Anda di halaman 1dari 28

QBL 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN REMATIK


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengampu: Ns. Santi Herlina, M.Kep, Sp.Kep.MB

Disusun Oleh:
Regita Siti Nurjanah 1810711013
Faradilla Azzahra 1810711023
Nur Fitria Firliani 1810711035
Fitria Magfiroh 1810711055
Srimpi Pamulatsih 1810711082

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
ii

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan
hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk bekerja menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien Rematik” makalah ini merupakan
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar kami Ns. Santi
Herlina, M.Kep, Sp.Kep.MB dan teman-teman yang telah bekerja sama dalam menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan.

Jakarta, 20 Mei 2020

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.........................................................................................4
I.2 Rumusan Masalah....................................................................................4
I.3 Tujuan Penulis.........................................................................................4
I.4 Manfaat Penulis.......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
II.1Konsep Penyakit Rematik......................................................................5
II.1.1Pengertian......................................................................................5
II.1.2 Prevalensi......................................................................................5
II.1.3 Klasifikasi.....................................................................................6
II.1.4 Etiologi.........................................................................................9
II.1.5 Faktor Risiko...............................................................................10
II.1.6 Patofisiologi.................................................................................12
II.1.7 Manifestasi Klinis........................................................................13
II.1.8 Komplikasi...................................................................................13
II.1.9 Pemeriksaan Penunjang...............................................................14
II.1.10 Penatalaksanaan Medis..............................................................15
II.2 Asuhan Keperawatan Rematik………………………………………17
II.2.1 Pengkajian...................................................................................17
II.2.2 Diagnosa Keperawatan…………………………………………19
II.2.3 Intervensi Keperawatan………………………………………...19
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan..........................................................................................25
III.2 Saran....................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….26
4

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada muskulosketal sering dinamakan
rematik. Kondisi ini banyak terjadi pada lansia. Namun pada umumnya masyarakat
belum mengerti tentang pengertian, tanda gejala, penyebab serta penanganan rematik.
Maka sudah menjadi tugas kita untuk memberikan pendidikan kesehatan pada
masyarakat.Satuan acara pembelajaran ini disusun sebagai pedoman dalam memberikan
pendidikan kesehatan sehingga hasilnya bisa seperti yang kita harapkan.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah “Bagaimana proses terjadinya Rematik? Apa saja faktor risiko, manifestasi klinis
serta komplikasi dari penyakit Rematik dan Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien
dengan Rematik?“

I.3 Tujuan Penulis

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui konsep dasar Rematik dan asuhan
keperawatan pada klien dengan Rematik

I.4 Manfaat Penulis

Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai


Rematik dan asuhan keperawatan pada klien Rematik. Makalah ini juga bisa menjadi
bahan tambahan bacaan tentang Rematik
5

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Konsep Dasar Penyakit Rematik

II.1.1 Pengertian

Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat


sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165).

Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan


proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).

Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut.
Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi
Darmojo, 1999).

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak


diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane
sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut
(Susan Martin Tucker, 1998).

Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai


membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri
persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan (Diane C. Baughman,
2000).

Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi


utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh (Arif Mansjour, 2001)
II.1.2 Prevalensi Rematik

Menurut World Health Organisation (WHO) (2016) 335 juta penduduk di


dunia yang mengalami Rematik. Sedangkan prevalensi Rematik tahun 2004 di
6

Indonesia mencapai 2 juta jiwa, dengan angka perbandingan pasien wanita tiga kali
lipatnya dari laki-laki. Di Indonesia jumlah penderita Rematik pada tahun 2011
diperkirakan prevalensinya mencapai 29,35%, pada tahun 2012 prevalensinya
sebanyak 39,47%, dan tahun 2013 prevalensinya sebanyak 45,59% dan pada tahun
2014 prevalensi Rematik di Sulawesi Utara sebanyak 24,7%. Rematik adalah suatu
penyakit yang menyerang sendi, dan dapat menyerang siapa saja yang rentan terkena
penyakit rematik. Oleh karena itu,perlu kiranya mendapatkan perhatian yang serius
karena penyakit ini merupakan penyakit persendian sehingga akan mengganggu
aktivitas seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Rematik paling banyak ditemui dan
biasanya dari faktor, genetik, jenis kelamin, infeksi, berat badan/obesitas, usia, selain
ini faktor lain yang mempengaruhi terhadap penyakit Rematik adalah tingkat
pengetahuan penyakit Rematik sendiri memang masih sangat kurang, baik pada
masyarakat awam maupun kalangan medis (Mansjoer, 2011).

