Disusun Oleh:
Regita Siti Nurjanah 1810711013
Faradilla Azzahra 1810711023
Nur Fitria Firliani 1810711035
Fitria Magfiroh 1810711055
Srimpi Pamulatsih 1810711082
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan
hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk bekerja menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien Rematik” makalah ini merupakan
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar kami Ns. Santi
Herlina, M.Kep, Sp.Kep.MB dan teman-teman yang telah bekerja sama dalam menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.........................................................................................4
I.2 Rumusan Masalah....................................................................................4
I.3 Tujuan Penulis.........................................................................................4
I.4 Manfaat Penulis.......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
II.1Konsep Penyakit Rematik......................................................................5
II.1.1Pengertian......................................................................................5
II.1.2 Prevalensi......................................................................................5
II.1.3 Klasifikasi.....................................................................................6
II.1.4 Etiologi.........................................................................................9
II.1.5 Faktor Risiko...............................................................................10
II.1.6 Patofisiologi.................................................................................12
II.1.7 Manifestasi Klinis........................................................................13
II.1.8 Komplikasi...................................................................................13
II.1.9 Pemeriksaan Penunjang...............................................................14
II.1.10 Penatalaksanaan Medis..............................................................15
II.2 Asuhan Keperawatan Rematik………………………………………17
II.2.1 Pengkajian...................................................................................17
II.2.2 Diagnosa Keperawatan…………………………………………19
II.2.3 Intervensi Keperawatan………………………………………...19
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan..........................................................................................25
III.2 Saran....................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….26
4
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada muskulosketal sering dinamakan
rematik. Kondisi ini banyak terjadi pada lansia. Namun pada umumnya masyarakat
belum mengerti tentang pengertian, tanda gejala, penyebab serta penanganan rematik.
Maka sudah menjadi tugas kita untuk memberikan pendidikan kesehatan pada
masyarakat.Satuan acara pembelajaran ini disusun sebagai pedoman dalam memberikan
pendidikan kesehatan sehingga hasilnya bisa seperti yang kita harapkan.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah “Bagaimana proses terjadinya Rematik? Apa saja faktor risiko, manifestasi klinis
serta komplikasi dari penyakit Rematik dan Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien
dengan Rematik?“
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui konsep dasar Rematik dan asuhan
keperawatan pada klien dengan Rematik
BAB II
PEMBAHASAN
II.1.1 Pengertian
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut.
Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi
Darmojo, 1999).
Indonesia mencapai 2 juta jiwa, dengan angka perbandingan pasien wanita tiga kali
lipatnya dari laki-laki. Di Indonesia jumlah penderita Rematik pada tahun 2011
diperkirakan prevalensinya mencapai 29,35%, pada tahun 2012 prevalensinya
sebanyak 39,47%, dan tahun 2013 prevalensinya sebanyak 45,59% dan pada tahun
2014 prevalensi Rematik di Sulawesi Utara sebanyak 24,7%. Rematik adalah suatu
penyakit yang menyerang sendi, dan dapat menyerang siapa saja yang rentan terkena
penyakit rematik. Oleh karena itu,perlu kiranya mendapatkan perhatian yang serius
karena penyakit ini merupakan penyakit persendian sehingga akan mengganggu
aktivitas seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Rematik paling banyak ditemui dan
biasanya dari faktor, genetik, jenis kelamin, infeksi, berat badan/obesitas, usia, selain
ini faktor lain yang mempengaruhi terhadap penyakit Rematik adalah tingkat
pengetahuan penyakit Rematik sendiri memang masih sangat kurang, baik pada
masyarakat awam maupun kalangan medis (Mansjoer, 2011).
