Negara-negara anggota Gerakan Non-Blok (2005). Warna biru muda merupakan negara
peninjau.
120 anggota
Keanggotaan
17 peninjau
Pemimpin
Daftar isi
[sembunyikan]
1Sejarah
2Pertemuan GNB
o 2.1Prinsip dasar Non-Blok
3Sekretaris Jendral
4Lihat pula
5Referensi
6Pranala luar
Sejarah
Kata "Non-Blok" diperkenalkan pertama kali[butuh rujukan] oleh Perdana Menteri India Nehru dalam
pidatonya tahun 1954 di Colombo, Sri Lanka. Dalam pidato itu, Nehru menjelaskan lima pilar
yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk membentuk relasi Sino-India yang disebut
dengan Panchsheel (lima pengendali). Prinsip ini kemudian digunakan sebagai basis dari
Gerakan Non-Blok. Lima prinsip tersebut adalah:
Pertemuan GNB
Artikel utama untuk bagian ini adalah: KTT Non-Blok
Normalnya, pertemuan GNB berlangsung setiap tiga tahun sekali. Negara yang pernah menjadi
tuan rumah KTT GNB di antaranya Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri
Lanka,Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan, dan Malaysia. Biasanya
setelah mengadakan konferensi, kepala negara atau kepala pemerintahan yang menjadi tuan
rumah konferensi itu akan dijadikan ketua gerakan untuk masa jabatan tiga tahun.
Pertemuan berikutnya diadakan di Kairo pada 1964. Pertemuan tersebut dihadiri 56 negara
anggota di mana anggota-anggota barunya datang dari negara-negara merdeka baru di Afrika.
Kebanyakan dari pertemuan itu digunakan untuk mendiskusikan konflik Arab-Israel dan Perang
India-Pakistan.
Pertemuan pertama GNB terjadi di Beograd pada September 1961 dan dihadiri oleh 25 anggota,
masing-masing 11 dari Asia dan Afrika bersama dengan Yugoslavia, Kuba danSiprus. Kelompok
ini mendedikasikan dirinya untuk melawan kolonialisme, imperialisme dan neo-kolonialisme.
Pertemuan pada tahun 1969 di Lusaka dihadiri oleh 54 negara dan merupakan salah satu yang
paling penting dengan gerakan tersebut membentuk sebuah organisasi permanen untuk
menciptakan hubungan ekonomi dan politik. Kenneth Kauda memainkan peranan yang penting
dalam even-even tersebut.
Pertemuan paling baru (ke-13) diadakan di Malaysia dari 20-25 Februari 2003. Namun, GNB kini
tampak semakin tidak mempunyai relevansi sejak berakhirnya Perang Dingin.
Prinsip dasar Non-Blok
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dasasila Bandung
Non-Blok didirikan berdasarkan prinsip-prinsip dasar yang disepakati dalam Konferensi Tingkat
Tinggi Asia-Afrika yang dikenal dengan sebutan Dasasila Bandung [3] [4] [5]
Tempat dan tanggal KTT GNB
Sekretaris Jendral
jutaan manusia mati, terjadi pula kehancuran berbagai bangunan, sarana produksi, sarana transportasi, terjadi
krisis ekonomi, dan penyebaran wabah penyakit. Peta politik dunia pun ikut berubah. Dua kekuatan adidaya
A. Pengertian
Gerakan Non Blok (GNB) atau Non Alignment (NAM) merupakan gerakan yang tidak memihak/netral terhadap
Blok Barat dan Blok Timur.
Di sela-sela puing kehancuran akibat Perang Dunia II, muncullah dua negara adidaya yang saling berhadapan.
Mereka berebut pengaruh terhadap negaranegara yang sedang berkembang agar menjadi sekutunya. Dua negara
adidaya itu ialah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Persaingan kekuatan di antara dua blok itu mengakibatkan
terjadinya Perang Dingin (the Cold War). Mereka saling berhadapan, bersaing, dan saling memperkuat sistem
persenjataan. Setiap kelompok telah mengarahkan kekuatan bomnya ke negara lawan. Akibatnya, situasi dunia
tercekam oleh ketakutan akan meletusnya Perang Dunia III atau Perang Nuklir yang jauh lebih mengerikan
dibandingkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Menghadapi situasi dunia yang penuh konflik tersebut,
Indonesia menentukan sistem politik luar negeri bebas aktif. Prinsip kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia
tersebut ternyata juga sesuai dengan sikap negara-negara sedang berkembang lainnya. Oleh karena itu, mereka
sepakat untuk membentuk suatu kelompok baru yang netral, tidak memihak Blok Barat ataupun Blok Timur.
Kelompok inilah yang nantinya disebut kelompok negaranegara Non Blok. Dengan demikian faktor-faktor yang
1) Munculnya dua blok, yaitu Blok Barat di bawah Amerika Serikat dan Blok Timur di bawah Uni Soviet yang
2) Adanya kecemasan negara-negara yang baru merdeka dan negara-negara berkembang, sehingga berupaya
3) Ditandatanganinya “Dokumen Brioni” tahun 1956 oleh Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), PM Jawaharlal
Nehru (India), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), bertujuan mempersatukan negara-negara non blok.
4) Terjadinya krisis Kuba 1961 karena US membangun pangkalan militer di Kuba secara besar-besaran, sehingga
mengkhawatirkan AS.
5) Pertemuan 5 orang negarawan pada sidang umum PBB di markas besar PBB, yaitu:
(Presiden Soekarno), Republik Persatuan Arab–Mesir (Presiden Gamal Abdul Nasser), India (Perdana Menteri
Pandith Jawaharlal Nehru), Yugoslavia (Presiden Joseph Broz Tito), dan Ghana (Presiden Kwame Nkrumah).
C. Tujuan Gerakan Non Blok Gerakan Non Blok mempunyai tujuan, antara lain:
1) meredakan ketegangan dunia sebagai akibat pertentangan dua blok adidaya yang bersengketa;
5) memperjuangkan kebebasan dalam bidang ekonomi dan kerja sama atas dasar persamaan derajat;
7) menggalang kerja sama antara negara berkembang dan negara maju menuju terciptanya tata ekonomi dunia
baru.
1) GNB bukanlah suatu blok tersendiri dan tidak bergabung ke dalam blok dunia yang saling bertentangan.
2) GNB merupakan wadah perjuangan negara-negara yang sedang berkembang yang gerakannya tidak pasif.