II.1.3 Klasifikasi

Menurut Adelia, (2011) ada beberapa jenis reumatik yaitu:


1.      Reumatik Sendi (Artikuler)

Reumatik yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik sendi (reumatik


artikuler). Penyakit ini ada beberapa macam yang paling sering ditemukan yaitu:

2.      Artritis Reumatoid

penyakit autoimun dengan proses peradangan menahun yang tersebar diseluruh


tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ di luar
persendian.Peradangan kronis dipersendian menyebabkan kerusakan struktur
sendi yang terkena. Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian
sekaligus.Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang selaput sendi) serta
pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan tulang
di sekitarnya, terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris
(terjadi pada kedua sisi).Penyebab Artritis Rematoid belum diketahui dengan
pasti. Ada yang mengatakan karena mikoplasma, virus, dan sebagainya. Namun
semuanya belum terbukti. Berbagai faktor termasuk kecenderungan genetik, bisa
mempengaruhi reaksi autoimun. Bahkan beberapa kasus Artritis Rematoid telah
ditemukan berhubungan dengan keadaan stres yang berat, seperti tiba-
7

tiba kehilangan suami atau istri, kehilangan satu¬-satunya anak yang disayangi,


hancurnya perusahaan yang dimiliknya dan sebagainya. Peradangan kronis
membran sinovial mengalami pembesaran (Hipertrofi) dan menebal sehingga
terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan kematian (nekrosis) sel dan
respon peradanganpun berlanjut. Sinovial yang menebal kemudian dilapisi oleh
jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi
sehingga semakin merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut.
Proses ini secara perlahan akan merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta
deformitas (kelainan bentuk).

3.      Osteoatritis

Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum
diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran
klinis yang sama.Proses penyakitnya berawal dari masalah rawan sendi
(kartilago), dan akhirnya mengenai seluruh persendian termasuk tulang
subkondrial, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan ikat sekitar
persendian (periartikular). Pada stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan
yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada
permukaan sendi. Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa
faktor risiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu : Usia lebih
dari 40 tahun, Jenis kelamin wanita lebih sering, Suku bangsa, genetik,
kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga,
kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.

4.      Atritis Gout

Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat darah (hiperurisemia) .


gout merupakan jenis penyakit yang pengobatannya mudah dan efektif. Namun
bila diabaikan, gout juga dapat menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini
timbul akibat kristal monosodium urat di persendian meningkat. Timbunan kristal
ini menimbulkan peradangan jaringan yang memicu timbulnya reumatik gout
akut. Pada penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum
diketahui (idiopatik).  Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetic dan
8

faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat


mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan
karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh. Penyakit gout sekunder
disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi,
yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah
satu senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan
termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Produksi asam
urat meningkat juga bisa karena penyakit darah (penyakit sumsum tulang,
polisitemia), obat-obatan (alkohol, obatobat kanker, vitamin B12). Penyebab
lainnya adalah obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar trigliserida
yang tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya
terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) yang
meninggi. Benda-benda keton yang meninggi akan menyebabkan asam urat juga
ikut meninggi.