II.1.3 Klasifikasi
3. Osteoatritis
Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum
diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran
klinis yang sama.Proses penyakitnya berawal dari masalah rawan sendi
(kartilago), dan akhirnya mengenai seluruh persendian termasuk tulang
subkondrial, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan ikat sekitar
persendian (periartikular). Pada stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan
yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada
permukaan sendi. Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa
faktor risiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu : Usia lebih
dari 40 tahun, Jenis kelamin wanita lebih sering, Suku bangsa, genetik,
kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga,
kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.
a. Fibrosis
Merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang tubuh dan anggota
gerak. Fibrosis lebih sering ditemukan oleh perempuan usia lanjut,
penyebabnya adalah faktor kejiwaan.
b. Tendonitis dan tenosivitis
Tendonitis adalah peradangan pada tendon yang menimbulkan nyeri lokal di
tempat perlekatannya. Tenosivitis adalah peradangan pada sarung
pembungkus tendon.
c. Entesopati
Adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada tulang. Entesis ini
dapat mengalami peradangan yang disebut entesopati. Kejadian ini bisa timbul
akibat menggunakan lengannya secara berlebihan, degenerasi, atau radang
sendi.
d. Bursitis
9
Adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan tendon atau otot ke
tulang. Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh reumatik gout dan
pseudogout.
e. Back Pain
Penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses degenerarif
diskus intervertebralis, bertambahnya usia dan pekerjaan fisik yang berat, atau
sikap postur tubuh yang salah sewaktu berjalan, berdiri maupun duduk.
Penyebab lainnya bisa akibat proses peradangan sendi, tumor, kelainan
metabolik dan fraktur.
f. Nyeri pinggang
Kelainan ini merupakan keluhan umum karena semua orang pernah
mengalaminya. Nyeri terdapat kedaerah pinggang kebawah (lumbosakral dan
sakroiliaka) Yang dapat menjalar ke tungkai dan kaki.
g. Frozen shoulder syndrome
Ditandai dengan nyeri dan ngilu pada daerah persendian di pangkal lengan
atas yang bisa menjalar ke lengan atas bagian depan, lengan bawah dan
belikat, terutama bila lengan diangkat keatas atau digerakkan kesamping.
Akibat pergerakan sendi bahu menjadi terbatas.
II.1.4 Etiologi
1. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki
angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
2. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresidehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan
stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan
menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan
sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan penyakit ini (Suarjana, 2009).
10
3. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang
(host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya
penyakit RA (Suarjana, 2009). Agen infeksius seperti virus Epstein-Barr,
sitomegalovirus, Proteus sp., dan Escherichia coli berkaitan dengan risiko
timbulnya rheumatoid arthritis secara langsung serta melalui produknya seperti
heat-shock proteins. Salah satu mekanisme yang diduga terlibat adalah terjadinya
induksi faktor rheumatoid, yang merupakan autoantibodi berafinitas tinggi yang
melawan Fc pada imunoglobulin. Secara khusus, rheumatoid arthritis
berhubungan dengan penyakit periodontal melalui ekspresi PADI-4 oleh
Porphyromonas gingivalis yang dapat memicu sitrulinisasi protein.
4. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon
terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog.
Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T
mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa
menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga
mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009).
5. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok (Longo, 2012).
Merokok menimbulkan interaksi gen-lingkungan dengan HLA-DR pada
rheumatoid arthritis dengan faktor rheumatoid dan anti-sitrulinasi positif (salah
satunya dengan cara meningkatkan protein sitrulin modifikasi pada paru).
Paparan terhadap rokok, dan beberapa faktor lingkungan lainnya, dapat memicu
mekanisme yang mempercepat deaminisasi arginin menjadi sitrulin pada
autoantigen yang terdapat dalam paru melalui up-regulation aktivitas
peptidylarginine–deiminase makrofag yang diaktifkan saat apoptosis.
b. Dapat Dimodifikasi
a) Gaya hidup
b) Status sosial ekonomi
Penelitian di Inggris dan Norwegia menyatakan tidak terdapat kaitan antara
faktor sosial ekonomi dengan RA, berbeda dengan penelitian di Swedia yang
menyatakan terdapat kaitan antara tingkat pendidikan dan perbedaan paparan
saat bekerja dengan risiko RA.
c) Merokok
Sejumlah studi cohort dan case-control menunjukkan bahwa rokok tembakau
berhubungan dengan peningkatan risiko RA. Merokok berhubungan dengan
produksi dari rheumatoid factor(RF) yang akan berkembang setelah 10 hingga
20 tahun. Merokok juga berhubungan dengan gen ACPA-positif RA dimana
perokok menjadi 10 hingga 40 kali lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.
