Anda di halaman 1dari 34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 UJI SIFAT FISIK


Uji sifat fisik pada penelitian ini dilakukan terhadap tiga contoh batuan
andesit. Dari hasil perhitungan uji ini akan akan diperoleh sifat-sifat fisik batuan
seperti bobot isi natural (Un), bobot isi kering (Ud), bobot isi jenuh (Us), kandungan air
alamiah (w), porositas batuan (n) dan angka pori (e). Hasil uji sifat fisik yang telah
dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil uji sifat fisik batuan

Kode Un Ud Us w S n
No Litologi 3 3 3
e
Contoh (gr/cm ) (gr/cm ) (gr/cm ) % % %
1 SF 1 Andesit 2,30 2,21 2,41 3,95 46,03 19,75 0,25
2 SF 2 Andesit 2,28 2,24 2,38 1,73 28,00 14,08 0,16
3 SF 3 Andesit 2,32 2,23 2,43 3,79 44,44 19,75 0,25
Rata -rata 2,30 2,23 2,40 3,16 39,49 17,86 0,22

Keterangan : Un = bobot isi alamiah (gr/cm3)


   Ud = bobot isi kering (gr/cm3)
   Us = bobot isi jenuh (gr/cm3)
w = kandungan air alamiah (%)
S = derajat kejenuhan (%)
n = porositas (%)
e = angka pori

Dari Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa nilai sifat-sifat fisik tiga contoh batuan
andesit yang dihasilkan cenderung sama. Hal ini disebabkan karena batuan andesit
merupakan batuan beku aphanetik yang memiliki ukuran butir seragam (<1mm).

49
Besar bobot isi natural hasil penelitian ini mendekati besar bobot isi untuk batuan
andesit menurut Vutukuri dan Lama (1976) yaitu 2,4 – 2.,573 gr/cm3.
Nilai rata-rata porositas contoh batuan adalah 17,86%. Hal ini menunjukkan
bahwa 17,86% dari volume batuan adalah rongga atau celah-celah kecil (pre-existing
cracks) yang dapat mempengaruhi kekuatan batuan. Menurut Price (1960), Kowalski,
(1966) dan Smorodinov (1970), kekuatan batuan akan menurun dengan
meningkatnya porositas suatu batuan (Vutukuri, Lama & Saluja, 1974).

4.2. UJI KECEPATAN RAMBAT GELOMBANG ULTRASONIK


Pada penelitian ini, uji ultrasonik dilakukan untuk semua contoh batuan pada
kondisi alamiahnya sebelum dilakukan pengujian.

Tabel 4.2 Hasil Uji Ultrasonik


Travel
Vp
No Kode Contoh Litologi Time
(m/s)
(Ps)
1 UCS I Andesit 27,80 3617
2 UCS II Andesit 28,80 3486
3 UCS III Andesit 28,30 3505
4 BZ I Andesit 6,10 3628
5 BZ II Andesit 6,50 3531
6 BZ III Andesit 6,90 3244
7 TX KONV I (5 MPa) Andesit 28,60 3434
8 TX KONV II (12.5 MPa) Andesit 30,30 3405
9 TX KONV III (19 MPa) Andesit 30,00 3322
10 TX KONV IV (25 MPa) Andesit 28,30 3423
11 TX KONV V (30 MPa) Andesit 28,70 3446
12 TX KONV VI (5 MPa) Andesit 26,40 3788
13 TX KONV VII (19 MPa) Andesit 27,60 3791
14 TX MS I Andesit 28,00 3555
15 TX MS II Andesit 28,20 3656
Rata -rata 3522

50
Hasil uji ultrasonik dapat mengindikasikan adanya ruang kosong dan rekahan
pada contoh batuan. Cepat rambat gelombang yang kecil mengindikasikan adanya
ruang kosong dan rekahan yang terdapat dalam batuan, sedangkan cepat rambat
gelombang ultrasonik yang tinggi mengindikasikan rapatnya ruang kosong dan
kandungan air yang cukup tinggi dalam contoh batuan (Simangunsong, 1999).
Berdasarkan hasil pengujian kecepatan ultrasonik (Tabel 4.2), dapat dilihat bahwa
nilai kecepatan dari 15 contoh batuan berkisar 3405 m/s – 3790 m/s Kisaran nilai
tersebut menunjukkan adanya keseragaman ukuran butir, bobot isi, porositas dan
kandungan air pada contoh batuan yang akan diuji.

4.3 UJI KUAT TEKAN UNIAKSIAL


Dari tabel 4.3, nilai rata-rata kuat tekan uniaksial adalah 27.08 MPa. Sehingga
dapat diklasifikasikan dalam golongan low strength (Bieniawski, 1973).
Pada penelitian ini, laju pembebanan yang diberikan berkisar 0,14 MPa/s.
Besar laju pembebanan ini masih dalam selang laju pembebanan standar yang
disarankan Horibe (1970) yaitu 0,1 – 1,0 MPa/s. Walaupun tidak masuk ke dalam
selang laju pemnebanan yang disarankan ISRM yaitu 0,5 – 1,0 MPa/s

Tabel 4.3 Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial (UCS)


Laju
Kode Panjang Diameter Vc E Waktu
No Litologi X Pembebanan
Contoh (mm) (mm) (MPa) (GPa) (s) (MPa/s)
1 UCS I Andesite 100,55 44,93 26,50 8,01 0,25 206 0,13
2 UCS II Andesite 100,38 44,92 27,78 8,04 0,24 197 0,14
3 UCS III Andesite 99,20 44,87 29,11 7,61 0,24 186 0,16
Rata-rata 27,80 7,89 0,24 196,33 0,14

Dilihat dari bentuk pecah contoh batu andesit hasil uji kuat tekan uniaksial
(lihat Gambar 4.1 dan Lampiran D), ketiga contoh batu andesit pecah membentuk
tipe belahan arah aksial (axial splitting). Tipe belahan secara aksial ini ditandai oleh

51
sudut pecah (angle of rupture, E) yang searah dengan arah tegangan utama mayor
(V1).Hal ini terjadi karena tidak adanya tegangan geser (W = 0) yang terjadi pada
contoh batuan karena tegangan utama minor (V3) pada uji kuat tekan uniaksial
bernilai nol. Bentuk pecah ini menandakan permukaan contoh batuan yang halus dan
sejajar dan tegak lurus terhadap arah pembebanan, sehingga akan menyebabkan
terbentuknya rekahan yang sejajar sumbu pembebanan oleh tegangan tarik dan
akhirnya menyebabkan batuan hancur.