5.      Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)

Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di luar


(soft tissue rheumatism)  sehingga disebut juga reumatik luar sendi (ekstra
artikuler rheumatism). Jenis – jenis reumatik yang sering ditemukan yaitu:

a.       Fibrosis
Merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang tubuh dan anggota
gerak. Fibrosis lebih sering ditemukan oleh perempuan usia lanjut,
penyebabnya adalah faktor kejiwaan.
b.      Tendonitis dan tenosivitis
Tendonitis adalah peradangan pada tendon yang menimbulkan nyeri lokal di
tempat perlekatannya. Tenosivitis adalah peradangan pada sarung
pembungkus tendon.
c.       Entesopati
Adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada tulang. Entesis ini
dapat mengalami peradangan yang disebut entesopati. Kejadian ini bisa timbul
akibat menggunakan lengannya secara berlebihan, degenerasi, atau radang
sendi.
d.      Bursitis
9

Adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan tendon atau otot ke
tulang. Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh reumatik gout dan
pseudogout.
e.       Back Pain
Penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses degenerarif
diskus intervertebralis, bertambahnya usia dan pekerjaan fisik yang berat, atau
sikap postur tubuh yang salah sewaktu berjalan, berdiri maupun duduk.
Penyebab lainnya bisa akibat proses peradangan sendi, tumor, kelainan
metabolik dan fraktur.
f.       Nyeri pinggang
Kelainan ini merupakan keluhan umum karena semua orang pernah
mengalaminya. Nyeri terdapat kedaerah pinggang kebawah (lumbosakral dan
sakroiliaka) Yang dapat menjalar ke tungkai dan kaki.
g.      Frozen shoulder syndrome
Ditandai dengan nyeri dan ngilu pada daerah persendian di pangkal lengan
atas yang bisa menjalar ke lengan atas bagian depan, lengan bawah dan
belikat, terutama bila lengan diangkat keatas atau digerakkan kesamping.
Akibat pergerakan sendi bahu menjadi terbatas.

II.1.4 Etiologi

Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan dengan


interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan (Suarjana, 2009)

1. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki
angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
2. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresidehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan
stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan
menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan
sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan penyakit ini (Suarjana, 2009).
10

3. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang
(host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya
penyakit RA (Suarjana, 2009). Agen infeksius seperti virus Epstein-Barr,
sitomegalovirus, Proteus sp., dan Escherichia coli berkaitan dengan risiko
timbulnya rheumatoid arthritis secara langsung serta melalui produknya seperti
heat-shock proteins. Salah satu mekanisme yang diduga terlibat adalah terjadinya
induksi faktor rheumatoid, yang merupakan autoantibodi berafinitas tinggi yang
melawan Fc pada imunoglobulin. Secara khusus, rheumatoid arthritis
berhubungan dengan penyakit periodontal melalui ekspresi PADI-4 oleh
Porphyromonas gingivalis yang dapat memicu sitrulinisasi protein.
4. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon
terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog.
Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T
mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa
menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga
mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009).
5. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok (Longo, 2012).
Merokok menimbulkan interaksi gen-lingkungan dengan HLA-DR pada
rheumatoid arthritis dengan faktor rheumatoid dan anti-sitrulinasi positif (salah
satunya dengan cara meningkatkan protein sitrulin modifikasi pada paru).
Paparan terhadap rokok, dan beberapa faktor lingkungan lainnya, dapat memicu
mekanisme yang mempercepat deaminisasi arginin menjadi sitrulin pada
autoantigen yang terdapat dalam paru melalui up-regulation aktivitas
peptidylarginine–deiminase makrofag yang diaktifkan saat apoptosis.

II.1.5 Faktor Risiko

Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kasus RA dibedakan


menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang
dapat dimodifikasi:

a. Tidak Dapat Dimodifikasi


1. Faktor genetik
Faktor genetik berperan 50% hingga 60% dalam perkembangan RA. Gen
yang berkaitan kuat adalah HLA-DRB1. Selain itu juga ada gen tirosin
11

fosfatase PTPN 22 di kromosom 1. Perbedaan substansial pada faktor genetik


RA terdapat diantara populasi Eropa dan Asia. HLA-DRB1 terdapat di
seluruh populasi penelitian, sedangkan polimorfisme PTPN22 teridentifikasi
di populasi Eropa dan jarang pada populasi Asia. Selain itu ada kaitannya
juga antara riwayat dalam keluarga dengan kejadian RA pada keturunan
selanjutnya.
2. Usia
RA biasanya timbul antara usia 40 tahun sampai 60 tahun. Namun penyakit
ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (Rheumatoid Arthritis
Juvenil). Dari semua faktor risiko untuk timbulnya RA, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya RA semakin meningkat dengan
bertambahnya usia. RA hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada usia
dibawah 40 tahun dan sering pada usia diatas 60 tahun.
3. Jenis kelamin
RA jauh lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki dengan rasio 3:1.
Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin masih belum jelas.
Perbedaan pada hormon seks kemungkinan memiliki pengaruh.

