jenis-jenis
lipid ini sangatlah penting untuk membantu memonitor kemungkinan penyakit jantung. Tes
kimia darah ini sebaiknya dilakukan setiap tiga bulan, hasilnya dapat diperoleh dalam dua
atau tiga hari kerja.
 
8. Ginjal
 Anders Boyd, K. Lacombe, dan rekan melakukan penelitian untuk menilai kerusakan ginjal
dan hubungannya dengan penyakit hati pada orang dengan koinfeksi HIV/HBV. Tidak seperti
obat ARV lainnya, tenofovir terutama diproses oleh ginjal, bukan hati. Namun demikian,
kerusakan hati dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan menumpuk racun yang dapat
menyebabkan efek yang merugikan pada fungsi ginjal.
 
9. ELISA 
Untuk mengidentifikasi sisitem imun pada tubuh (singkatan bahasa Inggris: Enzyme-linked
immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar     imunosorben taut-enzim' merupakan
uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki
beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan
memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter
Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di
dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor.

10. Western Blot


Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap HIV. Western
blot menjadi tes konfirmasi bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih
spesifik, sehingga kasus 'yang tidak dapat disimpulkan' sangat kecil. Walaupun demikian,
pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh keahlian lebih dalam melakukannya.

11. Ppd.

Ppd sama dengan suntik ic Adalah tes untuk mengetahui adanya alergi pada
kulit tes ini (biasanya di lengan bawah) dibersihkan dengan alkohol. Ekstrak PPD kemudian
disuntikkan di bawah lapisan atas kulit, menyebabkan bilur untuk membentuk pada kulit.
Bilur ini biasanya hilang dalam beberapa jam. Reaksi akan mengambil 48-72 jam untuk
berkembang. Anda harus kembali ke dokter pada saat itu untuk memiliki daerah tersebut
diperiksa. Pemeriksaan ini akan menentukan apakah Anda telah memiliki reaksi yang
signifikan untuk tes PPD. Reaksi diukur dalam milimeter pembengkakan perusahaan
(indurasi), tidak kemerahan, di lokasi infeksi.

Bagaimana mempersiapkan untuk Test

spuit,kain kasa,alcohol,handscun,saat menyuntik posisi 15 derajat dan pada saat setelah


menyuntik berikan tanda berupa lingkaran.

12. IFA.

IFA atau indirect fluorescent antibody juga meurupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA
positif. Seperti halnya dua pemeriksaan diatas, IFA juga mendeteksi antibodi terhadap HIV.
Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya sangat mahal.