V1

bidang pecah
searah V1
(E  

Gambar 4.1 Bentuk pecah contoh batu hasil uji kuat tekan uniaksial

4.4 UJI KUAT TARIK TAK LANGSUNG (BRAZILIAN TEST)


Uji kuat tarik tak langsung (Brazilian test) pada penelitian ini memberikan
nilai kuat tarik rata-rata sebesar 3,11 MPa (lihat Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Hasil Uji Kuat Tarik Tak Langsung (Brazilian test)
Kode Vt Waktu Laju Pembebanan
No Litologi L/D
Contoh (MPa) (s) (MPa/s)
1 BZ I Andesite 0,50 2,80 55 0,05
2 BZ II Andesite 0,52 3,27 86 0,04
3 BZ III Andesite 0,50 3,26 88 0,04
Rata -rata 3,11 76,33 0,04

52
Menurut Jumikis (1982), besar kuat tarik batuan adalah ±10% dari kuat
tekannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini. Setelah dibandingkan antara nilai
kuat tarik batuan (Vt) dan kuat tekan (Vc) didapatkan besar kuat tarik batuan adalah
11,1% dari nilai kuat tekan.
Uji Brazilian dianggap valid apabila rekahan yang terbentuk adalah dalam
arah vertikal, berada pada bagian tengah contoh, dan sepanjang sumbu pembebanan
(Vutukuri, Lama & Saluja, 1974). Setelah melihat bentuk pecah hasil uji kuat tarik
tak langsung yang dilakukan pada penelitian ini (lihat Gambar 4.2 dan Lampiran C),
dapat dinyatakan bahwa hasil uji yang dilakukan valid.

bidang pecah
searah F
Gambar 4.2 Bentuk pecah contoh batu hasil uji Brazilian yang searah
dengan sumbu pembebanan

4.5 UJI TRIAKSIAL


Hasil uji triaksial konvensional dan multitahap adalah nilai tekanan
pemampatan (V3), tegangan aksial (V1) saat contoh batuan runtuh dan regangan
aksial (Ha) contoh batuan. Ketiga data hasil pengujian tersebut kemudian dianalisis
menggunakan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb, Bieniawski dan Hoek-Brown.

4.5.1. Hasil Uji Triaksial Metode Konvensional dan Multitahap


Menurut Hoek (2000), untuk menentukan sifat mekanik batuan melalui uji
triaksial diperlukan sekurang-sekurangnya lima contoh batuan. Pada penelitian ini,

53
untuk menetukan sifat mekanik batu andesit, uji triaksial menggunakan tekanan
pemampatan sebesar 5, 12,5, 19, 25 dan 30 MPa. Pada uji triaksial konvensional,
kelima tekanan pemampatan tersebut dilakukan pada tujuh contoh batuan. Pada
awalnya uji triaksial konvensional hanya menggunakan lima contoh batuan, namun
kemudian ditambahkan dua contoh batuan dengan memberikan tekanan pemampatan
yang dipilih secara acak dari tekanan pemampatan pada lima contoh batuan
sebelumnya. Hasil pengujian triaksial metode konvensional dapat dilihat dari Tabel
4.5

Tabel 4.5 Hasil Uji Triaksial Konvensional


No Kode contoh ı3 (MPa) ı1(MPa) E GPa) D (...°)
1 TX Konv I 62,48 6,1 39
5
2 TX Konv VI 75,06 7,07 43
3 TX Konv II 12,5 100,21 8,08 37
4 TX Konv III 142,60 8,9 38
19
5 TX Konv VII 130,02 8,34 39
6 TX Konv IV 25 153,10 8,47 36
7 TX Konv V 30 180,09 8,75 6
Keterangan: D Sudut post-peak behaviour

Nilai modulus Young (E) didapatkan dengan menggunakan persamaan 4.1


pada kurva tegangan regangan TX konvensional. Sedangkan sudut post-peak
behaviour (D didapatkan dari besar sudut kurva tegangan-regangan setelah batuan
runtuh (lihat Gambar 4.3).
Tabel 4.5 memperlihatkan contoh batuan dengan tekanan pemampatan yang
sama akan memberikan tekanan pemampatan yang berbeda. Hal ini disebabkan
karena keheterogenan contoh batuan.

ǻ(ı1 - ı3 )
E= ...........................................................................................(4.1)
ǻİ a

54
Keterangan : ı3 = Tegangan lateral (MPa)
ı1 = Tegangan aksial (MPa)
İa = Regangan aksial (%)

(*) (#)

Gambar 4.3 Kurva tegangan regangan triaksial konvensional

Triaksial metode multitahap menggunakan dua contoh batuan andesit. Hasil


pengujian triaksial metode multitahap dapat dilihat dari Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Uji Triaksial Multitahap


MS I MS II
No. ı3 (MPa)
ı1 (GPa) E (GPa) ı1 (GPa) E (GPa)

1 5,00 63,14 8,15 69,77 8,7


2 12,50 93,13 8,84 99,89 8,5
3 19,00 121,55 8,57 126,85 8,7
4 25,00 142,07 8,11 150,63 6,5
5 30,00 162,59 8,15 166,49 8,14

55
Nilai (pada Tabel 4.6 didapatkan dengan menggunakan persamaan 4.1 pada
kurva tegangan regangan hasil penujian triaksial metode multitahap (Gambar 4.4 dan
Gambar 4.5).
Berdasarkan bentuk pecah (rupture) contoh batu andesit hasil uji triaksial
konvensional maupun multitahap (lihat Gambar 4.6, Lampiran E dan F), semua
contoh batu andesit pecah membentuk tipe hancuran geser. Hal ini menandakan
hadirnya tegangan geser (W  0) pada contoh batuan, karena pengaruh diberikannya
tegangan utama minor (V3) pada pengujian triaksial.

Gambar 4.4 Bentuk pecah contoh batu hasil uji triaksial


a. Metode Konvensional
b. Metode Multitahap

56
(+)

Gambar 4.5 Kurva Tegangan-Regangan TX MS I

(+)

Gambar 4.6 Kurva Tegangan-Regangan TX MS II

57
4.5.2 Pengaruh Tekanan Pemampatan (V3) Terhadap Perilaku Batuan dan
Modulus Young

4.5.2.1 Pengaruh tekanan pemampatan (V3) terhadap perilaku contoh batuan


andesit
Seperti yang telah ditulis pada Bab II, Von Karman (1911 telah mengadakan
penelitian tentang pengaruh tekanan pemampatan terhadap perilaku batuan. Mereka
menyimpulkan kenaikan tekanan pemampatan akan menyebabkan semakin besarnya
tegangan puncak (peak) dan perilaku batuan yang lebih ductile. Hal ini sesuai dengan
hasil yang didapatkan dari penelitian ini. Kurva tegangan regangan uji triaksial
konvensional (Gambar 4.3) memperlihatkan tegangan puncak contoh batuan semakin
besar pada setiap kenaikan tekanan pemampatan.
Perilaku ductile dari contoh batuan dapat dilihat dari besar sudut post-peak
behaviour (D Prassetyo (2008) yang melakukan pengujian triaksial pada batuan
pasir, mengemukakan bahwa semakin tinggi tekanan pemampatan, sudut post-peak
behaviour (D) akan semakin kecil karena batuan akan berperilaku semakin ductile.
Gambar 4.3 dan Tabel 4.5 memperlihatkan sudut post-peak behaviour cenderung
semakin kecil seiring dengan naiknya tekanan pemampatan. Sehingga dapat
disimpulkan pada penelitian ini contoh batuan berprilaku lebih ductile seiring dengan
kenaikan tekanan pemampatan.
Gambar 4.3 menunjukan pada tekanan pemampatan 5 MPa, 12,5 MPa dan 19
MPa uji triaksial konvensional terjadi deformasi kecil dengan penurunan tegangan
secara tiba-tiba dengan tingkat regangan berkisar 1,5 – 1,9% (lihat tanda (*)).
Sedangkan pada tekanan pemampatan 25 MPa dan 30 MPa, tingkat regangan yang
yang terjadi berkisar 2,7 – 2,9% (lihat tanda (#)) dengan penurunan tegangannya
yang lambat. Pada diagram skematik brittle-ductile transition (Gambar 2.10), Griggs
dan Handin menunjukkan bahwa perilaku brittle terjadi pada tingkat regangan 1 –
5%, perilaku transisi terjadi pada tingkat regangan 2 – 8% dan perilaku ductile terjadi