3) GNB berusaha mendukung perjuangan dekolonisasi di semua tempat, memegang teguh perjuangan melawan
E. Keanggotaan GNB
Pada waktu berdirinya, GNB hanya beranggota 25 negara. Setiap diselenggarakan KTT anggotanya selalu
bertambah, sebab setiap negara dapat diterima menjadi anggota GNB dengan memenuhi persyaratan. Adapun
3) tidak menjadi anggota salah satu pakta militer Amerika Serikat atau Uni Soviet.
F. Bentuk Organisasi Gerakan Non Blok
Di dalam Gerakan Non Blok tidak terdapat struktur organisasi yang mengurus kegiatan di berbagai bidang
karena Gerakan Non Blok bukan merupakan lembaga. Gerakan Non Blok mengandalkan perjuangan pada
kekuatan moral. Satu-satunya pengurus dalam Gerakan Non Blok adalah ketua. Ketua Gerakan Non Blok dijabat
oleh kepala pemerintahan negara yang menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non Blok.
KTT Gerakan Non Blok dihadiri oleh para kepala pemerintahan dan kepala negara anggota Gerakan Non Blok.
1) Bidang Politik dan Perdamaian Dunia Kegiatan yang dilakukan Gerakan Non Blok dalam bidang politik dan
f) melenyapkan kolonialisme;
g) menyelesaikan sengketa antarnegara dan perang-perang lokal, separti Perang Irak-Iran, masalah di wilayah
2) Bidang Ekonomi
Kegiatan yang dilakukan Gerakan Non Blok dalam bidang ekonomi, antara lain:
a) ikut berusaha memperjuangkan kemerdekaan atau kebebasan dalam bidang ekonomi dan kerja sama atas
b) ikut berusaha mewujudkan suatu tatanan ekonomi dunia baru (TEBD) sehingga terdapat hubungan kerja
sama saling menguntungkan antara negara maju dan negara sedang berkembang. Pelaksanaan tata ekonomi
dunia baru yang diperjuangkan Gerakan Non Blok dalam forum PBB adalahsebagai berikut.
Dialog Utara–Selatan adalah pertemuan yang membahas kerja sama saling menguntungkan antara kelompok
negara maju yang merupakan negara industri (Utara) dan negara-negara berkembang (Selatan). Dengan adanya
dialog Utara–Selatan diharapkan dapat menghilangkan kesenjangan antara negara maju dan berkembang
sehingga terwujud tata ekonomi dunia baru yang adil dan merata.
Kerja sama Selatan–Selatan merupakan bentuk kerja sama antarnegara berkembang dalam bidang ekonomi dan
teknologi.
Kelompok 77 merupakan kelompok negara berkembang yang berjuang untuk memperoleh keadilan ekonomi atas
negara-negara maju. Kelompok 77 dibentuk di Jenewa, Swiss pada tahun 1964. Kelompok 77 beranggotakan
Sejak didirikan tahun 1961, Gerakan Non Blok telah beberapa kali mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT),
1) Konferensi Tingkat Tinggi I Gerakan Non Blok (KTT I Gerakan Non Blok)
KTT I Gerakan Non Blok diselenggarakan pada tanggal 1–6 September 1961 di Beograd, Yugoslavia dengan ketua
Presiden Joseph Broz Tito. KTT dihadiri oleh 25 negara. KTT I Gerakan Non Blok menghasilkan beberapa
keputusan penting yang disebut Deklarasi Beograd dan berisi, antara lain sebagai berikut:
a) mengimbau dihentikannya Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat bersama sekutunya;
b) mengimbau Uni Soviet dan Amerika Serikat agar hidup berdampingan secara damai dengan menghentikan
c) menyerukan kepada dunia (PBB) untuk membantu negara yang masih terjajah supaya segera merdeka.
2) Konferensi Tingkat Tinggi II Gerakan Non Blok (KTT II Gerakan Non Blok)
KTT II Gerakan Non Blok diselenggarakan pada tanggal 5–10 Oktober 1964 di Kairo, Mesir dengan ketua
Presiden Gamal Abdul Nasser. KTT dihadiri oleh 46 negara. Keputusan penting yang dihasilkan dalam KTT II
a) penghentian Perang Dingin dan perlombaan senjata antara Blok Barat dan Blok Timur;
b) usaha perbaikan ekonomi di negara sedang berkembang agar tidak tertinggal jauh dari negara maju;
c) KTT II Gerakan Non Blok melahirkan Kelompok 77 yang terdiri atas negara Dunia Ketiga yang ingin berjuang
3) Konferensi Tingkat Tinggi III Gerakan Non Blok (KTT III Gerakan Non Blok)
KTT III Gerakan Non Blok diselenggarakan di Lusaka, Zambia pada tanggal 8–10 Oktober 1970 dengan ketua
Presiden Kenneth Kaunda Zambia. KTT dihadiri oleh 59 negara. Keputusan penting yang diambil dalam KTT III
Gerakan Non Blok, selain tetap mendukung keputusan KTT I dan II Gerakan Non Blok, dihasilkan pula
a) dicetuskan suatu resolusi menuntut pembangunan tata ekonomi dunia baru yang lebih adil dan merata;
b) mengimbau diadakannya dialog yang lebih demokratis antara kelompok Utara dan kelompok Selatan untuk
c) menyerukan kerja sama yang erat dan luas di antara negara anggota Gerakan Non Blok dan tidak terlalu
4) Konferensi Tingkat Tinggi IV Gerakan Non Blok (KTT IV Gerakan Non Blok)
KTT IV Gerakan Non Blok diselenggarakan di Aljir, Aljazair pada tanggal 5–9 September 1973 dengan ketua
Presiden Houari Boumediene. KTT IV Gerakan Non Blok dihadiri oleh 76 negara. Sasaran yang hendak dicapai
b) meredakan ketegangan dunia atau “détente” dan membahas persoalan Krisis Timur Tengah;
5) Konferensi Tingkat Tinggi V Gerakan Non Blok (KTT V Gerakan Non Blok)
KTT V Gerakan Non Blok diselenggarakan di Kolombo, Sri Lanka pada tanggal 16–19 Agustus 1976 dengan ketua
PM Sirimavo Bandaranaike. KTT dihadiri oleh 81 negara. Hasil KTT V Gerakan Non Blok “Deklarasi Kolombo”
6) Konferensi Tingkat Tinggi VI Gerakan Non Blok (KTT VI Gerakan Non Blok)
KTT VI Gerakan Non Blok diadakan di Havana, Kuba (1979) ketua Presiden Fidel Castro. KTT dihadiri oleh 94
negara. KTT ini membicarakan masalah masuknya pengaruh blok sosialis ke dalam anggota Gerakan Non Blok
dan mencegah terjadinya pertikaian antaranggota. asil penegakan kembali pentingnya perdamaian dunia. Birma
menyatakan keluar dari GNB, sebab GNB dianggap tidak murni lagi.
