Anda di halaman 1dari 12

Seorang mahasiswa laki2 25 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan mual dan muntah sejak 2 hari

yang lalu. Keluhan disertai dengan nyeri perut kanan atas sejak 7 hari yang lalu. Perut terasa sebah,
tidak nyaman dan penuh. BAB tidak ada keluhan, warna kuning dan tidak lembek. Warna urine kuning
tua. Pasien sudah periksa ke puskesmas tetapi keluhan tidak membaik.

1. WARNA URIN
• Normal urin berwarna kuning muda sampai kuning tua.
• Perubahan warna urin dapat diperoleh juga dari anamnesis.
• Penafsiran hasil pemeriksaan urin makroskopik, harus diperhatikan keadaan hidrasi pasien,
penyimpanan lama menjadi lebih gelap, warna makanan, minuman dan obat-obatan.
• Urin "merah" merupakan tanda yang penting bagi penderita, harus dicari sebabnya.
Kelainan penting yang menyebabkan urin merah, yaitu: hematuri, hemoglobinuri,
Mioglobinuri.
Jangan lupa kontaminasi darah menstruasi pada pasien wanita.
• Urin "kuning tua-coklat-kehitaman seperti teh tua", disebabkan oleh urin yang pekat, pigmen
bilirubin.
Untuk memantapkan adanya bilirubin, biasanya kehijauan dan dapat dilakukan percobaan busa,
busa berwarna sama.
2. Anatomi Hepar
 Regio hypocondriaca dextra dan epigastrium
 Terdiri atas 2 lobus: dexter dan sinister
 Intraperitoneal, kecuali area nudaL
 Penggantung hepar:
o Lig. Falciforme hepatis
o Lig. Teres hepatis
o Lig. Triangulare dextrum
o Lig. Triangulare sinistrum
o Lig. Hepatorenale
 Fungsi hepar
o Metabolik
o Penyimpanan
o Ekskretori / Sekretori - ekskresi empedu
o Pelindung (Detoksifikasi)
o Gangguan Makanan
o Peredaran darah - organ penyimpanan darah besar
o Koagulasi - produksi faktor pembekuan
3. Nyeri kanan atas
* Kolik adalah rasa nyeri yang amat sangat kemudian hilang dan timbul di daerah usus atau
sekitarnya
4. Mekanisme
5. Pemeriksaan penunjang
6. JAUNDICE (ICTERUS)
Pewarnaan kuning kehijauan pada kulit dan sklera akibat akumulasi dari bilirubin dalam jaringan
maupun darah.
Normal serum bilirubin: 0.1 – 1.0 mg/dl
Jaundice may become detected at: 1.8–3.0mg/dl
Mechanism of bilirubin accumulation
• Excess Production of Bilirubin ( Produksi Bilirubin yang berlebih)
• Reduced Hepatic Cell Uptake ( Pengambilan bilirubin oleh hati yang berkurang)
• Impaired Conjugation ( gangguan konjugasi)
• Impaired excretion of Conjugated Bilirubin ( gangguan sekresi bilirubin konjugasi)
• Impaired bile flow (intra-and extra-hepatic) ( gangguan aliran sistem bilier baik intrahepatik
maupun ekstrahepatik)
a. JAUNDICE (ICTERUS) caused by Excess Production of Bilirubin
- HEMOLYTIC ANEMIA
Akibat peningkatan kadar biliburin tidak terkonjugasi (UB)

 Organ hati dapat mengkonjugasi dan mengeksresi  serum bilirubin level is jarang
mencapai lebih dari 5 mg/dl
 Hepatic hypoxia or Intercurrent hepatic disease  more severe jaundice may result
 Unconjugated bilirubin is tightly bound to albumin  cannot pass into the urine or
pass the blood brain barrier
- MASSIVE HEMORRHAGE OR HEMORRHAGIC INFARCTIONS  destroyed red
cells are resorbed  increased production of bilirubin

b. JAUNDICE (ICTERUS) caused by Reduced Hepatic Cell Uptake


DRUGS
 These may occasionally cause reactions which reduce uptake of bilirubin
GILBERT’S SYNDROME
• Mild, chronic elevation of UB which is usually detected only as incidental finding
(usually less than 3 mg/dl)
• Decreased glucuronyl transferase activity
• The major defect appears to be in hepatic uptake of bilirubin