58
pada tingkat regangan >10%. Setelah membandingkan bentuk pecah triaksial
konvensional (Gambar 4.6.a dan Lampiran E), tingkat regangan pada kurva
tegangan-regangan (Gambar 4.3) dengan diagram skematik brittle-ductile transition
(Gambar 2.10), perilaku contoh batuan pada uji triaksial konvensional adalah transisi
dari brittle ke ductile.
Untuk uji triaksial metode multitahap, tingkat regangan yang terjadi sekitar
2,7% (lihat tanda (+) pada Gambar 4.4 dan 4.5) dengan tipe pecah hancuran geser
(lihat Gambar 4.6.b dan Lampiran F). Berdasarkan perbandingan bentuk pecah,
tingkat regangan dengan diagram skematik brittle-ductile transition, perilaku contoh
batuan pada uji triaksial multitahap sama dengan perilaku contoh batuan uji triaksial
konvesional yaitu transisi dari brittle ke ductile.

4.5.2.2 Pengaruh tekanan pemapatan (V3) terhadap modulus young (E)


Untuk melihat pengaruh tekanan pemampatan pada triaksial konvensional dan
multitahap terhadap modulus Young dilakukan regresi dengan menggunakan data
hasil pengujian (Tabel 4.5 dan 4.6).
Gambar 4.7 memperlihatkan nilai modulus Young pada uji triaksial metode
konvensional meningkat secara logaritmik seiring naiknya tekanan pemampatan. Hal
ini sesuai dengan disampaikan Pagoulatus (2004) pada penelitian terhadap batu pasir
Berea, bahwa nilai E akan meningkat seiring naiknya nilai tekanan pemampatan.
Berbeda dengan triaksial konvensional, modulus Young pada triaksial multitahap
cenderung turun seiring naiknya tekanan pemampatan. Namun jika diperhatikan, nilai
modulus Young dari metode ini konstan pada kisaran 8 sampai 8,9 GPa. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Kwanieski (1990) dan Prassetyo (2008), bahwa nilai
modulus Young cenderung konstan terhadap kenaikan tekanan pemampatan. Hasil
penelitian Pagoulatos (2004), Kwanieski (1990) dan Prassetyo (2008) tentang
pengaruh tekanan pemampatan terhadap modulus Young dapat dilihat pada Lampiran
G. Berubahnya nilai modulus Young ini mungkin disebabkan karena pada triaksial

59
multitahap batuan telah mengalami deformasi pada fase sebelumnya. Untuk
mengetahui pengaruh tekanan pemampatan terhadap modulus Young pada uji
triaksial multitahap disarankan melakukan penelitian lebih lanjut.

10

9
E (GPa)

6 TX MS I
TX MS II
TX Konvensional
5
0 5 10 15 20 25 30 35
V3 (MPa)

Gambar 4.7 Kurva regresi pengaruh tekanan pemampatan (V3) terhadap


modulus Young (E) pada uji triaksial konvensional dan multitahap

4.6 KRITERIA KERUNTUHAN


Kriteria keruntuhan yang digunakan untuk mengevaluasi hasil pengujian
triaksial metode konvensional dan multitahap adalah kriteria keruntuhan teoritis
Mohr-Coulomb, kriteria keruntuhan empiris Bieniawski I dan II, dan kriteria
keruntuhan empirik Hoek-Brown.

4.6.1 Kriteria Keruntuhan Teoritis Mohr-Coulomb


Ekspresi utama dari kriteria keruntuhan teoritis Mohr-Coulomb adalah
memperkirakan kekuatan batuan secara linier. Untuk mendapatkan kriteria

60
keruntuhan Mohr-Coulomb, data-data V1 dan V3 tiap contoh batuan hasil uji triaksial
konvensional dan multitahap (Tabel 4.5 dan 4.6) diplot ke dalam kurva kuat geser-
tegangan normal sehingga didapatkan selubung kekuatan batuan., nilai kohesi (C),
sudut geser dalam (I), kuat tekan batuan (Vc) dan kuat tarik batuan (Vt).

4.6.1.1 Triaksial konvensional


Dari hasil pengujian tujuh contoh batuan, didapatkan empat variasi selubung
kekuatan batuan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb (lihat Tabel 4.7). Rekapitulasi
Uji Triaksial Konvensional berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb dapat dilihat pada
Tabel 4.7. Sedangkan bentuk selubung kekuatan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb
dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Lampiran E1.

Tabel 4.7 Variasi Uji Triaksial Konvensional


Contoh batuan yang digunakan
No Variasi V3 (MPa)
5 12,5 19 25 30
1 Variasi I TX Konv I TX Konv II TX Konv III TX Konv IV TX Konv V
2 Variasi II TX Konv VI TX Konv II TX Konv III TX Konv IV TX Konv V
3 Variasi III TX Konv I TX Konv II TX Konv VII TX Konv IV TX Konv V
4 Variasi IV TX Konv VI TX Konv II TX Konv VII TX Konv IV TX Konv V

Nilai kuat tekan (Vc) dan kuat tarik (Vt) pada kriteria keruntuhan Mohr-
Coulomb didapatkan dengan menggunakan persamaan 4.2 dan 4.3.
2c cos I
Vc ...............................................................................................(4.2)
1  sin I
2c cosI
Vt ................................................................................................(4.3)
1  sin I

61
Tabel 4.8 Rekapitulasi Uji Triaksial Konvensional berdasarkan kriteria
Mohr-Coulomb

Variasi Hasil Uji


No ıt (MPa) ıc (MPa) c (MPa) I (...°)
TX Konvensional
1 Variasi I 9,3 42,9 10 40,2
2 Variasi II 12,6 53,2 13 38
3 Variasi III 8,8 40,8 9,5 40,1
4 Variasi IV 12,2 51,1 12,5 37,9
Rata -rata 10,7 47 11,2 39

Tabel 4.7 memperlihatkan hasil uji triaksial konvensional berdasarkan kriteria


keruntuhan Mohr-Coulomb pada contoh batuan andesit dengan kondisi alamiahnya,
memberikan nilai kohesi (C) berkisar 9,5-13 MPa, nilai sudut geser dalam (I)
berkisar 37.9R40,2R Seperti yang telah disebutkan pada awal subbab ini, perbedaan
nilai kohesi dan sudut geser dalam mungkin disebabkan oleh pengaruh keheterogenan
contoh batuan yang digunakan dalam pengujian triaksial konvensional.
Seperti halnya nilai kohesi dan sudut geser dalam kriteria keruntuhan Mohr-
Coulomb memberikan nilai kuat tekan Vc) berkisar 42,9-53,2 MPa dan nilai kuat
tarik  Vt) berkisar 8,8-12,6 MPa. Nilai Vc dan Vt dari estimasi kriteria Mohr-
Coulomb berbeda cukup besar dengan hasil pengujian laboratorium (lihat Tabel 4.3
dan 4.4) yaitu Vc sebesar 27,8 MPa dan Vt sebesar 3,1 MPa.
Dengan memperhatikan perbedaan nilai sifat mekanik antara keempat variasi
hasil pengujian pada Tabel 4.7, maka dapat disimpulkan bahwa kriteria keruntuhan
Mohr-Coulomb pada penelitian ini sensitif terhadap keheterogenan contoh batuan
yang akan diuji. Penambahan dua contoh batuan dengan menggunakan tekanan
pemampatan 5 MPa dan 19 MPa yang menghasilkan besar tekanan aksial yang
berbeda dari sebelumnya (lihat Tabel 4.5) terbukti mempengaruhi hasil perhitungan
pada kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb.