7) Konferensi Tingkat Tinggi VII Gerakan Non Blok (KTT VII Gerakan Non Blok)
KTT VII Gerakan Non Blok diadakan di New Delhi, India pada tahun 1982 dengan ketua PM Indira Gandhi.
Menurut keputusan KTT ke VI bahwa KTT VII diselenggarakan di Bagdad Irak pada akhir tahun 1982. Oleh
karena terjadi perang Irak-Iran,maka KTT VII dialihkan ke New Delhi India. Pembicaraan pada KTT VII Gerakan
Non Blok ini masih berkisar pada cara menyelesaikan persengketaan yang timbul di antara anggota Gerakan Non
Blok, akibat perang saudara, dan pengaruh kekuatan asing. Hasil “The New Delhi Massage”, Pesan New Delhi
a) menghimbau agar negara-negara besar menghilangkan kecurigaan dan mengadakan perundingan secara jujur;
c) menghimbau agar negara-negara besar dan maju menghilangan politik proteksionisme, sebab dapat
8) Konferensi Tingkat Tinggi VIII Gerakan Non Blok (KTT VIII Gerakan Non Blok)
KTT VIII Gerakan Non Blok diadakan di Harare, Zimbabwe pada tanggal 1–6 September 1986 dengan ketua
Robert Mugabe. Konferensi ini dihadiri oleh 102 negara. KTT VIII Gerakan Non Blok ini membicarakan masalah
ketertiban, keamanan serta perdamaian dunia yang menyangkut masalah hak asasi serta kedaulatan suatu
negara. Selain itu, juga berupaya menghentikan perang Irak–Iran dan mengupayakan agar negara-negara
9) Konferensi Tingkat Tinggi IX Gerakan Non Blok (KTT IX Gerakan Non Blok)
KTT IX Gerakan Non Blok berlangsung di Beograd, Yugoslavia pada tanggal 4–7 September 1989 dengan ketua
Presiden Janez Drnosek. Dalam KTT ini terjadi perbedaan pendapat di antara para anggota mengenai masalah
Irak dan Kuwait. Kelompok pertama yang didukung mayoritas anggota menghendaki Irak menaati semua
resolusi PBB. Kelompok kedua menghendaki penyelesaian Irak–Kuwait dengan solusi Arab tanpa campur tangan
pihak luar. Akan tetapi, akhirnya Gerakan Non Blok gagal menghentikan konflik di Teluk Persia, baik dalam
10) Konferensi Tingkat Tinggi X Gerakan Non Blok (KTT X Gerakan Non Blok)
KTT X Gerakan Non Blok diselenggarakan di Jakarta, Indonesia pada tanggal 1–6 September 1992 ketua
Presiden Soeharto. Isu yang muncul dalam KTT X Gerakan Non Blok di Jakarta, antara lain sebagai berikut.
a) Gerakan Non Blok tetap mendukung perjuangan Palestina yang rumusannya terdapat dalam Pesan Jakarta
b) Menyesalkan tindakan Amerika Serikat yang membantu Israel dalam pembangunan permukiman Yahudi di
wilayah Palestina.
c) Kegagalan memasukkan masalah sanksi PBB terhadap Irak dan Libia masih membuktikan lemahnya Gerakan
11) Konferensi Tingkat Tinggi XI Gerakan Non Blok (KTT XI Gerakan Non Blok)
KTT XI Gerakan Non Blok diselenggarakan di Cartagena, Kolombia pada tanggal 16–22 Oktober 1995 dengan
KTT XII Gerakan Non Blok diselenggarakan di Durban, Afrika Selatan pada tanggal 28 Agustus–3 September
1998. Hasil perjuangan demokratisasi dalam pengakuan serta hubungan internasional bagi negara dunia ketiga.
13) Konferensi Tingkat Tinggi XIII Gerakan Non Blok (KTT XIII Gerakan Non Blok)
KTT XIII Gerakan Non Blok diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada bulan Februari 2003. Hasilnya
penyelesaian masalah Irak dengan jalan damai dan tidak memicu pecahnya perang di Irak.
Mereka menganggap bahwa suasana Perang Dinginlah yang menjadi sumber ketegangan-
ketegangan di seluruh penjuru dunia yang sewaktu-waktu dapat mengancam kemerdekaan
nasional masyarakat dunia.
Untuk itu negara-negara yang netral atau yang tidak memihak dengan salah satu blok tersebut
(Non Alignment) kemudian membentuk Gerakan Negara-Negara Nonblok.
Gerakan Nonblok ini dibentuk guna mempertahankan diri dengan jalan mempersatukan diri
(antara negara-negara netral) dalam menghadapi intervensi dan pengaruh, baik dari Blok Barat
maupun Blok Timur.
Gagasan Gerakan Nonblok ini telah ada ketika negara-negara Asia Afrika
mengadakan KAA pada tahun 1955.
Pada Konferensi Asia Afrika ini dicapai kata sepakat tentang penggalangan solidaritas bersama
terhadap kolonialisme dan sikap bersama terhadap situasi dunia (pada waktu itu terjadi Perang
Dingin).
Peranan Indonesia dalam Gerakan Nonblok sudah terjadi sejak dilaksanakannya Konferensi Asia
Afrika. Indonesia telah melaksanakan kebijakan politik luar negerinya yang bersifat bebas aktif.
Sebagai salah satu perintis Gerakan Nonblok, Indonesia juga aktif dalam persiapan
penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Nonblok.
Gerakan Non Blok (GNB) dalam bahasa Inggris disebut Non Aligned Movement (NAM)
merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh negara-negara yang cinta damai serta negara-
negara yang ingin berperan aktif dalam rangka menciptakan perdamaian serta keamanan
dunia, yaitu dengan tidak beraliansi dengan blok-blok manapun. Organisasi ini
beranggotakan lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia di dalamnya.
GNB didirikan berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai hasil kesepakatan dalam Konferensi
Tingkat Tinggi Asia Afrika yang dikenal dengan sebutan dasasila Bandung. Terdapat
keterkaitan yang erat antara GNB dan dasasila Bandung tersebut. Keterkaitan tersebut dapat
dilihat dari :
Setelah kita mengetahui penjelasan mengenai gerakan non blok. Kita akan menjelaskan
mengenai peran indonesia dalam gerakan non blok. Berikut adalah penjelasannya :
Sponsors Link
Indonesia telah dianggap telah memberikan warna yang baru bagi organisasi tersebut,
diantaranya adalah dengan menitikberatkan kerjasama pada pembangunan ekonomi yaitu
dengan menghidupkan kembali dialog antara negara-negara selatan.
