2. Histologi Jantung
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu endokardium, miokardium dan epikardium.
Endokardium, merupakan bagian dalam dari atrium dan ventrikel. Endokarium homolog dengan
tunika intima pada pembuluh darah. Endokardium terdiri dari endotelium dan lapisan
subendokardial. Endotelium pada endokardium merupakan epitel selapis pipih dimana terdapat
tight/occluding junction dan gap junction.
Serat purkinje merupakan percabangan dari nodus AV dan terletak di subendokardial. Sel
purkinje mengandung sitoplasma yang besar, sedikit miofibril, kaya akan mitokondria dan
glikogen serta mempunyai 1 atau 2 nukleus yang terletak di sentral. Serat kontraksi merupakan
serat silindris yang panjang dan bercabang. Setiap serat terdiri hanya 1 atau 2 nukleus di sentral.
Serat kontraksi mirip dengan otot lurik karena memiliki striae.
Sarkoplasmanya banyak mengandung mitokondria yang besar. Ikatan antara dua serat otot
adalah melalui fascia adherens, macula adherens (desmosom), dan gap junctions. Epikardium
terdiri dari 3 lapisan yaitu perikardium viseral, lapisan subepikardial dan perikardium parietal.
Perikardium viseral terdiri dari mesothelium ( epitel selapis pipih). Lapisan subepikardial terdiri
dari jaringan ikat longgar dengan pembuluh darah koroner, saraf serta ganglia. Perikardium
parietal terdiri dari mesotelium dan jaringan ikat.
b. Curah Jantung dan Kontrolnya Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang
dipompa oleh tiap – tiap ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung).
Selama satu periode waktu tertentu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru ekivalen
dengan volume darah yang mengalir melalui sirkulasi sistemik. Dengan demikian, curah jantung
dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik, walaupun apabila diperbandingkan denyut
demi denyut, dapat terjadi variasi minor. Dua faktor penentu curah jantung adalah kecepatan
denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang dipompa per denyut).
Kecepatan denyut jantung rata – rata adalah 70 kali per menit, yang ditentukam oleh irama sinus
SA, sedangkan volume sekuncup rata –rata adalah 70 ml per denyut, sehingga curah jantung rata
– rata adalah 4.900 ml/menit atau mendekati 5 liter/menit. Kecepatan denyut jantung terutama
ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Nodus SA dalam keadaan normal adalah
pemacu jantung karena memiliki kecepatan depolarisasi spontan tertinggi. Ketika nodus SA
mencapai ambang, terbentuk potensial aksi yang menyebar ke seluruh jantung dan menginduksi
jantung berkontraksi. Hal ini berlangsung sekitar 70 kali per menit, sehingga kecepatan denyut
rata – rata adalah 70 kali per menit. Jantung dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom,
yang dapat memodifikasi kecepatan serta kekuatan kontraksi. Saraf parasimpatis ke jantung yaitu
saraf vagus mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan nodus atrioventrikel (AV). Pengaruh
sistem saraf parasimpatis pada nodus SA adalah menurunkan kecepatan denyut jantung, sedangkan
pengaruhnya ke nodus AV adalah menurunkan eksitabilitas nodus tersebut dan memperpanjang
transmisi impuls ke ventrikel. Dengan demikian, di bawah pengaruh parasimpatis jantung akan
berdenyut lebih lambat, waktu antara kontraksi atrium dan ventrikel memanjang, dan kontraksi
atrium melemah. Sebaliknya, sistem saraf simpatis, yamg mengontrol kerja jantung pada situasi
– situasi darurat atau sewaktu berolahraga, mempercepat denyut jantung melalui efeknya pada
jaringan pemacu. Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA adalah meningkatkan keceptan
depolarisasi, sehingga ambang lebih cepat dicapai. Stimulasi simpatis pada nodus AV mengurangi
perlambatan nodus AV dengan meningkatkan kecepatan penghantaran. Selain itu, stimulasi
simpatis mempercepat penyebaran potensial aksi di seluruh jalur penghantar khusus. Komponen
lain yang menentukan curah jantung adalah volume sekuncup. Terdapat dua jenis kontrol yang