62
4.6.1.2 Triaksial multitahap
Penentuan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb pada uji triaksial multitahap
didapatkan dengan menggunakan data dari Tabel 4.6. Hasil uji triaksial multitahap
berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb dapat dilihat pada Tabel 4.8. Untuk
selubung kekuatan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb triaksial multitahap dapat
dilihat pada Gambar 4.9 dan Lampiran F.
Tabel 4.8 memperlihatkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb memberikan
nilai nilai sudut geser dalam (I) yang hampir sama yaitu sekitar 36R Sedangkan nilai
kohesi (C), kuat tarik  Vt), dan nilai kuat tekan Vc), kriteria Mohr-Coulomb
memberikan nilai yang berbeda, terutama pada nilai kuat tekan batuan yaitu dengan
perbedaan sekitar 8 MPa.
Sama dengan hasil yang dicapai uji triaksial konvensional, estimasi nilai kuat
tekan Vc) dan nilai kuat tarik  Vt) berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb berbeda
dengan hasil yang didapatkan hasil pengujian laboratorium.

Tabel 4.9 Rekapitulasi Uji Triaksial Multitahap berdasarkan kriteria


Mohr-Coulomb

Hasil Uji TX
No ıt (MPa) ıc (MPa) c (MPa) I (...°)
Multitahap
1 TX MS I 11 43,9 11 36,7
2 TX MS II 13 51 12,9 36,4
Rata -rata 12 47,4 11,9 36,5

63
200

180

160
SHEAR STRESS (MPa)

140

120

100

80

60

40

20

0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

NORMAL STRESS (MPa)

Gambar 4.8 Kurva tegangan geser (W3) - tegangan geser (V3) variasi IV

200

180

160

140
SHEAR STRESS (MPa)

120

100

80

60

40

20

0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

NORMAL STRESS (MPa)

Gambar 4.9 Kurva tegangan geser (W3) - tegangan geser (V3) uji triaksial
Multitahap II

64
4.6.1.3 Perbandingan hasil triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan
kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb
Perbandingan dilakukan untuk melihat sejauh mana perbedaan hasil yang
didapatkan antara triaksial konvensional dan multitahap. Untuk membandingkannya,
maka digunakan nilai rata-rata sifat atau parameter mekanik antara kedua kedua
metode (Tabel 4.7 dan 4.8) yang dapat dilihat pada Tabel 4.9. Gambar 4.10 dan
Gambar 4.11 akan memperlihatkan hasil yang dicapai kedua metode berdasarkan
kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb. Gambar 4.10 didapatkan dengan menggunakan
modifikasi persamaan 2.13 yang dapat ditulis menjadi persamaan 4.4. sedangkan
Gambar 4.11 merupakan gambar yang memperlihatkan selubung kekuatan batuan uji
triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Couomb
pada kurva tegangan geser-tegangan normal.

ı 1
1  k ı 3 …………………………………...........................…………..(4.4)
ı c ı c

1  sin I
k ………………………………..……………………………….(4.5)
1  sin I
Keterangan : k = kostanta dari kemiringan garis antara V1dan V3

Tabel 4.10 Nilai sifat mekanik rata-rata Uji Triaksial Konvensional dan
Multitahap berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb

Parameter
Kriteria Hasil Uji Laboratorium
Keruntuhan Vc Vt C I
Vc & Vt Lab 27,8 3,1 - -
Mohr- Triaksial Konvensional rata-rata 47,0 10,7 11,2 39,0
Coulomb Triaksial Multitahap rata-rata 47,4 12,0 11,9 36,5

Berdasarkan Tabel 4.9, nilai rata-rata kohesi (C) uji triaksial multitahap
cenderung lebih besar dari nilai rata-rata kohesi (C) hasil uji triaksial konvensional.

65
Perbedaan nilai rata-rata ini berkisar 0,7 MPa atau sebesar 6,2%. Sebaliknya untuk
nilai rata-rata sudut geser dalam (I) uji triaksial multitahap lebih kecil dari nilai rata-
rata sudut geser dalam (I) uji triaksial konvensional yaitu dengan perbedaan sebesar
2,5o atau sebesar 6.3%. Pada kriteria Mohr-Coulomb, perbedaan besar sudut geser
dalam akan menyebabkan selubung kekuatan uji triaksial multitahap lebih landai dari
uji triaksial konvensional (lihat Gambar 4.11).
Perbedaan nilai kohesi dan sudut geser dalam uji triaksial multitahap terhadap
uji triaksial konvensional mungkin disebabkan karena tekanan pemampatan bertahap
yang diberikan pada contoh batuan selama pengujian triaksial multitahap. Keadaan
ini akan membuat contoh batuan terkompresi secara kontinyu sehingga akan
menyebabkan kekompakan antarbutirnya meningkat seiring penurunan kekuatan
batuan. Hal ini akan menghasilkan selubung kekuatan mohr-coulomb triaksial
multitahap akan menjadi lebih landai daripada triaksial konvensional. Penurunan
kekuatan batuan pada uji triaksial multitahap pada penelitian ini juga dapat dilihat
dari Gambar 4.10. Terjadinya penurunan kekuatan pada triaksial multitahap
disebabkan karena contoh batuan saat menerima tekanan pemampatan pada tahap
selanjutnya, sudah dalam keadaan tepat akan runtuh akibat tekanan pemampatan
sebelumnya. Namun dipaksa untuk menerima tekanan pemampatan yang lebih tinggi
secara bertahap sehingga kekuatannya berkurang.
Penurunan kekuatan ini juga dapat dilihat dari hasil penelitian uji triaksial
multitahap pada batu pasir oleh Pagaolatos (2004), Boediman (2007), Prassetyo
(2008). Boediman dan Prassetyo menggunakan metode yang sama dengan penelitian
ini, yaitu penggunaan pembebanan aksial sebagai kontrol penentuan titik penghentian
pemampatan tiap siklus, memperlihatkan terjadinya penurunan kekuatan batuan pada
triaksial multitahap. Sama dengan hasil yang didapatkan dari penelitian ini,
penurunan tersebut terlihat dari turunnya besar sudut geser dalam (I) dan naiknya
kohesi batuan (lihat Tabel 4.10). Sedangkan Pagaolatos, yang menggunakan metode
volumetrik strain sebagai kontrol penetuan titik penghentian pemampatan tiap siklus,