Indonesia telah dipercaya untuk membantu menyelesaikan pertikaian atau konflik
regional di beberapa negara seperti kamboja, sengketa yang terjadi di laut cina selatan, serta
gerakan separatis Moro di Philipina.
Indonesia telah berhasil menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB
yang ke-110 di Jakarta dan Bogor pada 1 hingga 7 September 1992. Dalam KTT tersebut
telah berhasil merumuskan suatu kesepakatan bersama yang dikenal dengan “Pesan jakarta.”
Yang di dalamnya terkandung visi dari Gerakan Non Blok, yaitu
Pasca pelaksanaan KTT tersebut, GNB dianggap telah mampu mendapatkan kembali
kekuatan, keteguhan, serta kejelasan terkait tujuan-tujuannya yang murni
Gerakan Non Blok (non-aligned) merupakan organisasi negara-negara yang tidak meminak Blok Barat
maupun Blok Timur. Berdirinya Gerakan Non Blok di latar belakangi oleh hal-hal sebagai berikut.
(1) Diilhami Konferensi Asia-Afrika di Bandung (1955) di mana negara-negara yang pernah dijajah
perlu menggalang solidaritas untuk melenyapkan segala bentuk kolonialisme
(2) Adanya krisis Kuba pada tahun 1961 di mana Uni Soviet membangun pangkalan peluru kendali
secara besar-besaran di Kuba hal ini mengakibatkan Amerika Serikat merasa terancam sehingga suasana
menjadi tegang. Ketegangan antara Blok Barat dn Blok Timur ini mendorong terbentuknya GNB. Adapun
berdirinya Gerakan Non Blok diprakarsai oleh:
(a) Presiden Soekarno dari Indonesia,
(b) Presiden Gamal Abdul Nasser dari Republik Persatuan Arab-Mesir,
(c) Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru dari India,
(d) Presiden Josep Broz Tito dari Yugoslavia, dan
(e) Presiden Kwame Nkrumah dari Ghana.
Gerakan Non Blok bertujuan meredakan ketegangan dunia sebagai akibat pertentangan antara Blok Barat
dan Blok Timur.
a. KTT I GNB (1 – 6 September 1961) di Beograd, Yugoslavia, Pelaksanaan KTT I GNB ini didorong oleh
adanya krisis Kuba. Konferensi ini dihadiri oleh 25 negara dan menghasilkan Deklarasi Beograd yang
intinya menyerukan untuk menghentikan perang dingin dan mendamaikan antara Amerika Serikat dan Uni
Soviet. Keputusan KTT I GNB ini melalui Presiden Soekarno dan Presiden Medibo Keita (dari Mali)
disampaikan kepada Presiden F.Kennedy (Presiden Amerika Serikat). Sedangkan PM Nehru (India) dan
presiden Kwame Nkrumah (Ghana) menyampaikan kepada PM. Kruschev (Perdana Menteri Uni Soviet).
b. KTT II GNB (5 – 10 Oktober 1964) di Kairo, Mesir. Pada KTT II GNB ini diikuti oleh 47 Negara
peserta serta 10 peninjau lainnya antara lain Sekretaris Jendral Organisasi Persatuan Afrika dan Liga Arab.
Masalah perkembangan dan kerjasama ekonomi juga mendapat perhatian pada KTT II GNB ini.
c. KTT III GNB (8 – 10 September 1970) di Lusaka, Zambia. Negara peserta yang hadir ada 53 negara.
Hasil terpenting KTT kali ini adalah perlunya upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran negara
berkembang.
d. KTT IV GNB (5 – 9 September 1973) di Algiers, Aljazair. KTT IV GNB ini membahas tentang
peningkatan kerjasama dan saling pengertian antara negara-negara yang sedang berkembang serta berusaha
meredakan ketegangan di Timur Tengah pergolakan di Rhodesia, dan bagian – bagian Afrika lainnya.
e. KTT V GNB (16 – 19 September 1976) di Kolombo, Srilangka pada KTT V GNB ini membahas
tentang penyelamatan dunia dari ancaman perang nuklir dan berusaha memajukan negara – negara Non
Blok.
f. KTT VI GNB (3 – 9 September 1979) di Havana, Kuba. KTT bertujuan memperjuangkan bantuan
ekonomi bagi negara-negara Non Blok dan menggiatkan peran PBB dalam tata ekonomi dunia baru.
g. KTT VII GNB (7 – 12 Maret 1983) di New Delhi, India. KTT menghasilkan seruan dilaksanakannya
demokrasi tata ekonomi yakni dihapuskannya proteksionisme oleh negara maju.
h. KTT VIII GNB (1 – 6 September 1986) di Harane, Zimbabue. KTT kali ini menghasilkan seruan
dihapuskannya politik Apartheid di Afrika Selatan serta membahas sengketa Irak-Iran.
i. KTT IX GNB (4 – 7 September 1989) di Beograd, Yugoslavia. KTT yang dihadiri oleh 102 negara ini
berhasil membahas kerja sama Selatan – Selatan ( antar negara berkembang ).
j. KTT X GNB (1 – 6 September 1992) di Jakarta, Indonesia. KTT yang dihadiri oleh 108 negara ini
berhasil merumuskan “Pesan Jakarta” (Jakarta Message) antara lain berusaha menggalang kerja sama
Selatan-Selatan dan Utara-Selatan.
k. KTT XI GNB (16 – 22 Oktober 1995) di Cartagena, Kolombia. KTT ini dihadiri oleh 113 Negara yang
bertujuan memperjuangkan restrukturisasi dan demokratisasi di PBB.
l. KTT XII GNB (1 – 6 September 1998) di Durban, Afrika Selatan. KTT XI GNB ini dihadiri oleh 113
negara, bertujuan memperjuangkan demokratisasi dalam hubungan internasional.
m. KTT XIII GNB (Februari 2003) di Kuala Lumpur, Malaysia.
n. KTT XIV GNB (2006) di Havana, Kuba.
Gerakan Non Blok mempunyai pengaruh yang besar di antaranya sebagai berikut.
1. Pernyataan dari kedua negara adikuasa (Amerika Serikat dan Uni Asoviet) untuk mengurangi
senjata-senjata nuklirnya.
5. Meningkatkan hubungan kerja sama di bidang ekonomi antar anggota Gerakan Non Blok dan
dengan negara- negara maju di luar Gerakan Non Blok.
Indonesia ikut memegang peranan penting dalam Gerakan Non Blok, yakni sebagai berikut.