Penelitian pada perokok pasif masih belum terjawab namun kemungkinan
peningkatan risiko tetap ada.
d) Diet
12
Banyaknya isu terkait faktor risiko RA salah satunya adalah makanan yang
mempengaruhi perjalanan RA. Dalam penelitian Pattison dkk, isu mengenai
faktor diet ini masih banyak ketidakpastian dan jangkauan yang terlalu lebar
mengenai jenis makanannya. Penelitian tersebut menyebutkan daging merah
dapat meningkatkan risiko RA sedangkan buah-buahan dan minyak ikan
memproteksi kejadian RA. Selain itu penelitian lain menyebutkan konsumsi
kopi juga sebagai faktor risiko namun masih belum jelas bagaimana
hubungannya.
e) Infeksi
Banyaknya penelitian mengaitkan adanya infeksi Epstein Barr virus (EBV)
karena virus tersebut sering ditemukan dalam jaringan synovial pada pasien
RA. Selain itu juga adanya parvovirus B19, Mycoplasma pneumoniae,
Proteus, Bartonella, dan Chlamydia juga memingkatkan risiko RA.
f) Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA adalah petani, pertambangan,
dan yang terpapar dengan banyak zat kimia namun risiko pekerjaan tertinggi
terdapat pada orang yang bekerja dengan paparan silica.
g) Faktor hormonal
Hanya faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA yaitu pada perempuan
dengan sindrom polikistik ovari, siklus menstruasi ireguler, dan menarche usia
sangat muda.
h) Bentuk tubuh
Risiko RA meningkat pada obesitas atau yang memiliki Indeks Massa Tubuh
(IMT) lebih dari 30.
II.1.6 Patofisiologi
merusak rawan sendi dan tulang Respon imunologi melibatkan peran sitokin,
interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi
sendi dan komplikasi sistemik (Surjana, 2009). Sel T dan sel B merupakan respon
imunologi spesifik. Sel T merupakan bagian dari sistem immunologi spesifik selular,
Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share epitop
dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptida pada antigen-
presenting cell (APC) pada sinovium atau sistemik. Dan peran sel B dalam
imunopatologis RA belum diketahi secara pasti (Suarjana, 2009).
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan.
Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan tersebut dapat
berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi (Putra dkk,2013).
1. Keluhan umum Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan
menurun, peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
2. Kelainan sendi Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan
tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti sendi
siku, bahu sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang
terbatas pada leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan dan
nyeri sendi.
3. Kelainan diluar sendi:
a. Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
b. Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun 40% pada autopsi
RA didapatkan kelainan perikard.
c. Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan kelainan pleura (efusi
pleura, nodul subpleura)
d. Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering terjadi berupa
keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas dengan gejala foot or wrist drop
e. Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa kekeringan mata, skleritis
atau eriskleritis dan skleromalase perforans 11
f. Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali, limpadenopati, anemia,
trombositopeni, dan neutropeni
II.1.8 Komplikasi
14
Kecacatan dan nyeri sendi dalam kehidupan sehari-hari adalah hal yang
umum. Sendi yang terkena bisa menjadi cacat, kinerja tugas bahkan tugas biasa
sekalipun mungkin akan sangat sulit atau tidak mungkin. Faktor-faktor ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien. Selain itu, rheumatoid arthritis adalah penyakit
sistemik yang dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh selain sendi. Efek ini
meliputi :
1. Anemia.
2. Pasien dengan RA memiliki risiko lebih besar untuk infeksi. Obat imunosupresif
akan lebih meningkatkan risiko.