c. JAUNDICE (ICTERUS) caused by Impaired Conjugation


PHYSIOLOGIC JAUNDICE OF THE NEWBORN
• Due to immaturity of the hepatic conjugating system
• Jaundice develops arround the 3rd – 5th day of life in full-term infants, may be more
pronounced and more prolonged in premature baby
• Jaundice results from UB
CRIGGLER NAJJAR SYNDROME
• Penyakit genetik dengan defek pada fungsi enzim glucuronyl transferase yang
menyebabkan akumulasi dari bilirubin tak terkonjugasi -> kern ikterus -> death
d. JAUNDICE (ICTERUS) caused by Impaired excretion of Conjugated Bilirubin
INTRAHEPATIC CAUSES
- berhubungan dengan peningkatan kadar transaminases dan LDH
A. Hereditary disorders
1. Dubin-Johnson Syndrome
2. Rotor Syndrome
B. Drugs
Estrogen, oral contraceptive, anabolic steroids, etc.
C. Hepatocellular injury
This may be interfere with bilirubin uptake, conjugation, and/or excretion
D. Disruption of liver architecture
(hepatitis, cirrhosis, etc.) – may cause intrahepatic cholestasis

EXTRAHEPATIC CAUSES  post-hepatic jaundice


- penyempitan atau terdapatnya obstruksi pada traktus biliaris atau ampula vater –
penyebab paling banyak dari jaundice posthepatik adalah : batu empedu,
neoplasma yang mempengaruhi struktur duktus baik berupa metastasis tumor
yang melewati pembulub limfe hati dan bagian kepala pankreas (pada pankreatitis
akut),

7. Tes Laboratorium Hepatobilier


 Menilai fungsi ekskresi
 Menilai kerusakan jaringan / sel
 Menilai fungsi sintesis

Tes enzim pada hati:


- Enzim merupakan protein yang mengkatalisis reaksi-reaksi kimia
- Peningkatan terjadi oleh karena kerusakan/nekrosis sel yang mengandung enzim
tersebut atau adanya perubahan permemabilitas membran sel akibat proses degenerasi
atau inflamasi

Bilirubin
 Terutama berasal dari perombakan heme (hemoglobin)
 Peningkatan bilirubin > 2-3 mg/dl menunjukkan ikterik
Bertujuan untuk
 mengetahui fungsi ekskresi
 Menentukan diagnosis banding ikterik (kuning)
 Peningkatan bilirubin indirek terjadi pada anemia hemolitik, gangguan konjugasi
 Peningkatan bilirubin direk terjadi pada obstruksi biliaris intra atau ekstrahepatik
 Intra hepatik: hepatitis (edema sel-sel hepar menyebakan penekanan
pada duktur-duktus biliaris intra hepatal menyebabkan kholestasis
intrahepatal shg bilirubin masuk ke pembuluh darah),
 Ekstrahepatik: obstruksi sal. empedu misal : batu empedu, tumor
pankreas (terjadi kholestasis ekstra hepatal shg bilirubin masuk ke
pembuluh darah)
Peningkatan bilirubin direk dalam darah akan positip dalam urin (bilirubinuria)
warna urin coklat seperti air teh
• Dua bentuk
• Indirek (unconjugated)
• Tidak larut dalam air
• Terikat albumin
• Direk (Conjugated)
• Larut dalam air

Alkali Phospatase
 Enzim yang terutama terdapat dalam duktus biliaris, tulang, ginjal, usus dan plasenta
 Terdiri dua isoenzim yang terdapat pada hepar dan tulang
 Tujuan tes berkaitan dengan
o Menentukan lokasi obstruksi biliaris
 Peningkatan > 5 kali kelainan /kholestasis di ekstrahepatik
 Peningkatan ringan pada kholestasis intrahepatik, mis hepatitis
o Menentukan penyakit /adanya kerusakan pada tulang
Gamma Glutamil Transferase
 Enzim yang aktif dalam transfer asam amino melalui dinding sel di tubuli renalis ginjal,
hati, sel epitel biliaris, pankreas, prostat, limfosit, otak dan testis
 Tujuan tes:
o Mendapatkan gambaran adanya penyakit hepatobiliaris
o Menentukan diagnosis ikterik
o Membedakan penyakit skelet dengan penyakit hati bila alkali phospatase
meningkat
o Memonitor konsumsi alkohol
o Peningkatan terjadi pada:
 Kholestasis (obstruksi biliaris) intra hepatik
 Penyakit pankreas, penyakit ginjal, penyakit prostat, tumor otak dan
alkoholisme
 SGPT (ALT)
 Enzim yang mengkatalisis kelompok amino dalam siklus krebs untuk
menghasilkan energi
 Terdapat terutama di sitoplasma sel
o Hati
o Sedikit pada ginjal, otot jantung dan skelet
o Merupakan indikator kerusakan jaringan hati
 Peningkatan terjadi pada hepatitis