66
memperlihatkan penurunan kekuatan batuan triaksial multitahap terhadap triaksial
konvensional terindikasi dengan turunnya kohesi sebesar 6,8% (lihat Tabel 2.2). Kim
& Ko (1975) menunjukkan terjadinya penurunan kekuatan puncak akibat pengaruh
rheologi yang dimiliki oleh contoh batuan. Contoh batuan yang memiliki perilaku
ductile akan lebih mudah diprediksi kekuatan runtuh-nya dibandingkan dengan
contoh batuan yang memiliki perilaku brittle sehingga nilai sudut geser dalam yang
diperoleh lebih kecil dan sebaliknya kohesi lebih besar dibandingkan dengan yang
diperoleh dengan uji triaksial konvensional.
Estimasi nilai kuat tekan Vc) dan nilai kuat tarik  Vt) berdasarkan kriteria
Mohr-Coulomb dari triaksial konvensional dan multitahap memberikan nilai yang
lebih besar dari hasil yang didapatkan hasil pengujian laboratorium (lihat Tabel 4.3,
4.4, dan 4.9). Berdasarkan perbandingan ini dapat disimpulkan bahwa nilai kuat tekan
dan nilai kuat tarik pada penelitian ini tidak bisa diprediksi dengan menggunakan
kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb. Hal ini sama dengan hasil penelitian Boediman
(2007) dan Prassetyo (2008), bahwa nilai kuat tekan dan kuat tarik prediksi kriteria
Mohr-Coulomb jauh lebih besar dari hasil dari pengujian Laboratorium. Hal ini
disebabkan karena kriteria Mohr-Coulomb memperkirakan kekuatan batuan secara
linier. Meskipun hasil uji triaksial telah menunjukan kekuatan batuan tidak linier.
kekuatan batuan yang linier berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb pada penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 4.10. Garis yang linier pada Gambar 4.10 akan
menyebabkan prediksi kuat tekan dan kuat tarik lebih besar.

67
Tabel 4.11 Rekapitulasi hasil Uji Triaksial Konvensional dan Multitahap
berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb penelitian Boediman (2007) dan
Prassetyo (2008) pada batu pasir

Hasil Uji Boediman (2007) Prassetyo (2008)


Kriteria Laboratorium
Keruntuhan Vc Vt C I Vc Vt C I
Vc dan Vc Lab 24,3 - - - 38,7 3,75 - -
Triaksial
29,6 5,4 6,3 44,0 30,6 6,5 8,4 32,0
Mohr- Konvensional
Coulomb Triaksial
33,5 6,9 7,6 41,0 30,0 10,0 9,1 28,5
Multitahap

200

175

150
ı1 (MPa)

125

100

75

50
TX Konvensional
TX MS
25 Linear (MC TX Konv rata-rata)
Linear (MC TX MS Rata-rata)
0
-15 -5 5 15 25 35
ı3 (MPa)
Gambar 4.10 Kurva tegangan utama uji triaksial konvensional dan
multitahap berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb

68
Gambar 4.11 Kurva tegangan geser-tegangan normal uji triaksial
konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria Mohr-Coulomb

4.6.2 Kriteria Keruntuhan Empiris Bieniawski


Bieniawski (1974) menyatakan bahwa kekuatan batuan merupakan fungsi dari
tegangan utama maksimum (V1) dan tegangan utama minimum (V3) serta memandang
pada kenyataan eksperimentasi bahwa hubungan antara V1 danV3 cenderung
membentuk kurva yang cekung ke bawah. Bentuk hubungan tersebut dapat
dirumuskan menjadi kriteria I. Bieniawski merumuskan kriteria II sebagai tindak
lanjut dari kenyataan bahwa batuan hancur karena bekerjanya tegangan geser
maksimum dan tegangan normal maksimum pada bidang runtuh.
Persamaan kedua kriteria keruntuhan Bieniawski (persamaan 2.17 dan 2.18)
dapat dituliskan kembali menjadi persamaan 4.6 dan 4.7.
k
V ªV º
1. KRITERIA I : 1 A« 3 » + 1 ...............................................(4.6)
Vc ¬V c ¼

69
c
W ªV º
2. KRITERIA II : m B « m » + 0,1 ...........................................(4.7)
Vc ¬V c ¼

Untuk menyelesaikan persamaan Kriteria I dan II Bieniawski, persamaan


kriteria keruntuhan 4.6 dan 4.7 dapat ditulis dalam persamaan linier 4.8 dan 4.9.
§V · §V ·
Log ¨¨ 1  1¸¸ LogA  kLog ¨¨ 3 ¸¸ ……..………………………….……(4.10)
©Vc ¹ ©Vc ¹
§W · §V ·
Log ¨¨ m  0,1¸¸ LogB  cLog ¨¨ m ¸¸ ……………………......………….(4.9)
©Vc ¹ © Vc ¹

§V · §V · §W · §V ·
Nilai Log ¨¨ 1 1¸¸ dan Log ¨¨ 3 ¸¸ atau Log ¨¨ m  0,1¸¸ dan Log ¨¨ m ¸¸
©Vc ¹ ©Vc ¹ ©Vc ¹ © Vc ¹
dinyatakan sebagai variabel yang tidak tetap dalam sumbu koordinat (x, y), sehingga
konstanta A, k, B dan c dapat ditentukan. Nilai kuat tekan batuan (Vc) yang
digunakan pada persamaan 4.8 dan 4.9 berasal dari kuat tekan rata-rata hasil
pengujian laboratorium (Tabel 4.3). Hasil plot dan regresi linier kriteria Bieniawski I
dan II pada penelitian ini dapat dilihat poada Lampiran E dan F.
Untuk melihat tingkat kepercayaan dari kriteria keruntuhan empiris pada
penelitian ini, dapat digunakan selang tingkat kepercayaan Locker (1973), yang
dirumuskan melalui penelitian mengenai sifat-sifat petrografis dan teknik batuan
berbutir halus di Central Alberta .

Tabel 4.12 Selang tingkat kepercayaan (Locker, 1973)


r r2 Tingkat kepercayaan
0,35 - 0,50 0,13 - 0,25 rendah
0,50 - 0,71 0,25 - 0,50 cukup
0,71 - 1,00 0,50 - 1,00 tinggi

70
4.6.3.1 Triaksial konvensional
Dengan menggunakan data awal yang sama dengan kriteria Mohr-Coulomb
yaitu hasil pengujian tujuh contoh batuan andesit (Tabel 4.7), Hasil perhitungan
regresi linier (Lampiran E) dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.13 Rekapitulasi hasil uji triaksial konvensional berdasarkan


kriteria Bieniawski
Bieniawski I Bieniawski II
Kode Contoh 2
A k r B c r2
Variasi I 4,71 0,75 0,97 0,91 1,05 1,00
Variasi II 4,98 0,65 0,97 0,92 1,05 1,00
Variasi III 4,51 0,73 0,98 0,91 1,05 1,00
Variasi IV 4,83 0,64 0,98 0,92 1,05 1,00
Rata-Rata 4,76 0,70 0,97 0,91 1,05 1,00