3. Masalah gastrointestinal Pasien dengan RA mungkin mengalami gangguan perut
dan usus. Kanker perut dan kolorektal dalam tingkat yang rendah telah
dilaporkan pada pasien RA.
4. Osteoporosis, kondisi ini lebih umum daripada rata-rata pada wanita
postmenopause dengan RA, pinggul yang sangat terpengaruh. Risiko
osteoporosis tampaknya lebih tinggi daripada rata-rata pada pria dengan RA
yang lebih tua dari 60 tahun.
5. Penyakit paru-paru, sebuah studi kecil menemukan prevalensi tinggi peradangan
paru dan fibrosis pada pasien yang baru didiagnosis RA, namun temuan ini dapat
dikaitkan dengan merokok.
6. Penyakit jantung, RA dapat mempengaruhi pembuluh darah dan meningkatkan
risiko penyakit jantung iskemik koroner.
7. Sindrom Sjogren, penderita rheumatoid arthritis rentan mengalami sindrom
Sjogren, yakni kondisi dimana kelembapan pada mata dan mulut berkurang. 10%
pasien yang memiliki secondary sjogren’s syndrome. Sjogren’s syndrome
ditandai dengan keratoconjutivitis sicca (dry eyes) atau xerostomia.
8. Sindrom Felty, Kondisi ini ditandai dengan splenomegali, leukopenia dan infeksi
bakteri berulang. Ini mungkin merupakan respon disease-modifying
antirheumatic drugs (DMARDs).
9. Limfoma dan kanker lainnya RA terkait perubahan sistem kekebalan tubuh
mungkin memainkan peran. Pengobatan yang agresif untuk RA dapat membantu
mencegah kanker tersebut.
1. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat
simtomatik. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai
analgesik dan mengurangi peradangan, tidak mampu menghentikan proses
patologis
2. Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi
yang sakit.
3. Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri
4. Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera
5. Dukungan psikososial
16
6. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan yang
tepat
7. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan
8. Kompres dengan es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri
9. Konsumsi makanan yang mengandung protein dan Vitamin
10. Diet rendah purin:
Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi pembentukan asam urat
dan menurunkan berat badan, bila terlalu gemuk dan mempertahankannya
dalam batas normal. Bahan makanan yang boleh dan yang tidak boleh
diberikan pada penderita osteoartritis:
17
Karbohidrat Semua –
Kacang-kacangan kering
Ragi
Minuman
Bumbu, dll
18
II.2.1 Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab.Data
dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-
organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis
lainnya.
b. Riwayat Kesehatan
Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
c. Pemeriksaan fisik
Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati
warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
e. Kardiovaskuler
Gejala: Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
f. Integritas ego
Gejala: Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.Keputusan dan ketidakberdayaan
(situasi ketidakmampuan).Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas
pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain).
g. Makanan/ cairan
Gejala; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/
cairan adekuat: mual, anoreksiaKesulitan untuk mengunyah
Tanda: Penurunan berat badan\Kekeringan pada membran mukosa.
h. Hygiene
Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan
i. Neurosensori
Gejala: Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.
Gejala: Pembengkakan sendi simetris
j. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi).
k. Keamanan
Gejala: Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah
tangga.Demam ringan menetap
Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
l. Interaksi social
Gejala: Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan
peran; isolasi.
m. Riwayat Psiko Sosial
Pasien mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pada
pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena ia merasakan
adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari
20
stabilitas
(mengurangi
resiko cidera) dan
memer tahankan
posisi sendi yang
diperlukan dan
kesejajaran tubuh,
mengurangi
kontraktor.
BAB III
PENUTUP
III.1 Simpulan
III.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hasanah, Miftah. 2014. Pola Peresepan Obat pada Manajemen Pasien Artritis
Reumatoid di RSUD Moeloek Kota Bandar Lampung Periode Juli 2012-2013. Universitas
Lampung.
Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika. Jakarta.
2010.
Masyeni, K. A. M. 2018. Rheumatoid Arthritis. Universitas Udayana.