mempengaruhi volume sekuncup, yaitu kontrol intrinsik yang berkaitan dengan seberapa banyak
aliran balik vena dan kontrol ekstrinsik yang berkaitan dengan tingkat stimulasi simpatis pada
jantung. Kedua faktor ini meningkatkan volume sekuncup dengan meningkatkan kontraksi otot
jantung. Hubungan langsung antara volume diastolik akhir dan volume sekuncup membentuk
kontrol intrinsik atas volume sekuncup, yang mengacu pada kemampuan inheren jantung untuk
mengubah volume sekuncup. Semakin besar pengisian saat diastol, semakin besar volume
diastolik akhir dan jantung semakin teregang. Semakin teregang jantung, semakin meningkat
panjang serat otot awal sebelum kontraksi. Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih
kuat, sehingga volume sekuncup menjadi lebih besar. Hubungan antara volume diastolik akhir dan
volume sekuncup ini dikenal sebagai hukum Frank-Starling pada jantung. Secara sederhana,
hukum Frank-Starling menyatakan bahwa jantung dalam keadaan normal memompa semua darah
yang dikembalikan kepadanya, peningkatan aliran balik vena menyebabkan peningkatan volume
sekuncup. Tingkat pengisian diastolik disebut sebagai preload, karena merupakan beban kerja
yang diberikan ke jantung sebelum kontraksi mulai. Sedangkan tekanan darah di arteri yang harus
diatasi ventrikel saat berkontraksi disebut sebagai afterload karena merupakan beban kerja yang
ditimpakan ke jantung setelah kontraksi di mulai. Selain kontrol intrinsik, volume sekuncup juga
menjadi subjek bagi kontrol ekstrinsik oleh faktor – faktor yang berasal dari luar jantung,
diantaranya adalah efek saraf simpatis jantung dan epinefrin (Sherwood, 2001).
Perubahan pada tekanan darah : Latihan dan aktivitas fisik dapat meningkatkan cardiac output dan
tekanan darah. Hal ini berkaitan dengan peningkatan metabolism tubuh. Aktivitas fisik
membutuhkan energi sehingga membutuhkan aliran yang lebih cepat untuk mensuplai oksigen dan
nutrisi (tekanan darah naik).
Perubahan pada suhu tubuh : Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme,
mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan
(aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
Perubahan pada frekuensi nadi : sistem cardiovaskular yaitu peningkatan curah jantung dan
redistribusi darah dari organ yang kurang aktif ke organ yang aktif. Peningkatan curah jantung ini
dilakukan dengan meningkatkan isi sekuncup dan denyut jantung10. Disaat melakukan latihan
fisik maka otot jantung akan mengkonsumsi O2 yang ditentukan oleh faktor tekanan dalam jantung
selama kontraksi sistole. Ketika tekanan meningkat maka konsumsi O2 ikut naik pula. Jadi
konsumsi O2 oleh otot jantung dapat dihitung dengan mengalikan denyut nadi dan tekanan darah
sistolik. Otot jantung yang terlatih membutuhkan lebih sedikit O2 untuk sesuatu beban tertentu
dan membutuhkan jumlah O2 yang kurang pula untuk pekerjaan fisik atau aktivitas.Jadi latihan
jasmani akan mengurangi kebutuhan jantung akan O2 melalui penurunan jumlah beban yang harus
dikerjakan dan juga memperbaiki fungsi metabolik dari miokardium.
( http://eprints.undip.ac.id/20417/1/Irenne.pdf)
Perubahan pada frekuensi pernafasan : Pada saat latihan frekuensi pernafasan akan meningkat.
Meskipun demikian frekuensi pernafasan tidak akan dapat dipakai sebagai alat ukur intensitas
latihan, karena pernafasan dapat dimanipulasikan oleh seseorang. Pernafasan secara sadar dapat
dipercepat, diperlambat, atau diperdalam oleh kemauan seseorang. Akan tetapi jika pernafasan
tidak dikendalikan secara sadar sudah akan diatur secara otomatis oleh sistem saraf outonom.
Pada saat berlatih hawa tidal akan meningkat, atau pernafasan menjadi lebih dalam. Dengan
pernafasan yang lebih dalam maka tekanan udara dalam paru akan meningkat, sehingga difusi
(pertukaran gas) antara O2 dan CO2 jug akan meningkat. Meningkatnya hawa tidal disertai
frekuensi pernafasan yang meningkat maka ventilasi (udara yang masuk selama satu menit) juga
akan meningkat. Semakin tinggi intensitas latihan, frekuensi pernafasan juga akan semakin tinggi,
sehingga ventilasi juga akan semakin tinggi.