Tabel 4.9 memperlihatkan nilai r2 hasil pengolahan uji triaksial konvensional


berdasarkan kriteria Bieniawski diatas 0,97. Nilai ini menurut Locker (1973) berada
pada kategori tingkat kepercayaan tinggi.
Nilai konstanta k pada kriteria I Bieniawski hasil pengujian triaksial
konvensional berkisar 0,64-0,75. hal ini mendekati nilai kostanta k menurut Yudbhir
(1983), yaitu berkisar antara 0,65-0,75. Sedangkan nilai konstanta A hasil pengujian
triaksial konvensional ini berkisar antara 4,51-4,98. Nilai ini hampir sama dengan
nilai kostanta A batuan beku seperti Norit, Granit dan Quartzdiorit (Lihat Tabel 2.5
dan 2.6).
Nilai kostanta c yang dihasilkan keempat variasi hasil uji triaksial
konvensional lebih besar dari nilai ditetapkan Bieniawski. Namun perbedaaan yang
terjadi tidak terlalu besar, nilai c yang didapatkan lebih besar sekitar 10,5% dari
nilai yang ditetapkan Bieniawski yaitu 0,9. Keempat variasi hasil pengujian trisaksial
konvensional memberikan nilai kostanta B hampir sama yaitu berkisar 0,91.

71
4.6.3.2 Triaksial Multitahap
Sama seperti triaksial konvensional, data awal yang digunakan berasal dari
hasil percobaan laboratorium. Hasil perhitungan dari regresi linier (Lampiran F)
dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.14 Rekapitulasi hasil uji triaksial multitahap berdasarkan


kriteria Bieniawski
Bieniawski I Bieniawski II
Kode Contoh 2
A k r B c r2
Triaksial Multistage I 4,46 0,75 1,00 0,911 1,054 1,00
Triaksial Multistage II 4,65 0,67 1,00 0,914 1,050 1,00
Rata-Rata 4,56 0,71 1,00 0,91 1,05 1,00

Tabel 4.13 memperlihatkan nilai r2 menurut Locker (1973) berada pada


kategori tingkat kepercayaan tinggi. Untuk nilai konstanta k masih berada dalam
selang konstanta k yang disebutkan oleh Yudbhir pada tahun 1983.
Nilai konstanta A hasil pengujian triaksial multithap berkisar antra 4,46-4,65.
Sama halnya dengan hasil triaksial konvensional, nilai ini hampir sama dengan nilai
kostanta A batuan beku seperti Norit, Granit dan Quartzdiorit (Lihat Tabel 2.5 dan
2.6). Nilai B dan c yang didapatkan sama dengan nilai yang didapatkan dari hasil uji
triaksial konvensional.

4.6.3.3 Perbandingan hasil triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan


kriteria keruntuhan Bieniawski I dan II
Perbandingan dilakukan dengan menggunakan cara yang sama dengan kriteria
Mohr-Coulomb. Nilai rata-rata sifat mekanik antara kedua kedua metode (Tabel 4.12
dan 4.13) yang dapat dilihat pada Tabel 4.14.

72
Tabel 4.14 memperlihatkan, baik metode konvensional maupun multitahap,
nilai B, c dan k rata-rata yang dihasilkan masing-masing berada pada kisaran nilai
yang sama.
Tabel. 4.15 Nilai sifat mekanik rata-rata Uji Triaksial Konvensional dan
Multitahap berdasarkan kriteria Bieniawski I dan II
Bieniawski I Bieniawski II
Triaksial
A k B c
TX Konvensional rata-rata 4,76 0,70 0,91 1,05
TX Multitahap rata-rata 4,56 0,71 0,91 1,05

Nilai konstanta A triaksial multitahap rata-rata lebih kecil 0,2 atau 4.2% dari
triaksial konvensional rata-rata. Gambar 4.12 memperlihatkan interpretasi kekuatan
batuan kriteria keruntuhan Bieniawski I, dapat dilihat kurva uji triaksial multitahap
lebih landai dari kurva hasil uji triaksial konvensional. Hal ini mengindikasikan
terjadinya penurunan kekuatan batuan pada triaksial multitahap akibat dilakukannya
pembebanan bertahap. Penurunan ini disebabkan karena nilai konstanta A triaksial
multitahap lebih kecil dari triaksial konvensional sehingga kurva kekuatan triaksial
multitahap pada tegangan utama lebih landai dari triaksial konvensional. Dapat
disimpulkan bahwa konstanta A mengekspresikan kekuatan batuan, semakin kecil
nilai konstanta A maka kekuatan batuan akan semakin rendah. Hal ini juga
diperlihatkan dari penelitian Prassetyo (2008) pada batu pasir, nilai konstanta A untuk
uji triaksial multistage lebih kecil dari uji triaksial konvensional (lihat Tabel 4.15).
Dengan menggunakan kondisi Vt = -V3, ketika V1=0 pada persamaan 4.6,
Maka akan diperoleh besar nilai kuat tarik batuan. Setelah dilakukan perhitungan,
didapatkan nilai kuat tarik estimasi kriteria Bieniawski pada triaksial multitahap dan
konvensional masing-masing sebesar 3,3 MPa dan 3 MPa. Kedua nilai ini mendekati
hasil uji kuat tarik tak laksung pada Laboratorium yaitu 3,1 MPa. Sehingga dapat
disimpulkan kuat tarik batuan andesit pada penelitian ini dapat diperkirakan dengan
mengggunakan kriteria Bieniawski. Sedangkan untuk menentukan nilai kuat tekan,

73
pada kriteria Bieniawski I dilakukan pendekatan dengan metode grafis dan iterasi
(lihat Lampiran E dan F) menggunakan data V1 dan V3 hasil uji triaksial. Metode
grafis memberikan nilai kuat tekan triaksial multitahap dan konvensional masing-
masing 25,5 MPa dan 33 MPa. Untuk metode iterasi diberikan batas nilai untuk
konstanta A dan k. Batas tersebut diambil berdasarkan nilai maksimal masing-masing
konstanta yaitu nilai 5 untuk A dan 0,75 untuk k. Jika diantara nilai tersebut tercapai
maka iterasi dihentikan, dan nilai kuat tekan pada saat kondisi ini adalah nilai kuat
tekan estimasi kriteria Bieniawski I. Setelah dilakukan iterasi didapatkan nilai kuat
tekan estimasi kriteria Bieniawski pada triaksial multitahap dan konvensional
masing-masing sebesar 30,8 MPa dan 29,6 MPa. Nilai kuat tekan dari kedua metode
ini mendekati nilai kuat tekan hasil uji Laboratorium yaitu 27,8 MPa.
Berdasarkan selang kepercayaan (r2) diatas 0,97 dan hasil analisis, dapat
disimpulkan bahwa kriteria keruntuhan empiris Bieniawski I dan II dapat digunakan
untuk dapat digunakan untuk menentukan kriteria keruntuhan batuan andesit hasil uji
triaksial multitahap pada penelitian ini.