b. Dapat Dimodifikasi
a) Gaya hidup
b) Status sosial ekonomi
Penelitian di Inggris dan Norwegia menyatakan tidak terdapat kaitan antara
faktor sosial ekonomi dengan RA, berbeda dengan penelitian di Swedia yang
menyatakan terdapat kaitan antara tingkat pendidikan dan perbedaan paparan
saat bekerja dengan risiko RA.
c) Merokok
Sejumlah studi cohort dan case-control menunjukkan bahwa rokok tembakau
berhubungan dengan peningkatan risiko RA. Merokok berhubungan dengan
produksi dari rheumatoid factor(RF) yang akan berkembang setelah 10 hingga
20 tahun. Merokok juga berhubungan dengan gen ACPA-positif RA dimana
perokok menjadi 10 hingga 40 kali lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.
Penelitian pada perokok pasif masih belum terjawab namun kemungkinan
peningkatan risiko tetap ada.
d) Diet
12

Banyaknya isu terkait faktor risiko RA salah satunya adalah makanan yang
mempengaruhi perjalanan RA. Dalam penelitian Pattison dkk, isu mengenai
faktor diet ini masih banyak ketidakpastian dan jangkauan yang terlalu lebar
mengenai jenis makanannya. Penelitian tersebut menyebutkan daging merah
dapat meningkatkan risiko RA sedangkan buah-buahan dan minyak ikan
memproteksi kejadian RA. Selain itu penelitian lain menyebutkan konsumsi
kopi juga sebagai faktor risiko namun masih belum jelas bagaimana
hubungannya.
e) Infeksi
Banyaknya penelitian mengaitkan adanya infeksi Epstein Barr virus (EBV)
karena virus tersebut sering ditemukan dalam jaringan synovial pada pasien
RA. Selain itu juga adanya parvovirus B19, Mycoplasma pneumoniae,
Proteus, Bartonella, dan Chlamydia juga memingkatkan risiko RA.
f) Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA adalah petani, pertambangan,
dan yang terpapar dengan banyak zat kimia namun risiko pekerjaan tertinggi
terdapat pada orang yang bekerja dengan paparan silica.
g) Faktor hormonal
Hanya faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA yaitu pada perempuan
dengan sindrom polikistik ovari, siklus menstruasi ireguler, dan menarche usia
sangat muda.
h) Bentuk tubuh
Risiko RA meningkat pada obesitas atau yang memiliki Indeks Massa Tubuh
(IMT) lebih dari 30.

II.1.6 Patofisiologi

RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi. Reaksi


autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi dari
proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi neovaskularisasi.
Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-
sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya pertumbuhan yang iregular pada
jaringan sinovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan
13

merusak rawan sendi dan tulang Respon imunologi melibatkan peran sitokin,
interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi
sendi dan komplikasi sistemik (Surjana, 2009). Sel T dan sel B merupakan respon
imunologi spesifik. Sel T merupakan bagian dari sistem immunologi spesifik selular,
Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share epitop
dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptida pada antigen-
presenting cell (APC) pada sinovium atau sistemik. Dan peran sel B dalam
imunopatologis RA belum diketahi secara pasti (Suarjana, 2009).

II.1.7 Manifestasi Klinis

Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan.
Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan tersebut dapat
berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi (Putra dkk,2013).