BAB II

I. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN 
 
1. Aktivitas / Istirahat 
a. Gejala: 
i. Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi
kelelahan / malaise. 
ii. Perubahan pola tidur. 
b. Tanda : 
i. Kelemahan otot, menurunnya massa otot. 
ii. Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam tekanan
darah, frekuensi jantung, pernapasan. 
2. Sirkulasi 
a. Gejala : 
i. Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia); perdarahan lama
pada cedera (jarang terjadi). 
b. Tanda : 
i. Takikardia, perubahan Tekanan darah postural. 
ii. Menurunnya volume nadi perifer. 
iii. Pucat atau sianosis; perpanjangan pengisisan kapiler. 
3. Integritas Ego 
a. Gejala : 
i. Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan, misalnya dukungan
keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan
distress spiritual. 
ii. Mengkhawatirkan penampilan : alopesia, lesi cacat, dan menurunnya
berat badan. 
iii. Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna,
rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi. 
b. Tanda : 
i. Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri. 
ii. Perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak mata yang
kurang. 
iii. Gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa dengan gejala yang
sama. 
4. Eliminasi 
a. Gejala : 
i. Diare yang intermiten, terus menerus, sering dengan atau tanpa disertai
kram abdominal. 
ii. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi. 
b. Tanda : 
i. Feses encer dengan atau tanpa disertai mukus atau darah. 
ii. Diare pekat yang sering. 
iii. Nyeri tekan abdominal. 
iiii. Lesi atau abses rektal, perianal. 
v. Perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine. 
5. Makanan / Cairan 
a. Gejala : 
i. Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali makanan,
mual / muntah. 
ii. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. 
iii. Penurunan berat badan yang cepat / progresif. 
b. Tanda : 
i. Dapat menunjukan adanya bising usus hiperaktif. 
ii. Penurunan berat badan : perawakan kurus, menurunnya lemak subkutan /
massa otot. 
iii. Turgor kulit buruk. 
iiii. Lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna. 
v. Kesehatan gigi / gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal. 
vi. Edema (umum, dpenden). 
6. Higiene 
a. Gejala : 
i. Tidak dapat menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari. 
b. Tanda : 
i. Memperlihatkan penampilan yang tidak rapi. 
ii. Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan
diri. 
7. Neurosensori 
a. Gejala : 
i. Pusing / pening, sakit kepala. 
ii. Perubahan status mental, kehilangan ketajaman atau kemampuan diri
untuk mengatasi masalah, tidak mampu mengingat dan konsentrasi
menurun. 
iii. Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran. 
iiii. Kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan. 
v. Kebas, kesemutan pada ekstremitas ( kaki tampak menunjukkan
perubahan paling awal). 
b. Tanda : 
i. Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai
demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran menurun, apatis,
retardasi psikomotor / respons melambat. 
ii. Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak
realistis. 
iii. Timbul refleks yang tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya
berjalan ataksia. 
iiii. Tremor pada motorik kasar / halus, menurunnya motorik fokalis;
hemiparesis, kejang. 
v. Hemoragi retina dan eksudat ( renitis Cymtomergalovirus). 
8. Nyeri / Kenyamanan 
a. Gejala : 
i. Nyeri umum atau lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki. 
ii. Sakit kepala (keterlibatan Sistem Saraf Pusat). 
iii. Nyeri dada pleuritis. 
b. Tanda : 
i. Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan. 
ii. Penurunan rentan gerak, perubahan gaya berjalan / pincang. 
iii. Gerak otot melindungi bagian yang sakit. 
9. Pernapasan 
a. Gejala : 
i. Napas pendek yang progresif. 
ii. Batuk (mulai dari sedang sampai parah), produktif / non-produktif sputum
(tanda awal dari adanya Pneumocystis Carinii Pneumonia mungkin batuk
spasmodik saat napas dalam). 
iii. Bendungan atau sesak pada dada. 
b. Tanda : 
i. Takipnea, distress pernapasan. 
ii. Perubahan pada bunyi napas / bunyi napas adventisius. 
iii. Sputum : kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum). 
10. Keamanan 
a. Gejala : 
i. Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat proses
penyembuhannya. 
ii. Riwayat menjalani transfusi darah yang sering atau berulang (misalnya
hemofilia, operasi vaskuler mayor, insiden traumatis). 
iii. Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut. 
iiii. Riwayat / berulangnya infeksi dengan Penyakit Hubungan Seksual. 
v. Demam berulang; suhu rendah, peningkatan suhu intermiten / memuncak;
berkeringat malam. 
b. Tanda : 
i. Perubahan integritas kulit : terpotong, ruam, misalnya ekzema, eksantem,
psoriasis, perubahan warna, perubahan ukuran / warna mola; mudah terjadi
memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. 
ii. Rektum, luka-luka perianal atau abses. 
iii. Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua area tubuh
atau lebih (misalnya leher, ketiak, paha). 
iiii. Menurunnya kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya
berjalan. 
11. Seksualitas 
a. Gejala : 
i. Riwayat perilaku berisiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual
dengan pasangan yang positif HIV, pasangan seksual multipel, aktivitas
seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. 
ii. Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks. 
iii. Penggunaan kondom yang tidak konsisten. 
iiii. Menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan
terhadap virus pada wanita yang diperkirakan dapat terpajan karena
peningkatan kekeringan / friabilitas vagina). 
b. Tanda : 
i. Kehamilan atau risiko terhadap hamil. 
ii. Genitalia : Manifestasi kulit (misalnya herpes, kutil); rabas. 
12. Interaksi Sosial 
a. Gejala : 
i. Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, misalnya kehilangan kerabat /
orang terdekat, teman, pendukung. Rasa takut untuk mengungkapkannya
pada orang lain, takut akan penolakan / kehilangan pendapatan. 
ii. Isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual yang meninggal
karena AIDS. 
iii. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu
membuat rencana. 
b. Tanda : 
i. Perubahan pada interaksi keluarga / orang terdekat. 
ii. Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan. 
13. Penyuluhan / Pembelajaran 
a. Gejala : 
i. Kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan perilaku berisiko
tinggi (misalnya seksual ataupun penggunaan obat Intra Vena). 
ii. Penggunaan / penyalahgunaan obat-obatan Intra Vena, saat ini merokok,
penyalahgunaan alkohol. 
b. Pertimbangan Rencana Pemulangan : 
i. Diagnosis Related Group menunjukan rerata lama dirawat : 10,2 hari. 
ii. Memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan / tindakan, perawatan kulit /
luka, peralatan / bahan; transportasi, belanja makanan dan persiapan;
perawatan diri, prosedur keperawatan teknis, tugas perawatan / pemeliharaan
rumah, perawatan anak; perubahan fasilitas hidup. 
 