Tabel 4.16 Rekapitulasi hasil Uji Triaksial Konvensional dan Multitahap


berdasarkan kriteria Bieniawski I pada batu pasir (Prassetyo, 2008)
Bieniawski I
Triaksial
A k
TX Konvensional 3,4 1,36
TX Multitahap 3 1.4

74
200

175

150
ı1 (MPa)

125

100

75

50
TX Konvensional
25 TX MS
Poly. (B I TX Konv rata-rata)
Poly. (B I TX MS Rata-rata)
0
-15 -5 5 15 25 35
ı3 (MPa)

Gambar 4.12 Interpretasi kekuatan batuan hasil pengujian triaksial


konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria keruntuhan
Bieniawski I

4.6.3 Kriteria Keruntuhan Empiris Hoek-Brown


Untuk mengevaluasi hasil uji triaksial dan multitahap berdasarkan kriteria
empiris Hoek-Brown dapat menggunakan persamaan 2.19. Persamaan tersebut dapat
dituliskan kembali kedalam persamaan 4.12.
0,5
§ ı' ·
ı'1 = ı'3 + ı ci ¨ m 3 +1¸ ……………....…………....…………………(4.10)
© ı ci ¹

Dengan melakukan modifikasi sederhana, persamaan 4.10 dapat ditulis dalam


persamaan 4.11.
V1 - V3)2 = Vc2 + mVcV3 ............................................................................(4.11)

75
Persamaan 4.11 dapat diubah menjadi persamaan linier 4.12.
Y = A + Bx ...............................................................................................(4.12)

Keterangan : Y = V1 - V3)2
X = V3
A = Vc2
B = mVc
Dengan menggunakan data V1 dan V3 dari Tabel 4.6 untuk triaksial
konvensional dan Tabel 4.5 untuk triaksial multitahap, nilai X dan Y dari persamaan
4.14 diplot kedalam sumbu koordinat (x,y) sehingga didapatkan suatu persamaan
linier.

4.6.3.1 Triaksial konvensional


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, untuk mengevaluasi hasil uji
triaksial konvensional berdasarkan kriteria Hoek-Brown data V1 dan V3 dari Tabel 4.6.
Hasil plot data dan regresi linier dapat dilihat pada Lampiran E.
Nilai parameter m dan Vc dihitung dari hasil regresi linier dengan
menggunakan persamaan 4.12. Sedangkan nilai sudut geser dalam (I) dan kohesi (C)
dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.13 dan 4.14 (Hoek & Brown,
2002).

ª 6am( s  mV 3' n ) a 1 º
I sin 1 « a 1 »
.........................................(4.15)
¬ 2(1  a )(2  a )  6am( s  mV 3n ) ¼
'

V ci >(1  2a ) s  (1  a)mV 3' n @( s  mV 3' n ) a 1


c '
........................(4.16)
(1  a)(2  a) 1  (6am( s  mV 3' n ) a 1 /((1  a)(2  a))

Keterangan : V 3n V 3 max / V ci

76
Tabel 4.17 Rekapitulasi uji triaksial konvensional berdasarkan kriteria
Hoek-Brown
Hoek & Brown
Variasi Hasil Uji TX
No Vc Vt C
Konvensional m I(…o) r2
(MPa) (MPa) (MPa)
1 Variasi I 23,6 28,1 1,2 9,9 40,4 0,96
2 Variasi II 25,5 27,2 1,1 9,9 40,8 0,96
3 Variasi III 24,7 26,8 1,1 9,8 40,4 0,97
4 Variasi IV 24,4 27,2 1,1 9,8 40,5 0,96
Rata-rata 24,5 27,3 1,1 9,8 40,5 0,96

Berdasarkan Tabel 4.16, kriteria keruntuhan Hoek-Brown memberikan nilai


parameter m, nilai sudut geser dalam (I), nilai kohesi (C), kuat tarik  Vt), dan nilai
kuat tekan Vc) yang hampir sama. Dengan nilai r2 (index of determination) diatas
0,96, hasil ini berdasarkan selang tingkat kepercayaan Locker (Tabel 4.8) dapat
dikategorikan pada kategori tingkat kepercayaan tinggi atau menurut Hoek (2000),
dengan nilai r2 diatas 0,9, uji ini dapat dikelompokkan kedalam kategori high quality
triaxial test data..Untuk nilai parameter m, hasil pengujian ini masih dalam selang
parameter m untuk batuan andesit yang dipublikasikan oleh Roclab 1.0 (Tabel 2.7).

4.6.3.2 Triaksial multitahap


Evaluasi hasil uji triaksial multitahap berdasarkan kriteria Hoek-Brown pada
penelitian ini mengunakan data Tabel 4.6. Dengan langkah yang sama dengan uji
triaksial konvensional, didapatkan plot dan regresi linier (Lampiran F). Sedangkan
nilai parameter mekanik batuan dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 memperlihatkan nilai parameter m, nilai sudut geser dalam (I),
nilai kohesi (C), kuat tarik  Vt), dan nilai kuat tekan Vc) yang hampir sama. Dengan
nilai r2 (index of determination) diatas 0,99, hasil ini berdasarkan selang tingkat
kepercayaan Locker (Tabel 4.8) dapat dikategorikan pada kategori tingkat
kepercayaan tinggi. Untuk nilai parameter m, hasil pengujian triaksial multitahap

77
masih dalam selang parameter m untuk batuan andesit yang dipublikasikan oleh
Roclab 1.0 (Tabel 2.6).

Tabel 4.18 Rekapitulasi uji triaksial multitahap berdasarkan kriteria


Hoek-Brown
Hoek & Brown
No Kode Contoh Vc Vt C
m I(…o) r2
(MPa) (MPa) (MPa)
1 TX Multitahap I 20,5 26,1 1,3 9,3 38,6 0,99
2 TX Multitahap II 21,2 27,9 1,3 9,7 39,4 0,99
Rata - rata 20,8 27,0 1,3 9,5 39,0

4.6.3.3 Perbandingan hasil triaksial konvensional dan multitahap berdasarkan


kriteria keruntuhan Hoek-Brown
Berdasarkan hasil pengujian dari Tabel 4.16 dan 4.17, maka perbandingan
nilai parameter mekanik rata-rata antara triaksial metode multitahap dan
konvensional dapat dilihat pada Tabel 4.18.

Tabel. 4.19 Nilai sifat mekanik rata-rata Uji Triaksial Konvensional dan
Multitahap berdasarkan kriteria Hoek-Brown

Parameter
Kriteria Hasil Uji
Keruntuhan Laboratorium I
Vc Vt C m
(…o)
Triaksial Konvensional
27,3 1,1 9,8 40,5 24,5
rata-rata
Hoek-Brown
Triaksial Multitahap
27,0 1,3 9,5 39,0 20,8
rata-rata