 SGOT (AST)
 Enzim yang mengkatalisis konversi bagian nitrogen asam amino menjadi
energi dalam siklus krebs
 Terdapat dalam sitoplasma dan mitokondria
o Sel hati
o Otot Jantung
o Otot skelet
o Pankreas
o Eritrosit
o Peningkatan terjadi pada hepatitis, miokard infark, pasca exercise,
lisis eritrosit, pankreatitis

Protein
 Albumin
 Disintesa oleh hati
 Fungsi media transportasi
 Menentukan tekanan osmotik plasma
 Penurunan fungsi hati→ hipoalbuminemia  edema
 Hipoalbuminemia dapat terjadi pada beberapa kelainan
o Penyakit ginjal (kebocoran glomerulus)
o Malnutrisi (defisiensi intake)
o Keganasan (peningkatan turnover protein)
o Penyakit gastrointestinal (gangguan absorbsi)
 Peningkatan albumin
o Dehidrasi (relatif)

Prothrombin time (PT)


 Penentuan defisiensi jalur ekstrinsik koagulasi yang diproduksi oleh hati
 Pemeriksaan tidak sensitif, karena akan meningkat setelah kerusakan > 80%

Cholinesterase (CHE)
 Disebut juga Pseudocholinesterase →diproduksi oleh hepar
 Enzim yang memecah ester-ester cholin
 Makna dx manakala tjd penurunan kadar
 Mengetahui kapasitas fungsional hati
 Penurunan CHE
 Sirosis
 Toksik akibat organophosphor

8. Non Infectious Jaundice


 Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis dimana jaringan hepar diganti oleh jaringan
ikat dan adanya pembentukan nodulus regenerative, yang terbentuk akibat proses
peradangan atau cedera yang berkepanjangan, berlangsung progresif (Nurdjanah, 2014).

a. Etiologi

 Hepatitis B
 Hepatitis C
 Alkoholisme
 Penyakit Wilson
 Kolangitis sclerosis primer
 Hepatotoksik akibat obat
 Malnutrisi
 Sirosis kriptogenik
b. Manifestasi Klinis
Secara kllinis, dibagi menjadi 2:
1. SH kompensata, asiimptomatik
2. SH dekompensata, yg disertai dengan tanda- tanda kegagalan hepatoseluler dan
hipertensi portal
Hepar

Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5
kg. Hepar adalah organ viseral terbesar dan terletak di bawah kerangka iga (Sloane, 2004). Hepar
ber-tekstur lunak, lentur dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah
diaphragma. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma
dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium, dan jantung.
Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiaphragma sinistra (Snell, 2012).
Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena centralis pada masing-masing lobulus bermuara ke
venae hepaticae. Dalam ruangan antara lobuluslobulus terdapat canalis hepatis yang berisi
cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus
(trias hepatis). Darah arteria dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan
dialirkan ke vena centralis (Sloane, 2004).