1. Keluhan umum Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan
menurun, peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
2. Kelainan sendi Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan
tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti sendi
siku, bahu sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang
terbatas pada leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan dan
nyeri sendi.
3. Kelainan diluar sendi:
a. Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
b. Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun 40% pada autopsi
RA didapatkan kelainan perikard.
c. Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan kelainan pleura (efusi
pleura, nodul subpleura)
d. Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering terjadi berupa
keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas dengan gejala foot or wrist drop
e. Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa kekeringan mata, skleritis
atau eriskleritis dan skleromalase perforans 11
f. Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali, limpadenopati, anemia,
trombositopeni, dan neutropeni

II.1.8 Komplikasi
14

Kecacatan dan nyeri sendi dalam kehidupan sehari-hari adalah hal yang
umum. Sendi yang terkena bisa menjadi cacat, kinerja tugas bahkan tugas biasa
sekalipun mungkin akan sangat sulit atau tidak mungkin. Faktor-faktor ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien. Selain itu, rheumatoid arthritis adalah penyakit
sistemik yang dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh selain sendi. Efek ini
meliputi :

1. Anemia.
2. Pasien dengan RA memiliki risiko lebih besar untuk infeksi. Obat imunosupresif
akan lebih meningkatkan risiko.
3. Masalah gastrointestinal Pasien dengan RA mungkin mengalami gangguan perut
dan usus. Kanker perut dan kolorektal dalam tingkat yang rendah telah
dilaporkan pada pasien RA.
4. Osteoporosis, kondisi ini lebih umum daripada rata-rata pada wanita
postmenopause dengan RA, pinggul yang sangat terpengaruh. Risiko
osteoporosis tampaknya lebih tinggi daripada rata-rata pada pria dengan RA
yang lebih tua dari 60 tahun.
5. Penyakit paru-paru, sebuah studi kecil menemukan prevalensi tinggi peradangan
paru dan fibrosis pada pasien yang baru didiagnosis RA, namun temuan ini dapat
dikaitkan dengan merokok.
6. Penyakit jantung, RA dapat mempengaruhi pembuluh darah dan meningkatkan
risiko penyakit jantung iskemik koroner.
7. Sindrom Sjogren, penderita rheumatoid arthritis rentan mengalami sindrom
Sjogren, yakni kondisi dimana kelembapan pada mata dan mulut berkurang. 10%
pasien yang memiliki secondary sjogren’s syndrome. Sjogren’s syndrome
ditandai dengan keratoconjutivitis sicca (dry eyes) atau xerostomia.
8. Sindrom Felty, Kondisi ini ditandai dengan splenomegali, leukopenia dan infeksi
bakteri berulang. Ini mungkin merupakan respon disease-modifying
antirheumatic drugs (DMARDs).
9. Limfoma dan kanker lainnya RA terkait perubahan sistem kekebalan tubuh
mungkin memainkan peran. Pengobatan yang agresif untuk RA dapat membantu
mencegah kanker tersebut.

II.1.9 Pemeriksaan Penunjang


15

1. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan


lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan
awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi
dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
2. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
3. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi
4. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar
dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi,
produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit,
penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
5. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
6. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit
dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
7. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta
menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen

II.1.10 Penatalaksanaan Medis

1. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat
simtomatik. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai
analgesik dan mengurangi peradangan, tidak mampu menghentikan proses
patologis
2. Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi
yang sakit.
3. Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri
4. Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera
5. Dukungan psikososial
16

6. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan yang
tepat
7. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan
8. Kompres dengan es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri
9. Konsumsi makanan yang mengandung protein dan Vitamin
10. Diet rendah purin:
Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi pembentukan asam urat
dan menurunkan berat badan, bila terlalu gemuk dan mempertahankannya
dalam batas normal. Bahan makanan yang boleh dan yang tidak boleh
diberikan pada penderita osteoartritis:
17

Golongan bahan Makanan yang boleh Makanan yang tidak


makanan diberikan boleh diberikan

Karbohidrat Semua –

Protein hewani Daging atau ayam, ikan Sardin, kerang, jantung,


tongkol, bandeng 50 hati, usus, limpa, paru-
gr/hari, telur, susu, keju paru, otak, ekstrak
daging/ kaldu, bebek,
angsa, burung.