1. Ikut memprakarsai berdirinya Gerakan Non Blok dengan menandatangani Deklarasi Beograd
sebagai hasil Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok I pada tanggal 1-6 September 1961.
2. Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok X yang
berlangsung pada tanggal 1-6 September 1992 di Jakarta.
Gerakan ini dicanangkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri 25 negara dari Asia, Afrika,
Eropa, dan Latin Amerika diselenggarakan di Biograd (Belgrade), Yugoslavia pada tahun 1961. Pemimpin
kharismatik dari Yugoslavia, Presiden Broz Tito, menjadi Pimpinan pertama dalam Gerakan Non-Blok.
Sejak pertemuan Belgrade tahun 1961, serangkaian Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok telah
diselenggarakan di Kairo, Mesir (1964) diikuti oleh 46 negara dengan anggota yang hadir kebanyakan dari
negara-negara Afrika yang baru meraih kemerdekaan, kemudian Lusaka, Zambia (1969), Alzier, Aljazair
(1973) saat terjadinya krisis minyak dunia, Srilangka (1977), Cuba (1981), India (1985), Zimbabwe (1989),
Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan, dan terakhir di Malaysia pada tahun 2003. Dengan didasari oleh
semangat Dasa Sila Bandung, maka pada tahun 1961 Gerakan Non Blok dibentuk oleh Josep Broz Tito,
Presiden Yugoslavia saat itu.
Gerakan Non-Blok (GNB) adalah merupakan suatu organisasi internasional yang terdiri dari lebih dari 100
negara-negara yang tidak menganggap dirinya beraliansi dengan atau terhadap blok kekuatan besar
apapun. Tujuan dari organisasi ini, seperti yang tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, adalah
untuk menjamin "kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari negara-negara
nonblok" dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid,
zionisme, rasisme dan segala bentuk agresi militer, pendudukan, dominasi, interferensi atau hegemoni dan
menentang segala bentuk blok politik. Mereka merepresentasikan 55 persen penduduk dunia dan hampir
2/3 keangotaan PBB. Negara-negara yang telah menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi (KTT) Non-
Blok termasuk Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia,
Kolombia, Afrika Selatan dan Malaysia.
Anggota-anggota penting yang tergabung Dalam Gerakan Non-Blok (GNB) di antaranya adalah
Yugoslavia, India, Mesir, Indonesia, Pakistan, Kuba, Kolombia, Venezuela, Afrika Selatan, Iran, Malaysia,
dan untuk suatu masa, Republik Rakyat Tiongkok. Meskipun organisasi ini dimaksudkan untuk menjadi
aliansi yang dekat seperti NATO atau Pakta Warsawa, negara-negara anggotanya tidak pernah
mempunyai kedekatan yang diinginkan dan banyak anggotanya yang akhirnya diajak beraliansi salah satu
negara-negara adidaya tersebut. Misalnya, Kuba mempunyai hubungan yang dekat dengan Uni Soviet
pada masa Perang Dingin. Atau India yang bersekutu dengan Uni Soviet untuk melawan Tiongkok selama
beberapa tahun. Lebih buruk lagi, beberapa anggota bahkan terlibat konflik dengan anggota lainnya,
seperti misalnya konflik antara India dengan Pakistan, Iran dengan Irak. Gerakan ini sempat terpecah pada
saat Uni Soviet menginvasi Afganistan pada tahun 1979. Ketika itu, seluruh sekutu Soviet mendukung
invasi sementara anggota GNB, terutama negara dengan mayoritas muslim, tidak mungkin melakukan hal
yang sama untuk Afghanistan akibat adanya perjanjian nonintervensi.
Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru Pertama kali mengatakan Penggunaan istilah “Non-Alignment”
(Tidak Memihak) Pada saat pidatonya di Srilangka tahun 1954. Isi pidato tersebut, menjelaskan bahwa
lima pilar prinsipil, empat pilar diantaranya disampaikan oleh Petinggi Tiongkok Chou En-lai, yang dijadikan
pedoman bagi hubungan antara Tiongkok dengan India. Lima prinsip itu disebut dengan “Panchshell”,
yang kemudian menjadi basis dari Gerakan Non-Blok. Kelima prinsip tersebut adalah:
Berdasarkan penjelasan di atas, maka keberadaan Gerakan Negara-Negara Non-Blok secara tegas
mengacu pada hasil-hasil kesepakatan dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung 1955. Penggunaan istilah
bangsa-bangsa non-blok atau “tidak memihak” adalah pernyataan bersama untuk menolak melibatkan diri
dalam konfrontasi ideologis antara Barat-Timur dalam suasana Perang Dingin. Lebih lanjut, bangsa-
bangsa yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok lebih memfokuskan diri pada upaya perjuangan
pembebasan nasional, menghapuskan kemiskinan, dan mengatasi keterbelakangan di berbagai bidang.
Dengan demikian, jelas terang bagi kita besarnya kontribusi Konferensi Bandung bagi perkembangan
Gerakan Non-Blok sebagai gerakan politik dari negara-negara yang menentang perang dingin.
Non Blok (non aligned) merupakan suatu pandangan politik luar negeri suatu negara yang bebas
menentukan jalan politiknya sendiri tanpa mengikutsertakan atau tergantung kepada salah satu Blok yang
saling bertentangan.
Tujuan utama dari pandangan ini adalah untuk meredakan ketegangan atau ancaman perang, serta
menghindari pertikaian bersenjata antara Blok Barat dan Blok Timur. Landasan keputusannya adalah
kebebasan dan ketidaktergantugannya berdasarkan kepentingan nasional dan internasional.
a. Pada tahun 1955 berlangsung Konferensi Asia Afrika di Bandung yang dihadiri oleh negara-negara yang
pernah mengalami penjajahan. Berangkat dari pengalaman itu mereka sepakat menggalang solidaritas
untuk mengenyahkan kolonialisme dalam segala bentuknya dan mereka menentukan sikap bersama
terhadap perang dingin.
Oleh karena itu dirasakan perlu membentuk organisasi yang tidak terikat kepada salah satu blok yang
sedang terlibat perang dingin.
b. Pada tahun 1961 ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur semakin memuncak. Blok Timur
membangun tembok yang membelah kota Berlin. Masih pada tahun yang sama timbul krisis di Kuba
setelah Uni Soviet membangun pangkalan rudal di negara itu. Ketegangan tersebut ikut memicu
terbentuknya GNB.
c. Pada tahun 1961 berlangsung pertemuan persiapan KTT I GNB di Kairo. Pertemuan itu berhasil
mengangkat 5 prinsip yang menjadi dasar GNB, di mana kelima prinsip itu memuat dua hal yang menjadi
perhatian utama GNB, yaitu kolonialisme dan superpower. Adapun kelima prinsip tersebut adalah :
1. Tidak berpihak terhadap persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur.
Bila dilihat dari perspektif sejarah maka GNB merupakan kelanjutan dari proses anti kolonialisme. Hal itu
terjadi karena para pendiri GNB pada umumnya telah memimpin gerakan nasionalisme di negaranya
masing-masing dan pada umumnya mereka berasal dari negara Asia - Afrika yang merdeka antara tahun
1945-1960.