Fisiologi Hepar

a. Fungsi Pembentukan dan Eksresi Empedu Empedu dibentuk oleh hepar melalui saluran
empedu interlobular yang terdapat dalam hepar, empedu yang dihasilkan dialirkan ke kandung
empedu untuk disimpan. Dalam sehari, sekitar 1 liter empedu dieksresikan oleh hepar. Garam
empedu penting untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus halus. Garam ini sebagian
diserap kembali oleh usus halus dan dialirkan kembali ke hepar (Guyton & Hall, 2008).
b. Fungsi Metabolik Karbohidrat setelah diolah di saluran cerna akan menjadi glukosa, lalu
diserap melalui usus masuk ke dalam peredaran darah dan masuk ke dalam hepar melalui vena
porta. Didalam hepar sebagian glukosa di metabolisme sehingga terbentuk energi yang befungsi
menjaga temperatur tubuh dan tenaga untuk bergerak. Glukosa yang tersisa diubah menjadi
glikogen dan disimpan didalam hepar dan otot atau diubah menjadi lemak yang disimpan di
dalam jaringan subkutan (Guyton & Hall, 2008). Fungsi hepar dalam metabolisme protein adalah
deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh,
pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino dan membentuk senyawa
lain dari asam amino (Guyton & Hall, 2008). 14 Hepar juga mengubah ammonia menjadi urea,
untuk dikeluarkan melalui ginjal dan usus. Metabolisme lemak yang dilakukan hepar berupa
pembentukan lipoprotein, kolesterol, dan fosfolipid (Amirudin, 2009).
c. Fungsi Pertahanan Tubuh Hepar merupakan komponen sentral sistem imun, Sel Kuppfer, yang
meliputi 15% dari massa hepar serta 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang
sangat penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan
antigen tersebut kepada limfosit (Amirudin, 2009).
d. Fungsi Vaskular Hepar Pada orang dewasa, jumlah aliran darah ke hepar diperkirakan sekitar
1.200-1.500 cc per menit. Darah tersebut berasal dari vena porta sekitar 1.200 cc dan dari arteria
hepatika sekitar 350 cc. Bila terjadi kelemahan fungsi jantung kanan dalam memompa darah
seperti pada penderita payah jantung kanan, maka darah dari hepar yang dialirkan ke jantung
melalui vena hepatika dan selanjutnya masuk ke dalam vena kava inferior akan terhambat.
Akibatnya terjadi pembesaran hepar karena bendungan pasif oleh darah yang jumlahnya sangat
besar (Guyton & Hall, 2008).
Enzim di Hepar

AST dan ALT Transaminase atau aminotransferase adalah sekelompok enzim yang
bekerja sebagai katalisator dalam proses pemindahan gugus amino dari suatu asam alfa amino
kepada suatu asam alfa keto. Enzim AST juga dikenal sebagai serum glutamic oxaloacetic
transaminase (SGOT), dan ALT juga dikenal sebagai serum glutamic pyruvic transaminase
(SGPT). AST biasanya ditemukan dalam keragaman jaringan termasuk hepar, jantung, otot,
ginjal dan otak. Dilepaskan ke dalam serum bila salah satu dari sel-sel ini sudah rusak. AST
bukan indikator yang sangat spesifik dari kerusakan hepar. ALT sebagian besar ditemukan di
hepar sehingga digunakan sebagai indikator yang paling spesifik dari kerusakan hepar. Kadar
normal AST darah 5-40 U/l dan untuk kadar normal ALT darah 5- 35 U/l (Amirudin, 2009).

Ikterus

Ikterus (jaundice) adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh peningkatan kadar bilirubin
dalam sirkulasi darah. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan permukaan
bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal
di sklera mata, dengan kadar bilirubin berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L). Kadar
bilirubin serum normal adalah : 0-0.3 mg/dL (bilirubin direk), dan 0.3-1.9 mg/dL (total
bilirubin).
Terdapat 2 jenis ikterus: ikterus fisiologis dan patologis (Mansjoer, 2002).
 Ikterus fisiologis Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Timbul pada
hari kedua-ketiga. b. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL
pada neonatus cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan. c. Kecepatan peningkatan kadar
bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari. d. Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang
dari 1mg/dL. e. Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan. f. Tidak
terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
 Ikterus patologis Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut: a) Ikterus yang
terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. b) Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL
pada neonatus cukup bulan dan 10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature. c)
Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari. d) Ikterus yang menetap
sesudah 2 minggu pertama. Universitas Sumatera Utara e) Ikterus yang mempunyai
hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologis lain yang telah diketahui.
f) Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL.