Kacang-kacangan kering

Protein nabati 25 gr atau tahu, tempe,


oncom

Minyak dalam jumlah –


terbatas.

Lemak Semua sayuran


Asparagus, kacang
sekehendak kecuali:
polong, kacang buncis,
asparagus, kacang
kembang kol, bayam,
Sayuran polong, kacang buncis,
jamur maksimum 50 gr
kembang kol, bayam,
sehari
jamur maksimum 50 gr
sehari

Semua macam buah

Teh, kopi, minuman yang

mengandung soda Alkohol

Buah-buahan Semua macam bumbu

Ragi

Minuman

Bumbu, dll
18

II.2 Asuhan Keperawatan

II.2.1 Pengkajian

a. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab.Data
dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-
organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis
lainnya.
b. Riwayat Kesehatan
 Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
 Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
c. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati
warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
 Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial

1. Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)


2. Catat bila ada krepitasi
3. Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
4. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skeletal secara bilateral

 Catat bila ada atrofi, tonus yang berkurang


 Ukur kekuatan otot
 Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
 Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
d. Aktivitas/istirahat
Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada
sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda: Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
19

e. Kardiovaskuler
Gejala: Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
f. Integritas ego
Gejala: Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.Keputusan dan ketidakberdayaan
(situasi ketidakmampuan).Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas
pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain).
g. Makanan/ cairan
Gejala; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/
cairan adekuat: mual, anoreksiaKesulitan untuk mengunyah
Tanda: Penurunan berat badan\Kekeringan pada membran mukosa.
h. Hygiene
Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan
i. Neurosensori
Gejala: Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.
Gejala: Pembengkakan sendi simetris
j. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi).
k. Keamanan
Gejala: Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah
tangga.Demam ringan menetap
Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
l. Interaksi social
Gejala: Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan
peran; isolasi.
m. Riwayat Psiko Sosial
Pasien mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pada
pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena ia merasakan
adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari
20

menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri


klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.

II.2.2 Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan


oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2) Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal, Nyeri,
ketidaknyamanan,
3) Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot
4) Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.

II.2.3 Intervensi Keperawatan

NO. TUJUAN DAN KRITERIA RENCANA TINDAKAN RASIONAL


DX HASIL (INTERVENSI)

1 Setelah dilakukan tindakan  Kaji nyeri, catat lokasi  Membantu dalam


keperawatan selama 2x24 jam dan intensitas (skala 0- menentukan
diharapkan masalah keperawatan 10). Catat faktor-faktor kebutuhan
Nyeri akut/kronis berhubungkan yangmempercepat dan manajemen nyeri
dengan : agen pencedera; distensi tanda-tanda rasa sakit dan keefektifan
jaringan oleh akumulasi cairan/ non verbal. program
proses inflamasi, destruksi sendi  Berikan matras/ kasur  Matras yang
dapat teratasi dengan kriteria hasil: keras, bantal kecil,. lembut/ empuk,
Tinggikan linen tempat bantal yang besar
 Menunjukkan nyeri hilang/
tidur sesuai kebutuhan akan mencegah
terkontrol
pemeliharaan
 Terlihat rileks, dapat
 Tempatkan/ pantau kesejajaran tubuh
tidur/beristirahat dan
21

berpartisipasi dalam aktivitas penggunaan bantal, yang tepat,


sesuai kemampuan. karung pasir, gulungan menempatkan
 Mengikuti program trokhanter, bebat, brace. stress pada sendi
farmakologis yang diresepkan yang sakit.
 Dapat melakukan relaksasi Peninggian linen
sebagai terapi non tempat tidur
farmakologis dengan mandiri menurunkan
tekanan pada sendi
yang
terinflamasi/nyeri
 Mengistirahatkan
sendi-sendi yang
sakit dan
mempertahankan
posisi netral.
Penggunaan brace
dapat menurunkan
nyeri dan dapat
mengurangi
kerusakan pada
sendi