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN 
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun. 
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan output tubuh
berlebih. 
3. Risiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif / perubahan pertukaran gas
berhubungan dengan bersihan jalan napas.

III.  INTERVENSI KEPERAWATAN 


1. Risiko tinggi terhadap infeksi penurunan sistem imun. 
Intervensi Rasional
Mandiri  Mengurangi risiko kontaminasi silang. 
Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh  
kontak perawatan dilakukan. Instruksikan
pasien / orang terdekat untuk mencuci
tangan sesuai indikasi.
Berikan lingkungan yang bersih dan Mengurangi patogen pada sistem imun dan
berventilasi baik. Periksa pengunjung / staf mengurangi kemungkinan pasien mengalami
terhadap tanda infeksi dan pertahankan infeksi nosokomial. 
kewaspadaan sesuai indikasi. 
Diskusi kan tingkat dan rasional isolasi Meningkatkan kerja sama dengan cara hidup
pencegahan dan mempertahankan dan berusaha mengurangi rasa terisolasi. 
kesehatan pribadi. 
Pantau tanda-tanda vital, termasuk suhu.  Memberikan informasi data dasar, awitan /
peningkatan suhusecara berulang-ulang dari
demam yang terjadi untuk menunjukan
bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi
yang baru dimana obat tidak lagi dapat
secara efektif mengontrol infeksi yang tidak
dapat disembuhkan. 
Kaji frekuensi / kedalaman pernapasan, Kongesti / distress pernapasan dapat
perhatikan batuk spasmodik kering pada mengindikasikan perkembangan
inspirasi dalam, perubahan karakteristik Pneumicystis Carinii Pneumonia, penyakit
sputum, dan adanya mengi / ronkhi. yang paling umum terjadi. Meskipun
Lakukan isolasi pernapasan bila etiologi demikian, Tuberculosis mengalami
batuk produktif tidak diketahui. peningkatan dan infeksi jamur lainnya, viral,
dan bakteri dapat terjadi yang
membahayakan sistem pernapasan
Selidiki keluhan sakit kepala, kaku leher, . Ketidaknormalan neurologis umum dan
perubahan penglihatan. Catat perubahan mungkin dihubungkan dengan HIV ataupun
mental dan tingkah laku. Pantau kekakuan infeksi sekunder. Gejala-gejala mungkin
nukal / aktivitas kejang.  bervariasi dari perubahan yang kecil pada
alam perasaan / sensorium (perubahan
kepribadian atau depresi) sampai halusinasi,
kehilangan daya ingat, demensia hebat,
kejang, dan kehilangan penglihatan. Infeksi
Sistem Saraf Pusat (ensefalitis paling umum)
mungkin disebabkan oleh protozoa dan
organisme helmintes, ataupun jamur. 
Periksa kulit / membran mukosa oral Kandidiasis oral, Kaposi’s Sarcoma, herpes,
terhadap bercak putih / lesi.  Cytomegalovirus, dan Cryptococcus adalah
penyakit yang umum terjadi dan memberi
efek pada membran kulit. 
Pantau keluhan nyeri ulu hati, disfagia, Esofagitis mungkin terjadi sekunder akibat
sakit retrosternal pada waktu menelan, kandidiasis oral ataupun
peningkatan kejang abdominal, diare hebat herpes. Kriptosporidiosis adalah infeksi
parasit yang menyebabkan diare encer
(seringkali lebih besar dari 15 L/hari). 
Gunakan sarung tangan dan skort selama Penggunaan masker, skort, dan sarung
kontak langsung dengan sekresi / ekskresi tangan dilakukan oleh OSHA (1992) untuk
ataupun kapanpun terdapat kerusakan pada kontak langsung dengan cairan tubuh,
kulit tangan perawat. Gunakan masker dan misalnya sputum, darah / zat-zat darah,
kacamata pelindung untuk melindungi serum, skresi vaginal. 
hidung, mlut, dan mata dari sekresi selama  
prosedur (misalnya penghisapan ataupun  
ketika terjadi percikan darah).   
Mencegah inokulasi tak disengaja dari
pemberi perawatan. Gunakan pemotong
jarum dan ujung jarum tersebut tidak boleh
ditutup. Catatan : Inokulasi / pungsi yang
tidak disengaja harus dilaporkan sesegera
mungkin dan evaluasi tindak lanjut
dilakukan per protokol. 
 