Metabollisme Bilirubin Normal

Metabolisme bilirubin dibagi menjadi fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver
uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5
fase metabolisme bilirubin tersebut.
Proses metabolisme pemecahan heme sangatlah kompleks. Setelah kurang lebih 120 hari,
eritrosit diambil dan didegradasi oleh sistem RES terutama di hati dan limpa. Sekitar 85% heme
yang didegradasi berasal dari eritrosit dan 15% berasal dari jaringan ekstraeritroid. Bilirubin
terbentuk akibat terbukannya cincin karbon dari heme yang berasal dari eritrosit maupun
ekstraeritroid.
Tahap awal proses degradasi heme dikatalisis oleh enzim heme oksigenase mikrosom di
dalam sel RE. Dengan adanya NADPH dan O2, enzim ini akan menambahkan gugus hidroksil ke
jembatan metenil diantara dua cincin pirol, bersamaan dengan oksidasi ion ferro (Fe+2) menjadi
Fe+3 (ferri). Oksidasi selanjutnya oleh enzim yang menyebabkan pemecahan cincin porfirin. Ion
ferri dan dan CO di lepaskan, sehingga menyebabkan pembentukan biliverdin yang berpigmen
hijau. Biliverdin kemudian direduksi sehingga membentuk bilirubin yang bewarna merah jingga.
Bilirubin dan turunannya bersama-sama disebut pigmen empedu.
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma, sehingga diangkut ke hati dengan berikatan
dengan protein albumin secara nonkovalen. Bilirubin teruarai dari molekul pembawa albumin
dan masuk ke dalam hepatosit, tempat bilirubin akan berikatan dengan protein intrasel, terutama
protein liganin. Di dalam hepatosit, kelarutan bilirubin meningkat karena penambahan dua
molekul asam glukoronat. Reaksi ini dikatalisis oleh bilirubin glukoniltransferase dengan
menggunakan asam glukoronat UDP sebagai donor glukoronat. Bilirubin diglukoronid
ditransport secara aktif dengan melawan gradien konsentrasi ke dalam kanalikuli biliaris dan
kemudian ke dalam empedu. Proses ini memerlukan energi, merupakan tahapan yang membatasi
laju dan rentan mengalami gangguan pada penyakit hepar. Bilirubin yang tidak terkonjugasi
normalnya diekskresikan.
Bilirubin diglukoronid dihidrolisis dan direduksi oleh bakteri di usus untuk menghasilkan
urobilinogen, senyawa yang tidak bernyawa. Sebagian besar urobilinogen dioksidasi oleh bakteri
usus menjadi sterkobilin, memberi warna coklat pada feses. Namun, beberapa urobilinogen
direabsorbsi oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi portal. Sebagian urobilinogen ini berperan
dalam siklus urobilinogen intrahepatik yang akan di uptake oleh hepar kemudian diekskresikan
kembali ke dalam empedu. Sisa urobilinogen diangkut oleh darah ke dalam ginjal, tempat
urobilinigen diubah menjadi urobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan sehingga
memberikan warna yang khas pada urin.

Patofisiologi Ikterus

Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini:
over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke
dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)
A. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi/indirek
1. Over produksi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang
mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan
hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau
hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus
hemolitik.
Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak
terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin indirek meningkat dalam
darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan
tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan
peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik :
hemoglobin abnormal (cickle sel anemia), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi serum (Rh.
Inkompatibilitas transfusi), dan malaria tropika berat.

2. Penurunan ambilan hepatik


Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan
berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat
mempengaruhi uptake ini.
3. Penurunan konjugasi hepatic
Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal
ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth,
Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II.

B. Hiperbilirubinemia konjugasi/direk

Hiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu.
Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung
ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam
sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan :
Hepatitis, sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat yg.meracuni hati fosfor,
klroform, obat anestesi dan tumor hati multipel. Ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis
virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, ikterus pasca bedah. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik
akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier
ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab
tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah :
Obstruksi sal.empedu didalam hepar 6 Sirosis hepatis, abses hati, hepatokolangitis, tumor maligna
primer dan sekunder.
Obstruksi didalam lumen sal.empedu : batu empedu, askaris Kelainan di dinding sal.empedu : atresia
bawaan, striktur traumatik, tumor saluran empedu.
Kelainan di dinding sal.empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor saluran empedu.
- Tekanan dari luar saluran empedu : Tumor caput pancreas, tumor Ampula Vatery, pancreatitis,
metastasis tumor di lig.hepatoduodenale