2. Setelah dilakukan tindakan  Evaluasi/ lanjutkan  Tingkat aktivitas/


keperawatan selama 2x24 jam pemantauan tingkat latihan tergantung
diharapkan masalah Kerusakan inflamasi/ rasa sakit pada dari
Mobilitas Fisik berhubungan sendi. perkembangan/
dengan: Deformitas skeletal,  Pertahankan istirahat resolusi dari
Nyeri, ketidaknyamanan dapat tirah baring/ duduk jika proses inflamasi.
teratasi dengan kriteria hasil: diperlukan jadwal  Istirahat sistemik
aktivitas untuk dianjurkan selama
 Mempertahankan fungsi
memberikan periode eksaserbasi akut
posisi dengan tidak
istirahat yang terus dan seluruh fase
hadirnya/ pembatasan
menerus dan tidur malam penyakit yang
22

kontraktur. hari yang tidak penting untuk


 Mempertahankan ataupun terganggu. mencegah
meningkatkan kekuatan  Bantu dengan rentang kelelahan
dan fungsi dari dan/ atau gerak aktif/pasif, mempertahankan
konpensasi bagian tubuh. demikiqan juga latihan kekuatan.
 Mendemonstrasikan resistif dan isometris jika  Mempertahankan
tehnik/ perilaku yang memungkinkan. dapat
memungkinkan melakukan  Ubah posisi dengan meningkatkan
aktivitas sering dengan jumlah fungsi sendi,
personel cukup. kekuatan otot dan
Demonstrasikan/ bantu stamina umum.
tehnik pemindahan dan Catatan : latihan
penggunaan bantuan tidak adekuat
mobilitas, menimbulkan
 Posisikan dengan bantal, kekakuan sendi,
kantung pasir, gulungan karenanya
trokanter, bebat, brace. aktivitas yang
berlebihan dapat
merusak sendi.
 Menghilangkan
tekanan pada
jaringan dan
meningkatkan
sirkulasi.
Memepermudah
perawatan diri dan
kemandirian
pasien. Tehnik
pemindahan yang
tepat dapat
mencegah robekan
abrasi kulit.
 Meningkatkan
23

stabilitas
(mengurangi
resiko cidera) dan
memer tahankan
posisi sendi yang
diperlukan dan
kesejajaran tubuh,
mengurangi
kontraktor.

3. Setelah dilakukan tindakan  Dorong pengungkapan  Memberikan


keperawatan selama 2x24 jam mengenai masalah kesempatan untuk
diharapkan masalah Kerusakan tentang proses penyakit, mengidentifikasi
Mobilitas Fisik berhubungan harapan masa depan. rasa takut/
dengan Gangguan citra Diskusikan arti dari kesalahan konsep
tubuh./perubahan penampilan kehilangan/ perubahan dan
peran berhubungan dengan pada pasien/orang menghadapinya
perubahan kemampuan untuk terdekat. Memastikan secara langsung
melaksanakan tugas-tugas umum, bagaimana pandangaqn  Mengidentifikasi
peningkatan penggunaan energi, pribadi pasien dalam bagaimana
ketidakseimbangan mobilitas memfungsikan gaya penyakit
dapat teratasi dengan kriteria hasil: hidup sehari-hari, mempengaruhi
termasuk aspek-aspek persepsi diri dan
 Mengungkapkan peningkatan
seksual. interaksi dengan
rasa percaya diri dalam
 Diskusikan persepsi orang lain akan
kemampuan untuk menghadapi
pasien mengenai menentukan
penyakit, perubahan pada gaya
bagaimana orang terdekat kebutuhan
hidup, dan kemungkinan
menerima keterbatasan. terhadap
keterbatasan.
 Akui dan terima perasaan intervensi/
 Menyusun rencana realistis
berduka, bermusuhan, konseling lebih
untuk masa depan.
ketergantungan lanjut.
 Perhatikan perilaku  Isyarat verbal/non
menarik diri, penggunaan verbal orang
terdekat dapat
24

menyangkal atau terlalu mempunyai


memperhatikan pengaruh mayor
perubahan pada bagaimana
 Susun batasan pada pasien memandang
perilaku mal adaptif. dirinya sendiri.
Bantu pasien untuk  Nyeri konstan
mengidentifikasi perilaku akan melelahkan,
positif yang dapat dan perasaan
membantu koping marah dan
bermusuhan umum
terjadi.
 Dapat
menunjukkan
emosional ataupun
metode koping
maladaptive,
membutuhkan
intervensi lebih
lanjut.
 Membantu pasien
untuk
mempertahankan
kontrol diri, yang
dapat
meningkatkan
perasaan harga
diri.