Perjuangan tersebut telah mendorong rakyat bekas jajahan untuk menyadari bahwa mereka berdiri pada
akhir suatu era kegelapan dan sedang menatap era baru sejarah yang penuh harapan, walaupun ada
kecemasan dalam menghadapi tantangan dan ancaman baru.
Mereka melihat pada sejarah kejayaan masa lampau untuk memupuk keberanian dan merenda identitas,
dan pada sisi lain mengharapkan masa depan yang cerah dengan merumuskan persamaan tantangan baru di
antara negara-negara yang senasib tersebut, yaitu cara-cara mencapai perdamaian, kemakmuran, dan
kemajuan.
GNB merupakan produk yang alami dari perjuangan kemerdekaan dan telah mendapatkan momentum
setelah Perang Dunia II melahirkan dua blok yang saling bertentangan. Kelahiran dua blok tersebut jelas
mengancam prinsip kebebasan untuk menentukan masa depannya sendiri sehingga hal tersebut mendorong
negara-negara yang baru merdeka untuk memberikan solusi yang cerdas berupa GNB.
Konferensi Asia Afrika (KAA) dianggap sebagai pendahulu bagi berdirinya GNB tersebut. Walaupun
KAA bukanlah konferensi GNB, tetapi konferensi itu telah menghasilkan prinsip-prinsip perdamaian,
kerjasama internasional, kebebasan/kemerdekaan, dan hubungan antar bangsa dan negara.
Kesemua prinsip tersebut sangat diperlukan untuk menata dunia yang adil. Presiden Tito dari Yugoslavia
yang memisahkan diri dari USSR di bawah Stalin pada tahun 1948 merasa tertarik dengan politik non blok
dan mengunjungi negara-negara sponsor gerakan tersebut seperti Republik Persatuan Arab (Mesir), India,
Indonesia, Myanmar, dan Ghana.
Ketika Tito berkunjung ke Mesir, dia mengadakan pembicaraan dengan Presiden Gamal Abdul Nasser di
mana keduanya sepakat untuk menyelenggarakan semacam konferensi negara-negara non blok. Pada saat
itu dirasakan sulit untuk menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika ke-2 karena negara-negara yang hadir
di KAA di Bandung 1955 terbelah menjadi negara non blok dan negara pro blok.
Kemudian Tito, Nasser, dan Nehru mengadakan pertemuan di Broni pada tahun 1956. Mereka kemudian
mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno (Indonesia) dan Presiden Nkrumah (Ghana) pada bulan
September 1960 ketika menghadiri pembukaan Sidang Umum PBB di New York.
Hal itu diikuti dengan pertemuan persiapan bagi konferensi GNB di Kairo pada Juni 1961, di mana
berhasil memutuskan kriteria negara yang akan diundang dan 5 prinsip GNB.
Peranan penting Konferensi Asia Afrika tahun 1955 bagi pembentukan Gerakan Non Blok menunjukan
keterlibatan Indonesia dalam gerakan itu sejak masih dalam gagasannya. Indonesia pun terlibat aktif dalam
persiapan penyelenggaraan KTT I GNB di Beograd, Yugoslavia.
Dengan demikian Indonesia termasuk perintis dan pendiri GNB . Keikutsertaan Indonesia dalam GNB
sejak awal disebabkan oleh kesesuaian prinsip gerakan dengan politik luar negeri bebas aktif. Indonesia
berkeyakinan, perdamaian hanya mungkin tercipta dengan sikap tidak mendukung pakta militer .
Soekarno sangat mendukung GNB karena pada waktu itu dia sedang menggalang kekuatan negara-negara
baru atau New Emerging Forces (Nefos) untuk membebaskan Irian Barat yang masih diduduki Belanda, di
mana Soekarno sudah tidak percaya dengan perundingan diplomasi dengan pihak Belanda.
Tokoh Penggagas : Presiden Soekarno (Indonesia), Presiden Josep Broz Tito (Yugoslavia), Presiden
Gamal Abdul Nasser (Mesir), PM Pandit Jawaharlal Nehru (India), Presiden Kwame Nkrumah (Ghana),
adapun serangkaian KTT GNB adalah sebagai berikut :
Negara-negara yang diundang harus memiliki kriteria : melaksanakan politik bebas berdasarkan
konsistensi damai, tak terikat, dan memperlihatkan usaha mendukung politik tersebut. Secara konsisten
mendukung gerakan-gerakan kemerdekaan.
Bila telah mengizinkan basis militer konsensi-konsensi ini harus tidak dibuat dalam kaitan dengan
pertikaian negara-negara adi kuasa. Bila memiliki bentuk-bentuk organisasi pertahanan bilateral atau
regional, harus bukan merupakan bagian dari rangkaian konflik negara-negara adi kuasa.
Ketika konferensi berlangsung ada 25 negara yang hadir, yaitu : Afganistan, Aljazair, Birma, Kamboja, Sri
Langka, Kongo, Kuba, Cyprus, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak, Libanon, Mali, Maroko,
Nepal, Saudi Arabia, Somalia, Sudan, Tunisia, Rep. Arab, Persatuan (Mesir), Yaman, Yugoslavia.
Brazilia, Bolivia dan Equador hanya mengirimkan utusan sebagai pengamat. Negara-negara Eropa
menampik undangan karena takut akan mengurangi kadar netralitas yang dianutnya. Sementara Uni Soviet
(khushchev) kurang mendukung konferensi tersebut karena usulnya di PBB pada tahun 1960 yang
menyangkut posisi Sekjen PBB ditolak oleh negara-negara Non Blok.
Campur tangan Uni Soviet di Kongo juga mendapatkan kecaman pedas dari peserta konferensi. Dalam
KTT I Presiden Soekarno sedang gencar-gencarnya memperkenalkan konsep konfrontasi atas dasar
solidaritas. Konfrontasi bertujuan untuk membebaskan dunia dari eksploitas bangsa terhadap bangsa yang
lain.
Soekarno membagi dunia menjadi dua kelompok yang saling bertentangan yaitu Old Established Forces
(Oldefo) yang meliputi negara-negara Blok Barat dan Blok Timur; dan kelompok negara-negara yang
sedang berkembang atau yang disebut dengan New Emerging Forces (Nefos).