Diagnosis Ikterik

Tahap awal ketika akan mengadakan penilaian klinis seorang pasien dengan ikterus
adalah tergantung kepada apakah hiperbilirubinemia bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi.
Jika ikterus ringan tanpa warna air seni yang gelap harus difikirkan kemungkinan adanya
hiperbilirubinemia indirect yang mungkin disebabkan oleh hemolisis, sindroma Gilbert atau
sindroma Crigler Najjar, dan bukan karena penyakit hepatobilier. Keadaan ikterus yang lebih
berat dengan disertai warna urin yang gelap menandakan penyakit hati atau bilier. Jika ikterus
berjalan sangat progresif perlu difikirkan segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan
ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan kaput pankreas).
Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau kandung
empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pankreas (bagian 7 kepala/kaput) sering
timbul kuning yang tidak disertai gajala keluhan sakit perut (painless jaundice). Kadang-kadang
bila bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi, warna kuning pada sklera mata sering
memberi kesan yang berbeda dimana ikterus lebih memberi kesan kehijauan (greenish jaundice)
pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan (yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatik.
Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui penggabungan
dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar serta beberapa prosedur
diagnostik khusus. Sebagai contoh, ikterus yang disertai demam, dan terdapat fase prodromal
seperti anoreksia, malaise, dan nyeri tekan hepar menandakan hepatitis. Ikterus yang disertai rasa
gatal menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit xanthomatous atau suatu sirosis biliary
primer. Ikterus dan anemia menandakan adanya suatu anemia hemolitik

Anda mungkin juga menyukai

  • Skenario 5 Blok 14
    Skenario 5 Blok 14
    Dokumen7 halaman
    Skenario 5 Blok 14
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2
    Skenario 2
    Dokumen34 halaman
    Skenario 2
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Skenario I
    Skenario I
    Dokumen7 halaman
    Skenario I
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Skenario 4 2017
    Skenario 4 2017
    Dokumen7 halaman
    Skenario 4 2017
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Tugas Tutorial9
    Tugas Tutorial9
    Dokumen3 halaman
    Tugas Tutorial9
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Skenario 3
    Skenario 3
    Dokumen9 halaman
    Skenario 3
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • PDF
    PDF
    Dokumen89 halaman
    PDF
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1 Blok 6
    Skenario 1 Blok 6
    Dokumen8 halaman
    Skenario 1 Blok 6
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Tugas Tutor
    Tugas Tutor
    Dokumen2 halaman
    Tugas Tutor
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Skenario 5
    Skenario 5
    Dokumen1 halaman
    Skenario 5
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Ikterus
    Ikterus
    Dokumen14 halaman
    Ikterus
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Tutor 2
    Tutor 2
    Dokumen5 halaman
    Tutor 2
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Mata Keruh
    Mata Keruh
    Dokumen16 halaman
    Mata Keruh
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Skenario 5
    Skenario 5
    Dokumen1 halaman
    Skenario 5
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen13 halaman
    Skenario 1
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1 Blok 6
    Skenario 1 Blok 6
    Dokumen8 halaman
    Skenario 1 Blok 6
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Ikterus
    Ikterus
    Dokumen14 halaman
    Ikterus
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Skenario I Blok 4
    Tutorial Skenario I Blok 4
    Dokumen5 halaman
    Tutorial Skenario I Blok 4
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Skenario I Blok 4
    Tutorial Skenario I Blok 4
    Dokumen5 halaman
    Tutorial Skenario I Blok 4
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • SKENARIO 3 A
    SKENARIO 3 A
    Dokumen6 halaman
    SKENARIO 3 A
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen13 halaman
    Skenario 1
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Korteks Motorik Primer
    Korteks Motorik Primer
    Dokumen1 halaman
    Korteks Motorik Primer
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Skenario I Blok 4
    Tutorial Skenario I Blok 4
    Dokumen5 halaman
    Tutorial Skenario I Blok 4
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Kulit
    Kulit
    Dokumen3 halaman
    Kulit
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Dokumen Tanpa Judul
    Dokumen Tanpa Judul
    Dokumen3 halaman
    Dokumen Tanpa Judul
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Dokumen Tanpa Judul
    Dokumen Tanpa Judul
    Dokumen3 halaman
    Dokumen Tanpa Judul
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Dokumen Tanpa Judul
    Dokumen Tanpa Judul
    Dokumen3 halaman
    Dokumen Tanpa Judul
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Korteks Motorik Primer
    Korteks Motorik Primer
    Dokumen1 halaman
    Korteks Motorik Primer
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat
  • Korteks Motorik Primer
    Korteks Motorik Primer
    Dokumen1 halaman
    Korteks Motorik Primer
    Nanang Yulianto
    Belum ada peringkat