Berdasarkan Tabel 4.18, nilai kohesi antara kedua metode dengan


menggunakan kriteria Hoek-Brown menghasilkan nilai yang hampir sama, hanya

78
sedikit berbeda. Nilai rata-rata kohesi (C) uji triaksial multitahap cenderung lebih
kecil dari nilai rata-rata kohesi (C) hasil uji triaksial konvensional berkisar 0,3 MPa
atau sebesar 3%. Sedangkan untuk sudut geser dalam (I), nilai rata-rata sudut geser
dalam (I) uji triaksial multitahap lebih kecil dari nilai rata-rata sudut geser dalam (I)
uji triaksial konvensional yaitu dengan perbedaan sebesar 1,5o atau sebesar 3,7%.
Nilai konstanta m rata-rata triaksial multitahap lebih kecil 17% dari nilai m
rata-rata triaksial multitahap. Pada kurva tegangan utama, nilai konstanta m akan
menentukan kemiringan atau kelandaian selubung kekuatan batuan menurut kriteria
Hoek-Brown, semakin kecil nilai konstanta m maka akan semakin landai selubung
kekuatan batuan. Hal ini terlihat pada Gambar 4.13, selubung kekuatan batuan
triaksial metode multitahap lebih landai dari triaksial konvensional. Pada batuan, nilai
konstanta m menunjukan kualitas batuan, semakin kecil nilai konstanta m akan
menunjukan meningkatnya jumlah rekahan. Hal ini terbukti dengan nilai konsatanta
m rata-rata triaksial multitahap yang lebih kecil dari triaksial konvensional. Hal
mengindikasikan meningkatnya jumlah rekahan pada contoh batuan andesit yang
diuji dengan pemampatan bertahap. Pembentukan rekahan contoh batuan sudah
terjadi dan terakumulasi akibat tekanan pemampatan sebelumnya. Namun dipaksa
untuk menerima tekanan pemampatan yang lebih tinggi sampai contoh batuan pecah.
Seperti kriteria Mohr-Colomb dan Boeniawski, kriteria keruntuhan Hoek-
Brown juga menunjukan terjadinya penurunan kekuatan contoh batuan pada uji
triaksial multitahap. Hal ini terlihat dari selubung kekuatan kriteria Hoek-Brown hasil
pengujian triaksial multitahap berada dibawah selubung kekuatan kriteria Hoek-
Brown hasil pengujian triaksial konvensional. Penurunan ini terjadi karena pengaruh
konstan m triaksial multitahap yang lebih kecil dari triaksial konvensional yang
menyebabkan selubung kekuatan triaksial multitahap lebih miring dari triaksial
konvensional.
Nilai kuat tekan Vc) estimasi kriteria Hoek-Brown kedua metoda ini hampir
sama dengan nilai kuat tekan hasil pengujian laboratorium yaitu sekitar 27 MPa.

79
Sedangkan nilai kuat tarik estimasi kriteria Hoek-Brown triaksial konvensional dan
multitahap menunjukan perbedaan yang cukup besar dari hasil uji laboratorium, hasil
estimasi kuat tarik lebih kecil dari hasil uji laboratorium. Berdasarkan penelitian ini,
dapat disimpulkan kriteria Hoek-Brown dapat mengestimasi nilai kuat tekan contoh
batu andesit dari uji triaksial konvensional dan multitahap.

Tabel 4.20 Rekapitulasi hasil Uji Triaksial Konvensional dan Multitahap


berdasarkan kriteria Hoek-Brown penelitian Boediman (2007) dan
Prassetyo (2008) pada batu pasir

Hasil Uji Boediman, A. R (2007) Prassetyo, S.H (2008)


Kriteria Laboratorium
Keruntuhan Vc Vt C I m Vc Vt C I m
Vc dan Vt Lab 24,3 - - - - 38,7 3,8 - - -
Triaksial
22,5 1,0 3,9 50,7 20,9 50,0 7,1 8,4 38,8 6,9
Hoek- Konvensional
Brown Triaksial
28,6 1,9 5,3 47,1 14,8 50,0 9,6 9,3 34,8 5,0
Multitahap

Penurunan kekuatan batuan hasil uji triaksial multitahap berdasarkan kriteria


Hoek-Brown juga ditemukan pada penelitian terhadap batu pasir oleh Boediman
(2007) dan Prassetyo (2008). Penurunan kekuatan batuan tersebut dapat terlihat dari
nilai konstanta m pada triaksial multitahap lebih kecil dari triaksial konvensional.
Untuk estimasi kuat tekan, hasil uji triaksial multitahap yang diperoleh
Boediman dan Prassetyo memberikan hasil yang berbeda. Boediman mendapatkan
kesimpulan yang sama dengan penelitian ini, bahwa nilai kuat tekan estimasi kriteria
Hoek-Brown mendekati nilai kuat tekan hasil uji laboratorium.
Berdasarkan analisis hasil perhitungan yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa kriteria keruntuhan empiris Hoek-Brown dapat digunakan untuk
menentukan kriteria keruntuhan batuan andesit hasil uji triaksial multitahap pada
penelitian ini.

80
Kekuatan batu andesit berdasarkan kriteria keruntuhan yang digunakan pada
penelitian ini dapat ditulis menjadi persamaan pada Tabel 4.20. Sedangkan
rekapitulasi hasil pengujian triaksial batu andesit dapat dilihat pada Tabel 4.21.

200

175

150
ı1 (MPa)

125

100

75

50
TX Konvensional
TX MS
25 Poly. (HB TX Konv rata-rata)
Poly. (HB TX MS Rata-rata)
0
-15 -5 5 15 25 35
ı3 (MPa)

Gambar 4.13 Interpretasi kekuatan batuan hasil pengujian triaksial


konvensional dan multitahap berdasarkan kriteria Hoek-Brown

Tabel 4.21 Persamaan kekuatan batu andesit berdasarkan kriteria


keruntuhan Mohr-Coulomb, Bieniawski dan Hoek-Brown
Metode Triaksial
Kriteria keruntuhan
Konvensional Multitahap
o
Mohr-Coulomb W =11.2 + Vntan39 W =11.9 + Vntan36.5o
Bieniawski I V1/Vc =4.76(V3/Vc) +1
0.7
V1/Vc =4.56(V3/Vc)0.71 +1
Bieniawski II Wm/Vc =0.91(Vm/Vc)1.05+0.1 Wm/Vc =0.91(Vm/Vc)1.05 +0.1
Hoek-Brown V1 =V3+27.3(0.89V3+1)0.5 V1 =V3+27(0.77V3+1)0.5

81
Tabel 4.22 Rekapitulasi hasil pengujian batu andesit

Hasil Uji Parameter


Kriteria Laboratorium
Keruntuhan
Vc Vt A % k c C I m
Uji Kuat Tekan dan
27,8 3,1 - - - - - - -
Kuat Tarik
Triaksial
Coulomb

47,0 10,7 - - - - 11,2 39,0 -


Mohr-

Konvensional rata-rata
Triaksial Multitahap
47,4 12,0 - - - - 11,9 36,5 -
rata-rata
Triaksial
29,6 3,3 4.76 - 0,70 - - - -
Konvensional rata-rata
I
Bieniawski

Triaksial Multitahap
30,8 3 4,56 - 0,71 - - - -
rata-rata
Triaksial
- - - 0,91 - 1,05 - - -
Konvensional rata-rata
II

Triaksial Multitahap
- - - 0,91 - 1,05 - - -
rata-rata
Triaksial
27,3 1,1 - - - - 9,8 40,5 24,5
Brown
Hoek-

Konvensional rata-rata
Triaksial Multitahap
27,0 1,3 - - - - 9,5 39,0 20,8
rata-rata
keterangan : Vc dari kriteria Bieniawski I merupakan hasil metode iterasi

82

Anda mungkin juga menyukai