4. Setelah dilakukan tindakan  Diskusikan tingkat  Dapat melanjutkan


keperawatan selama 2x24 jam fungsi umum (0-4) aktivitas umum
diharapkan masalah Kurang sebelum timbul awitan/ dengan melakukan
perawatan diri berhubungan eksaserbasi penyakit dan adaptasi yang
dengan kerusakan musculoskeletal
25

penurunan kekuatan, daya tahan, potensial perubahan diperlukan pada


nyeri pada waktu bergerak, depresi yang sekarang keterbatasan saat
dapat teratasi dengan kriteria hasil: diantisipasi ini.
 Pertahankan mobilitas,  Mendukung
 Melaksanakan aktivitas
kontrol terhadap nyeri kemandirian
perawatan diri pada tingkat
dan program latihan. fisik/emosional.
yang konsisten dengan
 Kaji hambatan terhadap  Menyiapkan untuk
kemampuan individual.
partisipasi dalam meningkatkan
 Mendemonstrasikan
perawatan diri. kemandirian, yang
perubahan teknik/ gaya hidup
Identifikasi /rencana akan meningkatkan
untuk memenuhi kebutuhan
untuk modifikasi harga diri.
perawatan diri.
lingkungan  Berguna untuk
 Mengidentifikasi sumber-
menentukan alat
sumber pribadi/ komunitas Kolaborasi:
bantu untuk
yang dapat memenuhi
 Konsul dengan ahli memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
terapi okupasi. kebutuhan

 Atur evaluasi kesehatan di individual.

rumah sebelum pemulangan  Mengidentifikasi

dengan evaluasi setelahnya. masalah-masalah


yang mungkin
dihadapi karena
tingkat kemampuan
actual.
26

BAB III

PENUTUP

III.1 Simpulan

Artritis Reumatoid atau Rematik merupakan suatu penyakit autoimun sistemik


menahun yang proses patologi utamanya terjadi di cairan sinovial. Penderita Artritis
Reumatoid seringkali datang dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-tanda
keradangan sistemik. Baisanya gejala timbul perlahan-lahan seperti lelah, demam,
hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, nyeri,dan kaku sendi. Meskipun
penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan kematian, namun
apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala deformitas/cacat yang
menetap. Selain itu karena penyakit ini bersifat kronis dan sering kambuh, maka
penderita akan mengalami penurunan produktivitas pekerjaan karena gejala dan
keluhan yang timbul menyebabkan gangguan aktivitas fisik, psikologis, dan kualitas
hidup menderita. Meskipun prognose untuk kehidupan penderita tidak
membahayakan, akan tetapi kesembuhan penyakit sukar tercapai. Tujuan pengobatan
adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat mungkin berusaha
menekan aktivitas penyakit tersebut. Tujuan utama dari program terapi adalah
meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah
dan/atau memeperbaiki deformaitas.

III.2 Saran

Diharapkan kepada setiap pembaca memberikan saran dan kritik yang


membangun demi kesempurnaan makalah ini.
27

DAFTAR PUSTAKA

Hasanah, Miftah. 2014. Pola Peresepan Obat pada Manajemen Pasien Artritis
Reumatoid di RSUD Moeloek Kota Bandar Lampung Periode Juli 2012-2013. Universitas
Lampung.

Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika. Jakarta.
2010.
Masyeni, K. A. M. 2018. Rheumatoid Arthritis. Universitas Udayana.

Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi.


Salemba Medika. Jakarta. 2011

Tamher, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan


Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. 2011
28

Anda mungkin juga menyukai