Kolaborasi 
Pantau studi laboratorium, misalnya : 
a. Jumlah Darah Lengkap /
diferensial 
 
 
 
 
b. Periksa kultur / sensitivitas lesi, darah,
urin dan sputum. 
Berikan antibiotik antijamur / agen
antimikroba, misalnya trimetroprim
(Bactrim, Septra), nistatin (Mycostatin),
ketokonazol, pentamidin atau AZT
(Azidotimidin) / Retrovir, dan gansiklovir
(Cytovene), atau foskarnet (Fascavir),
dideoksinosin (ddl, VIDEX), dideokstidin.

BAB III

1. Kesimpulan
HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh
manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. Virus yang dapat
menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4
sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak
dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Apabila kekebalan tubuh anda rusak, berbagai virus, parasit, jamur, dan
bakteria yang biasanya tidak mengakibatkan masalah dapat membuat anda sangat
sakit. Inilahyang disebut “infeksi oportunistik”
Virus HIV ditularkan melalui hubungan seksual, tranfusi darah, penggunaan jarum
suntik secara bersama-sama dan dari ibu ke bayinya.

2. Saran
Menjaga kebersihan tubuh, berhati-hati dalam memilih pasangan hidup, jangan
sampai menikah dengan pasangan yang sudah mengidap HIV-AIDS dikarenaka pola
hidup yang sering mengganti pasangan. Karena selain dapat menular pada diri kita
sendiri dapat menular juga pada janin yang kita kandung, dan tidak menggunakan
jarum suntik secara bergantian serta berhati-hati dengan tranfusi darah yang sudah
terpapar HIV-AIDS.
DAFTAR PUSTAKA

Desmawati. (2013). Sistem hematologi & imunologi: Asuhan keperawatan anemia,


leukemia, DHF & HIV-AIDS dalam lingkup umum dan maternitas. Jakarta : In Media

Human Immunodeficiency Virus Infection Prevention: Strategis For Clinicians-


Clinical Infectious Diseases
https://www.academia.edu/16755308/KEHAMILAN_DENGAN_HIV

Madeline Y. Sutton, Rhondette L. Jones, Richard J. Wolitski, Janet C. Cleveland,


Hazel D. Dean, and Kevin A. Fenton, (2010). A Review of the Centers for Disease
Control and Prevention’s Response to the HIV/AIDS Crisis Among Blacks in the
United States, 1981–2009. American Journal of Public Health, Supplement 2, 99, No.
S2; S351-S359

Anda mungkin juga menyukai