Negara-negara GNB harus bersatu melawannya secara bersama-sama kekuatan Oldefos sehingga keadilan
dapat ditegakkan. Gagasannya tersebut telah disampaikan dalam pidatonya di depan Majelis Umum PBB
pada 30 September 1960, dengan judul ''Membangun Dunia Baru''.
Dalam konferensi tersebut terdapat dua kelompok negara yang terdapat dalam tubuh GNB. Kelompok yang
pertama , mencakup kebanyakan negara-negara Asia serta Maroko, Ethopia, dan Cyprus.
Mereka menginginkan agar konferensi dapat secara realitas melihat dan mengatasi masalah yang sedang
dihadapi dunia seperti perang dingin, perlombaan senjata, di mana hal tersebut sangat diperlukan untuk
mempertahankan dan mencapai situasi damai.
Imperialisme dan kolonialisme sudah berlalu. Kelompok kedua, mencakup negara-negara Afrika yang
tergabung dalam kelompok Casablanca, dan Indonesia. Mereka menyerukan semangat anti Barat , anti
kolonialisme dan imperialisme karena masa penjajahan masih berlangsung maka perdamaian dunia tidak
mungkin dapat dicapai.
Perbedaan pendapat antara kedua kelompok tersebut diatas sebenarnya merupakan perbedaan antara
Indonesia (Soekarno) dan India (Nehru). Pada akhirnya terdapat dua hal utama yang merupakan hasil yang
berlandaskan pada dua pendapat dari masing-masing kelompok yang berbeda yakni : Pertama, pernyataan
mengenai bahaya perang dan tuntutan akan perdamaian.
Kedua, deklarasi pernyataan negara-negara Non Blok yang menyangkut berbagai masalah dunia seperti
kolonialisme, hubungan internasional, posisi PBB, masalah Jerman, pelucutan senjata berbagai isu perang
dingin.
Walaupun terdapat perbedaan tersebut, namun negara-negara Non Blok masih berkeinginan untuk
menyelenggarakan konferensi yang kedua yang akan dilaksanakan di Mesir pada tahun 1964. Menjelang
penutupan dipilih utusan yang akan membawa hasil konferensi tersebut kepada pimpinan Uni Soviet dan
Amerika Serikat.
Presiden Soekarno dan Presiden Kaitan (Mali) terpilih sebagai delegasi ke Amerika Serikat. Presiden
Nkrumah dan PM Nehru mendapatkan tugas ke Moskow.
Konferensi persiapan diselenggarakan di Colombo, Sri Langka pada bulan Maret 1964, atas prakarsa
Nasser dan Bandranaike. Berdasarkan konferensi itu diputuskan bahwa masalah yang akan menjadi
pembicaraan adalah masalah umum dunia. KTT di hadiri oleh 47 negara dan 10 peninjau.
Memang sejak KTT GNB pertama kali berlangsung di Beograd, telah diputuskan untuk menyelenggarakan
KTT GNB secara rutin 3 tahun sekali, namun mengalami kekecualian pada KTT III yang dilangsungkan
pada tahun 1970. Sejak itu KTT GNB berlangsung setiap 3 tahun sekali dengan urutan sebagai berikut ;
KTT III berlangsung di Lusaka, Zambia, dari tanggal 8-10 September 1970 dihadiri 53 negara. Hasil KTT
terpenting antara lain perlunya upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran negara berkembang.
KTT IV berlangsung di Algiers, Aljazair, dari tanggal 5-9 September 1973 diikuti oleh 85 negara. KTT
bertujuan meningkatkan kerjasama dan saling pengertian di antara negara-negara yang sedang berkembang
serta berusaha meredakan krisis Timur Tengah dan masalah diskriminasi di Afrika Selatan.
KTT V berlangsung di Colombo, Sri Langka, dari tanggal 16-19 September 1976 dihadiri oleh 94 negara.
KTT bertujuan menyelamatkan dunia dari bahaya perang nuklir yang mungkin terjadi, memperkokoh
persatuan, dan memajukan negara-negara Non Blok sendiri.
KTT VI berlangsung di Havana, Kuba, dari tanggal 3-9 September 1979 dihadiri oleh 94 negara. KTT
bertujuan memperjuangkan bantuan ekonomi bagi negara-negara Non Blok dan menggiatkan peran PBB
dalam tata ekonomi dunia baru.
KTT VII berlangsung di New Delhi, India, dari tanggal 7-12 Maret 1983 dihadiri 101 negara. KTT
menghasilkan seruan dihapuskannya proteksionisme oleh negara maju dan dukungan terhadap perjuangan
rakyat Palestina.
KTT VIII berlangsung di Harare, Zimbagwe, dari tanggal 1-6 September 1986 dihadiri oleh 101 negara.
KTT menghasilkan seruan dihapuskannya politik apartheid di Afrika Selatan dan perdamaian Iran-Irak.
KTT IX berlangsung di Beograd, Yugoslavia, dari tanggal 4-7 September 1989 dihadiri 102 negara. KTT
bertujuan memperjuangkan kerjasama dan dialog negara Selatan-Selatan.
KTT X berlangsung di Jakarta, Indonesia, tanggal 6 September 1992 dihadiri 108 negara. KTT bertujuan
memperjuangkan rekonsiliasi di sejumlah negara yang mengalami konflik dan menggalang kerjasama
Selatan-Selatan serta Utara-Selatan.
KTT XI berlangsung di Cartagena, Kolombia, dari tanggal 16-22 Oktober 1995. KTT bertujuan untuk
memperjuangkan restrukturisasi dan demokratisasi di PBB, dihadiri 113 negara.
KTT XII berlangsung di Durban, Afrika Selatan, dari tanggal 1-6 September 1998 dihadiri 113 negara.
KTT bertujuan memperjuangkan demokratisasi dalam hubungan internasional.
Bagi Indonesia, Gerakan Non Blok merupakan wadah yang tepat bagi Negara-negara
berkembang untuk memperjuangkan cita-citanya dan untuk ituIndonesia senantiasa berusaha secara
konsisten dan aktif membantu berbagai upaya kearah pencapaian tujuan dan prinsip-prinsip Gerakan
Non Blok.
GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat dikatakan lahir sebagai
Negara netral yang tidak memihak. Hal tersebut tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang
menyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan
diatas dunia haurs dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Selain itu diamanatkan pula bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kedua mandat tersebut juga merupakan
falsafah dasar GNB.
Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia memilih untuk menentukan
jalannya sendiri dalam upaya membantu tercapainya perdamaian dunia dengan mengadakan
persahabatan dengan segala bangsa.
Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas dan aktif itu, selain sebagai salah
satu Negara pendiri GNB, Indonesia juga senantiasa setia dancommited pada prinsip-prinsip dan
aspirasi GNB.
Sikap ini secara konsekuen diaktualisasikan Indonesia dalam kiprahnya pada masa
kepemimpinan Indonesia pada tahun 1992 – 1995 diawal era pasca perang dingin. Pada masa
itu, Indonesia telah berhasil membawa GNB untuk mampu menentukan arah dan secara dinamis
menyesuaikan diri pada setiap perubahan yang terjadi dengan menata kembali prioritas-prioritas lama
dan menentukan prioritas-prioritas baru dan menetapkan orientasi serta pendekatan yang baru pula.
Indonesia pernah menjadi tuan rumah KTT GNB yaitu KTT X yang berlangsung pada tanggal
1 – 7 September 1992 di Jakarta dan Bogor.
Selama tiga tahun dipimpin Indonesia, banyak kalangan menyebut, GNB berhasil memainkan
peran penting dalam percaturan politik global. Lewat Jakarta Message, Indonesia memberi warna
baru pada gerakan ini. Antara lain, dengan meletakkan titik berat kerjasama pada pembangunan
ekonomi dengan menghidupkan kembali dialog Selatan-Selatan.
Hal tersebut diatas, dirasa sangat perlu sebab Komisi Selatan dalam laporannya yang
berjudul “The Challenge to the South” (1987), menegaskan bahwa negara-negara Selatan harus
mengandalkan kemampuannya sendiri, kalau sekedar berharap pada kerjasama Utara-Selatan ibarat
pungguk merindukan bulan. Sebaliknya, dialog Selatan-Selatan akan memperkuat posisi tawar
(bargaining-position) Negara-negara berkembang meski hal ini masih harus dibuktikan.
Kendati lebih mengedepankan kepentingan ekonomi, tetapi politik dan keamanan Negara-
negara sekitar tetap menjadi perhatian. Dengan profil positifnya selama ini, Indonesia dipercaya untuk
turut menyelesaikan berbagai konflik regional, antara lain : Kamboja, gerakan separatis Moro di
Filipina dan sengketa di Laut Cina Selatan.
Konflik Kamboja mereda setelah serangkaian pembicaraan Jakarta Informal Meeting (I & II)
serta Pertemuan Paris yang disponsori antara lain oleh Indonesia.
KTT X GNB di Jakarta berhasil merumuskan “Pesan Jakarta” yang disepakati bersama.
Dalam “Pesan Jakarta” tersebut terkandung visi GNB yaitu :
Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya mengenai relevansi GNB setelah berakhirnya
Preang Dingin dan ketetapanhati untuk meningkatkan kerjasama yang konstruktif serta sebagai
komponen integral dalam “arus utama” (mainstream) hubungan internasional;
Arah GNB yang lebih menekankan pada kerjasama ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan
yang telah berhasil dicapai melalui cara-cara politik yang menjadi cirri menonjol perjuangan GNB
sebelumnya.
Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi Negara-negara anggota melalui
peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.
Setelah KTT Jakarta, GNB dapat dikatakan telah memperoleh kembali kekuatan dan
keteguhannya serta kejelasan akan tujuan-tujuannya yang murni.
Dari upaya-upaya tersebut telah dicapai beberapa kemajuan yaitu antara lain telah
disepakatinya upaya untuk melakukan pengurangan substansial terhadap hutang bilateral.
Sedangkan untuk hutang multilateral, dimana lembaga Bretton Woods semula enggan untuk
membahasnya, pada akhirnya telah mendapatkan perhatian Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional dengan diluncurkannya Prakarsa HIPCs (Heavily Indebted Poor
Countries); Peningkatan Fasilitas Penyesuaian Struktural(Enhanced Structural Adjustment
Facility) dan pembentukan Dana Perwalian oleh Bank Dunia serta komitmen negara-negara Paris
Club bagi penyelesaian hutang bilateral dengan menaikkan tingkat pengurangan beban hutang dari
67% menjadi 80%. Hal ini merupakan suatu keberhasilan upaya GNB dalam kerangka memerangi
kemiskinan.
Melalui pendekatan baru yang dikembangkan sewaktu Indonesia menjadi Ketua, GNB telah
berhasil mengubah sikap negara-negara anggota GNB tertentu yang pada intinya menerapkan
standard ganda terhadap lembaga Bretton Woods. Disatu pihak secara bilateral negara-negara
anggota GNB termasuk ingin memanfaatkan dana yang tersedia dari Bretton Woods, tetapi secara
politis menunjukkan sikap apriori terhadap Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Seperti
diketahui, bahwa pengambilan keputusan pada lembaga Bretton Woods pada prinsipnya didasarkan
atas besarnya jumlah kekayaan anggota, dan ini dapat berarti selalu merugikan kepentingan negara-
negara berkembang. Namun sekarang, dapat dikatakan bahwa telah terjalin hubungan yang baik
dimana lembaga Bretton Woods telah mau mendengarkan argumentasi dan mempertimbangkan
usulan-usulan GNB.
Meskipun sekarang, Indonesia tidak lagi menjabat sebagai Ketua maupun Troika GNB
(kepemimpinan GNB terdiri dari Ketua satu periode sebelumnya, Ketua sekarang dan Ketua yang
akan datang), namun tidak berarti bahwa penanganan oleh Indonesia terhadap berbagai
permasalahan penting GNB akan berhenti atau mengendur. Sebagai anggota GNB, Indonesia akan
tetap berupaya menyumbangkan peranannya untuk kemajuan GNB dimasa yang akan datang
dengan mengoptimalkan pengalaman yang telah didapat selama menjadi Ketua dan Troika GNB.
Ekspor
Ekspor Indonesia ke Negara anggota GNB periode Januari – Nopember 2004 bernilai US$
16,760.03 juta atau sekitar 33% dari total ekspor non migas Indonesia yang bernilai US$
50,653.17juta. Negara tujuan ekspor yang utama antara lain Singapore, Malaysia, India, Thailand dan
Philipina. Dibandingkan pada periode yang sama pada tahun 2003 dimana ekspor non migas ke
Negara GNB senilai US$ 14,013.06 maka terjadi peningkatan sebesar US$ 2,747.57 juta atau
19,61%.
Impor
Pada periode yang sama tahun 2003, impor non migas dari Negara anggota GNB berjumlah
US$ 5,579.82 juta berarti untuk tahun 2004 terjadi peningkatan sebesar 40,27%.